3.3.1 Teori
Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan penetrasi bitumen keras atau lembek
dengan memasukkan jarum penetrasi ukuran tertentu yang terbuat dari bahan stainless steel.
Bahan ini dipilih untuk menghindari atau paling tidak meminimalisir terjadinya korosi pada
jarum penetrasi, yang senantiasa terendam air. Korosi pada jarum penetrasi sesungguhnya
akan merancukan hasil pengujian penetrasi. Nilai penetrasi atau yang biasa disingkat dengan
PEN didefinisikan sebagai kedalaman tembus (dalam ratusan cm) jarum standar dengan berat
standar, pada material aspal, pada rentang waktu standar dan dalam suhu standar.
Dalam pengujian penetrasi ini sampel yang di uji adalah dua (ganda) dan dipersiapkan,
dibuat dan dijaga pada kondisi yang sama. Bak air atau bejana yang digunakan adalah
waterbath, yang memiliki perangkat pengatur suhu yang dapat mempertahankan suhu dengan
ketelitian yang relatif tinggi dan dipergunakan sebagai tempat menyimpan sampel yang akan
diuji.
1. Alat penetrasi yang dapat menggerakkan jarum naik turun tanpa gesekan dan dapat
mengukur penetrasi sampai 0,1 mm.
2. Pemegang jarum seberat (47.5 + 0.05) gram yang dapat dilepas dengan mudah dari alat
penetrasi untuk peneraan.
3. Pemberat dari (50 + 0.05) gram dan (100 + 0.05) gram masing-masing dipergunakan
untuk pengukuran penetrasi dengan beban 100 gram dan 200 gram.
4. Jarum penetrasi dibuat dari stainless steel mutu 440 C atau HRC 54 sampai 60 dengan
ukuran dan bentuk tertentu. Ujung jarum harus berbentuk kerucut terpancung.
5. Cawan contoh dibuat dari logam atau gelas berbetnuk silinder dengan dasar yang rata-
rata berukuran sebagai berikut :
LABORATORIUM TRANSPORTASI DAN JALAN RAYA
JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
Jl. MT.Haryono 167 Malang Telp. (0341)577200 fax. (0341)577200
Di bawah 200 55 mm 35 mm
200 – 300 70 mm 45 mm
6. Bak perendam (waterbath) diisi tidak kurang dari 10 liter. Pelat-pelat berlubang, terletak
50 mm di atas bejana dan tidak kurang dari 100 mm di bawah bejana.
7. Tempat air untuk benda uji dengan isi tidak kurang dari 350 ml dan tinggi yang cukup
untuk merendam benda uji.
8. Pengukuran waktu (stop watch)
9. Pengukuran penetrasi dengan tangan diperlukan stopwatch dengan skala pembagian
terkecil 0.1 detik atau kurang dari kesalahan tertinggi 0.1 detik per menit. Pengukuran
penetrasi dengan alat otomatis, kesalahan alat tidak boleh lebih dari 0.1 detik.
10. Pengukuran suhu (thermometer)
1. Memasukkan benda uji dalam tempat air yang kecil dan meletakkan tempat air tersebut
dalam bak perendam yang telah ditentukan suhunya, diamkan selama 1 jam sampai
dengan 1,5 jam untuk benda uji besar.
2. Memasang jarum penetrasi pada pemegangnya dengan baik dan membersihkan dengan
pelarut atau toluena kemudian disikat atau dilap hingga kering.
3. Memasang pemberat 50 gram di atas jarum untuk beban (100+ 0.1) gram.
4. Memindahkan tempat air dari bak perendam di bawah alat penetrasi.
5. Jarum penetrasi diturunkan perlahan – lahan hingga menyentuh permukaan benda uji.
6. Mengatur arloji penetrometer dengan angka nol.
7. Melepaskan pemegang jarum, bersamaan dengan itu jalankan stopwatch selama (5+0.1)
detik.
8. Memutar arloji penetrometer dan membaca angka penetrasi yang ditunjukkan oleh
jarum pada arloji.
9. Melepaskan jarum pada pegangannya dan menyiapakan alat penetrasi untuk pekerjaan
yang selanjutnya.
10. Melakukan pekerjaan di atas tidak kurang dari tiga kali untuk benda uji yang sama.
Jarak titik pemeriksaan satu sama lain dan dari tepi tidak kurang dari 10 mm.
LABORATORIUM TRANSPORTASI DAN JALAN RAYA
JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
Jl. MT.Haryono 167 Malang Telp. (0341)577200 fax. (0341)577200
Prosedur pengujian penetrasi aspal secara sederhana dapat dirumuskan dalam diagram alur
berikut ini :
Contoh Sampel
3.3.6 Pembahasan
Tabel perbedaan pembacaan penetrasi :
Hasil Penetrasi 0 – 49 50 -149 150 – 199 200
Toleransi 2 4 6 8
Dari Percobaan penetrasi didapatkan angka rata-rata penetrasi dari ketiga sampel
sebesar 66,6. Dengan angka penetrasi sebesar 66,6 menunjukkan bahwa aspal masih keras
karena tidak melampau angka penetrasi sebesar 150. Karena semakin lunak aspal yang
dipenetrasikan, maka semakin besar angka penetrasinya dan sebaliknya, jika semakin keras
aspal yang dipenetrasikan maka semakin kecil angka penetrasinya. Di Indonesia, aspal semen
dapat diklasifikasikan menjadi gradasi–gradasi berdasrakan penetrasinya, yaitu sebagai
berikut :
AC dengan penetrasi 40 – 50
AC dengan penetrasi 60 – 70
AC dengan penetrasi 80 – 100
AC dengan penetrasi 120– 150
AC dengan penetrasi 200– 300
LABORATORIUM TRANSPORTASI DAN JALAN RAYA
JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
Jl. MT.Haryono 167 Malang Telp. (0341)577200 fax. (0341)577200
Selain itu, klasifikasi aspal dapat diketahui berdasarkan tipe penetrasi beserta fungsi tiap
tipe :
A. AC dengan penetrasi 40 – 60 cocok diaplikasikan pada daerah panas seperti negara-
negara Timur Tengah.
B. AC dengan penetrasi 60 – 70 cocok diaplikasikan pada daerah beriklim tropis seperti
Indonesia.
C. AC dengan penetrasi lebih dari 80 ke-atas cocok diaplikasikan pada negara-negara
beriklim tropis sedang.
Dengan melihat hasil penetrasi tersebut maka aspal yang telah diuji di laboratorium
mempunyai kadar air yang cukup. Semakin dalam jarum yang menembus aspal maka nilai
penetrasinya semakin tinggi dan kadar airnya pun semakin tinggi.
Aplikasi Lapangan
Aspal dengan penetrasi rendah digunakan untuk daerah bercuaca panas atau lalu lintas
dengan volume tinggi. Sedangkan aspal semen dengan penetrasi tinggi digunakan untuk
daerah bercuaca dingin atau lalu lintas dengan volume rendah.
Syarat – syarat aspal semen keras yang diberikan oleh Dirjen Bina Marga – DPU adalah
sebagai berikut :
1. Aspal keras harus berasal dari minyak bumi
2. Aspal harus mempunyai sifat sejenis
3. Kadar parafin dalam aspal tidak melebihi 2%
4. Tidak mengandung air dan tidak berbusa jika dipanaskan sampai 75%
Aspal di Indonesia biasa diperoleh dengan proses destilasi minyak bumi menghasilkan
beberapa macam aspal berdasarkan atas sifat-sifatnya yang berbeda-beda. Salah satunya
adalah Aspal Keras (AC/ Asphalt Cement) dan aspal ini terbagi atas beberapa sifat dan
dinyatakan dalam bentuk penetrasi, contoh : AC 40/50 , AC 60/70. AC 85/100, AC 120/150,
AC 200/300. AC.
Aspal juga memiliki sifat thermoplastic yaitu bersifat kental atau keras bila temperatur
berkurang dan akan bersifat lunak/cair apabila temperatur bertambah. Dengan penambahan
suhu misal terjadi pada kondisi lapangan suatu perkerasan lentur, maka akan terjadi sifat
LABORATORIUM TRANSPORTASI DAN JALAN RAYA
JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
Jl. MT.Haryono 167 Malang Telp. (0341)577200 fax. (0341)577200
thermoplastic dan apabila di barengi dengan penambahan bebas, maka dimungkinkan terjadi
deformasi pada perkerasan lentur.