Anda di halaman 1dari 38

PERENCANAAN PENJADWALAN PRODUKSI JANGKA

PENDEK (SHORT-TERM SCHEDULING) PADA BLOK D3W


PT. ARGA MORINI INDAH

PROPOSAL PENELITIAN

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN


MENCAPAI DERAJAT SARJANA (S1)

DIAJUKAN OLEH:

MUH. IQBAL ARSYIDIK


R1D116062

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020
HALAMAN PERSETUJUAN

PROPOSAL PENELITIAN

PERENCANAAN PENJADWALAN PRODUKSI JANGKA


PENDEK (SHORT-TERM SCHEDULING) PADA BLOK D3W
PT. ARGA MORINI INDAH

Diajukan oleh:

MUH. IQBAL ARSYIDIK


R1D116062

Telah disetujui oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

Deniyatno, S.Si., MT Wd. Rizky Awaliah Nafiu, ST., MT


NIP. 19820323 200604 1 003 NIP. 19900608 201903 2 017

Mengetahui,
Ketua Jurusan Teknik Pertambangan

Erwin Anshari, S.Si., M.Eng


NIP. 19880628 201504 1 001
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebutuhan nikel dipasaran domestik yang terus meningkat telah mendorong

PT. Arga Morini Indah yang merupakan salah satu perusahaan swasta nasional

yang bergerak dalam bidang industri pertambangan nikel turut meramaikan

peluang ini dan berinisiatif untuk melakukan kegiatan eksploitasi dengan wilayah

izin usaha pertambangan (IUP) seluas 2.833 Ha. Dalam melakukan aktivitas

penambangannya, PT. AMI menerapkan sistem tambang terbuka (surface mining)

dengan metode open pit yang dilakukan dengan cara selektif mining dan terdiri

dari 8 blok yaitu blok D1W, blok D2W, blok D3W, blok Sentral, blok Kokoe,

blok Labota, blok Buena, dan blok Laurano.

Penjadwalan produksi tambang (mine scheduling) merupakan salah satu

bagian dalam perencanaan tambang yang menggambarkan tentang jumlah

produksi yang dihasilkan dalam setiap tahapan penambangan berdasarkan waktu

dan rancangan penambangan. Tujuan dilaksanakannya proses penjadwalan ini

adalah untuk melakukan pengaturan waktu yang paling optimum sehingga proses

produksi dapat dilaksanakan sebaik-baiknya. Penjadwalan produksi yang kurang

baik justru menambah kesulitan dalam proses penambangan dan berakibat pada

biaya operasi yang membesar.

Saat ini perusahaan tersebut berencana membuka lokasi penambangan baru

pada blok D3W untuk mempertahankan produksi dan akan dijadwalkan dalam

upaya memenuhi target produksi ketika beberapa blok lainnya sudah tidak

beroperasi/mineout. Dalam perencanaan penjadwalan produksi yang akan

1
2

dilakukan, target produksi yang ingin dicapai perusahaan sebesar 60.000 wmt

perbulan. Oleh karena itu, untuk memaksimalkan perolehan bijih dalam kegiatan

penambangan hingga tercapainya target produksi sesuai yang diinginkan dengan

kriteria COG Ni 1,5 % tentunya memerlukan perencanaan penjadwalan produksi

jangka pendek (short-term scheduling) yang baik dan tepat pada blok D3W PT.

Arga Morini Indah.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana rancangan pentahapan (pushback) penambangan sesuai dengan

target produksi pada blok D3W PT. Arga Morini Indah?

2. Bagaimana penjadwalan produksi jangka pendek (short-term scheduling)

untuk pengupasan lapisan tanah penutup dan penggalian bijih nikel

berdasarkan waktu dan rancangan tahapan penambangan pada blok D3W PT.

Arga Morini Indah?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang diangkat dalam kegiatan penelitian ini,

berikut adalah tujuan kegiatan penelitian:

1. Membuat rancangan pentahapan (pushback) penambangan sesuai dengan

target produksi pada blok D3W PT. Arga Morini Indah.

2. Membuat penjadwalan produksi jangka pendek (short-term scheduling) untuk

pengupasan lapisan tanah penutup dan penggalian bijih nikel berdasarkan


3

waktu dan rancangan tahapan penambangan pada blok D3W PT. Arga Morini

Indah.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain:

1. Membuka wawasan dan menambah pengalaman peneliti dalam hal membuat

penjadwalan produksi tambang serta memberi pandangan akan dunia kerja

kedepannya.

2. Dapat menjadi bahan pertimbangan dan masukan oleh perusahaan dalam

membuat penjadwalan produksi tambang pada blok yang diteliti.


II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Sumberdaya dan Cadangan

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang Klasifikasi Sumberdaya

Mineral dan Cadangan, menjelaskan bahwa sumberdaya mineral (mineral

resource) adalah endapan mineral yang diharapkan dapat dimanfaatkan secara

nyata. Sumberdaya mineral dengan keyakinan geologi tertentu dapat berubah

menjadi cadangan setelah dilakukan pengkajian kelayakan tambang dan

memenuhi kriteria layak tambang. Sedangkan cadangan (reserve) adalah endapan

mineral yang telah diketahui ukuran, bentuk, sebaran, kuantitas dan kualitasnya

dan yang secara ekonomis, teknis, hukum, lingkungan dan sosial dapat ditambang

pada saat perhitungan dilakukan.

Sumberdaya mineral dan cadangan dalam SNI tentang Klasifikasi

Sumberdaya Mineral dan Cadangan dibagi menjadi beberapa bagian, sebagai

berikut:

a. Sumberdaya

1. Sumberdaya Mineral Hipotetik (Hypothetical Mineral Resource) adalah

sumberdaya mineral yang kualitas dan kuantitasnya diperoleh berdasarkan

perkiraan pada tahap survey tinjau.

2. Sumberdaya Mineral Tereka (Inferred Mineral Resource) adalah

sumberdaya yang kuantitas dan kualitasnya diperoleh berdasarkan hasil

tahap prospeksi.

3. Sumberdaya Mineral Tertunjuk (Indicated Mineral Resource) adalah

4
5

sumberdaya mineral yang kuantitas dan kualitasnya diperoleh berdasarkan

hasil tahap eksplorasi umum.

4. Sumberdaya Mineral Terukur (Measured Mineral Resource) adalah

sumberdaya mineral yang kuantitas dan kualitasnya diperoleh berdasarkan

hasil tahap eksplorasi rinci.

b. Cadangan

1. Cadangan terkira (Probable Reserve) adalah sumberdaya mineral tertunjuk

dan sebagian sumberdaya mineral terukur yang tingkat keyakinan

geologinya masih lebih rendah, yang berdasarkan studi kelayakan tambang

semua faktor yang terkait telah terpenuhi, sehingga penambangan dapat

dilakukan secara ekonomik.

2. Cadangan terbukti (Proved Recerve) adalah sumberdaya mineral terukur

yang berdasarkan studi kelayakan tambang semua faktor yang terkait telah

terpenuhi, sehingga penambangan dapat dilakukan secara ekonomik.

B. Model Blok

Model blok adalah sebuah bentuk referensi database spasial yang

menyediakan sarana untuk pemodelan tubuh 3D dari titik dan interval data seperti

data sampel drillhole. Model blok terdiri dari nilai interpolasi pengukuran yang

benar. Model blok menyediakan metode estimasi volume, tonase, dan nilai rata-

rata dari tubuh 3D dari data lubang bor. (Gemcomsurpac, 2008)

Pusat dari setiap blok mendefinisikan dimensi geometris di setiap sumbu,

yaitu kordinat Y, X, dan Z. Setiap blok berisi atribut untuk masing-masing

properti yang akan dimodelkan. Properti atau atribut mungkin berisi nilai string
6

numerik atau karakter. Blok dari berbagai ukuran ditentukan oleh pengguna setelah

model blok dibuat. Adapun blok model yang dimaksud dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Tampilan 3D blok matriks (Sumber: Hustrulid & Kuchta, 2013)

Metode yang paling banyak digunakan dalam melakukan pemodelan geologi

salah satunya adalah metode Inverse Distance Weight (IDW). Metode Inverse

Distance Weight (IDW) adalah salah satu dari metode penaksiran dengan

pendekatan blok model yang sederhana dengan mempertimbangkan titik

disekitarnya. Asumsi dari metode ini adalah nilai interpolasi akan lebih mirip pada

data sampel yang dekat dari pada yang lebih jauh. Bobot (weight) akan berubah

secara linier sesuai dengan jaraknya dengan data sampel. Bobot ini tidak akan

dipengaruhi oleh letak dari data sampel. Metode ini biasanya digunakan dalam

industri pertambangan karena mudah untuk digunakan. Pemilihan nilai pada power

sangat mempengaruhi hasil interpolasi. Nilai power yang tinggi akan memberikan

hasil seperti menggunakan interpolasi nearest neighbor dimana nilai yang

didapatkan merupakan nilai dari data point terdekat (Rafsanjani, 2016).

Kerugian dari metode IDW adalah nilai hasil interpolasi terbatas pada nilai
7

yang ada pada data sampel. Pengaruh dari data sampel terhadap hasil interpolasi

disebut sebagai isotropik. Dengan kata lain, karena metode ini menggunakan rata-

rata dari data sampel sehingga nilainya tidak bisa lebih kecil dari minimum atau

lebih besar dari data sampel. Jadi, puncak bukit atau lembah terdalam tidak dapat

ditampilkan dari hasil interpolasi model ini. Untuk mendapatkan hasil yang baik,

sampel data yang digunakan harus rapat yang berhubungan dengan variasi lokal.

Jika sampelnya agak jarang dan tidak merata, hasilnya kemungkinan besar tidak

sesuai dengan yang diinginkan (Rafsanjani, 2016).

Secara garis besar metode ini adalah sebagai berikut (Latif dalam Rafsanjani,

2016):

1. Suatu cara penaksiran dimana harga rata-rata titik yang ditaksir merupakan

kombinasi linear atau harga rata-rata terbobot (weighted average) dari

data-data lubang bor disekitar titik tersebut. Data di dekat titik yang

ditaksir memperoleh bobot yang lebih besar, sedangkan data yang jauh

dari titik yang ditaksir bobotnya lebih kecil.

2. Pilihan dari pangkat yang digunakan (ID1, ID2, ID3,…) berpengaruh

terhadap hasil taksiran. Semakin tinggi pangkat yang digunakan, hasilnya

akan mendekati hasil yang lebih baik.

Adapun persamaan metode inverse distance weight adalah:


1
𝑑𝑖𝑛
𝑊𝑗 = 1 .......................................................................... Persamaan (1)
∑𝑖=𝑛
𝑑𝑖𝑛

Keterangan:
W𝑗 = bobot yang ditaksir
𝑑𝑖 = jarak
n = Pangkat
8

C. Perencanaan Tambang (Mine Planning)

Perencanaan tambang adalah suatu rancangan tambang untuk mencapai batas

akhir penambangan dalam jangka waktu tertentu secara aman dan

menguntungkan. Dimana di dalamnya mencakup penjadwalan produksi dan

rancangan tahapan desain penambangan tahunan/bulanan. Sehingga perencanaan

tambang memiliki tujuan membuat suatu rencana produksi tambang untuk

menghasilkan tingkat produksi yang telah ditentukan. (Adnannst dkk, 2015)

Perencanaan tambang terdiri dari 3 (tiga) tahapan, yaitu tahapan pemodelan

geologi, perencanaan jangka panjang (long-term planning) dan perencanaan

jangka pendek (short-term planning) (Baber dan Hanna, 2000). Geologi

merupakan dasar bagi perencanaan tambang, dalam hal pemodelan sumberdaya,

data geoteknik, data hidrogeologi dan reklamasi. Perencanaan jangka panjang

sering diarahkan pada strategic planning atau feasibility study. Perencanaan

jangka pendek, yaitu perencanaan operasional untuk mencapai perencanaan yang

telah ditetapkan pada perencanaan jangka panjang. (Sasongko, 2009)

Perencanaan tambang merupakan proses yang melingkar atau iterasi. Setelah

model geologi sumberdaya batubara/mineral dibangun, maka kemudian dilakukan

pembuatan model blok. Pembuatan model blok merupakan tahapan membagi area

sumberdaya dalam blok-blok yang lebih kecil. Pada sumberdaya batubara

biasanya dengan ukuran 100 meter x 100 meter, 50 meter x 50 meter, atau

disesuaikan dengan rencana penjadwalan produksi dan alat-alat tambang yang

digunakan. Berdasarkan model blok tersebut secara numerik sumberdaya dapat

diestimasi jumlahnya. (Sasongko, 2009)


9

Tahap berikutnya adalah optimasi pit dengan pertimbangan faktor teknis;

sudut lereng tambang aman, jenjang, dan kondisi lokal, dan pertimbangan faktor

ekonomis; biaya-biaya tambang, dan kewajiban finansial perusahaan tambang

terhadap pemerintah. Optimasi pit adalah untuk menentukan batas tambang akhir

(ultimate pit limit), dimana batas tambang tersebut akan digunakan sebagai batas

keruangan dalam perhitungan cadangan tertambang. (Sasongko, 2009)

Setelah cadangan tertambang diketahui, maka tahap selanjutnya adalah

perencanaan produksi, yaitu berupa aktivitas perencanaan pentahapan tambang

(push back), sekuen tambang, dan penjadwalan produksi. Tahap terakhir proses

perencanaan tambang adalah penilaian cadangan dengan menentukan indikator

ekonomi seperti nilai sekarang bersih (net present value, NPV), internal rate of

return (IRR), dan pay back period. (Sasongko, 2009)

D. Rancangan Penambangan

Rancangan (design) adalah penentuan persyaratan, spesifikasi dan kriteria

teknik yang rinci dan pasti untuk mencapai tujuan dan sasaran kegiatan serta urutan

teknis pelaksanaannya. Di industri pertambangan juga dikenal rancangan tambang

(mine design) yang mencakup pula kegiatan-kegiatan seperti yang ada pada

perencanaan tambang, tetapi semua data dan informasinya sudah rinci (pemodelan

geologi, pit potensial, pit limit, geoteknik, stripping ratio, dan data pendukung

lainnya). Pada umumnya ada dua tingkat rancangan, yaitu: (Zainassolihin, 2015)

(1) Rancangan konsep (conceptual design), yaitu suatu rancangan awal atau titik

tolak rancangan yang dibuat atas dasar analisis dan perhitungan secara garis

besar dan baru dipandang dari beberapa segi yang terpenting, kemudian akan
10

dikembangkan agar sesuai dengan keadaan (condition) nyata di lapangan.

(2) Rancangan rekayasa atau rekacipta (engineering design), adalah suatu

rancangan lanjutan dari rancangan konsep yang disusun dengan rinci dan

lengkap berdasarkan data dan informasi hasil penelitian laboratoria serta

literatur dilengkapi dengan hasil-hasil pemeriksaan keadaan lapangan.

Rancangan konsep pada umumnya digunakan untuk perhitungan teknis

dan penentuan urutan kegiatan sampai pada tahap studi kelayakan (feasibility

study), sedangkan rancangan rekayasa (rekacipta) dipakai sebagai dasar acuan

atau pegangan dari pelaksanaan kegiatan sebenarnya di lapangan yang meliputi

rancangan batas akhir tambang, tahapan penambangan (mining phases pushback),

penjadwalan produksi dan material buangan (waste). (Zainassolihin, 2015)

Merancang bentuk-bentuk penambangan (Mineable Geometris) untuk

menambang habis overburden mulai dari titik awal hingga ke batas akhir

penambangan. Perancangan tahapan-tahapan penambangan ini membagi pit

penambangan menjadi uni-unit perencanaan yang lebih kecil dan mudah dikelola

(Monthly Plan, Weekly Plan, dan Daily Plan). (Zainassolihin, 2015)

1. Pemilihan Metode Penambangan Bijih Nikel

Menurut Setiawan dkk. (2018), pemilihan metode & sistem penambangan

didasarkan pada peluang perolehan tambang (mining recovery) yang terbaik,

operasi yang efisien dan aman dengan biaya terendah, serta potensi keuntungan

terbesar yang akan diperoleh. Faktor yang dipertimbangkan untuk menentukan

sistem penambangan bijih nikel secara terbuka, antara lain:


11

a) Kondisi topografi

Kondisi topografi lokasi penambangan merupakan satu parameter penting

pemilihan metode penambangan bijih nikel secara terbuka. Metode penambangan

yang diterapkan untuk kondisi topografi yang berupa perbukitan akan berbeda

dengan metode penambangan yang diterapkan untuk kondisi topografi yang datar.

b) Kondisi endapan bijih nikel

Kondisi endapan bijih nikel akan mempengaruhi pemilihan metode

penambangan, terutama menyangkut ukuran endapan bijih nikel (ketebalan),

bentuk endapan, persebaran endapan serta kedalaman dari endapan bijih nikel

yang akan berpengaruh terhadap ketebalan lapisan overburden.

c) Ketebalan material overburden

Endapan bijih nikel yang terletak cukup dalam akan menyebabkan lapisan

overburden pada daerah penambangan menjadi tebal. Lapisan overburden yang

tebal akan mempengaruhi pemilihan metode penambangan terutama menyangkut

keberadaan endapan bijih nikel yang masih dapat ditambang secara ekonomis.

2. Metode Penambangan Bijih Nikel Secara Terbuka

Metode penambangan secara terbuka untuk endapan bijih nikel terdiri dari

beberapa metode penambangan. Penentuan metode penambangan tersebut akan

dipengaruhi oleh kondisi topografi lokasi penambangan, kondisi endapan bijih

nikel serta ketebalan lapisan overburden. Beberapa metode penambangan bijih

nikel secara terbuka, diantaranya open pit dan open cast atau open cut.
12

Gambar 2. Metode Open Pit Mine (Sumber: Newman dkk., 2010)

3. Geometri Jenjang (Bench Dimension)

Dalam penambangan secara tambang terbuka (open pit), sudut kemiringan

adalah satu faktor utama yang mempengaruhi bentuk dari final pit dan lokasi dari

dinding-dindingnya. Dikarenakan perbedaan dari keadaan geologinya, maka

kemiringan optimum dapat beragam diantara berbagai pit dan bahkan dapat

beragam pula dalam satu pit yang sama. Sudut pit pada umumnya dapat dikatakan

sebagai sejumlah waste yang harus dipindahkan untuk menambang bijih. (Yadi,

2015)

Menurut Bargawa (2018), geometri jenjang terdiri dari tinggi jenjang, sudut

lereng jenjang tunggal dan lebar jenjang. Rancangan geometri jenjang biasanya

dinyatakan dalam bentuk parameter-parameter untuk ketiga aspek ini:

1) Tinggi jenjang (bench height)

Biasanya alat muat yang digunakan harus mampu mencapai crest (bagian

atas jenjang). Pertimbangan penentuan dimensi tinggi jenjang penambangan

ditentukan antra lain sifat fisik batuan, sifat mekanik batuan, keadaan struktur
13

geologi perlapisan batuan, dan kemampuan alat yang digunakan. Apabila

diinginkan peningkatan dimensi jenjang maka ukuran alat muat harus

menyesuaikan dengan pertimbangan tersebut.

2) Sudut lereng jenjang (face angle)

Pada umumnya pekerjaan penggalian yang dilakukan memakai alat gali

mekanis seperti backhoe atau shovel dipermukaan jenjang akan menghasilkan

sudut lereng antara 60 derajad – 65 derajad. Biasanya sudut lereng yang lebih

curam memerlukan peledakan pre-splitting.

3) Lebar jenjang (bench width)

Lebar jenjang ditentukan berdasarkan faktor keamanan. Tujuan pembuatan

jenjang adalah untuk menahan tanah atau batuan yang runtuh. Pembersihan

berkala pada jenjang ini dilakukan menggunakan bulldozer kecil atau

motorgrader untuk membersihkan bench width ini secara berkala. Dibeberapa

tambang terkadang digunakan konfigurasi multijenjang (double/ triple bench),

pada umumnya untuk jenjang yang tingginya 5-8 meter. Dalam hal ini jenjang

dibuat setiap dua atau tiga jenjang. Tujuannya untuk menerjalkan sudut lereng

keseluruhan. Jenjang penangkap ini biasanya dibuat lebih besar dari jenjang

tunggal.

4) Overall slope angle

Merupakan sudut kemiringan dari keseluruhan jenjang yang dibuat pada

front (muka kerja) penambangan. Kemiringan ini diukur dari crest paling atas

sampai dengan toe paling akhir dari front penambangan.


14

Dalam penentuan geometri jenjang, beberapa hal dipertimbangkan, meliputi:

sasaran produksi harian dan tahunan, ukuran alat mekanis yang digunakan, sesuai

dengan utimate pit slope, sesuai dengan kriteria slope stability.

Komponen dasar pada open pit adalah jenjang. Bagian jenjang adalah

(Hustrulid, dkk. 2013).

a. Crest dan Toe

Crest adalah bagian paling atas dari suatu jenjang dan biasa disebut

sebagai puncak suatu jenjang, sedangkan toe adalah batas paling bawah dari satu

jenjang atau kaki jenjang. Perhatikan pada gambar 3 berikut.

Gambar 3. Crest dan Toe (Sumber: Hustrulid, dkk. 2013)

b. Jenjang kerja (Working Bench)

Jenjang kerja/ working bench (WB) merupakan bagian dari jenjang yang

berfungsi sebagai tempat bekerja bagi peralatan tambang seperti: power shovel dan

back hoe, dan sebagainya. Cut (C) merupakan objek material pada jenjang kerja

yang akan di gali dan menyisakan space pada jenjang tersebut sebagai batas

pelindung dari bench yang disebut sebagi safety bench (SB) Adapun bentuk jenjang

kerja yang dimaksud dapat dilihat pada gambar 4 berikut.


15

Gambar 4. Working bench dan safety bench (Sumber: Hustrulid, dkk. 2013)

c. Jenjang penangkap (catch bench)

Jenjang penangkap/catch bench (CB) merupakan jenjang yang berada di

antara jenjang utama yang dibuat guna menangkap material/cut (C) yang jatuh atau

runtuh dari jenjang sebelumnya. Ukuran dari jenjang ini biasanya relatif kecil dari

jenjang utama. Adapun bentuk jenjang penangkap yang dimaksud dapat dilihat

pada gambar 5 berikut.

Gambar 5. Jenjang Penangkap (catch bench) (Sumber: Hustrulid, dkk. 2013)


16

d. Pit slope geometri

Pit slope geometri disebut juga geometri kemiringan dari front

penambangan. Face angle adalah sudut lereng jenjang tunggal (α), berikut

gambarannya (gambar 6).

Gambar 6. Face angle (Sumber: Hustrulid, dkk. 2013)

e. Sudut lereng Inter-ramp dan Overall

Sudut lereng antar jalan (inter-ramp slope angle) adalah sudut lereng

gabungan beberapa jenjang diantara dua jalan angkut. Inilah yang dihasilkan

geoteknik sewaktu mereka menetapkan sudut lereng jenjang tunggal (face angle)

dan lebar jenjang penangkap (catch bench). Sudut lereng keseluruhan (overall slope

angle) adalah sudut yang sebenarnya dari dinding pit keseluruhan, dengan

memperhitungkan jalan angkut, jenjang penangkap dan semua profil lain di pit wall.

1) Overall slope angle

Overall slope angle merupakan sudut kemiringan dari keseluruhan jenjang

yang dibuat pada front penambangan. Kemiringan ini diukur dari crest paling atas

sampai dengan toe paling akhir dari front penambangan, Gambaran overall slope

angle dapat dilihat pada gambar 7 berikut.


17

Gambar 7. Overall slope angle (Sumber: Hustrulid, dkk. 2013)

2) Interramp slope angle

Interramp slope angle merupakan sudut yang berada diantara ramp yang

diukur dari crest sampai dengan toe pada ramp. Adapun interramp slope angle yang

dimaksud dapat dilihat pada gambar 8.

Gambar 8. Interramp slope angle (Sumber: Hustrulid, dkk. 2013)

Menurut Hustrulid, dkk. (2013) setiap jenjang (bench) memiliki


18

permukaan atas dan bawah yang dipisahkan oleh jarak H atau sama dengan

ketinggian jenjang (bench). Permukaan subvertikal yang tersingkap disebut bench

face. Bench face digambarkan oleh toe, crest dan face angle (sudut rata-rata bench

face) (gambar 9). Sudut bench face dapat sangat bervariasi tergantung

karakteristik batuan, orientasi bench dan praktik peledakan. Dalam kebanyakan pit

dengan kondisi batuan keras memiliki variasi berkisar 55° hingga 80°.

Gambar 9. Bagian-bagian Jenjang (Sumber: Hustrulid, dkk. 2013)

E. Jalan Tambang

Setiap operasi penambangan memerlukan jalan tambang sebagai sarana

infrastruktur yang vital di dalam lokasi penambangan dan sekitarnya. Jalan

tambang berfungsi sebagai penghubung lokasi-lokasi penting, antara lain dari

lokasi tambang dengan area crshing plant, perkantoran, dan tempat lain di wilayah

tambang. Keadaan jalan yang akan dilalui sangat mempengaruhi daya angkut dari

alat-alat angkut yang digunakan. Kemiringan dan jarak harus diukur dengan teliti,

karena hal itu akan menentukan waktu yang diperlukan untuk pengangkutan

material (cycle time). Kecerobohan dalam menentukan kemiringan jalan akan

menurunkan jumlah material yang diangkut dan akan memperbesar ongkos


19

pengangkutan. Kemiringan jalan yang direkomendasikan dalam mendesain jalan

tambang adalah 8%, 10%, dan 12%. Akan tetapi perlu diingat bahwa alat-alat

pemindahan tanah tidak dapat mengatasi kemiringan jalan yang lebih besar dari

15%. (Reza, 2018)

Pembuatan desain jalan perlu diperhatikan sebagai akses jalan masuk ke area

penambangan, jalan pengangkutan bahan galian yang ditambang ataupun jalan

yang digunakan untuk penimbunan soil. Geometri jalan mempengaruhi bentuk

geometri daerah penambangan secara umum, biasanya dipengaruhi oleh jenis alat

yang digunakan dalam operasi penambangan. (Ersyad, dkk. 2018)

Perhitungan lebar jalan angkut harus mempertimbangkan jumlah lajur, yaitu

lajur tunggal untuk jalan satu arah atau lajur ganda untuk jalan dua arah. Semakin

lebar jalan angkut maka akan semakin baik karena lalu lintas pengangkutan

semakin baik dan lancar. Semakin lebar jalan angkut, biaya yang dibutuhkan

untuk pembuatan dan perawatan juga semakin besar. Perencanaan jalan angkut

yang baik akan memperkecil biaya pembuatan dan perawatan jalan tersebut.

Secara garis besar dimensi lebar jalan angkut dengan dua lajur dapat dilihat pada

Gambar 10.

Perhitungan lebar jalan lurus dapat menggunakan persamaan berikut:


1
𝐿𝑚𝑖𝑛 = (𝑛 × 𝑊𝑡) + (𝑛 + 1) × ( × 𝑊𝑡) ............................. Persamaan (2)
2

Keterangan:
L (m) = Lebar jalan angkut mnimum (meter)
n = Jumlah jalur
Wt = Lebar alat angkut (meter)

dimensi tersebut memungkinkan untuk lalu lintas dua arah, ruangan untuk truk

yang akan menyusul, saluran penyaliran, dan tanggul pengaman.


20

Gambar 10. Lebar jalan angkut dua jalur pada jalan lurus (Oktafian, 2018)

F. Batas Penambangan (Pit Limit)

Batas pit limit secara jelas memberikan ukuran umur tambang. Pit limit pada

metode open pit harus ditetapkan berdasarkan tahap perencanaan (pushback) dan

jumlah mineralisasi yang ditambang, kandungan logam, dan jumlah waste. Istilah

serupa lainnya untuk konsep ini adalah garis besar pit atau kontur pit.

Pit adalah lubang tambang, kuari, atau penggalian yang dikerjakan dengan

metode tambang terbuka untuk memperoleh bahan galian berharga. Perancangan

open pit dilakukan dalam beberapa tahap yang secara teknis terdiri atas

perencanaan atau pengaturan rencana alternatif, diikuti dengan evaluasi dan

pemilihan rencana optimum. Rancangan batas pit tergantung faktor-faktor yang

umumnya tidak dapat diatur oleh perancang batas-batas geometri badan bijih,

sebaran bijih dalam badan bijih, topografi, sudut lereng maksimum yang aman,

dan sebagainya sementara ekonomi rencana penambangan tergantung penentuan

rasio penambangan, laju produksi, peralatan, dan hal lainnya yang dapat

ditentukan perancang. (Hustrulid dkk., 2013)


21

Menurut Malli, dkk. 2015, keputusan mengenai apa yang harus ditambang

dalam batas pit utama adalah tergantung waktu dan solusi yang tepat perlu

memperhitungkan pengetahuan tentang kapan blok tertentu akan ditambang dan

berapa lama yang dibutuhkan untuk mengupas overburden. Analisis batas pit, yang

memaksimalkan NPV, mensyaratkan bahwa nilai waktu uang diambil dalam

perawatan dalam menentukan blok yang harus ditambang dan blok yang harus

ditinggalkan dalam tanah selama masa proyek. Batas open pit yang

memaksimalkan keuntungan tanpa potongan untuk proyek tertentu pasti tidak

akan memaksimalkan NPV proyek.

G. Pushback Penambangan

Pushback merupakan bentuk - bentuk penambangan (mineable geometris)

yang menunjukan bagaimana suatu pit akan ditambang dari titik awal masuk hingga

bentuk akhir pit. Pushback disebut juga sequence, phase, slice, dan stage. Tujuan

umum dari pentahapan (pushback) adalah untuk membagi seluruh volume yang ada

dalam overall pit ke dalam unit-unit pit perencanaan yang lebih kecil, sehingga

memudahkan penanganannya. Adanya pushback penambangan akan memudahkan

perancangan tambang yang amat kompleks menjadi lebih sederhana. Dalam

merancang tahapan penambangan parameter waktu harus diperhitungkan, karena

waktu merupakan parameter yang sangat berpengaruh dalam suatu penjadwalan

tambang (mine scheduling) untuk mengoptimalkan target produksi. (Amperadi

dan Rahman, 2015)

Tahapan-tahapan penambangan yang dirancang secara baik akan memberikan

akses ke semua daerah kerja dan menyediakan ruang kerja yang cukup untuk
22

operasi peralatan kerja tambang. Salah satu hal terpenting adalah memperlihatkan

minimal satu jalan angkut pada setiap tahapan penambangan. Jika suatu akses

jalan akan dimasukan pada suatu tahapan penambangan, lebar awal di sebelah atas

harus ditambah untuk memberikan ruang ekstra. (Amperadi dan Rahman, 2015)

Parameter waktu perlu untuk diperhitungkan dalam perancangan pushback

karena waktu merupakan parameter yang sangat berpengaruh. Tahapan-tahapan

penambangan yang dirancang secara baik akan memberikan akses ke semua daerah

kerja dan menyediakan ruang kerja yang cukup untuk operasi peralatan kerja

tambang. Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam merencanakan suatu

pushback, seperti faktor geologi, geoteknik, desain jalan angkut, ekonomi,

pemilihan alat berat, hidrologi, target produksi, dan masalah lingkungan. (Reza,

2018)

Gambar 11. Pushback penambangan (Sumber: Wetherelt dan Wielen, 2011).

Menurut Aryanda, dkk. (2014), rancangan sequence penambangan mengacu

pada model pit limit yang telah dirancang. Dasar pembagian sequence

penambangan adalah rencana target produksi dan nilai nisbah pengupasan.


23

Menurut Irwandy Arif dalam Adnannst (2015), dalam merancang tahapan

penambangan adanya suatu kriteria-kriteria, diantaranya:

1) Harus cukup lebar agar peralatan tambang dapat bekerja dengan baik. Lebar

tambang minimum 10-100 meter.

2) Memperhatikan sekurang-kurangnya memiliki satu jalan angkut untuk setiap

tahapan, dengan memperhitungkan jumlah material yang terlibat dan

memungkinkannya akses keluar. Jalan angkut ini harus menunjukkan pula

akses ke seluruh permukaan kerja.

3) Penambahan jalan pada suatu tahapan akan mengurangi lebar daerah kerja.

4) Tambang tidak akan pernah sama bentuknya dengan rancangan tahap-tahap

penambangan, karena dalam kenyataannya beberapa tahapan dapat saja

dikerjakan secara bersamaan.

Ada beberapa langkah dalam membuat suatu tahapan penambangan (mine

sequence): (Zainassolihin, dkk. 2015).

1) Menghitung kembali volume pit dan disposal berdasarkan data situasi akhir

penambangan.

2) Membuat database cadangan pada areal pit (blok reserve).

3) Menghitung jadwal produksi/kapasitas alat untuk masing-masing periode.

4) Membuat penjadwalan (mine scheduling).

5) Melakukan simulasi perhitungan volume dan menentukan atas penggalian

sesuai dengan kapasitas alat.

6) Membuat desain situasi penambangan untuk periode-periode tersebut.


24

H. Penjadwalan Produksi Tambang (Mine Scheduling)

1. Pengertian Mine Scheduling

Penjadwalan (scheduling) merupakan proses penugasan kapan pekerjaan

harus dimulai dan diselasaikan, sedangkan pengurutan/tahapan (sequencing)

merupakan proses pengaturan urutan atas pekerjaan-pekerjaan yang harus

diselesaikan tersebut.

Penjadwalan produksi biasanya mencakup tiga rentang waktu dalam

pembuatan keputusan: jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek.

Jangka panjang memiliki rentang waktu 20 – 30 tahun tergantung pada situasi.

Periode 20 – 30 tahun ini dipecah menjadi beberapa periode waktu yang lebih

kecil antara 1 dan 5 tahun. penjadwalan jangka menengah rentang 1 – 5 tahun.

Jadwal jangka menengah memberikan informasi lebih rinci yang memungkinkan

untuk desain yang lebih akurat dari ekstraksi bijih pada area penambangan, atau

informasi yang memungkinkan penggantian peralatan yang diperlukan atau

pembelian peralatan dan mesin yang dibutuhkan. Jangka waktu 1 – 5 tahun dari

jadwal jangka menengah dipecah menjadi 1 – 6 bulan waktu untuk penjadwalan

yang lebih terperinci lagi. Terakhir, durasi perencanaan produksi jangka pendek

adalah antara bulan dan satu tahun. Sama halnya, periode ini juga dibagi menjadi

sub-periode satu hari untuk yang baru.

Prosedur yang biasa digunakan untuk mendapatkan penjadwalan tambang

yang optimal dengan mendefinisikan tahapan penambangan. Banyaknya

material/lapisan tanah penutup yang harus dikupas selama masa pra-produksi

sekurang-kurangnya adalah jumlah lapisan tanah penutup yang harus dipindahkan


25

dari tahapan pertama, dan masih mungkin dilakukan pengupasan pra-produksi

pada tahapan kedua, dan seterusnya. (Adnannst, dkk. 2015)

Penjadwalan produksi tambang dinyatakan dalam periode waktu tertentu

meliputi data tonase bijih, overburden, dan pemindahan material total dari

tambang tersebut. prinsip dasar penjadwalan produksi adalah memaksimumkan

NPV (net present value), ROR (rate of return). Dengan perkataan lain dapat

menghasilkan sejumlah material dengan biaya semurah mungkin. Selama proses

penjadwalan, evaluasi dilakukan terhadap sasaran produksi bijih, jadwal

pengupasan tanah penutup, dan strategi pemenuhan target kualitas dari material

yang ditambang.

Asumsi awal yang diperlukan untuk penentuan penjadwalan produksi adalah:

(1) Sasaran produksi dapat berubah berdasarkan waktu.

(2) Penjadwalan sering dibuat utuk mengevaluasi strategi perubahan kualitas

material. Asumsi tersebut dapat mempengaruhi jadwal pengupasan tanah penutup.

(Bargawa, 2008)

2. Fase Penjadwalan Produksi Tambang

Dalam menentukan penjadwalan produksi terdapat beberapa fase yang perlu

diperhatikan antara lain:

1) Mendesain sequence, dalam setiap periode dibutuhkan hasil produksi yang

sama, hal ini sulit dilakukan maka dari itu perlu dilakukan desain sequence.

2) Membagi kembali blok yang telah terbentuk dari desain sequence sebelumnya

dengan jumlah cadangan yang sama, bagian-bagian ini disebut fase bench.
26

3) Setiap bench dijadwalkan waktu penambangannya, hal ini dilakukan

berulang-ulang dalam jangka waktu tertentu dengan memperhatikan target

produksi, maka penjadwalan penambangan tiap bench tidak melebihi

kapasitas yang telah ditentukan.

4) Setelah penambangan tiap bench dijadwalkan maka dilakukan

pengidentifikasian lebih detail dalam menentukan bench mana saja yang

ditambang terlebih dahulu dengan memperhatikan cut off grade (COG).

Gambar 12. Pentahapan dalam Penjadwalan (Sumber: Chicoisne dkk., 2012)

Penjadwalan produksi tambang berkonsentrasi pada penentuan blok yang

diekstrasksi dengan urutan sedemikian rupa untuk memaksimalkan NPV. Dalam

waktu yang sama tidak dapat dilakukan penambangan sekaligus disetiap blok,

agar blok dapat ditambang maka blok yang berada didekat permukaan ditambang

terlebih dahulu. Misalnya pada gambar 13, untuk mengekstrak blok kuning semua

blok biru harus ditambang lebih awal atau bersamaan dengan blok kuning dalam

periode tertentu. Untuk memastikan jumlah blok yang ditambang lebih awal maka

keamanan sudut kemiringan (slope) perlu diperhitungkan. (Alipour, 2017)


27

Gambar 13. Skema Penjadwalan Penambangan (Sumber: Alipour, 2017)

I. Umur Tambang (Mine Life)

Umur tambang (life of mine, mine life ) adalah waktu yang dihitung dari jumlah

cadangan dibagi dengan produksi tambang per tahun. Umur tambang sangat

dipengaruhi oleh jumlah cadangan yang bisa ditambang dan tingkat produksi per

tahun. Perhitungan umur tambang dapat dirumuskan sebagai berikut:

𝐶𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 (𝑡𝑜𝑛)
Umur Tambang (tahun) = 𝑡𝑜𝑛 ................................ Persamaan (3)
𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 ( )
𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛

Umur tambang dibuat tidak terlalu cepat ataupun terlalu lama, tergantung dari

kemampuan perusahaan dalam menentukan tingkat produksi. Terlalu rendah

tingkat produksi berarti keuntungan yang diperoleh akan lama (balik modalnya

akan terhitung lama), sedangkan terlalu tinggi tingkat produksinya maka biaya

investasi bisa terlalu besar sehingga kemungkinan kemampuan keuangan

perusahaan tidak akan sanggup mengatasi. (Hustrulid dkk., 2013)


III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Kegiatan penelitian ini akan berlangsung selama dua bulan di PT. Arga

Morini Indah. Lokasi penelitian terletak di Pulau Kabaena namun secara

administrasi lokasi tersebut berada di wilayah Desa Wulu, Kecamatan Talaga

Raya, Kabupaten Buton Tengah, Provinsi Sulawesi Tenggara. Akses menuju

perusahaan hanya dapat ditempuh dengan jalur laut menggunakan kapal dengan

dua rute perjalanan yang tersedia dari Kota Kendari (Ibu Kota Provinsi Sulawesi

Tenggara). Rute yang pertama dari Kota Kendari – Bombana – Dongkala – Talaga

Raya, dan rute yang kedua dari Kota Kendari – Raha – Bau-Bau – Talaga Raya.

Lokasi penelitian yang dimaksud dapat dilihat pada gambar 11.

Gambar 11. Peta Lokasi Penelitian

28
29

B. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kuantitatif dimana proses

penelitian mengikuti prosedur yang telah direncanakan dan analisis data dilakukan

setelah semua data terkumpul untuk mencapai tujuan deskriptif. Tujuan penelitian

deskriptif yang dimaksud adalah menjelaskan dan menyajikan gambaran lengkap

mengenai pentahapan penambangan, penjadwalan produksi, dan peta kemajuan

penambangan bijih nikel.

C. Instrumen Penelitian

Instrumen yang akan digunakan penulis saat melakukan penelitian adalah

sebagai berikut:

Tabel 1. Instrumen Penelitian


No Nama Alat Kegunaan
1 GPS Untuk menentukan titik koordinat penelitian
2 Kamera Untuk dokumentasi lapangan
3 Pensil dan Pulpen Sebagai alat tulis

4 Buku Lapangan Sebagai media untuk mencatat hasil


penelitian lapangan
Total Station Topcon Untuk melakukan stake out pada plan titik
5
GM-50 Series bor
6 Mesin Bor Jacro 175 Untuk proses pengeboran agar mengetahui
litologi di bawah permukaan tanah
7 Software Surpac 6.6.2 Untuk membuat pemodelan geologi dan
merancang tahapan penambangan
8 Software ArcGIS 10.3 Untuk membuat peta
9 Software Microsoft Untuk pengolahan data dan membuat
Office Excel 2007 rencana jadwal produksi
10 Labtop Untuk membuat laporan
30

D. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahap yaitu tahap studi literatur,

pengamatan lapangan, tahap pengambilan dan pengumpulan data serta tahap

pengolahan dan analisa data. Berikut adalah tahapan kegiatan penelitian yang di

maksud:

1. Studi Literatur

Tahap studi literatur bertujuan untuk mengumpulkan, memahami, dan

mempelajari berbagai sumber pustaka yang mendukung mengenai pentahapan

penambangan dan penjadwalan produksi tambang.

2. Pengamatan Lapangan

Pada tahap ini yang dilakukan adalah pengamatan mengenai kondisi geologi,

morfologi, dan topografi daerah penelitian serta mengamati langsung kegiatan

penambangan pada blok yang masih beroperasi.

3. Pengambilan dan Pengumpulan Data

Pengambilan dan pengumpulan data dalam hal ini yang dimaksud adalah data

primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang penulis peroleh

secara langsung saat di lapangan berupa data bor. Data sekunder merupakan data

yang penulis peroleh pada file perusahaan yang telah tersedia berupa data

topografi, Cut off grade (COG), rekomendasi geometri jenjang dan jalan angkut,

target produksi, batas IUP, dan spesifikasi alat angkut.

4. Pengolahan dan Analisa Data

Setelah data diperoleh, kemudian data diolah menggunakan perhitungan dan

analisis serta bantuan program untuk membuat desain atau pemodelan,


31

selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel, gambar, dan grafik maupun perhitungan

pada penyelesaian dalam suatu proses tertentu. Kemudian melakukan evaluasi

hasil pengolahan data dengan tujuan memperoleh kesimpulan.

Berikut penjabaran pada tahap pengolahan dan analisa data yang dilakukan

yakni:

1) Mengolah data primer berupa database pemboran yang telah tervalidasi

menggunakan bantuan Software Surpac 6.6.2. Tahap ini bertujuan untuk

memudahkan dalam menginterpretasi data, menampilkan sebaran titik bor,

dan pembuatan blok model. Data sekunder berupa data topografi diolah

menggunakan bantuan Software Surpac 6.6.2 untuk mengetahui letak

model geologi dari endapan bijih, kondisi permukaan lahan pada blok

tersebut yang nantinya akan menjadi parameter dalam merancang

pushback pit penambangan.

2) Melakukan perhitungan sumberdaya terukur berdasarkan sebaran bijih dari

model blok yang telah dibuat.

3) Membuat desain pit limit (batas akhir penambangan) menggunakan

bantuan software Surpac 6.6.2 berdasarkan model blok sumberdaya

terukur yang dilakukan dengan mempertimbangkan parameter dari

rekomendasi perusahaan berupa geometri jenjang dan geometri jalan

angkut.

4) Mengestimasi cadangan tertambang menggunakan bantuan software

Surpac 6.6.2 berdasarkan kriteria cut off grade (COG) dan desain pit limit

dari total sumberdaya terukur yang diketahui.


32

5) Membuat pushback penambangan dari hasil desain pit limit sehingga

diperoleh bentuk penambangan pada blok D3W, dimana volume yang

masuk ke dalam pit akan menjadi material tertambang.

6) Membuat rencana jadwal penambangan jangka pendek berdasarkan waktu

dan rancangan tahapan penambangan.

7) Membuat peta kemajuan tambang.

E. Bagan Alir Penelitian

Mulai

Studi Literatur

Pengumpulan Data

Data Sekunder:
1. Data Topografi
2. Cut off grade (COG)
Data Primer:
3. Rekomendasi
1. Data Bor
Geometri Jenjang
- Data Assay
dan Jalan Angkut
- Data Collar
4. Batas IUP
- Data Survey
5. Target Produksi
6. Spesifikasi Alat
Angkut

Pengolahan Data
1. Menginput database pemboran dan data topografi menggunakan
Software Surpac 6.6.2
2. Membuat model blok sumberdaya terukur
3. Membuat pit limit berdasarkan model blok sumberdaya terukur
4. Membuat peta kemajuan tambang

A
33

Analisis Data
1. Menghitung sumberdaya terukur
2. Mengestimasi cadangan tertambang
3. Membuat pushback penambangan
4. Membuat rencana jadwal penambangan

Hasil
Rancangan pentahapan (pushback)
penambangan dan penjadwalan produksi
jangka pendek

Selesai

Gambar 12. Bagan Alir Penelitian


DAFTAR PUSTAKA

Adnannst., Maryanto., dan Guntoro, D., 2015. Rencana Rancangan Tahapan


Penambangan untuk Menentukan Jadwal Produksi PT. Cipta Kridatama
Meureubo Kabupaten Aceh Barat Provinsi Aceh. Prosiding Teknik
Pertambangan. ISSN: 2460-6499 : Hal 87-89.

Alipour, A., Khodaiari, A.A., Jafari A., Moghaddam, R.T., 2017. A Genetic
Algorithm Approach for Open-Pit Mine Production Scheduling,
International Journal of Mining and Geo-Engineering (IJMGE). DOI:
10.22059/ijmge.2017.62152. Vol. 51-Nomor 1 : Hal. 47-52.

Amperadi, T.B., dan Rahman. 2015. Rancangan Teknis Desain Pushback


Penambangan Batubara Pada Pit 1A Di PT. Nata Energi Resourses Job
Site PT. Atha Marth Naha Kramo, Kabupaten Malinau, Propinsi
Kalimantan Utara. JGP (Jurnal Geologi Pertambangan). Vol. 1. Nomor 17.

Aryanda, D., Ramli, M., dan Djamaluddin, H. 2014. Perancangan Sequence


Penambangan Batubara Untuk Memenuhi Target Produksi Bulanan (Studi
Kasus: Bara 14 Seam C PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur).
Geosains. Vol. 10. Nomor 02. Hal. 77.

Bargawa, W. S., 2008. Kajian Penjadwalan Produksi Pada Perencangan


Tambang Terbuka Batubara. Prosiding Seminar Nasional Kebumian. Pp.
221-230. ISSN 978-602-8206-31-0. Hal. 22.

Bargawa, W. S., 2018. Perencanaan Tambang, Edisi ke delapan. Kilau


Book.Yogyakarta. Hal. 52-53.

Chicoisne, R., Espinoza, D., Goycoolea, M., Moreno, E., Rubio, E., 2012. A New
Algorithm for the Open-Pit Mine Production Scheduling Problem.
Operation Research INFORM. ISSN: 1526-5463. Vol. 60 Nomor 3 : Hal.
517-528.

Ersyad, F., Yulhendra, D., Prabowo, H., 2018. Kajian Teknis dan Ekonomis
Perancangan Design Kemajuan Penambangan Quarry Batukapur pada
Bulan April-Agustus 2017 di Front III B-IV B Bukit Karang Putih PT.
Semen Padang. Jurnal Bina Tambang. ISSN: 2302-3333. Vol. 3. No. 3. Hal.
1189.

Gemcomsurpac. 2008. Geology and Mine Planning. Block Modelling in Surpac


v6.1.

34
35

Hustrulid, W dan Kuchta, M., 2013. Open Pit Mine Planning and Design.
Volume- 1Fundamental 3rd Edition, A.A.Balkema, Leide : The Netherland.

Klasifikasi Sumberdaya Mineral dan Cadangan. Badan Standardisasi Nasional.


SNI 13-4726:1998.

Malli, T., Pamukcu, C., dan Köse, H. 2015. Determination of Optimum


Production Capacity and Mine Life Considering Net Present Value in Open
Pit Mining at Different Overall Slope Angles. Vol. 20 , číslo 1, 62-70. Hal.
64.

Newman, A.M., Rubio, E., Caro, R., Weintraub, A., dan Eurek, K., 2010. A
Review or Operation Research in Mine Planning. Journal Interfaces
INFORM. ISSN: 0092-2102. Vol. 40 Nomor 3 : Hal. 222-245.

Oktafian, N., dan Sumarya. 2018. Evaluasi Pengaruh Geometri Jalan Angkut
Terhadapat Produktivitas Dump Truck pada Pengangkutan Batubara dari
Loading Point ke Stockpule di Site Ampelu PT. Nan Riang Kecamatan
Muara Tembesi Kabupaten Batanghari Provinsi Jambi. Jurnal Bina
Tambang. ISSN: 2302-333. Vol. 3. No. 4. Hal. 1380.

Rafsanjani, M, R., dkk. 2016. Estimasi Sumberdaya Bijih Nikel Laterit dengan
Menggunakan Metode IDW di Provinsi Sulawesi Tenggara. Jurnal
Geomine. Vol. 04. No. 1 hal 20-21.

Reza A.W, Yuliadi, dan Maryanto, 2018, Perencanaan Pentahapan Kemajuan


Tambang Batubara Dan Perencanaan Fleet Di PT Bukit Intan Indoperkasa,
Desa Batang Kulur Kiri, Kecamaatn Sungai Raya, Kabupaten Hulu Sungai
Selatan, Provinsi Kalimantan Selatan. Prosiding Teknik Pertambangan, vol.
4, no. 1, ISSN 2460-6499, Hal. 353-354.

Sasongko, W., 2009. Pemodelan Optimasi Pit Tambang Terbuka Batubara:


Pendekatan Instrumental Pit Expansion dan Model Cash Flow.
International Conference Earth Science and Technology. ISBN 978-979-
17549-4-1. Vol. 1.

Setiawan, R.A., Muchsin, M.A., dan Guntoro, D., 2018. Rancangan Teknis
Penambangan Bijih Bauksit pada Wilayah Bukit D PT. Kalbar Bumi
Perkasa Kecamatan Tayan Hilir Kabupaten Sanggau Provinsi Kalimantan
Barat. Prosiding Teknik Pertambangan. ISSN: 2460-6499 Vol. 4. No. 2.
Hal: 553-556.

Wetherelt, A., dan Wielen, K. P. V. D. 2011. Introdustion to Open Pit Mining. In


SME Mining Engineering Handbook, 3rd ed. Edited by P. Darling.
Littleton, CO: SME.
36

Yadi, Z., 2015. Kestabilan Geometri Lereng Bukaan Tambang Batubara Di PT.
Pasifik Global Utama Kebupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan.
Prosiding Teknik Pertambangan. ISSN: 2460-6499. Hal. 2.

Zainassolihin, A. A. 2015. Penjadwalan Tambang (Mine Schedulling) Untuk


Mencapai Target Produksi Batubara 25.000 Ton/Bulan di PT Milargo
Indonesia Mining Desa Bukit Merdeka Kecamatan Samboja Kabupaten
Kutai Kartanegara Provinsi Kalimantan Timur. Prosiding Teknik
Pertambangan. ISSN: 2460-6499. Hal. 52.

Anda mungkin juga menyukai