PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Apa Dasar dan Tujuan Pendidikan Islam?
2. Bagaimana Tanggung Jawab Pendidikan Islam?
3. Apa Saja Kriteria Keberhasilan Pendidikan Islam?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Dasar dan Tujuan Pendidikan Islam
2. Untuk Mengetahui Tanggung Jawab dari Pendidikan Islam
3. Untuk Mengetahui Kriteria Keberhasilan Pendidikan Islam
1
BAB II
PEMBAHASAN
1. Al-Quran
1
Mahyuddin Barni, “Dasar Dan Tujuan Pendidikan Islam,” Al Banjari, 2008.
2
Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam (Alma’arif, 1980).
2
maupun di akhirat. Allah berfirman dalam surat Al-An’an ayat 38 dan surat An-
Nahl ayat 89.
َٰٓط
َو َم ا ِم ن َد ٓاَّبٍة ِفى ٱَأْلْر ِض َو اَل ِئٍر َيِط يُر ِبَج َناَح ْيِه ِإٓاَّل ُأَم ٌم َأْم َثاُلُك مۚ َّم ا َفَّر ْطَنا
ِفى ٱْلِكَٰت ِب ِم ن َش ْى ٍء ۚ ُثَّم ِإَلٰى َر ِّبِهْم ُيْح َش ُروَن
Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang
terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah
Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka
dihimpunkan. (Q.S Al-An’am ayat 38)
َِلْلُم ْس ِلِم ين َو َنَّز ْلَنا َع َلْيَك ٱْلِكَٰت َب ِتْبَٰي ًنا ِّلُك ِّل َش ْى ٍء َو ُهًدى َو َر ْح َم ًة َو ُبْش َر ٰى
3
Barang siapa mempelajari suatu ilmu yang tidak mencari keridhaan Allah,
tetapi hanya untuk mendapatkan nilai-nilai material dari kehidupan dunia, ia
tidak akan mencium harumnya surga (HR. Ahmad, Abu Daud, Ibn Majah)
Barang siapa yang ditanya tentang suatu ilmu yang diketahuinya, lalu ia
menyembunyikannya, maka ia dikekang pada hari kiamat dengan kekangan
dari neraka. (HR. Ahmad, Abu Daud, dan al-Tarmidzi)
Barang siapa melewati suatu jalan untuk mencari ilmu, Allah memudahkan
untuknya jalan ke surga (HR. Muslim)
Abuddin Nata, dalam pandangannya, mengklasifikasikan nilai-nilai yang
terdapat dalam al-Qur'an dan al-Hadits menjadi dua jenis, yaitu nilai dasar
(intrinsic) dan nilai instrumental. Nilai dasar merupakan nilai yang ada dengan
sendirinya dan bukan sebagai prasyarat atau alat bagi nilai yang lain. Sementara
itu, nilai instrumental merupakan nilai yang menjadi prasyarat dan alat bagi nilai
yang lain. Adapun nilai-nilai dasar pendidikan Islam terdiri dari tauhid,
kemanusiaan, kesatuan umat, keseimbangan, dan rahmatan lil alamin.3
3
Barni, “Dasar Dan Tujuan Pendidikan Islam.”
4
Imam Syafe’i, “Tujuan Pendidikan Islam,” Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam 6, no. 2 (2015):
151–66.
4
kebudayaan, serta layak untuk menjadi khalifah di bumi. Tujuan umum ini
mencakup pemahaman, penghayatan, ketrampilan, dan pengertian dalam berbuat.
Oleh karena itu, terdapat tujuan umum yang berbeda untuk tingkat sekolah
permulaan, sekolah menengah, sekolah lanjutan, dan perguruan tinggi, serta ada
pula untuk sekolah umum, sekolah kejuruan, lembaga pendidikan, dan lain
sebagainya.5
Di samping tujuan-tujuan tersebut, ada sepuluh macam tujuan khas/khusus
dalam pendidikan Islam, yaitu:
a. Memperkenalkan kepada peserta didik tentang aqidah Islam, dasar-dasar
agama, tata cara beribadat dengan benar yang bersumber dari syariat Islam;
5
Allah, para malaikat, kitab-kitab suci, para nabi, hari akhirat, dan takdir Allah.
Allah SWT menegaskan dalam Surat An-Nisa’/4: 136 yang Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman! Tetaplah beriman kepadaAllah dan
rasul-Nya (Muhammad) dan kepada kitab (Al-Qur’an) yang diturunkan
kepada rasul-Nya serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Barang siapa
yang ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-
rasul-Nya dan hari kemudian maka sungguh orang itu telah tersesat sangat
jauh.”
6
kepada manusia. Akallah yang dapat berpikir tentang trilogi metafisik;
Allah,alam dan manusia. Akal terbagi empat. 1). Akal materil, 2). Akal bakat.
3). Akal aktuil dan akal mustafad. Akal materil maksudnya adalah akal yang
dapat menjelaskan secara deskriptif (apa adanya). Akal bakat adalah akal yang
sudah mulai menangkap dan menterjemahkan. Akal aktuil akal yang dapat
menjelaskan dan menterjemahkan. Sedang akal mustafad ialah akal yang tidak
hanya mampu menjelaskan, memahami tetapi sudah dapat menafsirkan secara
sempurna. Karena itu, dalam pandangan para filosof tanpa bantuan wahyu akal
mustafad dapat menjelaskan kebenaran yang hakiki. Berbeda dengan
pandangan para ahli ilmu kalam bahwa akal manusia tidaklah dapat
menjelaskan kebenaran secara mutlak tanpa bantun wahyu, di sinilah
pentingnya Allah mengutus para nabi untuk menjelaskan kebenaran-kebenaran
mutlak.
5. Tanggung jawab pendidikan jiwa. Kata jiwa adalah kata dalam Bahasa
Indonesia. Kata yang digunakan oleh Al-Qur’an adalah an-Nafs. Jiwa terdiri
dari tiga bagian, yaitu: 1). Jiwa al-Lawwamah. 2). Jiwa al-Mutmainnah dan 3).
Jiwa al-Amarah. Jiwa al-Lawwamah adalah jiwa yang selalu menyesal
terhadap dirinya sendiri. Sebagai contoh, ketika manusia meninggalkan ibadah
salat dan lupa, maka akan terdapat penyesalan dalam dirinya. Jiwa al-
Mutmainnah adalah jiwa yang tenang dan akan kembali kepada Tuhan,
sedangkan jiwa amarah adalah jiwa yang memiliki kecenderungan pada
keburukan. Apa tanggung jawab pendidikan jiwa? Pertama, mendampingi
manusia untuk bersyahadah, yaitu menyatakan bahwa tidak ada Tuhan selain
Allah dan Nabi Muhammad Saw adalah utusan Allah. Kedua, membimbing
dan mengisi jiwa dengan pendidikan agama, tausiyah dan zikir (tasbih)
sehingga jiwa menjadi tenang.
6. Tanggung jawab pendidikan sosial. Sosial di sini dipahami adalah masyarakat
yang terdiri atas gabungan beberapa individu, keluarga dan kelompok.
Tanggung jawabnya adalah pembentukan kepribadian yang utuh, sehat jasmani
dan rohani. Tanggung jawab lain dari pendidikan sosial ialah mengajak
manusia kepada trilogi menyeru yaitu menyeru kepada jalan kebaikan,
7
menyeru kepada makruf dan nahi mungkar. Landasannya Q.S. Ali Imran/3:
104, sebagai berikut:
Artinya: Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh berbuat makruf dan mencegah dari yang
mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.
Dalam perspektif Islam, serangkaian tiga hal ini akan menghasilkan suatu
masyarakat yang dipenuhi dengan nilai-nilai kebajikan, beriman, taqwa, dan
berakhlak terpuji, baik dalam lingkup keluarga, komunitas, bangsa, dan negara. Di
sisi lain, masyarakat yang dapat mencegah perilaku buruk yang semakin
merajalela di masyarakat saat ini. Oleh karena itu, terbentuklah suatu masyarakat
yang ideal.7
C. Kriteria Keberhasilan Pendidikan Islam
Secara umum kriteria keberhasilan pembelajaran adalah: (1) keberhasilan
peserta didik menyelesaikan serangkaian tes, baik tes formatif, tes sumatif,
maupun tes ketrampilan yang mencapai tingkat keberhasilan rata-rata 60%; (2)
setiap keberhasilan tersebut dihubungkan dengan standar kompetensi dan
kompetensi dasar yang ditetapkan oleh kurikulum, tingkat ketercapaian
kompetensi ini ideal 75%; dan (3) ketercapaian keterampilan vokasional atau
praktik bergantung pada tingkat resiko dan tingkat kesulitan. Ditetapkan idealnya
sebesar 75 %. Penyusunan kriteria keberhasilan pendidikan Islam secara
operasional dapat mengikuti taksonomi tujuan pendidikan yang dikembangkan
oleh Benjamin S. Bloom dan kawan-kawan, yang mendasarkan tujuan pendidikan
atas 3 (tiga) domain, yaitu : 1) Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi
perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan,
pengertian, dan keterampilan berpikir. 2) Affective Domain (Ranah Afektif) berisi
perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat,
sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri. 3) Psychomotor Domain (Ranah
Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan
motorik seperti shalat, wudhu, memandikan jenazah.8
7
Afrahul Fadhila Daulai, “Tanggung Jawab Pendidikan Islam,” Al-Irsyad: Jurnal Pendidikan Dan
Konseling 7, no. 2 (2019).
8
Nana Sudjana, “Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar,” 2010.
8
Taksonomi Bloom adalah sebuah taksonomi yang diciptakan untuk
kepentingan pendidikan. Taksonomi ini pertama kali dikembangkan oleh
Benjamin S. Bloom pada tahun 1956. Dalam konteks ini, tujuan pendidikan dibagi
menjadi beberapa domain atau wilayah, dan setiap wilayah tersebut dipecah lagi
menjadi sub-wilayah yang lebih terperinci berdasarkan urutannya. Beberapa
istilah lain yang mengacu pada ketiga wilayah tersebut termasuk cipta, rasa, dan
karsa, seperti yang diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantoro. Selain itu, terdapat
juga istilah penalaran, penghayatan, dan pengamalan. Tiap wilayah kemudian
dibagi lagi menjadi beberapa kategori dan sub-kategori yang diatur secara
hirarkis, mulai dari perilaku yang sederhana hingga perilaku yang paling
kompleks. Setiap tingkat perilaku diasumsikan mencakup perilaku dari tingkat
yang lebih rendah, seperti dalam wilayah kognitif, di mana untuk mencapai
pemahaman yang berada di tingkat kedua, pengetahuan dari tingkat pertama juga
diperlukan. Taksonomi ini banyak digunakan oleh para ahli pendidikan, termasuk
dalam pendidikan Islam.9
Walaupun banyak ahli pendidikan mengikuti taksonomi S. Bloom dan
rekan-rekannya, tetapi perlu dipertimbangkan kembali. Kriteria ini hanya
memperhatikan sejauh mana siswa berhasil mengembangkan dimensi kognitif,
afektif, dan psikomotorik. Namun, pendidikan Islam tidak hanya terbatas pada
ketiga dimensi ini, tetapi juga membutuhkan dimensi lain yang lebih penting dan
belum dipelajari oleh Bloom, yaitu dimensi iman atau domain iman (Muhaimin,
Konsep Pendidikan Islam, hlm: 72). Domain iman sangat penting dalam
pendidikan Islam karena ajaran Islam meliputi tidak hanya hal-hal rasional, tetapi
juga hal-hal irrasional. Tujuan umum pendidikan Islam adalah membentuk
manusia Muslim yang sempurna, manusia yang taqwa, beriman, dan beribadah
kepada Allah.10 Di mana akal manusia tidak dapat memahaminya kecuali
didasarkan pada iman yang berasal dari al-Qur’an dan al-Hadits yang berisi
prinsip-prinsip ajaran agama Islam. Pendidikan Islam tidak hanya mengenal
empiris sensual dan empiris logis, tetapi juga empiris transcendental yang dapat
9
Unknown, “kriteria keberhasilan pendidikan islam,” Education Center, accessed May 3, 2023,
http://septianindi.blogspot.com/2013/06/normal-0-false-false-false-in-x-none-ar_4.html.
10
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam (Remaja Rosdakarya, 1992).
9
dipahami oleh domain iman manusia. Keberhasilan pendidikan Islam diukur tidak
hanya dari tiga dimensi (Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik), tetapi juga dari
sejauh mana keberhasilannya dalam mengembangkan domain iman. Ini
ditunjukkan dengan kesadaran identitas sebagai seorang mukmin yang mampu
menghadapi tantangan yang dapat menggoyahkan iman, serta selalu
meningkatkan kualitas keimanannya.11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
11
Unknown, “kriteria keberhasilan pendidikan islam.”
10
DAFTAR PUSTAKA
11