Disusun Oleh :
Muddassir (2103010059)
UNIVERSITAS ALMUSLIM
FAKULTAS TEKNIK
TEKNIK SIPIL
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat tuhan yang maha esa, berkat rahmat dan
hidayahnya saya dapat meyelesaikan sebuah makalah ini. Yang alhamdulliah tepat pada
waktunya, dengan sebuah materi tentang Gala dalam hukum islam. Dalam hal ini saya masih
belajar mohon maaf bila ada kekurangan atau kesalahan dalam pembuatan makalah ini.
Makalah ini berisikan tentang penjelasan lebih mendalam mengenai Gala dalam
hukum islam. Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Tuhan senantiasa
meridhai segala usaha kita.Amin.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................. ii
BAB I. PENDAHULUAN........................................................................................ 1
A. LATAR BELAKANG........................................................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH....................................................................................... 1
C. TUJUAN PENULISAN......................................................................................... 1
A. PENGERTIAN GALA.......................................................................................... 2
B. KONSEP GALA.................................................................................................... 4
A. KESIMPULAN...................................................................................................... 11
B. SARAN................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 12
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Islam agama yang lengkap dan sempurna telah meletakkan kaedah-kaedah dasar dan aturan
dalam semua sisi kehidupan manusia baik dalam ibadah dan juga mu’amalah (hubungan antar
makhluk). Setiap orang mesti butuh berinteraksi dengan lainnya untuk saling menutupi
Karena itulah sangat perlu sekali kita mengetahui aturan islam dalam seluruh sisi kehidupan
kita sehari-hari, diantaranya yang bersifat interaksi social dengan sesama manusia, khususnya
berkenaan dengan berpindahnya harta dari satu tangan ketangan yang lainnya.
Hutang piutang terkadang tidak dapat dihindari, padahal banyak bermunculan penomena
ketidak percayaan diantara manusia, khususnya dizaman kiwari ini. Sehingga orang terdesak
untuk meminta jaminan benda atau barang berharga dalam meminjamkan hartanya.
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN PENULISAN
4. Agar kita dapat mengetahui Tata Cara Gala yang sebenarnya yang dianjurkan di dalam Islam
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN GALA
Gala berasal dari Bahasa aceh yang artinya gadai. Transaksi hukum gala/gadai dalam fiqih
islam disebut Ar-Rahn. Ar-Rahn adalah suatu jenis perjanjian untuk menahan suatu barang
Pengertian Ar-rahn dalam bahasa Arab adalah Ats-Tsubut Wa Ad Dawam yang berarti “tetap”
dan “kekal”. Pengertian “tetap” dan “kekal” dimaksud, merupakan makna yang tercakup dalam
kata Al-Habsu yang berarti menahan. Kata ini merupakan makna yang bersifat materi. karena itu,
secara bahasa kata Ar-Rahn berarti “menjadikan suatu barang yang bersifat materi sebagai
pengikat utang”.
Pengertian gala (rahn) secara bahasa seperti di ungkapkan diatas adalah tetap, kekal dan
jaminan; sedangkan pengertian secara istilah adalah menyandera sujumlah harta yang diserahkan
sebagai jaminan secara hak, dan dapat diambil kembali sejumlah harta dimaksud sesudah
ditebus. Namun, makna gala (rahn) dalam bahasa hukum perundang-undangan disebut barang
jaminan, anggunan, dan rungguhan. Sedangkan hukum gadai dalam hukum islam adalah:
َ ْال َعيْن.
“Menjadikan suatu barang yang mempunyai nilai harta dalam pandangan syara’sebagai
jaminan utang, yang memungkinkan untuk mengambil seluruh atau sebagian utang dari barang
tersebut”.
Selain pengertian diatas beberapa pengertian gala(rahn) menurut ahli hokum islam sebagai
berikut.
2
“Menjadikan suatubarang yang biasa dijual sebagai jaminan utang dipenuhi dari
“Suatu benda yang dijadikan suatu kepercayaan utang, untuk dipenuhi harganya, bila yang
شيٌْئ ُمتَ َم َّو ٌل يُْؤ َخ ُذ ِمنْ َمالِ ِك ِه ت َُو ثَّقَا بِ ِه فِي َد ْي ٍن اَل ِز ٍم
َ .
“Sesuatu yang bernilai harta (mutamawwal) yang diambil dari pemiliknya yang diambil
“Rahn adalah perjanjian menahan suatu barang sebagai tanggungan utang, atau
menjadikan sesuatu benda bernilai menurut pandangan syara’ sebagai tanggungan marhun
bih, sehingga dengan adanya tanggungan itu seluruh atau sebagian utang dapat diteriman”
“Gala syariah (rahn) adalah menahan salah satu harta milik nasabah (rahin) sebagai
tersebut memiliki nilai ekonomi. Dengan demikian pihak yang menahan atau penerima gadai
piutangnya.”
3
A. KONSEP GALA
Dalam Fiqhi Islam lembaga gala dikenal dengan “rahn”, yaitu perjanjian menahan sesuatu
barang. Barang atau bukti harta tetap milik peminjam yang ditahan merupakan jaminan atau
sebagai tanggungan hutang sehingga barang jaminan menjadi hak yang diperoleh kreditur yang
Rahn adalah menahan salah satu harta milik sseorang (peminjam) sebagai jaminan atas
pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan
demikian pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh
Sayyid Tsabiq dalam kitabnya fiqh as sunnah menjelaskan bahwa rahn adalah semacam
jaminan utang atau gala. Dalam praktek rahn terdapat beberapa unsur yang satu sama lain saling
mendukung (mutually inclusive), yaitu nasabah (rahin), harta sebagai jaminan hutang (marhun)
kepala pihak lembaga gadai atau bank sebagai murtahin (Kamil dan Fauzan, 2006, 550).
Meskipun isltilah lembaga gala disinonimkan dengan istilah rahn dalam fikih islam, namun
keduanya, disamping memiliki persamaan jika dilihat dari aspek tujuan dan fungsi, juga memiliki
perbedaan-perbedaan tertentu.
Beberapa aspek persamaan antara lembaga gala dengan rahn dapat dilihat dari beberapa
5. Apabila pada tanggal jatuh tempo barang yang digala tidak ditembus atau diperpanjang,
maka barang gala boleh dijual atau dilelang (Muhammad dan Hadi, 2003, 42)
4
Sedangkan aspek yang membedakannya terletak pada aspek-aspek:
1. Filosofis antara keduanya. Rahn dilakukan atas dasar motif tolong menolong dan
membantu kesulitan seseorang dengan motif mencari keuntungan dan keridahan Allah
2. Cakupan harta yang bisa digala. Dalam rahn harta yang dapat digala bisa berupa harta
3. Sifatnya yang fleksibel. Praktek gala dalam sistem rahn dapat dilakukan di luar atau tanpa
Berbeda dari itu, pegadaian dalam hukum perdata, disamping didasarkan pada prinsip tolong
menolong, namun berakhir pada penetapan suatu keuntungan (profit) melalui mekanisme barang
bergerak dan terjadi dalam sebuah lembaga yang bernama perum pegadaian.
Dengan mengetahui beberapa aspek yang membedakan dan menyamakan antara rahn dan
pegadaian diatas, maka jelas bahwa rahn sebagai lembaga keuangan non-bank dan non-material,
untuk kepentingan komersial dan sosial. Dalam pelaksanaan akadnya, rahn menerapkan akad
utang piutang dengan mempersyaratkan adanya barang (marun) sebagai jaminan yang diserahkan
Apabila dalam akad tersebut masyarakat penambahan sejumlah uang atau penentuan
presentase tertentu dari pokok utang, maka hal tersebut dipandang sebagai bentuk praktek
pembungaan uang disamakan dengan riba yang dilarang dalam syari’ah Islam (Basyir, A. Azhar,
Praktek pembungaan yang demikianlah pada umumnya yang terjadi pada lembaga pegadaian
konvensional selama ini. Bahkan semakin mengarah pada eksploitasi masyarakat yang sangat
memerlukan jasa keuangan, yang tidak berbeda secara diametral dengan praktek-praktek
pelepasan uang yang dilakukan oleh para rentenie, ijon, atau money broker lainnya.
5
Dalam praktek pegadaian ini ditetapkan adanya bunga setiap 15 hari sekali yang harus
dibayarkan oleh masyarakat tepat pada waktunya. Hal ini berarti bahwa setiap keterlambatan satu
hari, maka pihak penggadai harus membayar bunga yang jelas-jelas mengeksploitasi penggadai.
Praktek-praktek yang memberatkan salah satu pihak inilah yang dipandang sebagai sebuah
bentuk eksploitasi yang dilarang dalam hukum Islam. Eksploitasi dianggap sebagai cara singkat
untuk menumpuk kekayaan dengan pijak diatas penderitaan orang lain (the missery of others).
satu pihak ini, maka nilai-nilai Islam tentang persaudaraan dan misi Islam sebagai agama
rahmatan lil `alamin perlu diterjemahkan seara empiris dan lebih kongkrit dalam kehidupan
ekonomi umat. Terutama yang menyangkut dasar hukum utang piutang atau gadai.
Islam dengan ajarannya yang komit dan luas membenarkan adanya praktek utang piutang
yang menjadi inti praktek lembaga pegadaian. Praktek ini secara normatif dapat digali dalam
surat Al Baqarah ayat:282 yang mengajarkan perjanjian hutang piutang yang perlu diperkuat
dengan catatan dan melibatkan saksi-saksi. Dalam ayat 282 surat Al Baqarah ditegaskan:
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu
yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara
hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan
daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orangnya lemah akalnya atau lemah
(keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya
mengimlakkannya dengan jujur dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-
orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan
dua orang pedrempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka
6
apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun
besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih
menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah
mu’amalahmu itu), kecuali jika mu’amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di
antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan
persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit
menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu
kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah mengajarmu; dan Allah Maha
Sedangkan dalam surat Al Baqarah ayat 283 secara tegas diperbolehkan meminta jaminan
Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah, jual-beli, hutang piutang atau sewa
menyewa tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka
hendaklah ada barang tanggungan (borg) yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi
jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu
dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barang siapa yang
menyembunyikannya, maka seseungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah
Ayat-ayat tersebut oleh komisi Dewan Fatwa Majelis Ulama Indonesia dijadikan sebagai
dasar pertimbangan untuk menetapkan fatwa yang membolehkan praktek rahn (gadai). Dalam
a. Salah satu bentuk jasa pelayanan keuangan yang menjadi kebutuhan masyarakat adalah
produknya
7
c. Agar cara tersebut dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah.
Rahn merupakan salah satu cara untuk menahan barang sebagai jaminan atas utang.
Selain ayat-ayat di atas, beberapa praktek utang piutang yang dilakukan oleh Nabi juga
dijadikan sebagai dasar hukum praktek gadai (rahn). Di antara hadits Nabi yang dimaksud adalah
hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim yang mengabarkan bahwa:
“Sesungguhnya Rasulullah SAW pernah membeli makanan dengan berutang dari seorang
Dalam sejumlah riwayat lain juga ditemukan landasan hukum yang menjustifikasi praktek
“Tidak pernah terlepas dari kepemilikan barang gadai dari pemilik yang menggadaikannya. Ia
“Tunggangan (kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki (dikendarai) dan binatang ternak
yang digadaikan dapat diperah susunya dengan menanggung biayanya. Bagi yang
menggunakan kendaraan dan memerah susu wajib menyediakan biaya perawatan dan
pemeliharaan”.
Selain dua landasan tersebut, praktek gadai juga didasarkan pada konsensus atau ijma’ ulama
yang menetapkan hukumnya mubah (boleh) melakukan perjanjian gadai. Ijtihad para ulama ini
terutama sekali menyangkut segi-segi teknis, seperti ketentuan tentang siapa yang harus
menanggung biaya pemeliharaan selama marhun berada di tangan murtahin dan tata cara
8
ُ ِع ْن َد يَ ُه ْو ِدى بِا ْل َم ِد ْينَ ِة؛ َوَأ َخ َذ ِم ْنه،ُسلَّ َم ِد ْرعًالَه ٍ َعَنْ َأن
َ َرهَنَ الَّنِ َّي: قَا َل،س
َ ص َّل هللاُ َعلَ ْي ِه َوآلِ ِه َو
“Rasulullah saw, menggadaikan baju besinya kepada seorang yahudi madinah, sebagai
jaminan mengambil syair untuk keluarganya”. (H.R. Ahmad, Al-Bukhary, An-Nasa-y dan
“Bahwasanya rasullah mengambil makanan dari seorang yahudi yang harganya akan
dibayarkan dalam satu jangkawaktu tertentu. Sebagai jaminan nabi menggadaikan baju besi
“Bahwasanya saat wafat saat wafatnya nabi masih menggadaikan baju besinya kepada
seseorang yahudi sebagai jaminan pengambilan tiga puluh gatan syair” (H.R. Al-Bukhary,
bahwa kita boleh mengadakan muamalah (perjanjian) dengan orang kafir, boleh
menggadaikan alat perang (baju besi) kepada orang simmi (orang kafir yang mendapat
b. Hadist kedua menyatakan bahwasanya nabi pernah membeli sesuatu pada orang yahudi, dan
9
c. Hadist ketiga menyatakan bahwa nabi pernah menggadaikan barang miliknya kepada
seseorang yahudi untuk mendapatkan tigah puluh gating syair. Fakta ini, menunjukkan bahwa
kita boleh menggadaikan barang milikpada saat di kampung, dan boleh bermuamalah dengan
orang zimmi.
II. Jumhur Ulama Menetapkan bahwa kita boleh menggadaikan barang milik kita, tidak saja dalam
Mujahid dan Adh-Dhahhak berpendapat, bahwa menggadaikan brang hanya dibolehkan pada saat
kita berada dalam safar, disaat tak ada saksi ataupun orang yang menulis surat gadai. Demikianlah
hokum iniboleh dilakukan dikampung. Mengaitkan masalah gadai ini dengan perjalan safar sesuai
bunyi ayat, karena perbuatan itu lazim dilakukan dilakukan seseorang pada saat bersafar, dan
tidak dapat dijadikan dalil dalam dalam melarang perbuatan itu dilakukan dikampung halaman.
Hadist ini juga menegaskan bahwa kita boleh bermuamalah dengan orang kafir terhadapbenda-
benda yang tidaak di haramkan. Kita juga boleh menggadaikan perlengkapan perang kepada
Hikmah nabi bermuamalahdengan orang yahudi adalah untuk menunjukkan bahwa dalam bidang
10
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Gala berasal dari Bahasa aceh yang artinya gadai. Transaksi hukum gala/gadai dalam fiqih islam
disebut Ar-Rahn. Ar-Rahn adalah suatu jenis perjanjian untuk menahan suatu barang sebagai
tanggungan utang.
“Rasulullah saw, menggadaikan baju besinya kepada seorang yahudi madinah, sebagai
jaminan mengambil syair untuk keluarganya”. (H.R. Ahmad, Al-Bukhary, An-Nasa-y dan
Praktek ini secara normatif dapat digali dalam surat Al Baqarah ayat:282 yang mengajarkan
perjanjian hutang piutang yang perlu diperkuat dengan catatan dan melibatkan saksi-saksi.
B. SARAN
Sebagai Umat Islam, kita harus menjujung tinggi yang namanya Dasar Hukum Praktek Gala.
Agar dalam pelaksanaan gala ini bisa berjalan sesuai dengan norma-norma agama sehingga kita
terhindar dari perbuatan menimbun harta orang lain (Riba) yang sangat dibenci Allah SWT.
11
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad bin Ali bin Hajar Al-Asqalaniy., Bulugh Al-Maram, Dar Al-Fikr,t.th.
Tona Putra.
Prof. Dr. H. Zainuddin Ali, M.A., Hukum Gadai Syariah, Sinar Grafika.
Muhammad Fuad ‘Abdul Baqi., Al-Lu’lu’ Wal Marjan Jilid 2, Terjemahan: H. Salim
Bahreisy.
12