Anda di halaman 1dari 15

Filsafat ketuhanan

subjek perdebatan dalam filsafat agama

Filsafat Ket uhanan adalah pemikiran t ent ang Tuhan dengan pendekat an akal budi, yait u
memakai apa yang disebut sebagai pendekat an filosofis.[1] Bagi orang yang menganut agama
t ert ent u (t erut ama agama Islam, Krist en, Yahudi), akan menambahkan pendekat an wahyu di
dalam usaha memikirkannya.[1] Jadi Filsafat Ket uhanan adalah pemikiran para manusia dengan
pendekat an akal budi t ent ang Tuhan.[1] Usaha yang dilakukan manusia ini bukanlah unt uk
menemukan Tuhan secara absolut at au mut lak, t et api mencari pert imbangan kemungkinan-
kemungkinan bagi manusia unt uk sampai pada kebenaran t ent ang Tuhan.[2]

200
Penelitian tentang Allah dalam Ilmu Filsafat

Penelaahan t ent ang Allah dalam filsafat lazimnya disebut teologi filosofi.[3] Hal ini bukan
menyelidiki t ent ang Allah sebagai objek, t et api eksist ensi alam semest a, yakni makhluk yang
dicipt akan, sebab Allah dipandang semat a-mat a sebagai kausa pert ama, t et api bukan pada
diri-Nya sendiri, Allah sebenarnya bukan mat eri ilmu, bukan pula pada t eodise.[3] Jadi
pemahaman Allah di dalam agama harus dipisahkan Allah dalam filsafat .[3] Namun pendapat ini
dit olak oleh para agamawan, sebab dapat menimbulkan kekacauan berpikir pada orang
beriman.[3] Maka dit empuhlah cara ilmiah unt uk membedakan dari t eologi dengan menyejajarkan
filsafat ket uhanan dengan filsafat lainnya (Filsafat manusia, filsafat alam dll).[3] Maka para
filsuf mendefinisikannya sebagai usaha yang dilakukan unt uk menilai dengan lebih baik, dan
secara refleksif, realit as t ert inggi yang dinamakan Allah it u, ide dan gambaran Allah melalui
sekit ar diri kit a.[3]

Agama: Studi tentang tabiat Allah dan kepercayaan

Ide t ent ang Allah pada orang beragama secara umum biasanya dijelaskan dalam t abiat Allah;
"Yang Maha Tinggi" (Anselmus mengat akan: "Allah adalah sesuat u yang lebih besar dari
padanya t idak dapat dipikirkan manusia)Yang Maha Besar, Yang Maha Kuasa, Yang Maha Baik
dan sebagainya.[1][3][4] Menurut Anselmus, ajaran-ajaran krist iani bisa dikembangkan dengan
rasional, jadi t anpa bant uan ot orit as lain (Kit ab Suci, wahyu, ajaran Bapa Gereja).[1] Bahkan ia bisa
menjelaskan eksist ensi Allah dengan suat u argumen yang bisa dit erima bahkan juga oleh
mereka yang t idak beriman.[1] Eksist ensi Allah dimulai dari pikiran manusia yang menerima
begit u saja ajaran agama, t et api juga menanyakannya dari siapa dan mengapa dirinya ada, alam
alam, dan Allah sendiri bisa dit erima adanya.[2]

Beberapa sikap orang beriman dalam mencari pencerahan akan adanya Allah:

Manusia yang menerima begit u saja dikarenakan ajaran t urun-t emurun dari para pendahulunya,
manusia dit ekankan harus percaya, bahkan t anpa bert anya.[2]

Manusia mulai bert anya mengapa dirinya ada?[2] Mengapa alam ada?[2]

Kemudian menanyakan Allah t erkait ; siapa, isinya, dan mengapa Dia ada?[2]

Semua jawaban it u akan dijawab oleh para ahli dalam bidang yang disebut t eologi; t heos dan
logos, ilmu t ent ang hubungan manusia dan cipt aan dengan Allah.[2] Jawaban-jawabannya bisa
sangat beragam, t ergant ung agama dan kepercayaan yang mana yang memberikan jawaban.[2]
Namun set idaknya ada beberapa kesimpulan yang mereka berikan sebagai jawaban:
- Allah ada, dan adanya Allah it u dapat dibukt ikan secara rasional juga;
- Allah ada, t et api t idak
dapat dibukt ikan adanya;
- t idak dapat diket ahui apakah Allah benar-benar ada;
- Allah t idak
ada, dan ket ent uan ini dapat dibukt ikan juga.[2]

Oleh karena it u filsafat berusaha membukt ikan keyakinan-keyakinan manusia it u melalui


berbagai jalan; met afisika, empirisme, rasionalisme, posit ivisme, spirit ualisme dll.[2]

Teisme

Teisme adalah paham yang mempercayai adanya Tuhan.[2] Berasal dari bahasa Yunani
Θεός=Teos dan νόμος=hukum=at uran=paham, jadi sebuah at uran at au paham t ent ang Tuhan
at au pengakuan adanya Tuhan.[2]

Di bawah ini beberapa pemikir yang mempercayai adanya Allah, maka dengan begit u mereka
past i orang beragama:

Santo Agustinus(354-430)

Sant o Agust inus percaya bahwa Allah ada dengan melihat sejarah dari drama pencipt aan, yang
melibat kan Allah dan manusia.[4] Allah mencipt akan darat an unt uk manusia, mencipt akan
manusia (Adam) yang berdosa melawan Allah.[4] Lalu Adam dan Hawa diusir dari Taman Eden.[4]
Kemudian set elah manusia berkembang, mereka berdosa lebih lagi dan dihukum dengan air bah
dalam sejarah Nuh.[4] Orang-orang Yahudi yang diberikan perjanjian Allah t ernyat a t idak dapat
memeliharanya sehingga dihukum melalui bangsa-bangsa lain.[4] Lalu Allah yang maha kasih
menebus manusia melalui Yesus Krist us.[4] Dari sejarah ini Allah dapat selalu ada di t engah-
t engah manusia.[4] Memang Agust inus adalah Bapa gereja, Uskup dari Hippo yang membela
eksist ensi Allah dari pandangan-pandangan lain yang ingin merunt uhkan paham t eisme.[4] Tuhan
didefinisikan dari sifat -sifat nya; maha t ahu, maha hadir, kekal, pencipt a segala sesuat u.[4]
Namun lebih lagi, Tuhan bukan ada begit u saja, t et api selalu t erhubung dalam perist iwa-
perist iwa besar manusia.[4]

Thomas Aquinas (1225-1274)


Santo Thomas Aquinas

Thomas Aquinas menggabungkan pemikiran Arist ot eles dengan Wahyu Krist en.[4] Kebenaran
iman dan rasa pengalaman bukan hanya cocok, t et api juga saling melengkapi; beberapa
kebenaran, sepert i mist eri dan inkarnasi dapat diket ahui melalui wahyu, sebagaimana
penget ahuan dari susunan benda-benda di dunia, dapan diket ahui melalui rasa pengalaman;
sepert i kesadaran manusia akan eksist ensi Allah, baik wahyu maupun rasa pengalaman dipakai
unt uk membent uk persepsi t ent ang adanya Allah.[4]

Thomas Aquinas t erkenal dengan lima jalan (dalam Bahasa Lat in; quinque viae ad deum)
unt uk menget ahui bahwa Allah benar-benar ada.[4]

Jalan 1 adalah gerak, bahwa segala sesuat u bergerak, set iap gerakan past i ada yang
menggerakkan, t et api past i ada sesuat u yang menggerakkan sesuat u yang lain, t et api t idak
digerakkan oleh sesuat u yang lain, Dialah Allah.[4]

Jalan 2 adalah sebab akibat, bahwa set iap akibat mempunyai sebabnya, t et api ada
penyebab yang t idak diakibat kan, Dialah sebab pert ama, Allah.[4]

Jalan 3 adalah keniscayaan, bahwa di dunia ini ada hal-hal yang bisa ada dan ada yang bisa
t idak ada (cont ohnya adalah benda-benda yang dahulu ada t ernyat a ada yang musnah, t et api
ada juga yang dulu t idak ada t ernyat a sekarang ada), t et api ada yang selalu ada (niscaya)
Dialah Allah.[4]

Jalan 4 adalah pembukt ian berdasarkan derajat at au gradus melalui perbandingan, bahwa dari
sifat -sifat yang ada di dunia ( yang baik-baik) t ernyat a ada yang paling baik yang t idak ada
t andingannya (sifat Allah yang serba maha) Dialah Allah.[4]

Jalan 5 adalah penyelenggaraan, bahwa segala cipt aan berakal budi mempunyai t ujuan yang
t erarah menuju yang t erbaik, semua it u past ilah ada yang mengat urnya, Dialah Allah.[4]

Descartes (1596-1650)
Rene Descart es memikirkan Tuhan bermula dari prinsip ut amanya yang merupakan “gabungan
ant ara piet isme Kat olik dan sains.[5] Descart es adalah seorang filsuf rasionalis yang t erkenal
dengan pemikiran ide Allah.[6] Tant angan yang mendorong Descart es adalah keragu-raguan
radikalnya, The Methode of Doubt, bahkan menurut nya,"indra bisa saja menipu, Yang Maha
Kuasa dalam bayangan kita juga bisa saja menipu, sebab kita yang membayangkan".[6][7]
Dalam menjawab skept isisme orang-orang pada masanya, maka dalam t inggalnya di Neubau,
dekat kot a Ulm - Jerman, disebut sebagai “perjalanan menara”, kat a lain dari medit asi yang
dilakukan, dia menemukan Cogito, ergo sum t ahun 1618.[1][6] Karena orang pada zamannya
meragukan apa yang mereka lihat , maka hal ini dipat ahkan oleh Descart es bahwa apa yang
dipikirkan saja sebenarnya sudah ada, minimal di pikiran.[6] Orang bisa menyangkal segala
sesuat u, t et api ia t idak bisa menyangkal dirinya sendiri.[1] Jadi Allah di sini juga demikian, Allah
sudah ada dengan sendirinya, bahkan lebih jauh Descart es mencari bukt i-bukt i empiris yang dia
warisi dari para pendahulunya.[6] Ket erbukaan unt uk mengemukakan ide dalam pikiran, maka
segala sesuat u yang dapat dipikirkan past i bisa ada.[1] Alkit ab salah sat u bukt i eksist ensi Allah,
kemudian juga relasi bahwa manusia, binat ang, malaikat , dan objek-objek lain ada karena natural
light yang adalah Allah sendiri.[6]

Filsafat Ket uhanan menurut Descart es adalah berawal dari fungsi iman, yang pada akhirnya
berguna unt uk menemukan Allah. Tanpa iman manusia cenderung menolak Allah. Ada dua hal
yang bisa dit empuh agar Aku sampai pada Allah:

Jalan yang pert ama adalah sebab akibat , bahwa dirinya sendiri (manusia) past i diakibat kan
oleh penyebab pert ama, yait u Allah.[1]

Jalan yang kedua adalah secara ont ologis, yang diwarisinya dari Anselmus.[1] Allah yang ada
it u t idak mungkin berdiri sendiri, t anpa ada kait an dengan suat u ent it as lain, maka Allah past i
ada dan bereksist ensi.[1] Maka Allah yang ada dalam ide Descart es sempurna sudah, bahwa
Dia ada dan dapat diandalkan dalam relasi dengan ent it as lainnya it u.[1]

Imanuel Kant (1724-1804)


Immanuel Kant dengan kata-kata "Langit berbintang di atasku dan hukum moral di batinku"

Ajaran Kant t ent ang Allah dit emui dalam hukum moralnya melalui beberapa t ahap: 1. Allah
adalah suara hat i, 2. Allah adalah t ujuan moralit as, 3. Allah adalah pribadi yang menjamin bahwa
orang yang bert indak baik demi kewajiban moral akan mengalami kebahagiaan sempurna.[1]
Menurut Kant ada t iga jalan unt uk membukt ikan adanya Allah di luar spekulasi belaka, dan hal ini
dimungkinkan:

dimulai dari menganalisis pengalaman kemudian menemui kualit as dari sense dunia kit a, lalu
meningkat menjadi bukum kausalit as mencapai penyebab di luar dunia.[8]

berdasar hal pert ama, kit a masih pada t at aran pengalaman yang t idak bisa dijelaskan.[8]

di luar konsep-konsep it u, manusia memiliki a priori dalam rasionya, dan it u menjadi penyebab
yang memang ada.[8]

Lalu dari usaha dari pengalaman dianalisis dengan a priori (pemikiran awal sebelum
membut kt ikan sesuat u) dalam ot ak kit a, kit a membagi t iga bent uk definisi at as pengalaman;
Psikologi-t eologi, kosmologi dan ont ologi.[8] Dari hal yang dialami (empiris) menuju
t ransendensi; bahwa manusia hanya akan berspekulasi saja.[8] Krit ik Kant t erhadap Thomas
Aquinas juga mengenai hal-hal spekulat if, padahal Allah nyat a adanya.[8] Di sini Kant kemudian
mengakui bahwa Allah sebagai pemberi a priori dan pengalaman it u sendiri t idak t erdapat dalam
baik pengalaman maupun a priori, t et api melampaui hal it u.[8] Maka Kant sangat t erkenal
dengan kat a-kat anya '"Langit berbint ang di at asku dan hukum moral di dalam bat inku".[8] Di
sinilah iman diperlukan, sebab Allah pada kenyataannya tidak bisa dibuktikan hanya dengan
pengalaman indrawi semata.[8] Allah melampaui hal-hal rasio murni.[8]
Hegel (1770-1831)

Hegel juga disebut filsuf idealisme Jerman.[9] Ajaran yang t erkenal dari Hegel adalah dialekt ika,
di mana ada dua hal berbeda (bahkan kont ras) yang bert emu dan membent uk hal baru.[1]
Pert ama-t ama Hegel membedakan ant ara rasio murni (dalam Kant ) sebagai kesadaran
manusia, t et api ada yang lebih dari it u yait u intelek. Int elek it u senant iasa mengerjakan kinerja
rasio dan int elekt ualit as sehingga dialekt ika t erus t erjadi.[1] Roh Absolut yang adalah int elek it u
bekerja dan menyat akan dirinya dalam proses sejarah manusia.[1] Pekerjaan Roh it u dapat
mencapai t ujuannya dalam alam semest a ket ika t erjadi dialekt ika ant ara subjek dan objek,
ant ara yang t erbat as dan t idak t erbat as, dan yang paling bisa dimengert i adalah ant ara yang
imanen dan t ransenden.[1] Hegel berpendapat Allah di dalam agama Krist en juga bekerja
sepert i perist iwa reformasi yang sebenarnya merupakan perist iwa pemulih at au pengembali
keadaan manusia menjadi baik kembali.[1] Dari perist iwa-perist iwa it u maka Allah menurut Hegel
dapat diart ikan dalam t iga t ahap:
1. Segala sesuat u yang t erjadi dalam sejarah adalah proses
perjalanan Roh (Allah) yang menemukan dirinya sendiri
2. Melalui manusia dengan kesadarannya,
Roh it u menemukan dirinya (perist iwa revolusi oleh Napoleon misalny)
3. Sehingga t erjadi
keselarasan arah gerak manusia dan arah gerak Roh dalam emansipasi dan kebebasan manusia,
unt uk it u Roh akan memakai nama "Akal budi".[1] Namun Allah yang dinyat akan Hegel
sebenarnya t erikat pada manusia yang berproses dalam sejarah.[1]

Schleiermacher (1768-1834)

Schleiermacher adalah penganut Kant , t et api baginya Allah lebih baik t idak dit elusuri dengan
met afisika belaka, t et api perlu dihayat i kehadirannya, yait u dengan kont emplasi.[1] Baginya,
Allah yang t idak bisa dit angkap indrawi t idak bisa juga dilacak dengan rasio murni.[1] Ist ilah yang
dipakai oleh Schleiermacher unt uk Allah adalah "Sang Universum".[1] Jika Kant mengenal Allah
sebagai pemberi hukum moral yang melampaui rasionya, Schleiermacher menganggap Allah
yang dimaksud Kant t idak memadai dalam kehidupan manusia, sebab Allah hanya pemberi
ganjaran kepada orang yang baik dan penghukum orang yang kurang baik.[1] Sebab Allah, bagi
Schleiermacher t idak mungkin memberi hukuman kekal kepada manusia lant aran ia t idak
sempurna, hal ini dikarenakan bahwa manusia dicipt akan Allah bukan agar ia sempurna,
melainkan agar ia berikht iar mencapai kesempurnaan it u.[1]

Scleiermacher mendekat i Allah bukan dari t eori spekulat if, bukan dengan pendekat an moral-
prakt is, melainkan pendekat an int uit if-bat in, dalam bahasanya melalui kontemplasi dan
perasaan.[1] "Di sinilah agama merenungkan Sang Universum, di dalam caranya mengekspresikan
diri dan t indakannya, agama ingin mendegarkan bisikan suara Sang Universum it u dengan
khidmat ,... Dalam kepasifan anak-anak, agama ingin dit angkap dan dipenuhi oleh daya
pengaruhnya"[1] Agama adalah Sang Universum sendiri.[1] Sang Universum dit angkap dari alam
dunia yang mamanifest asikannya.[1] Namun alam dunia bukanlah Sang Universum yang berdiri
sendiri, t et api t et ap memanifest asikan alam.[1] Pembedaan ini melaui dua t ahap; 1. Alam adalah
wahyu Allah, dan dit angkap oleh sanubari manusia, 2. wahyu yang lebih t inggi dan lebih baik
adalah manusia yang menurut Schleiermacher t idak t erbagi-bagi dan t idak t erbat as, t et api
bereksist ensi.[1] Dalam akt ivit as umat manusia it ulah Allah menyat akan diri, alam diresapi oleh
Yang Ilahi.[1] Namun manusia bukanlah Allah sendiri.[1] Maka t ugas agama adalah mencari
menemukan Allah yang ada di luar dirinya.[1] Agama harus t inggal dengan pengalaman-
pengalaman langsung unt uk mencari Allah dan mencari ket erhubungannya secara menyeluruh,
bukan berfilosofi.[1]

Alfred North Whitehead (1861-1947)

Alfred Nort h Whit ehead dijuluki sebagai bapak filsafat maupun t eologi proses.[1] Pemikirannya
t ergolong abst rak karena pengaruh bidang yang digelut inya, mat emat ika dan penget ahuan
empirisme mengenai alam yang didapat kannya dari fisika t erapan.[1] Dalam bukunya t ent ang
Bagaimana Agama Terjadi (1926) dia menyat akan;

“ "Dogma-dogma agama adalah upaya unt uk memformulasikan secara presis


kebenaran-kebenaran yang t ersibak di dalam pengalaman religius umat manusia.
Dengan cara yang sama dogma-dogma fisika (t eori-t eori, hukum, dan post ulat )
merupakan upaya unt uk memformulasikan secara presis kebenaran-kebenaran
yang t ersingkap di dalam pencerapan inderawi umat manusia.[1] ”
Filsafat Proses Whit ehead.

Filsafat prosesnya memakai dua pendekat an;


1. Prinsip proses, dan
2. Prinsip kreat ivit as.[1]

Dari prinsip ini maka proses dibedakan dalam dua:


1. Prinsip bagi proses yang bersifat
mikrokopis (konkresi) adalah asas yang memungkinkan lahirnya wujud akt ual baru dari akt ual-
akt ual lama yang sudah penuh.[1]
2. Prinsip bagi proses yang bersifat makrokopis (objekt ifikasi)
yang memungkinkan sesuat u yang sudah penuh berubah dan menjadi datum lagi.[1]

Prinsip kreat ivit as it u disimpulkan secara logis berdasarkan analisisnya at as sat ua akt ual
sebagai wujud cipt aannya.[1]

Allah dalam Filsafat proses Whit ehead

Proses kreat ivit as dan pembaruan dari sat uan akt ual-akt ual t erus t erjadi, salah sat u
part isipannya adalah Allah, t et api Dia yang paling menonjol karena dia adalah yang awali dan
yang akhiri.[1]
1. Yang awali: Allah memiliki dua peran sekaligus yait u sebagai dasar awali yangyk
adanya t at anan dalam seluruh jagat raya dan sebagai dasar munculnya kebaruan dalam
perwujudan suat u perist iwa akt ual.[1]
2. Yang akhiri: Allah sebagai penyert a yang t anggap dan
menyelamat kan.[1]

Jadi Tuhan (Allah) bagi Whit ehead memiliki 3 peran yang disebut di at as, dengan begit u dia bisa
mengendalikan set iap perubahan yang t erjadi at as akt ual-akt ual lain dan mengakhirinya dengan
baik.[1]

Deisme

Deisme dianalogikan seperti Tukang Jam, yang menciptakan jam secara teratur dan membiarkannya berjalan
sendiri

Deisme adalah pandangan khas t ent ang Allah di masa Pencerahan, berasal dari deus yang
art inya Allah.[9] Namun pandangan ini berbeda dengan t eisme, sebab Allah dipercaya hanya
pada wakt u pencipt aan, selanjut nya t idak berhubungan dengan dunia lagi karena dunia yang
sudah t erat ur dari semula.[9] Allah dianalogikan sepert i pencipt a arloji yang bisa berjalan sangat
t erat ur t anpa campur t angan pencipt anya.[9] Jadi Deisme hanya percaya Tuhan pert ama kali,
set elah it u dianggap t idak ada.[9] Paham ini dianggap sebagai benih dari munculnya pandangan
at eisme yang secara t erbuka menyangkal adanya Tuhan.[9] Pandangan yang muncul pada abad
18 di Prancis.[9]

Agnostisisme

Agnost isisme adalah paham manusia yang t idak mau t ahu at au t idak t ahu t ent ang adanya
Tuhan.[9] Namun hal ini lebih disebabkan karena kebunt uan pemikiran unt uk mendefinisikan
Tuhan.[9] Bagi para filsuf ini, Tuhan di berada di luar Jangkauan pemikiran manusia.[9]

Ateisme
At eisme berart i penyangkalan adanya Allah.[2] Namun art i t ent ang Allah yang disangkal adanya,
t idak sama dengan pandagan semua orang, oleh karenanya art i at eisme berbeda-beda juga.[2]
Lima model at eisme yang diuraikan Franz Magnis Suseno adalah at eisme dalam diri Ludwig
Feuerbach, Karl Marx, Friedrich Niet zsche, Sigmund Freud dan Jean Paul Sart re.[9]

Saintisme merupakan bagian dari Ateisme

Saint isme, sesuai dengan dogma rasionalis, memandang int eligensi manusia sebgai ukuran
seluruh int eligibilit as, saint isme membat asi rasionalisme sendiri dalam bat as-bat as
penget ahuan saja, sehingga roh manusia sendiri direduksi sampai dimensi ilmiah saja.[3] Segala
sesuat u dipandang sebagai objek yang dapat diukur, bahkan subjek pada akhirnya nant i
dibendakan juga.[3] Maka pada akhirnya saint isme menolak met afisika, sehingga apa yang
dipikirkan secara met afisik dibendakan begit u saja, dan ini adalah bent uk at eisme.[3] Problem
lebih lanjut adalah saint isme melawan pemikiran agama dan iman.[3] Hal ini t erjadi pada masa
Galilei yang mengemukakan t ent ang bumi yang diist ilahkan geo-sentris.[3] Hal lain yang
kemudian muncul juga pada Charles Darwin dengan t eori evolusi yang menyangkal kisah
pencipt aan manusia dalam naskah Alkit ab.[3]

Ludwig Feuerbach

Ludwig Feuerbach

At eisme menurut Feuerbach (1804-1872) adalah memandang Tuhan dalam agama hanya
sebagai proyeksi dari kehendak manusia saja.[9] Dia menolak pandangan Hegel yang
menyat akan Tuhan mengungkapkan diri dalam kesadaran manusia.[9] Baginya, yang nyat a bukan
lah Tuhan, yang nyat a adalah manusia.[9] Tuhan hanyalah proyeksi manusia yang mendamba
sifat -sifat yang t idak dapat dicapainya.[9] Kehendak manusia unt uk berkuasa, serba t ahu, ada di
mana-mana, dan t idak t erikat wakt u it u kemudian dilemparkannya pada "hal lain" yang adalah
Tuhan.[9] Sebab kepast ian yang nyat a adalah yang dapat di t angkap inderawi, yait u realit as
manusia.[9] Pandangan sepert i ini nant i akan masuk dalam filsafat met erialisme.[9] Kebaikan
pandangan Feuerbach ini adalah menyat akan hakikat manusia unt uk kreat if, berbelas kasih,
baik, saling menyelamat kan dsb.[9] Aneh bila manusia menyembah Tuhan yang adalah dirinya
sendiri, maka manusia seharusnya menarik agama ke dalam dirinya sendiri supaya ia menjadi
kuat , baik, adil dana maha t ahu.[9]

Karl Marx

Karl Marx terkenal dengan Agama adalah candu masyarakat

Menurut Karl Marx, agama adalah candu (Opium) masyarakat , karena agama, masyarakat
menjadi t idak maju dan bersikap rasional.[9] Agama yang dimaksud Marx adalah agama Krist en
At eisme yang diajarkan Marx adalah at eisme modern.[2] Agama yang mengajarkan Tuhan yang
serba bisa hanya menipu dan menyesat kan masyarakat .[9] Marx mengkrit ik Feuerbach yang
hanya menyat akan bahwa Tuhan adalah khayalan, t et api t idak mencari sebabnya.[9] Bagi Marx
sebab yang diberikan adalah manusia lari kepada Tuhan karena penindasan yang mereka t erima
dari masyarakat kelas yang dikrit iknya.[9] Menurut nya agama hanya menjadi penghalang manusia
unt uk menyangkal dan memperbaiki hidupnya yang sedang dit indas, seandainya Tuhan dan
agama t idak ada, maka manusia bisa hidup bebas dan bermart abat .[9] Di sinilah Tuhan sekiranya
dicoret karena t idak diperlukan.[9] Manusia seharusnya menolak kapit alisme yang sedang
menindas mereka.[9]

Sigmund Freud
Sigmund Freud, mencari Tuhan dari psikoanalis

Filsafat Ket uhanan dalam pandangan Sigmund Freud dengan t erori psikoanalisnya dimulai
dengan pert anyaan, "Apakah kepercayaan akan Allah dapat dipert anggungjawabkan?"[2] Hal ini
berawal dari analisisnya t ent ang perkembangan manusia yang mempercayai agama yang
t erkadang t idak mencari kebenaran-kebenaran di dalamnya.[2] Manusia yang hanya menerima
begit u saja agama-agama yang diajarkan kepadanya.[2] Ide Allah hanyalah ilusi, t et api begit u
dibut uhkan manusia sepert i seorang manusia yang membut uhkan seorang bapak yang
melindunginya.[2] Namun Freud mengajukan pert anyaan selanjut nya, "Apakah agama benar-benar
baik bagi manusia?"[2] Jawabannya adalah ambigu.[2] Yang dit ekankan olehnya adalah
seharusnya manusia bert anya akan imannya sehingga dia t idak t erjebak dalam bent uk-bent uk
infant il dan neurot is.[2] Pendk kat a, Freud t idak memperdebat kan realit as Allah, t et api lebih
mengupas ilusi palsu kesadaran manusia.[2] Karena bert anya, maka sesungguhnya penjelasan
yang dikemukakan agama t idaklah memadai, Allah t idak bisa dijelaskan dalam int elekt ual,
sehingga perlu dit olak juga.[2] Terlebih lagi jika dicari manfaat nya, agama hanya sebagai
penghambat perkembangan pribadi, maka harus pula dit olak.[2]

Friedrich Nietzsche (1844-1899)

Nietzche yang terkenal dengan Tuhan telah mati, kitalah yang membunuh-Nya
Friedrich Niet zsche sangat t erkenal dengan Sabda Zarathustra (1883) bahwa "Tuhan t elah
mat i".[4] Inilah awal mula penolakannya t erhadap Tuhan.[4] Penolakannya t erhadap Tuhan
sebenarnya berasal dari kebenciannya melihat orang Krist en yang t idak menunjukkan
kekrist enan yang seharusnya menampilkan kasih.[4] Kebenaran bagi dia sangat subjekt if,
dipikirkan manusia yang sangat super kekuasaannya t erhadap dirinya sendiri.[4] Subjekt ivit as it u
juga dalam hal kebenaran agama, apa yang disebut baik bisa saja sebenarnya sangat buruk, apa
yang disebut buruk bisa saja sebenarnya sangat baik.[4] Agama Krist en dianggap oleh
Niet zsche sebagai bent uk Plat onisme baru yang memisahkan ant ara dunia, kosmologi, mat eri
dan apa yang dapat dit angkap oleh pancaindera.[3] Dari sini keburukan Krist en kat a Niet zsche
dipandang meremehkan hal-hal duniawi, t ampak sepert i gnosis yang meremehkan hidup (t ubuh,
dunia, hawa nafsu) sehingga merupakan hasrat akan kehampaan, kehendak akan dekadensi,
sebagai penyakit , kelesuah dan kepayahan hidup.[3] Hal ini dit ujukan kepada agama Krist en yang
memiliki label baik, sebenarnya sangat lah buruk, yait u dengan ajaran-ajarannya yang sebenarnya
membelenggu manusia unt uk berkembang.[4] Bagi dia, manusia adalah ukuran segala sesuat u,
bukan Tuhan yang disebut agama Krist en.[4] Manusialah t uhan at as cipt aan ini dan yang mampu
mengerjakan apa yang diinginkannya.[4] Maka penolakan akan Tuhan adalah hal yang paling baik,
sebab manusia menjadi t idak bergant ung pada Allah (Krist en) yang hanya membelenggu
manusia it u, kat anya.[4]

J. Paul Sartre (1905-1980)

Tuhan di mat a Sart re kecil adalah sosok penghukum yang mengawasinya di manapun dia
berada, oleh karenanya dia t idak suka kehadiran Tuhan.[10] Tuhan juga t idak hadir ket ika dia ingin
menemuinya.[10] Oleh karena it u Sart re sudah menolak Tuhan yang t idak nyat a semenjak umur
12 t ahun.[10] Sart re yang t adi dididik secara Kat olik berpindah kepada kesusast raan, yang
disebut sebagai agama baru baginya.[10]
Namun secara sist emat is, dan khas eksist esialis,
penolakan at as Tuhan ini dilakukannya karena pemisahan radikal dalam t ulisannya Ada dan
Ketiadaan t erjemahan dari Being and Nothingness.[10] Baginya, di dunia ini t idak ada grand
design yang mut lak, manusialah yang bisa mengat ur dirinya sendiri dengan eksist ensinya.[4]
Eksist ensi manusia mendahului esensinya; manusia ada dan kemudian menent ukan "siapa
dirinya".[4] Dia menyangkal Descart es t ent ang Aku berpikir, maka aku ada, yang benar adalah
Aku ada lalu aku berpikir.[4] Dari sinilah dia meneruskannya dalam t eori eksist ensial
fenomenologisnya, bahwa segala sesuat u harus dipisahkan dalam dua bagian; etre en soi / ada
dalam dirinya sendiri at au etre-pour soi / ada untuk dirinya sendiri.[10] Segala sesuat u yang
ada dalam dirinya sendiri berart i t idak pasif, t idak akt if, t idak afirmat if juga t idak negat if, ada
begit u saja, t anpa fundamen, t anpa dapat dirut unkan dari sesuat u lain, t idak berkembang.[10]
Sedangkan ada untuk dirinya sendiri adalah sebuah kesadaran], dan ini khas manusia.[10] Dari
pemisahan inilah, dia melabel Tuhan orang Krist en yang t idak berubah it u masuk dalam
golongan ada dalam dirinya sendiri, maka dari it u dia t idak lebih besar dari manusia yang
memiliki kesadaran unt uk memilih esensinya sendiri.[10] Di sinilah penyangkalan Tuhan it u t erjadi,
dia t idak mengakui Tuhan lebih t inggi dari manusia, maka Tuhan t idak diperlukan lagi.[10] Karena
Tuhan t idak lagi ada, maka manusia menjadi bebas dan bisa menent ukan kondisi bangsanya.[10]
Di sinilah nilai posit if Sart re yang kemudian menghabiskan seluruh kegiat an hidupnya unt uk
kebaikan manusia (gerakan sosial).[10] Bahkan dia pernah memenangi nobel perdamaian karena
pengabdiannya t erhadap kemanusiaan, t et api dit olaknya.[4][10]

Lihat pula

Daft ar Ist ilah Filsafat

Daft ar Filsuf

Filsafat Indonesia

Filsafat Seribu Dogma (ht t ps://www.bulet inaufklarung.com/2019/12/filsafat -neraca-seribu-


dogma.ht ml)

referensi

1. Tjahyadi. S.P Lili., Tuhan para Filsuf dan Ilmuwan, Yogyakarta: Kanisius 2007

2. (Indonesia)Theo Huijbers., Manusia mencari ALLAH suatu Filsafat Ketuhanan, Yogyakarta:


Kanisius, 1977

3. (Indonesia)Louis Leahy., Masalah Ketuhanan Dewasa Ini., Yogyakarta: Kanisius, 1982

4. (Inggris)Moris Engel and Engelica Soldan., The Study of Philosophy, USA: Rowman & Litlefield
Publisher, Inc, 2008

5. John Veitch., A Discourse on Method – Meditation and Principles, Everyman’s Library 1912
halaman vii

6. (Inggris) The Miracle of Theism, USA; Oxford University Press, 1982

7. Skirry. Justin., Descartes for the Perplexed, British, 2008 Hlm 24,

8. (Inggris)Diogenes Allen and Eric O. Springsted., Primary Readings in Philosophy for Understanding
Theology, USA: John Knox Press, 1992

9. (Indonesia)Franz Magnis Suseno, Menalar Tuhan, Yogyakarta: Kanisius 2006

10. (Indonesia) K Bertens., Filsafat Barat Kontemporer - Prancis, Jakarta: Gramedia, 2001
Diperoleh dari
"https://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Filsafat_ketuhanan&oldid=19110336"


Terakhir disunt ing 3 bulan yang lalu oleh 180.252.87.53

Wikipedia

Anda mungkin juga menyukai