PENETRASI ASPAL
1.1 PENDAHULUAN
Aspal merupakan bahan pengikat agregat yang mutu dan jumlahnya sangat
menentukan keberhasilan suatu campuran beraspal yang merupakan bahan jalan.
Salah satu jenis pengujian dan menentukan persyaratan mutu aspal adalah
penetrasi aspal yang merupakan sifat rheologi aspal, yaitu hubungan antara
tegangan (stress) dan regangan (strain) dipengaruhi oleh waktu.
Hasil pengujian ini selanjutnya dapat digunakan dalam hal pengendalian
mutu aspal atau teruntuk keperluan pembangunan, peningkatan atau pemeliharaan
jalan.
Pengujian ini sangat dipengaruhi oleh faktor berat beban total, ukuran sudut
dan kehalusan permukaan jarum. Temperatur dan waktu.
Pengujian ini menentukan kekerasan aspal setelah pemanasan. Aspal pada
temperatur ruang berbentuk padat. Aspal tergantung dari proses pembuatannya
dan jenis minyak bumi asalnya. Pengelompokan aspal semen dapat dilakukan
berdasarkan nilai penetrasi pada temperatur 25°C berdasarkan dilihat di Tabel 1.1.
Pada umumnya aspal yang digunakan di Indonesia dengan penetrasi 60/70
dan 85/100 (sukirman,1995).
Tabel 1.1 Spesifikasi penetrasi aspal semen
Rentan Penetrasi
40-50 60-70 85-100 120-150 200-300
Min Max Min Max Min Max Min Max Min Max
Penetrasi
pada suhu
25°C, 100
gram,5 detik 40 50 60 70 85 100 120 150 200 300
Sumber : ASTM D946
1
1.2 DASAR TEORI
Nilai penetrasi dinyatakan sebagai rata rata sekurang kurangnya dari 3 pembacaan
Nilai Toleransi 2 4 6 8
2
Nilai penetrasi diukur dinyatakan dalam nilai yang merupakan kelipatan
0,1 mm nilai penetrasi menentukan kekerasan aspal maikin tinggi nilai penetrasi
makin lunak aspal tersebut begitu sebaliknya.
1. Aspal pen 40/50 : Bila jarum penetrasi benda pada range (40 – 59)
2. Aspal pen 60/70 : Bila jarum penetrasi benda pada range (60 – 79)
3. Aspal pen 85/100 : Bila jarum penetrasi benda pada range (85 – 100)
4. Aspal pen 120/150 : Bila jarum penetrasi benda pada range (120 – 150)
5. Aspal pen 200/300 : Bila jarum penetrasi benda pada range (200– 300)
Aspal yang penetrasinya rendah di gunakan untuk daerah panas dan lalu
lintas dengan volume tinggi, sedangkan aspal dengan penetrasi tinggi digunakan
untuk daerah bercuaca dingin dan lalu lintas rendah.
1.3 TUJUAN
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan penetrasi bahan-bahan
bitumen keras atau lembek (solid atau semi solid) dengan memasukkan jarum
penetrasi ukuran tertentu, beban dan waktu tertentu ke dalam bitumen pada suhu
tertentu. Cara uji penetrasi ini dapat digunakan untuk mengukur konsistensi aspal.
Nilai penetrasi yang tinggi menunjukkan konsistensi aspal yang lebih lunak.
3
1.5 ALAT
a. Penetrometer
Ada dua macam penetrometer, yaitu penetrometer manual dan
penetrometer otomatis. Perbedaan kedua penetrometer ini terletak pada:
1) Pengukuran waktu. Pada penetrometer manual diperlukan stopwatch,
sedangkan pada penetrometer otomatis tidak diperlukan stopwatch
karena pengukur waktu otomatis sudah terangkai dalam alat
penetrometer.
2) Saat pengujian tombol ada pemegang jarum penetrometer otomatis
ditekan hanya pada saat permulaan pengujian yag akan berhenti secara
otomatis setelah waktu yang ditentukan (5±0,1 detik).
b. Jarum penetrasi
1) Harus terbuat dari stainless stell dan bahan yang kuat, Grade 440-C
atau yang setara, HRC 54 sampai 60;
2) Jarum standar memiliki panjang sekitar 50 mm, sedangkan jarum
panjang memiliki panjang sekitar 60 mm(2,4 inci);
3) Diameter jarum antara 1,00 mm sampai dengan 1,02 mm;
4) Ujung jarum berupa kerucut terpancung dengan sudut antara 8,7° dan
9,7°;
5) Ujung jarum harus terletak satu garis dengan permukaan yang lurus
tidak boleh melebihi 0,2 mm;
6) Perbedaan total antara ujung jarum dengan permukaan yang lurus tidak
boleh melebihi 0,2 mm;
7) Diameter ujung kerucut terpancung 0,14 mm sampai 0,16 mm dan
terpusat terhadap sumbu jarum;
8) Ujung jarum harus runcing, tajam dan halus;
9) Panjang bagian jarum standar yang tampak lurus harus antara 40-45
mm, sedangkan untuk jarum panjang antara 50-55 mm (1,97 – 1,27
inci);
10) Berat jarum harus 2,50 gr ±0,05 gr;
4
11) Jarum penetrasi yang akan digunakan untuk pengujian mutu aspal
harus memenuhi kriteria tersebut di atas disertai dengan hasil
pengujian dari pihak yang berwenang.
c. Cawan benda uji
Terbuat dari logam atau gelas yang berbentuk silinder dengan dasar
yang rata dan berukuran sebagaimana ditunjukkan pada tabel 1.2.
Tabel 1.2 penggunaan cawan benda uji
Penetrasi Diameter Dalam
Dibawah 200 55 mm 35 mm
200 sampai 350 55-57 mm 45-70 mm
350 sampai 500 55 mm 70 mm
Sumber : SNI 2456:2011
d. Bak perendam
Terdiri dari bejana dengan isi tidak kurang dari 10 liter dan dapat
mempertahankan temperatur 25 ± 0,1°C. Bejana atau bak perendam harus
dilengkapi dengan pelat dasar berlubang yang terletak tidak kurang dari
50mm di atas bejana, dan tidak kurang dari 100mm di bawah permukaan
air dalam bejana.
e. Transfer dish
Transfer dish harus mempunyai isi tidak kurang dari 350 ml, dan
cukup tinggi cukup untuk dapat merendam cawan benda uji ukuran besar.
Transfer dish harus disertai dudukan, antara lain kaki tiga, agar cawan
benda uji tanpa bergerak selama pengujian.
f. Pengatur waktu
Untuk penetrometer yang dijalankan secara manual, dapat digunakan
pengukur waktu apa saja, seperti stopwatch atau pengatur waktu elektrik
yang terkalibrasi dan mempunyai skala terkecil 0,1 detik atau kurang
dengan kesalahan tidak boleh lebih dari 0, 1 detik.
g. Thermometer
1) Thermometer harus dikalibrasi dengan maksimum kesalahan skala tidak
melebihi 0,1 detik atau dapat juga digunakan pembagian skala
termometer lain yang sama ketelitiannya dan kepekaannya;
5
2) Thermometer harus sesuai dengan SNI 19-6421 : spesifikasi standar
termometer;
3) Thermometer yang sesuai dan umum digunakan:
Tabel 1.3 Spesifikasi standar thermometer
6
d. Mendinginkan pada temperatur 15 sampai 30°C selama 1-1,5 jam untuk
benda uji dalam cawan kecil (55 mm x 35 mm) dan 1,5-2 jam untuk benda
uji dalam cawan besar, dan tutup benda uji dalam cawan benda uji agar
bebas dari debu.
e. Meletakkan benda uji transfer dish dalam bak perendaman pada temperatur
pengujian selama 1-1,5 jam untuk benda uji dalam cawan yang kecil (55
mm x35 mm) dan 1,5- 2 jam untuk benda uji dalam cawan yang besar.
7
f. Melepaskan segera pemegang jarum selama waktu yang diisyaratkan (5
detik ± 0,1 detik). Apabila wadah benda uji bergerak pada saat pengujian,
maka pengujian dianggap gagal.
g. Mengatur (memutar) arloji penetrometer untuk mengukur nilai penetrasi dan
membaca angka penetrasi yang ditunjukkan jarum penunjuk pada angka 0,1
mm terdekat.
h. Melakukan paling sedikit 3 kali pengujian untuk benda uji yang sama,
dengan ketentuan setiap titik pemeriksaan tidak kurang 10 mm dari dinding
cawan dan tidak kurang dari 10 mm dari satu titik pengujian dengan titik
pengujian lainya. Jika menggunakan transfer dish, memasukkan benda uji
dan transfer dish ke dalam bak perendam yang mempunyai temperatur
konstan pada setiap selesai satu pengujian benda uji. Menggunakan jarum
yang bersih untuk setiap kali pengujian.
1.8 PERHITUNGAN
Hasil perhitungan dalam bilangan bulat nilai penetrasi rata-rata sekurang-
kurangnya dari 3 kali pengujian yang nilainya tidak berbeda lebih dari yang di
syaratkan dalam Tabel 1.4 di bawah ini.
Tabel 1.4 Ketentuan perbedaan nilai penetrasi yang tertinggi dengan yang
terendah
Penetrasi 0 s.d. 49 50 s.d. 149 150 s.d. 249 250 s.d. 500
Maksimum
perbedaan 2 4 12 20
nilai penetrasi
Sumber : SNI 2456:2011
Apabila perbedaan antara masing-masing pembacaan melebihi kondisi,
pemeriksaan harus diulangi.
8
Laboratorium Bahan Perkerasan Jalan
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Sains & Teknologi
Universitas Teknologi Yogyakrta
Jln. Glagahsari No. 63, Kampus 2 UTY, Yogyakarta. Tlpn. (0274) 373955
Hasil pengujian
Contoh
Dipanaskan Waktu mulai : 08:30 Temperatur oven :
Waktu selesai : 08:45
Temperatur lemari
Didiamkan pada Waktu mulai : 08:45 :
es
temperatur ruang
Waktu selesai : 09.15
Direndam pada Waktu mulai : Temperatur alat :
temperatur 25⁰C
Waktu selesai :
Pemeriksaa
n penetrasi
pada 25⁰C; Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3 Percobaan 4
100 gr; 5
detik
1 66 67
2 64 64
3 60 63
4
5
Rata-rata 63,33 64,66
9
Tabel 1.5 Hasil percobaan penetrasi benda uji
Pemeriksaan
penetrasi pada Percobaan 1 Percobaan 2 Rata-rata
25ᵒC;100gr;5
1 66 67 66,5
2 64 64 64
3 60 63 61,5
4
5
Rata-rata 63,33 64,66 64
66+64+ 60
Rata-rata Percobaan 1 didapat =
3
= 63,33
67+64+ 63
Rata-rata Percobaan 2 didapat =
3
= 64,66
63,33+64,66
Rata-rata dari kedua percobaan =
2
= 63,995
1.10 PEMBAHASAN
Penetrasi merupakan suatu pengujian yang sangat penting dikarenakan
penetrasi dapat menunjukkan mutu suatu aspal. Penetrasi adalah masuknya jarum
penetrasi ke dalam permukaan aspal dalam waktu 5 detik dengan beban 100 gram
pada suhu 25° C. Pengujian penetrasi ini sangat dipengaruhi oleh faktor beban
total ukuran sudut dan kehalusan permukaan jarum, temperatur dan waktu oleh
karena itu perlu disusun dengan Ma ukuran dan waktu persyaratan dan batas
pencatatan waktu dan beban yang digunakan dalam penentuan aspal (SNI-06-24-
6-1991).
Pengujian penetrasi ditunjukkan untuk menentukan dan kelembapan
perubahan temperatur, suhu, perlu dilakukan sehingga diperoleh informasi tentang
temperatur yang baik untuk pelaksanaan pekerjaan temperatur akan menjadi dasar
perkerasan umur aspal untuk menjadi retak mengeras.
10
Aspal keras atau panas (Asphalt Concrete, AC) dengan aspal yang
digunakan dalam keadaan cair dan panas aspal ini berbentuk padat dalam keadaan
penyiapan, menurut ASTM-08-21. Aspal adalah bahan utama warna hitam, coklat
tua, bersifat pekat terutama terdiri dari bitumen yang didapat dari alam atau dari
proses pembuatan minyak bumi.
Hasil pengujian ini selanjutnya dapat digunakan dalam mutu aspal untuk
keperluan pembangunan, peningkatan atau pemeliharaan jalan. Aspal biasanya
dibedakan menjadi berdasarkan uji penetrasi
Satuan besar angka penetrasi maka titik lembek aspal tersebut di Indonesia
umumnya digunakan aspal semen dengan penetrasi 60-70 dan 85-100.
1.11 KESIMPULAN
Dari pengujian penetrasi didapatkan nilai sebesar 60,17 dan jenis aspal yang
diuji adalah aspal dengan penetrasi 60-70 menurut SNI 2456-1991 dengan hasil
tersebut maka ditemukan ketidakcocokan antara hasil uji dengan nilai standar. Hal
ini mungkin berasal dari kesalahan sebagai berikut :
a. Saat pembacaan
b. Tidak berfungsinya alat uji secara maksimal
11