Anda di halaman 1dari 3

MENAKAR MARAKNYA FENOMENA DISPENSASI NIKAH

Kasus maraknya dispensasi pernikahan, karena kasus hamil di luar nikah pada anak yang
sempat menghebohkan di daerah merupakan fenomena gunung es. BKKBN Jawa Timur
melansir data yang mencengangkan, yakni ada 15.212 permohonan dispensasi pernikahan
dengan 80 di antaranya karena pemohon telah hamil. (suarapemerintah.id)
Berdasarkan data yang dirilis Pengadilan Agama (PA) Kelas IA Mojokerto, 449 remaja
mengajukan dispensasi kawin sepanjang 2022. Dari jumlah itu, 1 pemohon baru berusia 13
tahun atau kelas 6 sekolah dasar (SD). Kalau dipersentase banyak perempuannya yang
usianya di bawah 19 tahun. Sekitar 65 banding 35 persen. Yang perempuan mayoritas masih
usia pelajar, tidak banyak yang sudah lulus SMA, kata Humas PA Kelas IA Mojokerto
Supriyadi kepada detikJatim , Sabtu (4/2/2023). Supriyadi berpendapat terdapat sejumlah
faktor yang mendorong pernikahan dini. Mulai dari kekhawatiran para orang tua terhadap
pergaulan anak-anak mereka yang berpotensi terjadi kehamilan di luar nikah, hingga kondisi
remaja putri yang terlanjur hamil duluan sehingga terpaksa married by accident (MBA).

Ketua Komisi Perempuan, Remaja dan Keluarga (PRK) Majelis Ulama Indonesia (MUI),
Nyai Siti Ma'rifah menanggapi munculnya fenomena ratusan pelajar SMP dan SMA hamil di
luar nikah dan mengajukan dispensasi nikah ke pengadilan agama di Kabupaten Ponorogo,
Jawa Timur. Fenomena itu tentu membuat semua prihatin, dan bukan hal yang tidak mungkin
fenomena tersebut juga terjadi di daerah lainnya. Nyai Ma'rifah menjelaskan, menurut
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang sudah diubah menjadi
Undang Undang Nomor 16 Tahun 2019, usia bagi laki-laki dan perempuan yang akan
melangsungkan perkawinan minimal 19 tahun. Jika belum mencapai batas usia tersebut ingin
melangsungkan perkawinan, maka harus mendapat dispensasi dari pengadilan setempat.

Bukan angka prestasi, tetapi angka-angka itu terjadi lantaran banyak remaja hamil di luar
nikah. Dispensasi nikah pun menjadi solusi instan akibat pergaulan bebas yang kian bablas.
Siapakah pihak yang patut dipersalahkan atas fenomena miris ini? Dispensasi nikah tidak
akan terjadi jika pergaulan remaja terjaga.

--
Dispensasi nikah merupakan upaya bagi mereka yang ingin menikah namun belum
mencukupi batas usia untuk menikah yang telah ditetapkan oleh pemerintah, sehingga orang
tua bagi anak yang belum cukup umurnya tersebut bisa mengajukan dispensasi nikah ke
Pengadilan Agama melalui proses persidangan terlebih dahulu agar mendapatkan izin
dispensasi perkawinan. Singkatnya dispensasi nikah ini merupakan kelonggaran hukum bagi
mereka yang tidak memenuhi syarat sah perkawinan secara hukum positif, oleh karena itu
undang-undang memberikan kewenangan kepada pengadilan untuk memberikan dispensasi
nikah.
Undang-undang Perkawinan yang berlaku di Indonesia menunjukkan parameter kedewasaan
adalah ketika seseorang telah dipandang mampu untuk menikah dengan alasan bahwa
pernikahan merupakan wadah bagi seseorang yang memiliki kemampuan untuk memikul
tanggungjawab. Kedewasaan sebagai paramater cakap menikah tampaknya telah memicu
lahirnya silang pendapat yang mewujud pada persoalan perlu dan tidaknya usia perkawinan
ditentukan.
Pembahasan perkawinan anak memang kerap menjadi sorotan. Atas hal ini, pemerintah telah
merumuskan kebijakan pendewasaan usia perkawinan (PUP). Merujuk kebijakan tersebut,
usia ideal bagi laki-laki untuk menikah adalah minimal 25 tahun dan perempuan minimal 20
tahun. Berbagai alasan ilmiah pun turut menyertai kebijakan PUP.
Sayang, besarnya stimulus yang membangkitkan syahwat pada usia remaja seakan luput dari
perhatian. Padahal, pengaruh pergaulan bebas dan lingkungan sesungguhnya bisa memicu
stimulus syahwat pada usia muda. Terlebih pada era digital, sungguh mudah untuk
mengakses berbagai informasi maupun konten visual. Mudah sekali bagi remaja untuk
mengakses konten pornografi dan pornoaksi yang sangat berpengaruh pada pikiran dan
perilaku bebas mereka. Pada akhirnya, pembatasan usia perkawinan menjadi bumerang.
Akibatnya, dispensasi perkawinan pun marak akibat hamil di luar nikah.
Konsep seks aman ini telah memfasilitasi remaja untuk larut dalam pergaulan bebas dan seks
bebas asalkan tidak berujung kehamilan. Cara berpikir seperti ini sama sekali tidak
berorientasi pada upaya mewujudkan generasi sehat dan berkualitas. Sebaliknya, konsep
liberal akan menggiring generasi menuju pada kehancuran.
Pandangan liberal menjadikan remaja bebas berbuat semaunya, tidak ada standar halal-haram
dalam kehidupan mereka. Walhasil, pergaulan laki-laki dan perempuan tidak memiliki
batasan. Pamer aurat, ikhtilat, khalwat, dan tabaruj, menjadi pemandangan sehari-hari di
dunia remaja. Identitas hakiki mereka tergerus karena sekularisme. Oleh karenanya, generasi
muda kita harus diselamatkan dari kerusakan sistem hari ini.

--
Dalam kitab Nizham ijtima’i, Syekh Taqiyuddin an-Nabhani menjelaskan bahwa perkawinan
merupakan pengaturan hubungan antara unsur kelelakian (adz-dzakuurah/maskulinitas)
dengan unsur keperempuanan (al-unuutsah/feminitas). Dengan kata lain, perkawinan
merupakan pengaturan interaksi antara dua jenis kelamin dengan aturan khas.
Berbeda dengan sistem sekuler, Islam justru menganjurkan para pemuda yang telah mampu
untuk menikah. Rasulullah saw. bersabda, “Wahai para pemuda, siapa saja di antara kalian
yang telah mampu menanggung beban, hendaklah segera menikah. Sebab, pernikahan itu
lebih menundukkan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Siapa saja yang belum
mampu menikah, hendaklah ia berpuasa karena puasa adalah perisai baginya.” (Muttafaq
‘alaih).

Islam memiliki lapisan pelindung menjaga generasi dari paparan sekularisme, liberalisme,
dan hedonisme, yaitu pertama, negara menerapkan kurikulum berbasis akidah Islam.
Pendidikan dalam Islam bertujuan untuk membentuk kepribadian Islam, yakni pola pikir dan
pola sikap sesuai tuntunan Islam.
Kedua, menerapkan sistem sosial sesuai syariat Islam. Di antaranya, (1) Allah telah
menetapkan hubungan seksual (shilah jinsiyah) diharamkan untuk dilakukan sebelum
pernikahan (lihat QS Al-Isra: 32, An-Nuur: 2); (2) perintah menundukkan pandangan (lihat
QS An-Nuur: 30—31); (3) kewajiban menutup aurat bagi perempuan (lihat QS An-Nuur: 31
dan Al-Ahzab: 59); (4) kewajiban menjaga kesucian diri (lihat QS An-Nuur: 33); (5) larangan
khalwat; (6) larangan tabaruj bagi perempuan; (7) aturan safar bagi perempuan; dan (8)
perintah menjauhi perkara syubhat.
Ketiga, membiasakan suasana amar makruf nahi mungkar dalam kehidupan bermasyarakat.
Keempat, negara mencegah hal-hal yang merangsang naluri jinsiyah (seksual) seperti konten
pornografi-pornoaksi, tayangan TV, media sosial, dan sebagainya.
Kelima, menerapkan sistem sanksi Islam secara terpadu sebagai wujud tindakan preventif dan
kuratif. Juga sinergi tiga pilar (keluarga, masyarakat, dan negara) yang akan melindungi
remaja dari kerusakan jika Islam diterapkan secara kafah. [HA]

Anda mungkin juga menyukai