Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

TUJUAN PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN

Oleh:

Amela gita (2212033)

Indah Puspasari (2212034)

Dosen Pengampuh
Dr. Lukman Sumama, M.A.Pd

FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM TAFSIR PENDIDIKAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SYEIKH ABDURRAHMAN SIDIK BANGKA BELITUG
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Quran menceritakan banyak hal tentang pendidikan dan urgensinya bagi
kehidupan manusia. Pada hakikatnya seluruh ayat yang terdapat dalam alQuran
mengandung nilai-nilai pendidikan yang sangat bermanfaat bagi mereka yang mempelajari
dan menggalinya dengan potensi akal yang dimiliki. Karena pendidikan itu sendiri secara
umum merupakan “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.1

Sedangkan secara khusus, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana


sebagaimana yang dicita-citakan oleh al-Quran itu sendiri yang menghendaki agar umatnya
senantiasa menjalani hidup dan kehidupannya di dunia berdasarkan ketentuan-ketentuan
yang telah ditentukan al-Quran dan didukung oleh hadis-hadis Rasulullah SAW agar
memperoleh kehidupan yang bahagia di dunia dan akhirat kelak.

Pendidikan sebagai sebuah sistem mengandung sejumlah komponen yang saling


berkaitan antara satu dengan lainnya dan bekerjasama dalam satu kesatuan secara seimbang
dan serasi. Di antara komponen yang dimaksud dalam sistem pendidikan adalah tujuan
Pendidikan2.Tujuan ini merupakan muara dari semua proses pendidikan yang dilakukan.
Demikian halnya al-Quran, juga telah menggariskan tujuan pendidikan sebagai arah yang

1
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas),
(Bandung: Citra Umbara, 2003), h. 60-61. Terdapat beberapa hal yang perlu diuraikan tentang konsep pendidikan
yang terdapat dalam Undang-Undang.
2
Dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, pada bab 2 pasal 3 menyatakan bahwa tujuan
Pendidikan Nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Lihat Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003, Sisdiknas,
Ibid., h. 5-6
harus dituju oleh setiap pribadi muslim dalam menempuh kehidupannya di muka bumi.
dalam al-Quran, berarti setiap muslim sudah memiliki orientasi yang sangat jelas dan
mantap serta tingkat kesadaran yang lebih tinggi.

BAB II

PEMBAHASAN

B. Tujuan Pendidikan Dalam Al-Quran


Ramayulis menjelaskan bahwa istilah “tujuan” atau “sasaran” atau “maksud”,
dalam bahasa Arab dinyatakan dengan ghayat atau ahdaf atau maqasid. Sedangkan dalam
bahasa Inggris, istilah “tujuan” dinyatakan dengan “goal atau “purpose” atau “objective”
atau “aim”. Secara umum istilah-istilah itu mengandung pengertian yang sama, yaitu arah
suatu perbuatan atau yang hendak dicapai melalui upaya atau aktivitas3.
Sedangkan secara lebih spesifik, Mohammad Ansyar merincikan sebagai berikut:
Aim menunjukkan arah secara umum. Secara ideal, aim merefleksikan suatu tingkat tujuan
pendidikan berdasarkan pemikiran filosofis dan psikologis masyarakat. Dengan perkataan
lain, aim adalah statemen tentang hasil kehidupan yang diharapkan (expected life
outcomes) berdasarkan pada skema nilai filsafat hidup. Aim dalam hal ini dapat disamakan
dengan “tujuan pendidikan nasional” di negara Indonesia.
Untuk mencapai tujuan umum (aim) perlu ditentukan pula tujuan yang lebih
spesifik dari aim tersebut yang dinamakan dengan goal. Goal merupakan tujuan yang
terletak antara aim dan objective (objektif). Dengan perkataan lain, goal adalah hasil proses
belajar menurut suatu sistem sekolah. Goal lebih umum dari objective dan bukan
merupakan hasil langsung proses belajar dalam ruang kelas dan untuk pencapaiannya
memerlukan seperangkat objectives. Contohnya, apresiasi kesusastraan, kemampuan
berpikir analitik dan berpikir kritis, dan lain sebagainya. Seringkali di Indonesia, goal ini
disamakan dengan tujuan kurikulum sekolah atau tujuan institusional.4
Menurut Zakiah Daradjat, tujuan merupakan sesuatu yang diharapkan tercapai
setelah suatu usaha atau kegiatan selesai. Sehubungan dengan tujuan ini, H.M. Arifin

3
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2013), h.209, lihat juga Abdurrahman Saleh Abdullah,
Teori-teori Pendidikan Berdasarkan al-Quran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), h. 132
4
4Mohammad Ansyar, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,
1989), h. 93-94
menjelaskan bahwa tujuan bisa jadi menunjukkan kepada futuritas (masa depan) yang
terletak pada suatu jarak tertentu yang tidak dapat dicapai kecuali dengan usaha melalui
proses tertentu5. Meskipun banyak pendapat tentang pengertian tujuan, akan tetapi pada
umumnya pengertian itu berpusat pada usaha atau perbuatan yang dilaksanakan untuk
suatu maksud tertentu. Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, maka dapat dipahami
bahwa baik secara umum maupun secara khusus (spesifik) tujuan adalah sesuatu yang
hendak dicapai atau diharapkan setelah melakukan sesuatu. Tentunya tujuan yang hendak
dicapai itu adalah tujuan yang baik dan sempurna.6

C. Pengertian Tujuan Pendidikan


Menurut Suardi tujuan pendidikan adalah seperangkat hasil pendidikan yang
dicapai oleh peserta didik setelah diselenggarakan kegiatan pendidikan. Seluruh kegiatan
pendidikan, yakni bimbingan pengajaran atau latihan, diarahkan untuk mencapai tujuan
pendidikan itu. Dalam konteks ini tujuan pendidikan merupakan komponen dari sistem
pendidikan yang menempati kedudukan dan fungsi sentral. Itu sebabnya setiap tenaga
pendidikan perlu memahami dengan baik tujuan pendidikan7.

D. Tafsir ayat ke 122 surat al-taubat

ِّ َّ َ َ َ َ ْ ُ ْ َ ْ ِّ ُ ْ َ َ َ َ ْ َ َ َّ َ ُ ْ َ َ ُ ْ ُ ْ َ َ َ َ
‫ين‬
ِ ‫ف الد‬ِ ِ ‫م طائفةِ ل َيتفق ُهوا‬ ِ ‫ل فرقةِ منه‬
ِ ‫نك‬ِ ‫ل نف ِر م‬
ِ ‫ون لينفروا كافةِِۚ فلو‬
ِ ‫ان المؤمن‬
ِ ‫وما ك‬
َ َ َّ َ ْ ْ َ ُ َ َ َ ْ ُ َ ْ َ ُ ْ ُ َ
‫ون‬ ِ ْ ‫م ل َعل ُه‬
ِ ‫م َي ْحذ ُر‬ ِ ‫م إذا رجعوا إليه‬ِ ‫ولينذروا قومه‬

”tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak
pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam
pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya
apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”

5
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h. 29
6
H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam: Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner,
(Jakarta: Bumi Aksara, 1991), h. 223
7
M.Suardi, Pengantar pendidikan teori dan aplikasi,(Jakarta: PT Indeks, 2010),
1. Tafsir Ayat
Dalam riwayat Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari „Ikrimah dikemukakan, ketika
turun ayat, Illa tanfiru yu‟adzdzibkum „adzaban alima….(Jika kamu tidak berangkat,
untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih..) (Q.S At-Taubah
: 39), ada beberapa orang yang jauh dari kota yang tidak ikut berperang karena mengajar
kaumnya. Berkatalah kaum munafik: “celakalah orang-orang yang ada dikampung itu
karena ada orangorang yang meninggalkan diri yang tidak turut berjihad bersama
Rasulullah SAW”. Maka turunlah ayat ini (Q.S at-Taubah : 122) yang membenarkan
orangorang yang meninggalkan diri (tidak ikut berperang) untuk memperdalam ilmu dan
menyebarkan kepada kaumnya.
Dalam riwayat Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari „Abdullh bin „Ubaid bin
„umar dikemukakan bahwa kaum Mukminin, karena kesungguhannya ingin berjihad,
apabila diseru oleh Rasulullah SAW untuk berangkat ke medan perang, mereka serta merta
berangkat meninggalkan Nabi SAW beserta orang-orang yang lemah. Ayat ini QS at-
Taubah:122 turun sebagai larangan kepada kaum Mukminin serta merta berangakat
seluruhnya, tapi harus ada yang menetap untuk memperdalam pengetahuan agama8.
Anjuran yang demikian gentar, pahala yang demikian besar bagi yang berjihad serta
kecaman yang sebelumnya ditujukan kepada yang enggan menjadikan kaum beriman
berduyun-duyun dan dengan penuh semangat maju ke medan perang. Ini tidak pada
tempatnya, karena ada arena perjuangan yang lain yang harus dipukul9.

‫ون ِليَ ْن ِف ُروا كَافَّ ًة‬


ًَ ُ‫َان ا ْل ُم ْؤ ِمن‬
ًَ ‫َو َما ك‬
“tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang).

8
K.H.Q Shaleh, Asbabun Nuzul, (Bandung: CV diponegoro,2002), Cet ke-10 h.58
9
M. Quraish Shihab, op, cit., h. 749
Menurut Al-Maraghi tidak patut bagi orang-orang mukmin, dan juga tidak dituntut
supaya mereka seluruhnya berangkat menyertai setiap utusan perang yang keluar menuju
medan perjuangan. Karena, perang itu sebenarnya fardu kifayah, yang apabila telah
dilaksanakan oleh sebagian maka gugurlah yang lain, bukan fardhu „ain, yang wajib
dilakukan setiap orang10.
Sebagian berpendapat bahwa maksudnya adalah orang-orang Arab kampung yang
diutus Rasulullah SAW untuk mengajar orang-orang tentang Islam.Ketika turun ayat ini
mereka pun meninggalkan pelosok perkampungan dan mendatangi Rasulullah karena takut
termasuk orang yang tidak ikut berperang bersama beliau, sebagaimana dalam ayat
ini.Allah lalu menurunkan ayat tersebut dan tidak menginginkan kepergian mereka dari
perkampungan menuju Madinah. Sebagian berpendapat bahwa maknanya adalah, orang-
orang mukmin hendaklah tidak berangkat semua untuk memerangi musuh dan
meninggalkan Nabi SAW sendirian.
Menurut Al-Qurthubi, “sepatutnya orang-orang mukmin itu” maksudnya adalah
perintah jihad bukanlah fardhu ain, melainkan fardhu kifayah, karena jika setiap orang
pergi berjihad, maka tidak akan ada lagi generasi muda. Oleh karena itu sebaiknya ada satu
kelompok pergi berjihad dan kelompok lain menetap untuk mendalami ilmu agama serta
menjaga kaum wanita11.
Adapula ulama yang menyebutkan riwayat yang menyatakan bahwa ketika Rasul
saw tiba kembali di Madinah, beliau mengutus pasukan yang terdiri dari beberapa orang
ke beberapa daerah. Banyak sekali yang ingin ikut dalam pasukan kecil itu, sehingga jika
diturutkan, maka tidak akan tinggal di Madinah bersama Rasul kecuali beberapa gelintir
orang. Ayat ini menuntun kamu muslimin untuk berbagi tugas, yang selama ini dianjurkan
agar bergegas menuju medan perang sehingga tidak tersisa lagi yang melaksanakan tugas-
tugas yang lain. Yakni di antara mereka beberapa orang dari golongan itu untuk
bersungguh-sungguh memperdalam pengetahuan tentang agama, sehingga mereka dapat

10
Al-Maragi, op, cit., h.85
11
Al Qurthubi, op, cit., h.731
memperoleh manfaat untuk diri mereka sendiri dan untuk orang lain dan juga untuk
memberi peringatan pada kaum mereka12.
Al-Maragi berpendapat bahwa sebaiknya segolongan saja atau sekelompok kecil
saja yang berangkat ke medan perang, dengan maksud supaya orang-orang mukmin
seluruhnya dapat mendalami agama mereka88. Artinya agar tujuan utama dari orang-orang
yang mendalami agama itu ingin membimbing kaumnya, mengajari mereka dan memberi
peringatan kepada mereka tentang akibat kebodohan dan tidak mengamalkan apa yang
mereka ketahui, dengan harapan supaya mereka takut kepada Allah dan berhati-hati
terhadap akibat kedzhaliman13.
Ayat di atas menggaris bawahi motivasi memperdalam pengetahuan bagi mereka
yang dianjurkan untuk memperdalam pengetahuan agama, sedang motivasi utama mereka
yang berperang bukanlah memperdalam ilmu pengetahuan. Peringatan yang didapatkan
oleh mereka yang berperang adalah hasil dari memperdalam pengetahuan, karena mereka
yang berperang pastilah sedemikian sibuk menyusun startegi dan menangkal serangan,
mempertahankan diri sehingga tidak mungkin ia dapat memperdalam pengetahuan
agama.14
Hukum menuntut ilmu yaitu
1) Fardhu kifayah, seperti memperoleh hak-hak, menegakkan (hukum) hudud, dan
melerai dia orang yang bertengkar. Hal-hal demikian tidak harus dipelajari oleh
setiap individu, karena hanya akan mengurangi hal-hal yang lebih penting dalam
hidupnya. Oleh karena itu, perlu pembagian dalam menangani hal-hal tersebut
sesuai dengan kemampuan yang diberikan.

Menuntut ilmu memiliki keutamaan yang mulia. Sabda Nabi SAW yang menyebutkan
bahwa para malaikat akan menaungi penuntut ilmu dengan sayapnya memiliki dua
pengertian yaitu:

1). Malaikat merahmatinya, sebagaimana Allah mewasiatkan kepada anak-anak untuk


berbuat baik kepada orang tua mereka. Maksudnya adalah untuk bersikap tawadhu
(rendah hati) kepada mereka.

12
Shihab, op, cit., h.749
13
Al Maragi, op, cit., h. 86
14
Shihab, op, cit., h. 752
2). Malaikat membentangkan sayapnya, seperti yang disebutkan dalam riwayat, bahwa
para malaikat membentangkan sayapnya. Atau apabila para malikat melihat orang
menuntut ilmu karena mengharap ridha Allah, maka malaikat akan mengembangkan
sayapnya untuk melindunginya dari segala kesusahan yang dia hadapi selama
menuntut ilmu. Oleh karena itu, dengan naungan para malaikat, maka jarak yang jauh
terasa dekat. Dan dia tidak akan terkena musibah dalam perjalanan, seperti sakitm
kekurangan harta, dan tersesat dijalan15

E. Tafsir ayat ke 90,91 surat-al nahl


1. Sejarah Surat An-Nahl dan Asbabun Nuzul Ayat.
a. Sejarah Surat An-Nahl
Surat An-Nahl terdiri dari 128 ayat. Mayoritas ulama menilainya Makkiyyah, yakni
turun sebelum Nabi Muhammad SAW., berhijrah ke Madinah. Nama An-Nahl terambil
dari kata ‫ حيل الن‬yang disebut pada ayat 68 surat ini. Hanya sekali itulah al-Qur’an
menyebutnya. Ada juga ulama yang menamainya surat an-Ni’am, karena banyak
nikmat Allah yang diuraikan di sini16
Sebagaimana umumnya surat-surat yang turun di Mekkah, yaitu suratsurat yang
turun sebelum hijrah, mengandung soal-soal ketauhidan, kerasulan dan kepastian akan
datangnya hari kiamat. Kemudian, dalam surat ini terdapat ancaman-ancaman terhadap
orang-orang yang mendustakan kebenaran al-Qur’an. Pada awal surat ini, menegaskan
kepastian datangnya hari kiamat itu dan pertanggung-jawaban mereka terhadap amal
perbuatan yang betul-betul akan diminta17.
Al-Biqa’i berpendapat bahwa tujuan pokok dan tema utama surah AnNahl adalah
membuktikan kesempurnaan kuasa Allah dan keluasan ilmuNya, dan bahwa Dia bebas
bertindak sesuai kehendak-Nya lagi tidak disentuh oleh sedikit kekurangan pun. Yang

15
Al Qurthubi, op, cit., h.733-738
16
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Volume 6, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 517
17
Zaini Dahlan dkk, Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid V Juz 13-14-15, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1991), h.
326
dapat menunjukkan makna ini adalah sifat dan keadaan An-Nahl, yakni “lebah” yang
sungguh menunjukkan pemahaman yang dalam serta keserasian yang mengagumkan.

Keajaibannya juga terlihat pada jenisnya. Ia tidak hanya terdiri dari jantan dan
betina, tetapi juga yang tidak jantan dan tidak betina18
Di dalam surat ini, ditekankan tentang perlengkapan-perlengkapan dalam
pergaulan hidup dengan sesama manusia. Bagaimana harus berlaku adil, berbuat ihsan
dengan sesama, bersedia berkorban untuk menolong orang lain, keteguhan memegang
janji dan setia kepada apa yang telah dijunjung tinggi bersama19.
Adapun persesuaian surat ini dengan surat yang lalu, ialah di akhir surat yang lalu
Allah menerangkan tentang keadaan orang-orang yang mengolok-olokkan Rasul dan
mendustakannya dan mereka semua akan ditanya di akhirat. Yang memberikan
pengertian bahwa mereka semua akan dikumpulkan di hari kiamat dan akan diminta
pertanggungjawaban terhadap segala perbuatan mereka di dunia.20
Pendapat as-Suyuthi yang menyatakan bahwa “surah yang terdahulu merupakan
pengantar bagi surah sesudahnya”, berarti surah An-Nahl ini adalah pengantar bagi
surah al-Isra’. Lebah dipilih untuk menjadi pengantar uraian yang berkaitan dengan
manusia seutuhnya, karena seorang mukmin atau katakanlah manusia yang utuh,
diibaratkan oleh Rasul SAW., bagaikan “lebah”, tidak makan kecuali yang baik dan
indah. Seperti kembang-kembang tidak menghasilkan kecuali yang baik dan
bermanfaat seperti madu yang merupakan minuman dan obat bagi aneka penyakit,
tidak hinggap di tempat yang kotor, tidak mengganggu kecuali ada yang
mengganggunya, dan jika menyengat sengatannya pun menjadi obat21.

18
M. Quraish Shihab, Ibid., h. 518-519
19
Hamka, Tafsir Al-Azhar Juzu’ 13-14-15-16-17, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), h. 213
20
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Al-Bayan: tafsir penjelas Al Qur-anul Karim, (Semarang: Pustaka
Rizki Putra, 2002), h. 601
21
6M. Quraish Shihab, Ibid., h. 519
b. Asbabun Nuzul
Ayat Asbabun Nuzul ialah, kejadian yang terjadi di zaman Nabi SAW., atau
pertanyaan yang dihadapkan kepada Nabi, sehingga turunlah satu atau beberapa
ayat dari Allah SWT., yang berhubungan dengan kejadian itu, atau sebagai jawaban
atas pertanyaan itu, baik peristiwa pertengkaran atau merupakan kesalahan yang
dilakukan. Bahkan suatu peristiwa atau suatu keinginan yang baik. Ayat-ayat al-
Qur’an dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Ayat-ayat yang ada sebab nuzulnya.
2) Ayat-ayat yang tidak ada sebab nuzulnya.
Dengan demikian, ada ayat al-Qur’an yang diturunkan sesudah didahului sesuatu
sebab dan ada ayat yang diturunkan tanpa didahului oleh sebab22.
Mengenai asbabun nuzul pada surat An-Nahl ayat 90-91, hanya terdapat pada ayat
91. Ketika itu, Rasulullah apabila menerima seseorang memeluk agama Islam,
langsung dibaiat (diadakan janji setia). Ayat ke-91 diturunkan untuk memberi perintah
agar kaum muslimin berbaiat kepada Rasulullah SAW., yakni berjanji setia untuk
mempertahankan panji-panji Islam dan memeluk Islam dengan penuh konsekuen23.
c. Teks Ayat dan Terjemahnya.

َ ‫ان َو ِإيتَاء ذِي ْالقُ ْر َبى َو َي ْن َهى‬


‫ع ِن‬ ِ ‫س‬ ِ ‫ّللاَ َيأ ْ ُم ُر ِب ْال َع ْد ِل َو‬
َ ‫اإل ْح‬ ‫ِإ َّن ه‬
ُ ‫ْالفَ ْحشَاء َو ْال ُمن َك ِر َو ْالبَ ْغي ِ يَ ِع‬
‫ظ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم‬
﴾٩٠﴿ َ‫تَذَ َّك ُرون‬

22
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Ilmu-Ilmu Al Qur-an Ilmu-Ilmu Pokok dalam Menafsirkan Al Qur-
an, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2002), h. 18-19
23
A. Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul Studi Pendalaman Al-Qur’an, (Jakarta: PT RajaGrafindo, 2002), Cet. 1, h. 533
‫ضوا ٱْلَي َم ٰـنَ بَعدَ تَو ِكي ِدهَا َوقَد‬ َ ‫َوأَوفُوا بِعَه ِد ٱّللِ ِإذَا‬
ُ ُ‫ع ٰـ َهدتُّم َو َل تَنق‬
٩١ َ‫علُون‬َ ‫يل ۚ ِإن ٱّللَ َيعلَ ُم َما تَف‬ً ‫علَي ُكم َك ِف‬
َ َ‫َج َعلت ُ ُم ٱّلل‬
“Sesungguhnya Allah memerintahkan berlaku adil dan berbuat ihsan, pemberian kepada
kaum kerabat, dan Dia melarang berbuat keji, kemunkaran, dan penganiayaan. Dia
memberi pengajaran kepada kamu agar kamu dapat selalu ingat”. “Dan tepatilah
perjanjian Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-
sumpah sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksi
atas diri kamu. Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat”.
(AnNahl: 90-91)
F. Tafsir ayat ke 28 surat saba

ً‫اس ًَّل يَ ْعلَ ُم ْو َن‬ ًَّ ‫ش ْيرا َّونَ ِذ ْيرًا َّو ٰل ِك‬
ً ِ َّ‫ن ا َ ْكث َ ًَر الن‬ ً ِ َّ‫س ْل ٰنكًَ ا ًَِّّل ك َۤافَّةً ِلِّلن‬
ِ َ‫اس ب‬ َ ‫َو َماً ا َ ْر‬
“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai
pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia
tiada mengetahui”. (QS. Saba' ayat 28)

Ayat ini menjelaskan bahwasannya Allah mengutus nabi Muhammad SAW


sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan.
- Pembawa kabar gembira : bagi orang- orang yang menantimu dengan surga
- Memberikan ancaman : bagi orang yang bermaksiat kepadamu dengan neraka
Ayat tersebut menjelaskan bahwa tujuan pendidikan adalah agar manusia mau
melakukan amar ma’ruf nahi mungkar. dengan adanya ilmu dan pendidikan manusia akan
menyadari segala kewajibannya, manusia akan mengetahui apa yang akan ia dapatkan jka ia
menjalankan perintah Allah SWT, bahwa Rasulullah diturunkan ke dunia untuk memberikan
kabar gembira bagi orang- orang yang beriman dan ancaman bagi orang-orang yang
bermaksiat.24

24
Maraghi (al), Ahmad Musthafa. 1989. Tafsir Al-Maraghi. Semarang. CV. Toha Putra Semarang
G. Tafsir ayat ke 56,58 surat al-dariyate.tafsir ayat ke 29

ِ ‫نس ِإ ًَّّل ِل َي ْعبُد‬


ً‫ُون‬ ِ ْ ‫ن َو‬
ًَ ‫اْل‬ ًَّ ‫* َو َما َخلَ ْقتًُ ا ْل ِج‬
ًُ‫ق ذُو ا ْلقُ َّو ًِة ا ْل َمتِين‬ ًُ ‫الر َّزا‬َّ ‫للاَ ُه ًَو‬
ً ‫ن‬ ًَّ ِ‫*إ‬
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan Manusia melainkan supaya mereka
menyembah-Ku.sesunguhya allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang Mempunyai
Kekuatan lagi Sangat Kokoh.”

Qs. Al-Dzariyat ayat 56 menjelaskan ancaman Allah SWT bahwa Allah menciptakan
jin dan manusia untuk beribadah kepadanya sehingga orang yang mengaku beriman kepada
Allah tidak akan rela jika hidupnya hanya menganggur saja. selama nyawa di kandung
badan manusia harus ingat tidak ada waktu yang boleh kosong dari pengabdian jadikan
seluruh kehidupan untuk ibadah.25
Allah memerintahkan manusia dan jin untuk beribadah bukanlah karena Allah butuh
melainkan karena Allahlah satusatunya yang pantas diibadahi. dan jika manusia
menyembah kepada selain Allah maka kemurkaanNya akan datang.
Jalal menyatakan bahwa sebagian orang mengira ibadah itu terbatas pada menunaikan
shalat, shaum pada bulan Ramadhan, mengeluarkan zakat, ibadah Haji, serta mengucapkan
syahadat. Tetapi sebenarnya ibadah itu mencakup semua amal, pikiran, dan perasaan yang
dihadapkan (atau disandarkan) kepada Allah. Aspek ibadah merupakan kewajiban orang
islam untuk mempelajarinya agar ia dapat mengamalkannya dengan cara yang benar.
Ibadah ialah jalan hidup yang mencakup seluruh aspek kehidupan serta segala yang
dilakukan manusia berupa perkataan, perbuatan, perasaan, pemikiran yang disangkutkan
dengan Allah. Tujuan pendidikan di sini adalah agar manusia menyembah Allah dan

25
Muhammad, Abu bakar. 1997. Hadis Tarbawi. Surabaya. Karya Abditama
beribadah pada Nya baik dalam hablumminallah maupun hablumminannas. 26
Dengan ilmu dan pendidikan manusia akan dapat menyadari siapa dirinya, untuk apa
ia diciptakan, bagaimana penciptaannya, kekuasaan Sang Pencipta sehingga mereka hanya
akan menyembah Allah. Selanjutnya, Qs al-Dzariyat ayat 58 menjelaskan bahwasnnya
Allah- lah Sang Pemberi Rezeki yang memiliki kekuatan lagi sangat kokoh. maksudnya
sesungguhnya Allah SWT telah menciptakan hamba-hambanya agar mereka mengabdi
kapadaNya dengan tidak menyekutukanNya dengan yang lain. dan bahwasannya Dia tidak
memiliki kepentingan apa-apa terhadap mereka, justru merekalah yang sangat
membutuhkannya selama-lamanya, karena Dialah yang telah menciptakan dan
memberikan rezeki kepada mereka. 27
baik itu berbentuk hujan, kesuburan, maupun harta sehingga manusia tidak berhak
menyembah selain Allah. Tujuan pendidikan di sini adalah agar manusia menyadari bahwa
hanya Allah Sang Pemberi Rizki dan manusia tidak layak menyembah selain kepada Nya.

26
Shaleh, A.A. Dahlan, Asbab an-Nuzul Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-ayat al-Qur’an. Bandung: Penerbit
Diponegoro. 2000.
27
Shihab, M. Quraish. Membumikan al-Qur’an. Bandung: Mizan. 1994
BAB II
PENUTUP

A.Kesimpulan
setiap proses pendidikan harus dilakukan secara sadar dan memiliki tujuan. Tujuan
pendidikan secara umum adalah mewujudkan perubahan positif yang diharapkan ada pada
peserta didik setelah menjalani proses pendidikan, baik perubahan pada tingkah laku individu
dan kehidupan pribadinya maupun pada kehidupan masyarakat dan alam sekitarnya di mana
subjek didik menjalani kehidupan.
Tujuan pendidikan menurut al-Qur‟an adalah membina manusia secara pribadi dan
kelompok sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya.

B.Saran

Demikianlah makalah ini penulis susun, semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.
Dalam penulisan ini kami sadari masih banyak kekurangan dan kesalahan sehingga kami
mengharapkan saran dan kritik untuk menyempurnakan makalah kami ini.
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-teori Pendidikan Berdasarkan al-Quran, (Jakarta: Rineka


Cipta, 2005), h. 132
4Mohammad Ansyar, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, (Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi, 1989), h. 93-94

Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h. 29

H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam: Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan
Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), h. 223

M.Suardi, Pengantar pendidikan teori dan aplikasi,(Jakarta: PT Indeks, 2010),

K.H.Q Shaleh, Asbabun Nuzul, (Bandung: CV diponegoro,2002), Cet ke-10 h.58

M. Quraish Shihab, op, cit., h. 749

Al-Maragi, op, cit., h.85

Al Qurthubi, op, cit., h.731

Shihab, op, cit., h.749

Al Maragi, op, cit., h. 86

Shihab, op, cit., h. 752

Al Qurthubi, op, cit., h.733-738

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Volume 6, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 517

Zaini Dahlan dkk, Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid V Juz 13-14-15, (Yogyakarta: PT. Dana
Bhakti Wakaf, 1991), h. 326
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Ilmu-Ilmu Al Qur-an Ilmu-Ilmu Pokok dalam
Menafsirkan Al Qur-an, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2002), h. 18-19

A. Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul Studi Pendalaman Al-Qur’an, (Jakarta: PT RajaGrafindo,


2002), Cet. 1, h. 533

Maraghi (al), Ahmad Musthafa. 1989. Tafsir Al-Maraghi. Semarang. CV. Toha Putra Semarang

Muhammad, Abu bakar. 1997. Hadis Tarbawi. Surabaya. Karya Abditama

Shaleh, A.A. Dahlan, Asbab an-Nuzul Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-ayat al-Qur’an.
Bandung: Penerbit Diponegoro. 2000

Shihab, M. Quraish. Membumikan al-Qur’an. Bandung: Mizan. 1994

Anda mungkin juga menyukai