Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

PENENTUAN STATUS GIZI

PENENTUAN STATUS GIZI SECARA LANGSUNG : PEMERIKSAAN


KLINIS

Oleh :

Kelompok 6

4E

Agnes Marcella 20111101188

Zefanya Kalalo 20111101187

Sean P. P Gogani 20111101181

Vidya Novita 20111101184

Angela V. Matialo 20111101164

Yotti T. Joris 20111101185

Gloria E. Tulangow 20111101171

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SAM RATULANGI

MANADO
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat, akal, pikiran, serta karunianya sehingga kami dapat
menyusun dan menyelesaikan, tugas makalah yang berjudul “Penentuan Status
Gizi Secara Langsung : Pemeriksaan Klinis ” dengan baik dan tepat pada
waktunya. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Penentuan
Status Gizi di Fakultas Kesehatan Masyarakat.

Makalah ini dapat selesai tersusun berkat hasil kerja dari berbagai pihak. Untuk
itu kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang sudah terlibat
dalam pembuatan makalah ini dan telah membantu kami menyelesaikannya. Kami
juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada ibu selaku dosen mata
kuliah.

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa
makalah ini masih jauh dari kata sempurna baik dari segi penyusunan, bahasa,
maupun penulisannya. Oleh karena itu, semua kritik dan saran yang membangun
dari semua pembaca akan kami terima dengan senang hati. Kami sangat
mengharapkan semoga dari makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih
luas dan dapat menginspirasi para pembaca.

Manado, Maret 2021

Kelompok 6

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................1
1.3 Tujuan.............................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pemeriksaan Klinis.......................................................................3
2.2 Riwayat Medis................................................................................................7
2.3 Pemeriksaan Fisik...........................................................................................9
2.4 Indikator Kesehatan Masyarakat..................................................................15
2.5 Keunggulan Dan Keterbatasan Pemeriksaan Klinis.....................................23
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan...................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gizi merupakan suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi


secara normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan,
metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak di gunakan lagi. Status gizi
adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat
gizi, dibedakan antara gizi kurang, baik, dan lebih berkaitan juga dengan keadaan
akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi dan
penggunaan zat-zat gizi tersebut atau keadaan fisiologik akibat dari tersedianya
zat gizi dalam seluler tubuh. Dalam penilaian status gizi terbagi menjadi dua
bagian yaitu secara langsung dan tidak langsung. Penilaian status gizi dibagi
menjadi empat penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Dalam
penilaian status gizi salah satunya yaitu dengan metode pemeriksaan secara klinis.

Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai


status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang
terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Penilaian status gizi
perlu dipertimbangkan dalam memilih metode penilaian status gizi yang meliputi
tujuan, unit sampel yang diukur, jenis informasi yang dibutuhkan, tingkat
reliabilitas, dan akurasi yang dibutuhkan. Dalam penentuan status gizi secara
klinis terdapat pembagian pemeriksaan yaitu riwayat medis dan juga pemeriksaan
fisik.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian dari pemeriksaan klinis ?


2. Apakah yang dimaksud dengan riwayat medis ?
3. Apakah yang dimaksud dengan pemeriksaan fisik?
4. Bagaimanakah indikator kesehatan masyarakat?
5. Apa sajakah keunggulan dan keterbatasan pemeriksaan klinis?

1.3 Tujuan

1
1. Mengetahui pengertian dari pemeriksaan klinis
2. Mengetahui tentang riwayat medis
3. Mengetahui tentang pemeriksaan fisik
4. Mengetahui indikator kesehatan masyarakat
5. Mengetahui keunggulan dan keterbatasan pemeriksaan klinis

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pemeriksaan Klinis

Pemeriksaan klinis adalah peninjauan dari ujung rambut sampai ujung kaki pada
setiap sistem tubuh yang memberikan informasi objektif tentang klien dan
memungkinkan perawat untuk membuat penilaian klinis. Keakuratan pemeriksaan
klinis mempengaruhi pemilihan terapi yang diterima klien dan penentuan respon
terhadap terapi tersebut. Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan tubuh klien secara
keseluruhan atau hanya bagian tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh
data yang sistematis dan komprehensif, memastikan/membuktikan hasil
anamnesa, menetukan masalah dan merencanakan tindakan keperawatan yang
tepat bagi klien.

Penilaian klinis adalah evaluasi fisik dan prognosis kondisi pasien


berdasarkan informasi yang dikumpulkan dari riwayat medis pasien sebelumnya,
hasil pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Penilaian klinis merupakan
metode penilaian status gizi secara langsung yang penting untuk menilai status
gizi masyarakat maupun pasien yang dirawat. Beberapa tanda-tanda klinis
malnutrisi tidak spesifik karena ada beberapa penyakit yang mempunyai gejala
yang sama, tetapi mempunyai dasar penyebab yang berbeda. Oleh sebab itu,
sebaiknya pemeriksaan klinis dipadukan dengan pemeriksaan lain seperti
pemeriksaan antropometri, biokimia, dan survei konsumsi sehingga diperoleh
kesimpulan yang lebih luas dan tepat. Pemberian intervensi gizi yang tepat sesuai
dengan masalah, penyebab, dan gejala yang terdapat pada pasien, dilakukan
berdasarkan diagnosis gizi. Salah satu dasar penetapan diagnosis gizi ini adalah
penilaian klinis. Perbaikan status gizi pasien di rumah sakit setelah mendapat
intervensi gizi yang tepat membutuhkan pengkajian gizi secara rutin.

Penilaian klinis yang dimaksud di sini adalah penilaian fisik berfokus gizi
(nutrition focused physical findings) yang biasa dilakukan oleh tenaga medis,
tetapi menurut jenjang kompetensinya sebagian dapat dilakukan oleh tenaga gizi

3
terlatih atau berpengalaman untuk menjadi bahan komunikasi dengan tim medis,
paramedis, dan non-medis. Penilaian klinis mempunyai dua komponen utama,
yaitu riwayat medis berupa catatan perkembangan penyakit sebelumnya dan
pemeriksaan fisik untuk mengetahui tanda (sign) serta gejala (symptom).

Penilaian klinis terhadap pasien dimulai dari menggali riwayat medis


diikuti dengan pemeriksaan fisik untuk mendeteksi dan mencatat gejala atau
keluhan pasien dan tanda fisik dari hasil pengamatan terkait dengan masalah gizi.
Masalah gizi yang dimaksud tidak hanya akibat kurang gizi (undernutrition) dan
gizi lebih (overnutrition), tetapi juga defisiensi spesifik (spesific deficiency) serta
ketidak seimbangan (imbalance) zat gizi.

Gambaran defisiensi dan kelebihan zat gizi :

1. Glositis

 Mulut
 Defisiensi riboflavin, niasin, biotin, vitamin B6, vitamin B12, folat, zat
besi dan zink

4
2. Xeroptalmia, buta senja, fotofobia, xerosis, bitos’spot, ulserasi kornea dan scar

 Mata
 Defisiensi vitamin A

5
3. Depigmentasi

 Kulit
 Kurang Energi Protein (KEP)

6
4. Kulit kekuningan/orange

 Kulit
 Kelebihan karoten

5. Koilonychia (kuku berbentuk sendok)

 Kuku
 Defisiensi zat besi

2.2 Riwayat Medis

Pada dasarnya, riwayat medis merupakan catatan mengenai sejarah dan


perkembangan penyakit, untuk mengetahui apakah masalah gizi disebabkan
karena asupan rnaanan yang kurang tepat atau bukan. Sebagai contoh, ada pasien
datang ke klinik atau ditemukan di masyarakat dengan pembesaran kelenjar
gondok. Kita harus mencari informasi lebih jelas untuk menuntun kita

7
menegakkan diagnosis gizi, apakah pasien ini adalah pasien Gangguan Akibat
Kekurangan Yodium (GAKY) atau bukan GAKY. Hal ini disebabkan oleh
berbagai kelainan kelenjar gondok mempunyai manifestasi pembesaran kelenjar
gondok. Apabila pasien itu berasal dari daerah endemik GAKY, kemungkinan
besar dia adalah pasien GAKY. Apabila pasien mengeluh tidak tahan panas, cepat
lelah, lemah, gugup, tremor, jantung berdetak dengan cepat, berat badan turun dan
gangguan menstruasi, jelas ini adalah kasus hipertiroid dan bukan GAKY, apalagi
jika pasien bukan datang dari daerah endemik GAKY. Jadi, menggali informasi
dari pasien sangat penting untuk ketepatan penentuan akar permasalahan dan
menghindari salah diagnosis.

Riwayat medis mencakup catatan semua kejadian yang berhubungan


dengan gejala yang timbul pada penderita beserta faktor-faktor yang memengaruhi
timbulnya penyakit. Umumnya, di rumah sakit pasien yang dating ke klinik gizi
sudah membawa surat rujukan dari dokter atau bagian lain/puskesmas yang
merujuk sehingga sudah ada diagnosis medis. Untuk pasien rawat inap, data
riwayat medis dapat dilihat dari rekam medis.

Dalam riwayat medis, kita mencatat semua kejadian-kejadian yang


berhubungan dengan gejala yang timbul pada penderita beserta faktor-faktor yang
mempengaruhi timbulnya penyakit tersebut. Catatan itu meliputi:

 Identitas pasien : umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, suku, dan


sebagainya.
 Lingkungan fisik dan sosial budaya yang berkaitan dengan timbulnya
penyakit tersebut (malnutrisi), antara lain lingkungan fisik (keadaan
kesuburan tanah dan kandungan mineral tanah) dan lingkungan sosial dan
budaya (adat-istiadat, kepercayaan, dan kebiasaan-kebiasaan, serta pola
kehidupan masyarakat sekitamya).
 Sejarah timbulnya gejala penyakit. Beberapa hal yang perlu diketahui
adalah: kapan berat badan mulai turun, kapan ada gejala anoreksia atau
nafsu makan menurun, kapan ada gejala muntah, apakah ada mencret atau
tidak, kalau ada kapan mulai terjadi.

8
 Data-data tambahan yang juga perlu diketahui antara lain: Apakah
penderita juga menderita anemia; pernah operasi usus; pernah menderita
penyakit infeksi; pernah menderita penyakit kronis, seperti Luka pada
lambung (ulcus gaster) dan Luka pada duodenum; ada kelainan bawaan
(genetik). Data-data tersebut dapat dikumpulkan dengan cara wawancara
dengan penderita dan keluarganya, atau dengan observasi langsung pada
rumah dan lingkungan penderita. Semua informasi tersebut perlu
dikumpulkan untuk mengetahui lebih lanjut apakah gizi kurang
disebabkan oleh penyebab primer, yaitu konsumsi makanan atau sebab
lain seperti penyakit menahun, obat-obatan yang lama, keturunan ( dalam
hal ini mungkin disebabkan tidak terbentuknya enzim pencemaan)
sehingga menyebabkan terganggunya proses pencernaan makanan.

2.3 Pemeriksaan Fisik

Umumnya pemeriksaan fisik yang dilakukan tenaga gizi hanyalah pemeriksaan


tubuh pasien secara parsial atau regional tertentu yang dianggap perlu, untuk
memastikan dan membuktikan hasil anamnesis, menentukan masalah, dan
rnerencanakan tindakan yang tepat bagi klien. Pemeriksaan fisik menguatkan dan
menambah informasi yang diperoleh dari riwayat medis. Pemeriksaan fisik dapat
mengungkapkan adanya masalah/defisiensi gizi yang tidak dapat dideteksi dengan
survei konsumsi atau cara laboratorium. Serangkaian pengamatan sign dan
symptom sangat berguna untuk menilai tingkat penurunan status gizi atau
perbaikan yang terjadi setelah diberikan intervensi. Pemeriksaan fisik juga
mengungkapkan informasi yang berperan sebagai penyebab masalah gizi.

Tenaga gizi melihat dan mengamati gejala gizi kurang meliputi sign
(tanda yang dapat diamati) dan symptom (gejala yang tidak dapat diamati, tetapi
dirasakan oleh penderita). Saat melakukan pemeriksaan fisik ini, biasakan dimulai
dengan inspeksi umum saat pertama kali bertemu klien atau pasien untuk
mendapat gambaran umum kesehatan pasien. Setelah itu, dilanjutkan dengan
inspeksi lokal yang berfokus pada suatu sistem. Pemeriksaan ini meliputi
pemeriksaan terhadap semua perubahan fisik yang ada kaitannya dengan kondisi
ketidakcukupan/ke lebihan gizi yang dapat dilihat atau dirasakan pada jaringan

9
epitel superfisiai, terutama kulit, rambut, mata, mukosa pipi, lidah, gigi, dan organ
yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid dan parotid. Fokus
inspeksi pada beberapa aspek ini meliputi ukuran, warna, bentuk, posisi, simetris,
lesi, dan penonjolan atau bengkak.

Pemeriksaan fisik memiliki beberapa manfaat, yaitu mengetahui masalah


kesehatan yang dialami klien, sebagai data untuk membantu dalam menegakkan
diagnosis gizi, sebagai dasar untuk memilih intervensi yang tepat, serta sebagai
dasar untuk mengevaluasi hasil intervensi gizi. Adapun indikasi dilakukannya
pemeriksaan fisik adalah mutlak bagi semua pasien atau klien baru, rutin
dilakukan bagi pasien yang dirawat di rumah sakit, serta sewaktu-waktu sesuai
kebutuhan klien.

Klasifikasi Dan Interpretasi Pemeriksaan Fisik :

Komisi Ahli World Health Organization (WHO) (dalam Jelliffe, 1989)


mengelompokkan tanda-tanda klinis menjadi 3 kelompok besar berikut.

1. Tanda-tanda (sign) yang memang nyata berhubungan dengan malnutrisi.


Kemungkinan penyebab dapat karena kekurangan satu/lebih zat gizi.
2. Tanda-tanda (sign) yang menunjukkan kemungkinan penyebab malnutrisi
jangka panjang yang berhubungan dengan faktor lain, seperti buta huruf,
kemiskinan dan lain-lain.
3. Tanda-tanda (sign) yang tidak berhubungan dengan malnutrisi walaupun
mirip. Hal ini memerlukan keahlian khusus dalam menegakkan diagnosis.

Untuk memudahkan interpretasi, tanda fisik sering dikombinasikan ke


dalam kelompok yang berhubungan dengan status defisiensi zat gizi. Umumnya,
semakin banyak dijumpai tanda di dalam kelompok, semakin besar kemungkinan
subjek mengidap defiensi zat gizi spesifik. Tanda-tanda fisik utama dari tiga
kategori (berat, sedang dan ringan)

10
Identifikasi Tanda Klinis :

 Kurang Energi Protein (KEP)


1. Pitting pretibial, bilateral endema

2. Defisit berat badan mayor (<0,6 median umur)


3. Defisit berat badan minor (0,8-0,6 median umur)

11
4. Rambut dicabut tidak terasa sakit

Kategori Umur Kategori Resiko


Dan Jenis
Berat Sedang Ringan
Kelamin

0-5 tahun laki- Tanda 1 atau 2 Tanda 3 atau 3 + Tanda 4 atau


laki, perempuan 4 tanpa tanda

 Defisiensi Vitamin C
1. Scorbutic Rosary

12
2. Perdarahan difus dari gusi

3. Purpura atau petechiae dan/ folikular hyperkeratosis di tangan atau punggung

Kategori Umur Kategori Resiko


Dan Jenis
Berat Sedang Ringan
Kelamin

0-5 tahun laki- Tanda 1 atau 2 + Tanda 2 atau 3 Tanpa tanda


laki, perempuan 3

13
6+ tahun laki- Tanda 2 + 3 Tanda 2 atau 3 Tanpa tanda
laki, perempuan

 Rickets (Defisiensi Vitamin D)


1. Rachitic Rosary

2. Craniotabes

3. Bowed legs

14
Kategori Umur Kategori Resiko
Dan Jenis
Berat Sedang Ringan
Kelamin

0-1 tahun laki- Tanda 1 + 2 Tanda 1 + 4 Kombinasi lain


laki, perempuan

2-5 tahun laki- Tanda 1 + 3 Tanda 1 + 4 Kombinasi lain


laki, perempuan

2.4 Indikator Kesehatan Masyarakat

1. Kekurangan Energi Protein (KEP)

Kekurangan Energi Protein (KEP) adalah keadaan kurang gizi yang


disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-
hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi. Orang yang mengidap gejala
klinis KEP ringan dan sedang pada pemeriksaan hanya nampak kurus. Namun
gejala klinis KEP berat secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu
marasmus, kwashiorkor, atau marasmic-kwashiorkor. (Departemen Kesehatan RI,
1999).

a. Tanda-Tanda Klinis

15
Pada pemeriksaan klinis, penderita KEP akan memperlihatkan tanda-tanda
sebagai berikut:

Marasmus

1. Anak tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit.


2. Wajah seperti orang tua, Cengeng, rewel
3. Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit, bahkan sampai tidak
ada.
4. Sering disertai diare kronik atau konstipasi/ susah buang air, serta penyakit
kronik
5. Tekanan darah, detak jantung, dan pernafasan berkurang.

Kwashiorkor

1. Pada umumnya di seluruh tubuh dan terutama pada kaki (dorsum pedis)
2. Wajah membulat dan sembab, Otot-otot mengecil, lebih nyata apabila
diperiksa pada posisi berdiri dan duduk, anak berbaring terus-menerus
3. Perubahan status mental: cengeng, rewel, kadang apatis, Anak sering
menolak segala jenis makanan ( anoreksia)
4. Pembesaran hati, Sering disertai infeksi, anemia, dan diare/ mencret,
Rambut berwarna
5. kusam dan mudah dicabut
6. Gangguan kulit berupa bercak merah yang meluas dan berubah menjadi
hitam terkelupas (crazy pavement dennatosis).
7. Pandangan mata anak nampak sayu

Tanda-tanda marasmic-kwashiorkor adalah Gabungan dari tanda-tanda yang ada


pada Marasmus dan kwashiorkor yang ada.

b. Metode penentuan

Untuk mendeteksi Kurang Energi Protein (KEP), Maka perlu dilakukan


pemeriksaan (inspeksi) terhadap target organ yang meliputi: Kulit seluruh Tubuh
terutama wajah,tangan dan kaki; Otot-otot; Rambut Mata; Hati; Muka; Gerakan
motorik

16
c. Interpretasi

Apabila dalam pemeriksaan fisik pada anak target organ banyak


mengalami perubahan sesuai dengan tanda-tanda klinis yang Kurang Energi
Protein (KEP), maka ada petunjuk bahwa anak tersebut kemungkinan besar
menderita KEP. Meskipun demikian perlu dicermati bahwa Penilaian KEP masih
memerlukan pengamatan kwashiorkor, atau kwashiorkor marasmus sesuai dengan
tanda-tanda yang lebih spesifik.

2. Anemia Gizi Zat Besi

Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hemoglobin darah kurang daripada
kadar normal.

a.Tanda -Tanda Klinis

Gejala-gejala/ tanda-tanda yang dapat dilihat adalah Lelah, lesu, lemah, letih, lalai
(SL); Bibir Tampak pucat; Nafas pendek; Lidah licin; Denyut Jantung meningkat;
Susah buang air besar; Nafsu Makan berkurang; Kadang-kadang pusing; Mudah
Mengantuk

b.Metode Penentuan

Untuk mendeteksi Anemia Gizi Zat Besi (AGB) Maka perlu dilakukan
pemeriksaan (inspeksi) terhadap target organ yang meliputi: Mata, Kuku, Bibir
dan Lidah.

c.Interpretasi

Apabila dalam pemeriksaan fisik pada anak target organ banyak mengalami
perubahan sesuai dengan tanda-tanda klinis anemia gizi besi, maka ada petunjuk
bahwa kemungkinan besar anak tersebut menderita Anemia Gizi Besi.

Indikator Kesehatan Masyarakat Anemia :

Masalah anemia merupakan masalah gizi utama yang masih dihadapi oleh
pemerintahani Indonesia, hal ini terbukti dengan masih tingginya prevalensi
anemia. Prevalensi Anemia kelompok rawan masih cukup tinggi. Menurut Data

17
tahun 1992, anemia merupakan masalah kesehatan Masyarakat apabila melebihi
prevalensi seperti pada Tabel

Tabel berikut ini:

Indikator masalah kesehatan masyarakat Pada Anemia

3. Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY)

Gangguan akibat kurang yodium tidak hanya menyebabkan pembesaran


kelenjar gondok tetapi juga berbagai macam gangguan lain. Kekurangan yodium
pada ibu yang sedang hamil dapat berakibat, lahir mati, kelainan bawaan pada
bayi, meningkatnya angka kematian pranatal, melahirkan bayi kretin.

Kekurangan yodium yang diderita anak-anak menyebabkan pembesaran


kelenjar gondok, gangguan fungsi mental, dan perkembangan fisik. Pada orang
dewasa berakibat pada pembesaran kelenjar gondok, hipotiroid, dan gangguan
mental.

Kekurangan yodium pada tingkat berat dapat mengakibatkan cacat fisik


dan mental, seperti tuli, bisu tuli, pertumbuhan badan terganggu, badan lemah,
kecerdasan dan perkembangan mental terganggu. Akibat yang sangat merugikan
adalah lahirnya anak kretin. Kretin adalah keadaan seseorang yang lahir di daerah
endemik dan memiliki dua atau lebih kelainan-kelainan berikut:

1. Satu perkembangan mental terhambat.


2. Pendengaran terganggu dan dapat menjadi tuli.

18
3. Perkembangan saraf penggerak terhambat, bila berjalan langkahnya khas,
mata juling, gangguan bicara sampai bisu dan refleks fisiologi yang
meninggi.

Istilah gondok endemik digunakan jika di suatu daerah ditemukan banyak


penduduk yang mengalami pembesaran kelenjar gondok. Kriteria daerah endemik
menurut Departemen Kesehatan adalah sebagai berikut, Kretin endemik terdapat
di Daerah gondok endemik. Kelainan kretin terjadi pada waktu bayi dalam usia
kandungan atau tidak lama Setelah diantarkan dan terdiri atas kerusakan pada
Saraf pusat dan hipotiroidisme. Kerusakan saraf pusat Bermanifestasi dengan:

a. Retardasi mental.

b. Gangguan pendengaran sampai bisu tuli.

c. Gangguan neuromotor, seperti gangguan bicara, cara jalan, dan lain-lain.

d. Hipotiroidi dengan gejala:

1) Mixedoma pada hipotiroidisme berat.


2) Tinggi badan yang kurang, cebol (stunted growth) dan osifikasi terlambat.
3) Pada pemeriksaan darah ditemukan kadar hormon tiroid rendah.

a. Tanda-tanda Klinis

Dalam rangka penentuan pembesaran kelenjar gondok, maka metode yang


digunakan adalah inspeksi (pengamatan) dan palpasi (perabaan). Metode Inspeksi
digunakan sebagai alat untuk menduga apakah ada pembesaran atau tidak,
sedangkan untuk mengkonfirmasi apakah pembesaran benar-benar pembesaran
kelenjar gondok, maka perlu dilakukan palpasi, sehingga palpasi disebut juga
sebagai alat konfirmasi. Urutan pemeriksaan kelenjar gondok adalah sebagai
berikut:

1) Orang (sampel) yang diperiksa berdiri tegak atau duduk menghadap pemeriksa.

2) Pemeriksa melakukan pengamatan di daerah leher depan bagian bawah ter


utama pada lokasi kelenjar gondoknya.

19
3) Amatilah apakah ada pembesaran kelenjar gondok (tennasuk tingkat II atau
III).

4) Kalau bukan, sampel disuruh menengadah dan menelan ludah. Hal ini
bertujuan untuk mengetahui apakah yang ditemukan adalah kelenjar gondok atau
bukan. Pada gerakan menelan, kelenjar gondok akan ikut terangkat ke atas.

5) Pemeriksa berdiri di belakang sampel dan lakukan palpasi. Pemeriksa


meletakkan dua jari telunjuk dan dua jari tengahnya pada masing-masing lobus
kelenjar gondok. Kemudian lakukan palpasi dengan meraba dengan kedua jari
telunjuk dan jari tengah tersebut.

6) Menentukan (mendiagnosis) apakah orang (sampel) menderita gondok a tau


tidak. Apabila salah satu atau kedua lobus kelenjar lebih kecil dari ruas terakhir
ibu jari orang yang diperiksa, berarti orang tersebut normal. Apabila salah satu
atau kedua lobus ternyata lebih besar dari ruas terakhir ibu jari orang yang
diperiksa maka orang tersebut menderita gondok.

b. Klasifikasi

Klasifikasi pembesaran kelenjar gondok dapat dibedakan sebagai berikut:

1) Grade 0: Normal Dengan Inspeksi tidak terlihat, baik datar maupun tengadali
maksimal, dan dengan palpasi tidak teraba

2) Grade IA Kelenjar gondok tidak terlihat, baik datar maupun penderita tengadah
maksi-mal, dan palpasi teraba lebih besar dari ruas terakhir ibu jari penderita.

3) Grade IB Kelenjar gondok dengan inspeksi datar tidak terlihat, tetapi terlihat
dengan tengadah maksimal dan dengan palpasi teraba lebih besar dari grade IA.

4) Grade II Kelenjar gondok dengan inspeksi terlihat dalam posisi datar dan
dengan palpasi teraba lebih besar dari grade IB.

5) Grade III Kelenjar gondok cukup besar, dapat terlihat pada jarak 6 meter atau
Iebih.

20
Dalam rangka penentuan prevalensi gondok endemik, maka diperlukan rumus
perhitungan TGR dan VGR

Prevalensi Total Goiter Rate (TGR)

Prevalensi Visible Goiter Rate (VGR)

lndikator Kesehatan Masyarakat GAKY

Suatu daerah diklasifikasikan sebagai daerah endemis gondok apabila memiliki


prevalensi Total Goitre Rate (TGR) sebagai berikut:

Prevalensi TGR : < 5 % = Normal

Prevalensi TGR : 5 ,0 - 19 ,9 % = Ringan

Prevalensi TGR : 20,0 - 29 ,9 % = Sedang

Prevalensi TGR : > = 30 %= Berat

4. Kekurangan Vitamin A

Penyakit mata yang diakibatkan kekurangan vitamin A disebut


xerophtalmia. Penyakit ini merupakan penyebab kebutaan yang paling sering
terjadi pada anak-anak dilndonesia yang umumnya terjadi pada usia 2-3 tahun.
Hal ini karena setelah disapih, anak tidak diberi makanan yang memenuhi syarat
gizi, sementara anak itu belum bisa mengambil makanan sendiri. Gejala
xerophtalmia terbagi dua, yaitu:

1) Keadaan yang reversibel yaitu yang dapat sembuh seperti Buta senja
(hemerolopia); Xerosis conjunctiva; Xerosis kornea dan Bercak bitot.
2) Keadaan yang ireversibel, yaitu keadaan yang agak sulit sembuh Ulserasi
kornea dan Keratomalasia.

21
Klasifikasi yang ditetapkan pada pertemuan bersama WHO, UNICEF, Helen
Keller Internasional dan IV ACG di Jakarta pada tahun 1981 merupakan
modifikasi klasifikasi, yaitu: K1asifikasi kekurangan vitamin A:

a) XN: Buta senja (night blindness only).

b) XIA: Konjungtiva mengering (conjunctiva xerosis). = Normal = Ringan =


Sedang = Berat 155 Yaitu terdapatnya satu atau lebih bintik-bintik konjungtiva
yang kering dan tidak dapat dibasahi. Keadaan ini bisa dijelaskan sebagai
munculnya segundukan pasir pada air pasang yang kembali surut.

c) XlB : Bercak bitot dan konjungtiva mengering (bitots spot + conjunctiva


xerosis) adalah suatu bentukan yang berwarna abu-abu kekuningan yang
bentuknya seperti busa sabun., yaitu keadaan bergelembung atau seperti keju yang
terdiri dari sel-sel cpitel konjungtiva yang mengeras dan bersisik melapisi
sebagian atau seluruh permukaan yang kering, membentuk noda-noda bitot.

d) X2 Komea mengering (cornea xerosis). kekurangan vitamin A yang makin


parah, bintikbintik Iuka menjadi bertambah padat dan tersebar ke atas dan
mungkin meliputi seluruh komea. Komea pada kondisi ini memiliki rupa yang
tcrin;; berkabut jika diuji dengan lampu tangan.

e) X3A: Ulserasi kornea + komea mengering. Keadaan kekurangan vitamin A


yang lebih parah lagi dari komea mengering yang mengakibatkan kehilangan
frank epithelial dan ulserasi stroma baik dengan kete-balan sebagian maupun
seluruhnya. Tukak yang berlubang mungkin menjadi ter-sumbat dengan iris dan
sembuh sebagai leukoma.

f) X3B: Keratomalasia. Semua kornea dan konjungtiva menjadi satu menebal


sehingga kadang-kadang bola mata menjadi rusak bentuknya. Keadaan perlunakan
limbus to limbus corned. Biasanya terjadi dengan adanya gabungan kekurangan
protein dan vitamin A.

g) XS yaitu Parut kornea (cornea scars) akibat sembuh dari Iuka.

h) XF yaitu Xerophtalmiafundus

Terjadinya noda-noda putih yang menyebar di seluruh fundus

22
Untuk mendeteksi Kekurangan Vitamin A Kurang Energi Protein (KEP) maka
perlu dilakukan pemeriksaan (inspeksi) terhadap target organ yaitu mata.
Tingkatan XIA sampai X2 sifatnya reversible, yang memiliki kemungkinan
diobati hingga sembuh, sedangkan X3A sampai dengan tahap selanjumya bersifat
irreversible yang tidak dapat diobati hingga sembuh.

Indikator Kesehatan Masyarakat Kriteria Kurang Vitamin A :

Kriteria Kurang Vitamin A sebagai masalah kesehatan masyarakat menurut IV


ACG, (1981) adalah sebagai berikut:

a. Bercak bitot dengan konjungtiva mengering >0,50 %

b.Kornea mengering/ulserasi kornea/Keratomalasia >0,01 %

c.Parut kornea >0,05 %, dari total yang diperiksa.

2.5 Keunggulan Dan Keterbatasan Pemeriksaan Klinis

Penggunaan metode klinis untuk menilai status gizi mempunyai kelebihan dan
kelemahan, seperti akan diuraikan berikut.

Kelebihan metode klinis :

 Pemeriksaan status gizi dengan metode klinis mudah dilakukan dan


pemeriksaannya dapat dilakukan dengan cepat. Misalnya pemeriksaan
anak yang odema karena kekurangan protein cukup memijit bagian kaki
yang bengkak
 Melakukan pemeriksaan status gizi dengan metode klinis tidak
memerlukan alat-alat yang rumit. Misalnya pada pengukuran pembesaran
kelenjar gondok karena kekurangan iodium, cukup dengan menggunakan
jari-jari tangan pengukur.
 Tempat pemeriksaan klinis dapat dilakukan di mana saja, tidak
memerlukan ruangan yang khusus.
 Kalau prosedur ukur dilakukan dengan tepat, maka metode klinis
menghasilkan data yang cukup akurat dalam menilai status gizi.

23
Kelemahan metode klinis :

 Pemeriksaan klinis untuk menilai status gizi memerlukan pelatihan yang


khusus. Setiap jenis kekurangan gizi akan menunjukkan gejala klinis yang
berbeda, masing-masing harus dilakukan pelatihan yang berbeda.
 Ketepatan hasil ukuran terkadang dapat bersifat subjektif. Terkadang
pengalaman melakukan pemeriksaan mempengaruhi hasil, semakin lama
pengalaman yang dimiliki, maka hasil akan semakin tepat.
 Untuk kepastian data status gizi, terkadang diperlukan data pendukung
lain, seperti data pemeriksaan biokimia. Contohnya untuk memastikan
seseorang yang menunjukkan gejala anemi, perlu didukung data
pemeriksaan kadar hemoglobin dari pemeriksaan biokimia.
 Seseorang yang menderita gejala klinis kekurangan gizi, biasanya tingkat
defisiensi zat gizi cenderung sudah tinggi. Misalnya seseorang yang
menunjukkan adanya benjolan pada persendian kaki karena kelebihan
kolesterol, maka kelebihan kolesterol dalam tubuh sudah dalam taraf yang
tinggi.
 Waktu pelaksanaan pengukuran dengan metode klinis, dipengaruhi oleh
lingkungan, seperti bising, anak rewel, tebal kulit/pigmen, dan pengaruh
yang lain. Misalnya sulit dilakukan pemeriksaan klinis anemi pada orang
yang berkulit hitam, karena kulitnya gelap.

24
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

 Penilaian klinis terhadap pasien dimulai dari menggali riwayat medis


diikuti dengan pemeriksaan fisik untuk mendeteksi dan mencatat gejala
atau keluhan pasien dan tanda fisik dari hasil pengamatan terkait dengan
masalah gizi
 Riwayat medis mencakup catatan semua kejadian yang berhubungan
dengan gejala yang timbul pada penderita beserta faktor-faktor yang
memengaruhi timbulnya penyakit.
 Pemeriksaan fisik yang dilakukan tenaga gizi hanyalah pemeriksaan tubuh
pasien secara parsial atau regional tertentu yang dianggap perlu, untuk
memastikan dan membuktikan hasil anamnesis, menentukan masalah, dan
rnerencanakan tindakan yang tepat bagi klien.
 Indikator masyarakat kekurangan energy protein (KEP), anemia zat gizi
besi, gangguan akibat kurang yodium (GAKY) dan kekurangan vitamin A
 Penggunaan metode klinis untuk menilai status gizi mempunyai kelebihan
dan kelemahan seperti pemeriksaan status gizi dengan metode klinis
mudah dilakukan dan pemeriksaannya dapat dilakukan dengan cepat dan
Pemeriksaan klinis untuk menilai status gizi memerlukan pelatihan yang
khusus.

25
DAFTAR PUSTAKA

Mardalena, Ida. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan : Ilmu Gizi.
Jakarta : Pusdik SDM Kesehatan
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2017/08/Ilmu-Gizi-Keperawatan-Komprehensif.pdf
(diakses 20 Maret 2022)

Pakar Gizi Indonesia. 2016. Ilmu Gizi : Teori dan Aplikasi. Cetakan 2017. Jakarta
: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Par’i, H., M. Sugeng, W. & Titus P., H. 2017. Bahan Ajar Gizi : Penilaian Status
Gizi. Jakarta : Pusdik SDM Kesehatan.
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2017/11/PENILAIAN-STATUS-GIZI-FINAL-SC.pdf
(diakses 20 Maret 2022)

Setyawati, V., A., Veria & Eko Hartini. 2018. Buku Ajar Dasar Ilmu Gizi
Kesehatan Masyarakat. Yogyakarta : CV Budi Utama
https://www.google.co.id/books/edition/Buku_Ajar_Dasar_Ilmu_Gizi_Ke
sehatan_Masy/YACDDwAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=pengertian+peme
riksaan+klinis+gizi&pg=PA67&printsec=frontcover (diakses 20 Maret
2022)

Syarfaini. 2014. Berbagai Cara Menilai Status Gizi Masyarakat. Makassar :


Alauddin University Press. http://ebooks.uin-
alauddin.ac.id/repository/0d8428e311f6905a261901a252d8bf09.pdf
(diakases 20 Maret 2022)

26

Anda mungkin juga menyukai