Anda di halaman 1dari 4

Administrasi Jiwa - Refleksi asy-Syams: 7-9

Tokoh sufi sekaligus sosok pengarang kasidah burdah, yaitu Imam al-Bushiri
menuangkan pemikiran-pemikirannya dalam bait-bait al-burdah salah satunya tentang nafsu,
yaitu seperti bayi yang masih menyusu pada ibunya, jika di biarkan maka ia tidak akan
berhenti dan akan terus bergantung pada susu itu, tetapi jika di hentikan maka ia akan
berhenti walaupun awalnya menangis. Dengan demikan, dapat di pahami bahwa nafsu itu
benar-benar harus di administrasikan dengan baik. Allah menyebutkan dalam kalamNya:

)9( ‫) قَ ْد َأ ْفلَ َح َم ْن َز َّكاهَا‬8( ‫) فََأ ْلهَ َمهَا فُجُو َرهَا َوتَ ْق َواهَا‬7( ‫س َو َما َسوَّاهَا‬
ٍ ‫َونَ ْف‬
“Demi jiwa dan penyempurnaan (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu
(jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan
jiwa itu.” (Q. S. as-Syams [91]: 7-9).
Dalam surah asy-Syams, setelah bersumpah atas nama matahari, bulan, siang, malam,
langit dan bumi. Kemudian Allah bersumpah demi jiwa yaitu nafs yang telah Allah
sempurnakan penciptaannya, maka di ilhamkan pada nafs ada dua hal yang seakan itu
berlawanan yaitu fujur berupa sikap buruk seperti fasiq, sombong, dusta dan sebagainya,
kemudian taqwa berupa sikap baik seperti rendah hati, jujur, sabar dan sebagainya. Setelah
itu, diterangkan bahwa Allah menjamin dan benar-benar di tegaskan bagi orang-orang yang
mampu menata administrasi jiwa dengan baik, maka hidup nya cenderung akan terus
berbahagia.
Analogi Pembersihan Jiwa
Mengelola administrasi jiwa atau nafs dengan baik adalah kunci untuk mencapai
aflah yaitu kebahagiaan yang sebenarnya. Ketika kita membuka terjemahan dalam mushaf
Al-Qur’an, di temukan bahwa kata zakkaha dalam surah asy-Syams ayat 9 itu di artikan
dengan “menyucikannya”. Jadi, jika kita ingin menata dan mengelola jiwa atau nafs ini yaitu
dengan menyucikannya. Ketika kita analogikan seperti pakaian kotor yang di cuci, maka
tentulah yang di hilangkan adalah kotorannya bukan pakaiannya. Pakaian tersebut di cuci
sebab kotor karena jika tidak kotor tidak mungkin pakaian itu di cuci, kemudian adanya
kotoran itu bukanlah untuk mengotori pakaiannya dan orang yang memakai pakaian tersebut
lah yang mengotorinya dan adanya kotoran itu untuk menunjukkan kebersihannya sebab jika
tidak ada kotor, maka tidak akan ada yang mengetahui kebersihannya.
Oleh karena itu, untuk mengetahui itu bersih, maka di tampakkan yang kotornya
sebagai pembandingnya. Begitu pula, bagaimana cara mengetahui sikap orang itu baik, maka
di tampilkan yang buruknya sebagai pembandingnya. Maka dari itu, keburukan atau kotoran
itu ada bukan untuk menunjukkan buruk atau kotornya itu, tapi justru ingin menampilkan
kebaikan atau kebersihan di balik keburukan atau kotoran itu. Maka mencuci itu untuk
membersihkan dari kotoran bukan membuang benda yang di bersihkannya.
Ketika anologi ini kita tarik ke surah asy-Syams ayat 8, maka bahwa Allah
menciptakan fujur bukan untuk menjadikan manusia itu terjebak pada keburukan, tapi justru
untuk menampilkan kebaikan dibalik keburukan itu. Jadi, jangan sampai bertanya “kenapa
Allah menciptakan keburukan, jika Allah tidak menciptakan keburukan, maka pasti manusia
tidak ada yang berbuat buruk” ini kerancuan pemikiran, karena bukan seperti itu, tapi Allah
menciptakan fujur segala yang cenderung pada keburukan itu agar bisa menstimulus, artinya
agar kebaikan itu muncul. Contoh sederhananya seperti sikap jujur karna ada sikap dusta, jadi
ketika dusta itu ada bukan untuk menjadikan kita sebagai pendusta, tapi justru ingin
memunculkan sikap jujur kepada jiwa kita.
Fujur, Taqwa, Nafs, Qalb dan Shadr
Jiwa atau nafs itu berada di dalam qalb atau sering kita artikan sebagai hati, dan qalb
berada di dalam shadr atau di artikan dada. Jiwa memiliki dua kecenderungan, yaitu fujur dan
taqwa. Ketika muncul hal-hal kebaikan, maka itu asalnya dari taqwa dan jiwa merespon
sampai ke qalb hingga ke shadr dan ditembuskan langsung ke aql atau akal dan keluarlah
menjadi tindakan-tindakan, jika keluarnya yang buruk berarti berasal dari fujur.
Allah sampaikan dalam surah an-Nisa ayat 118 yang artinya “Yang dilaknati Allah
dan setan itu mengatakan: "Saya benar-benar akan mengambil dari hamba-hamba Engkau
bagian yang sudah ditentukan (untuk saya)” yang di maksud setan mendapatkan bagian
adalah fujur itulah untuk menggoda manusia. Setan memberi bisikkan kepada manusia lewat
shadr jamaknya shudur di sebutkan dalam surah an-Nas “alladzi yuwaswisufi shudurinnas”
lewat shadr untuk mengeluarkan yang fujur itu, dan perbuatan buruk itu di sebut dengan
“suu’”, karena untuk sampai ke fujur itu melewati nafs maka jadilah nafsu, di temukan dalam
surah Yusuf ayat 53 “innannafsa la ammaratum bissuu’” bahwa nafsu itu mendorong kepada
yang buruk. Asalnya nafs itu netral di dalamnya ada fujur dan taqwa, yang buruk itu ada agar
yang baik itu muncul dan mampu keluar menjadi tindakan-tindakan positif.
Pengelolaan Administrasi Jiwa
Jika suatu saat muncul dorongan yang cenderung kepada keburukan atau fujur itu
sebenarnya bukan untuk membentuk jiwa menjadi buruk, tetapi seharusnya menstimulus
untuk memunculkan kebaikan kepada jiwa. Ketika datang seseorang dengan keburukan,
maka itu menjadi pelajaran bagi kita agar tidak ikut menjadi buruk dan yang di munculkan
adalah kebaikannya. Contoh prakteknya misal kita memiliki teman yang sombong, maka itu
di hadirkan bukan untuk menjadikan kita ikutan sombong, tapi untuk memunculkan sikap
rendah hati pada diri kita, agar bisa mengajarkannya dan mengembalikan dia ke sikap rendah
hatinya.
Jika semua ini bisa di lakukan walaupun pasti bukanlah hal mudah untuk
mengerjakannya, maka Allah sungguh menjamin hidupnya akan cenderung bahagia. Problem
utamanya ialah setan, karena setan selalu berusaha untuk memunculkan keburukan selama
kita masih hidup di dunia. Untuk mencegah itu semua perlu pengelolaan administrasi jiwa
dengan baik, sehingga tidak di dominasi oleh hal-hal keburukan, maka setiap mendapatkan
kekurangan-kekurangan atau hal kurang positif yang di temui, maka bersegeralah munculkan
lawan positif nya, cepat keluarkan hal-hal baik. Terkadang keburukan itu ada di orang lain
dan sasaran hikmahnya itu untuk diri kita, misalnya bisa jadi tetangga yang sakit itu bukan
untuk menunjukkan dia sakit, tapi Allah ingin menguji ketika tetangga kita sakit, sikap kita
bagaimana. Semoga kita semua bisa mengelola adminastrasi jiwa dengan baik dan
dimudahkan untuk mempraktekkannya dalam kehidupan. Aamiin Allahumma Aamiin.
Wallahu a’lam bisshawab
Biodata Singkat
Nama : Najihus Salam
TTL : Babulu Laut, 02 Agustus 2002
No. Whatssup : 082255762407
Email : ixa.najihus1980@gmail.com
Status : Ketua Umum HMP IQT UMS

Anda mungkin juga menyukai