Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PENGELOLAAN LIMBAH B3

“ DAMPAK DARI SOLUSI REKAYASA SECARA GLOBAL


EKONOMI LINGKUNGAN DAN KEMASYARAKATAN PADA
PENGELOLAAN LIMBAH B3 ”

OLEH :

NURRUL INKANNA RISQI F 131 21 059

KHALIFAH MALIK QUDSHI PASHA F 131 21 080

MOH. FATURAHMAN F 131 21 067

MOH. ALIEF SYAHFANDRA Y. SIDORA F 131 21 054

RACHMAT ALTHAAF DJ. AHMAD F 131 21 095

FAKULTAS TEKNIK

PRODI TEKNIK LINGKUNGAN

UNIVERSITAS TADULAKO

FEBRUARI, 2023

PALU

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah S.W.T., atas segala nikmat karunia-Nya,

sehingga makalah yang berjudul “Dampak dari Solusi Rekayasa secara Global,

Ekonomi, Lingkungan dan Kemasyarakatan pada Pengelolaan Limbah B3” ini dapat

diselesaikan. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada junjungan kita, Nabi

Muhammad SAW, serta keluarga dan sahabatnya.

Dalam kesempatan ini kami ingin mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar-

besarnya semua pihak yang telah membantu, membimbing, dan mengarahkan dalam

pembuatan Makalah ini yang tidak dapat sebutkan satu persatu.

Sebagai penulis, saya menyadari dalam penyusunan karya tulis ilmiah remaja

ini banyak sekali kendala, hambatan yang kami dapat dan masih banyak kekurangan

serta keterbatasan didalam penulisan. Namun demikian karya tulis ini merupakan

hasil yang optimal dari suatu hasil kerja yang maksimal, berkat dorongan motivasi

dan disertai dengan harapan yang kuat akhirnya dapat menyelesaikan dengan baik.

Semoga Makalah ini bermanfaat bagi semua pihak dan sebagai media

pembelajaran, menambah wawasan ilmu pengetahuan sehingga dapat menyelesaikan

Makalah yang lebih baik di masa yang akan datang.

Akhirnya dengan penuh kerendahan hati kelompok kami memanjatkan doa

semoga Allah S.W.T membalas kebaikan dan melimpahkan rahmat kepada kita

semua, Amiin
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bahan sisa yang timbul dari kegiatan dan proses produksi, maupun di
rumah tangga, industri, tambang, dan lain-lain, biasa disebut limbah. Limbah
dapat berupa gas dan debu, cair atau padat. Beberapa limbah yang berbeda ini
beracun atau berbahaya dan dikenal sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun
(limbah B3). (Pandu Akram: 2021)
Limbah tergolong limbah B3 apabila mengandung bahan berbahaya atau
beracun yang sifat dan konsentrasinya baik secara langsung maupun tidak
langsung dapat merusak atau mencemari lingkungan atau membahayakan
kesehatan manusia. Limbah yang termasuk limbah B3 misalnya bahan baku
berbahaya dan beracun, tidak didaur ulang karena kerusakan, residu kemasan,
tumpahan, residu proses dan oli bekas laut yang memerlukan perlakuan dan
penanganan khusus. Bahan-bahan tersebut diklasifikasikan sebagai limbah B3
jika memiliki satu atau lebih sifat berikut: mudah meledak, mudah terbakar,
reaktif, beracun, menular, korosif, dan lain-lain, yang dapat diidentifikasi sebagai
limbah B3 dalam uji toksikologi. (Pandu Akram: 2021)
Limbah B3 merupakan jenis limbah yang menyebabkan kerusakan serius
terhadap lingkungan dan makhluk hidup. B3 sendiri merupakan singkatan dari
bahan berbahaya dan beracun. Ada banyak jenis limbah B3 dan karakteristiknya
termasuk mudah terbakar, mudah meledak, beracun, berbahaya bagi lingkungan,
dll. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
didefinisikan sebagai zat, energi, dan/atau benda lain yang karena sifat,
konsentrasi, dan/atau jumlahnya, dapat atau langsung atau tidak langsung
mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup dan/atau mengancam
lingkungan hidup, kesehatan dan kelangsungan hidup manusia dan makhluk
hidup lainnya. (Pandu Akram: 2021)

B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Dampak Penglolaan B3


2.1.1 Dampak Secara Global
Pada umumnya, bila manusia dan lingkungannya berada dalam
keadaan seimbang, maka keduanya berada dalam keadaan sehat. Tetapi
karena sesuatu sebab sehingga keseimbangan ini tergangggu atau mungkin
tidak dapat tercapai, maka dapat menimbulkan dampak yang merugikan
bagi kesehatan.
Bahan Berbahaya dan Beracun atau B3 adalah semua bahan/
senyawa baik padat, cair, ataupun gas yang mempunyai potensi merusak
terhadap kesehatan manusia serta lingkungan akibat sifat-sifat yang dimiliki
senyawa tersebut.
Limbah B3 diidentifikasi sebagai bahan kimia dengan satu atau lebih
karakteristik :
1. Mudah meledak,
2. Mudah terbakar,
3. Bersifat reaktif,
4. Beracun,
5. Penyebab infeksi,
6. Bersifat korosif.
Pembuangan limbah ke lingkungan akan menimbulkan masalah
yang merata dan menyebar di lingkungan yang luas. Limbah gas terbawa
angin dari satu tempat ke tempat lainnya. Limbah cair atau padat yang
dibuang ke sungai, dihanyutkan dari hulu sampai jauh ke hilir, melampaui
batas-batas wilayah akhirnya bermuara dilaut atau danau, seolah-olah laut
atau danau menjadi tong sampah. Limbah bermasalah antara lain berasal
dari kegiatan pemukiman, industri, pertanian, pertambangan dan rekreasi.
Limbah industri baik berupa gas, cair maupun padat umumnya
termasuk kategori atau dengan sifat limbah B3. Limbah bahan berbahaya
dan beracun (B3) yang sangat ditakuti adalah limbah dari industri kimia.
Limbah dari industri kima pada umumnya mengandung berbagai macam
unsur logam berat yang mempunyai sifat akumulatif dan beracun (toxic)
sehingga berbahaya bagi kesehatan manusia. Limbah pertanian yang paling
utama ialah pestisida dan pupuk.
Limbah B3 dari kegiatan industri yang terbuang ke lingkungan
akhirnya akan berdampak pada kesehatan manusia. Dampak itu dapat
langsung dari sumber ke manusia, misalnya meminum air yang
terkontaminasi atau melalui rantai makanan, seperti memakan ikan yang
telah menggandakan (biological magnification) pencemar karena memakan
mangsa yang tercemar.

Dampak B3 terhadap Kesehatan, antara lain :


1. Air Raksa /Hargentum/ Hg/ Mercury
Elemen Hg berwarna kelabu-perak, sebagai cairan pada suhu kamar
dan mudah menguap bila dipanaskan. Hg2+ (Senyawa Anorganik)
dapat mengikat carbon, membentuk senyawa organomercury. Methyl
Mercury (MeHg) merupakan bentuk penting yang memberikan
pemajanan pada manusia.
2. Chromium
Chromium adalah suatu logam keras berwarna abu-abu dan sulit
dioksidasi meski dalam suhu tinggi. Chromium digunakan oleh industri
: Metalurgi, Kimia, Refractory (heat resistent application). Dalam
industri metalurgi, chromium merupakan komponen penting dari
stainless steels dan berbagai campuran logam.
3. Cadmium (Cd)
Cadmium merupakan bahan alami yang terdapat dalam kerak bumi.
Cadmium murni berupa logam berwarna putih perak dan lunak, namun
bentuk ini tak lazim ditemukan di lingkungan. Umumnya cadmium
terdapat dalam kombinasi dengan elemen lain seperti Oxigen
(Cadmium Oxide), Clorine (Cadmium Chloride) atau belerang
(Cadmium Sulfide).
Kebanyakan Cadmium (Cd) merupakan produk samping dari
pengecoran seng, timah atau tembaga cadmium yang banyak digunakan
berbagai industri, terutama plating logam, pigmen, baterai dan plastik.
2.1.2 Dampak Terhadap Ekonomi
Pembuangan limbah biasa sudah dapat merugikan kita sendiri dan
lingkungan, tetapi limbah berbahaya juga dapat merugikan dari segi
ekonomi dalam jumlah yang besar.

Bukan main-main, jika waste management di Indonesia tidak


dilakukan dengan baik, total kerugian ekonomi dapat mencapai kurang
lebih 11 triliun rupiah. Tentunya jumlah uang tersebut dapat digunakan
untuk hal-hal lain yang lebih bermanfaat untuk bisnis atau sesuatu yang
menghasilkan lebih banyak uang.

Kerugian tersebut terjadi akibat pencemaran industri tekstil di


daerah Rancaekek, Bandung, selama bertahun-tahun. Jumlah kerugian
pencemaran limbah ini tercatat di dalam laporan Konsekuensi
Tersembunyi: Valuasi Kerugian Ekonomi Akibat Pencemaran Industri.
perhitungan nya dilakukan dengan pendekatan Total Economic Valuation.

Secara spesifik, kerugian ini meliputi dua jenis. Yang pertama


adalah total kehilangan pendapatan, jasa air, dan penurunan kualitas udara
sebanyak lebih dari 3,3 triliun. Sektor lain yang dirugikan adalah sektor
pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kesehatan.  Yang kedua
adalah pencemaran lahan sebesar 933,8 hektar yang memiliki estimasi
biaya remediasi sebesar lebih dari 8 triliun.

“Pencemaran yang berlangsung bertahun-tahun dibiarkan terus


menerus bahkan ijin pembuangan limbah cair terus dikeluarkan, lahan yang
tercemar bukannya dipulihkan malah dialihfungsi menjadi kawasan
industri,” kata Dwi Sawung dari WALHI (Wahana Lingkungan Hidup
Indonesia). di Cicadas, Gunung Putri, Jawa Barat.

2.1.3 Dampak Terhadap Lingkungan


Kasus pembuangan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang
dibuang ke lingkungan merupakan sumber pencemaran dan perusakan
lingkungan. Intensitas atau perbandingan antara limbah bahan berbahaya
yang ditimbulkan dengan unit hasil industri secara mencolok juga
meningkat, terutama di daerah industrialisasi yang berkembang dengan
cepat seperti negara-negara ASEAN dan China. Pelepasan bahan berbahaya
pada tahun 1990-an di Indonesia, Filipina, dan Thailand diperkirakan telah
meningkat menjadi sekitar 4,8 dan 10 kali lipat. Industri di Indonesia
sendiri menghasilkan limbah berbahaya dan beracun diperkirakan lebih dari
85% industri di Pulau Jawa, 70% industri berlokasi di kawasan perkotaan
dan sekitarnya (Jakarta, Surabaya, Bandung dan Semarang) sangat
berpotensi menghasilkan limbah berbahaya, yang diperkirakan akan
meningkatkan kurang dari 200.000 ton pada tahun 1990 menjadi sekitar 1
juta ton pada tahun 2010 (Damanhuri, 2010).
Melihat banyaknya hasil limbah B3 di industri yang cukup besar
dapat berdampak negatif bagi lingkungan sehingga untuk menghindari
terjadinya dampak akibat limbah B3 diperlukan suatu sistem pengelolaan
yang terintegrasi dan berkesinambungan. Dalam Peraturan Pemerintah No.
74 tahun 2001 tentang Pengolahan Bahan Berbahaya dan Beracun,
menjelaskan bahwa Pengelolaan limbah B3 adalah rangkaian kegiatan yang
dimulai dari reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan,
pemanfaatan, pengolahan dan penimbunan B3. Pengolahan ini bertujuan
untuk mencegah dan atau mengurangi risiko dampak B3 terhadap
lingkungan hidup, kesehatan manusia dan makhluk hidup
lainnya.Damanhuri, E. 2010. Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun
(B3). Bandung: Institusi Teknologi Bandung.

2.1.4 Dampak Terhadap Kemasyarakatan


Menurut Ginting (2007) mengatakan bahwa efek limbah B3 terhadap
kesehatan antara lain adalah pernapasan hal tersebut dikarenakan
konsentrasi uap yang tinggi akan berbahaya jika dihirup. Konsentrasi yang
tinggi dapat mengganggu saluran pernapasan (hidung, tenggorokan dan
paru-paru). Menyebabkan mual, muntah, sakit kepala, pusing, kehilangan
koordinasi, rasa dan gangguan saraf lainnya. Paparan dengan konsentrasi
akut dapat menyebabkan depresi saraf, pingsan, koma dan atau kematian.
Efek limbah B3 juga dapat menyebabkan iritasi pada mata dan kulit. Efek
pada kulit dikarenakan limbah B3 menyebabkan dermatitis atau meresap
kedalam kulit dan menimbulkan dampak seperti pada pernapasan, selain itu
efek kesehatan lainnya yaitu pencernaan dikarenakan konsentrasi limbah
bahan berbahaya dan beracun atau B3 pada saluran pencernaan berbahaya
jika tertelan, menyebabkan mual, muntah dan gangguan saraf lainnya. Jika
produk tertelan dapat menyebabkan kanker paru-paru atau kematian.
Kondisi Medis yang diperparah oleh paparan seperti gangguan terhadap
jantung, hati, ginjal, saluran pernapasan (hidung, tenggorokan, paru-paru),
sistem saraf pusat, mata, kulit jika konsentrasi paparan tinggi. Menurut
Dutta, dkk (2006) disebutkan bahwa pengaruh kesehatan dari limbah
berbahaya seperti logam berat mengandung timbal dapat menyebabkan
gangguan keracunan timbal, neurotoksik, gangguan mental, kerusakan otak,
ginjal dan hati.

2.2 Solusi Pengelolaan Limbah B3


Upaya pengelolaan limbah B3 dapat dilakukan melalui tahapan sebagai
berikut:
Reduksi limbah dengan mengoptimalkan penyimpanan bahan baku dalam proses
kegiatan atau house keeping, substitusi bahan, modifikasi proses, maupun upaya
reduksi lainnya.
Kegiatan pengemasan dilakukan dengan penyimbolan dan pelabelan yang
menunjukkan karakteristik dan jenis limbah B3 berdasarkan acuan Keputusan
Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor :
Kep-05/Bapedal/09/1995.
Pengemasan limbah B3 dilakukan sesuai dengan karakteristik limbah yang
bersangkutan. Secara umum dapat dikatakan bahwa kemasan limbah B3 harus
memiliki kondisi yang baik, bebas dari karat dan kebocoran, serta harus dibuat
dari bahan yang tidak bereaksi dengan limbah yang disimpan di dalamnya. Untuk
limbah yang mudah meledak, kemasan harus dibuat rangkap di mana kemasan
bagian dalam harus dapat menahan agar zat tidak bergerak dan mampu menahan
kenaikan tekanan dari dalam atau dari luar kemasan. Limbah yang bersifat self-
reactive dan peroksida organik juga memiliki persyaratan khusus dalam
pengemasannya. Pembantalan kemasan limbah jenis tersebut harus dibuat dari
bahan yang tidak mudah terbakar dan tidak mengalami penguraian atau
dekomposisi saat berhubungan dengan limbah. Jumlah yang dikemas pun terbatas
sebesar maksimum 50 kg per kemasan sedangkan limbah yang memiliki aktivitas
rendah biasanya dapat dikemas hingga 400 kg per kemasan.
Penyimpanan dapat dilakukan di tempat yang sesuai dengan persyaratan
yang berlaku acuan Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
Nomor: Kep-01l/Bapedal/09/1995.
Limbah B3 yang diproduksi dari sebuah unit produksi dalam sebuah
pabrik harus disimpan dengan perlakuan khusus sebelum akhirnya diolah di unit
pengolahan limbah. Penyimpanan harus dilakukan dengan sistem blok dan tiap
blok terdiri atas 2×2 kemasan. Limbah-limbah harus diletakkan dan harus
dihindari adanya kontak antara limbah yang tidak kompatibel. Bangunan
penyimpan limbah harus dibuat dengan lantai kedap air, tidak bergelombang, dan
melandai ke arah bak penampung dengan kemiringan maksimal 1%. Bangunan
juga harus memiliki ventilasi yang baik, terlindung dari masuknya air hujan,
dibuat tanpa plafon, dan dilengkapi dengan sistem penangkal petir. Limbah yang
bersifat reaktif atau korosif memerlukan bangunan penyimpan yang memiliki
konstruksi dinding yang mudah dilepas untuk memudahkan keadaan darurat dan
dibuat dari bahan konstruksi yang tahan api dan korosi.
Pengumpulan dapat dilakukan dengan memenuhi persyaratan pada
ketentuan Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor:
Kep-01/Bapedal/09/1995 yang menitikberatkan pada ketentuan tentang
karakteristik limbah, fasilitas laboratorium, perlengkapan penanggulangan
kecelakaan, maupun lokasi.
Kegiatan pengangkutan perlu dilengkapi dengan dokumen pengangkutan
dan ketentuan teknis pengangkutan.
Mengenai pengangkutan limbah B3, Pemerintah Indonesia belum
memiliki peraturan pengangkutan limbah B3 hingga tahun 2002. Peraturan
pengangkutan yang menjadi acuan adalah peraturan pengangkutan di Amerika
Serikat. Peraturan tersebut terkait dengan hal pemberian label, analisa karakter
limbah, pengemasan khusus, dan sebagainya. Persyaratan yang harus dipenuhi
kemasan di antaranya ialah apabila terjadi kecelakaan dalam kondisi
pengangkutan yang normal, tidak terjadi kebocoran limbah ke lingkungan dalam
jumlah yang berarti. Selain itu, kemasan harus memiliki kualitas yang cukup agar
efektifitas kemasan tidak berkurang selama pengangkutan. Limbah gas yang
mudah terbakar harus dilengkapi dengan head shields pada kemasannya sebagai
pelindung dan tambahan pelindung panas untuk mencegah kenaikan suhu yang
cepat. Di Amerika juga diperlakukan rute pengangkutan khusus selain juga
adanya kewajiban kelengkapan Material Safety Data Sheets (MSDS) yang ada di
setiap truk dan di dinas pemadam kebarakan.
Upaya pemanfaatan dapat dilakukan melalui kegiatan daur ulang
(recycle), perolehan kembali (recovery) dan penggunaan kembali (reuse) limbah
B3 yang dlihasilkan ataupun bentuk pemanfaatan lainnya. Pengolahan limbah B3
dapat dilakukan dengan cara thermal, stabilisasi, solidifikasi secara fisika, kimia,
maupun biologi dengan cara teknologi bersih atau ramah lingkungan. Kegiatan
penimbunan limbah B3 wajib memenuhi persyaratan dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 18 Tahun 1999.
Beberapa metode penanganan limbah B3 yang umum diterapkan adalah sebagai
berikut:
1. Metode Pengolahan secara Kimia,
Pengolahan air buangan secara kimia biasanya dilakukan untuk
menghilangkan partikel-partikelyang tidak mudah mengendap (koloid),
logam-logam berat, senyawa fosfor, dan zat organik beracun; dengan
membubuhkan bahan kimia tertentu yang diperlukan tergantung jenis dan
kadar limbahnya.Proses pengolahan limbah B3 secara kimia yang umum
dilakukan adalah stabilisasi/ solidifikasi.
2. Metode Pengolahan secara Fisik
Sebelum dilakukan pengolahan lanjutan terhadap air buangan, dilakukan
penyisihan terhadap bahan-bahan tersuspensi berukuran besar dan yang
mudah mengendap atau bahan-bahan yang terapung. Penyaringan
atau screening merupakan cara yang efisien dan murah untuk menyisihkan
bahan tersuspensi yang berukuran besar. Bahan tersuspensi yang mudah
mengendap dapat disisihkan secara mudah dengan proses pengendapan. 
Parameter desain yang utama untuk proses pengendapan ini adalah kecepatan
mengendap partikel dan waktu detensi hidrolis di dalam bak pengendap.
3. Metode Pengolahan secara Biologi
Proses pengolahan limbah B3 secara biologi yang berkembang dewasa saat
ini dikenal dengan istilah bioremediasi dan fitoremediasi. Bioremediasi
adalah penggunaan bakteri dan mikroorganisme lain untuk mendegradasi/
mengurai limbah B3. Sedangkan fitoremediasi adalah penggunaan tumbuhan
untuk mengabsorbsi dan mengakumulasi bahan-bahan beracun dari tanah.
Kedua proses ini sangat bermanfaat dalam mengatasi pencemaran oleh
limbah B3 dan biaya yang diperlukan lebih murah dibandingkan metode
kimia atau fisik. Namun, proses ini juga masih memiliki kelemahan. Proses
bioremediasi dan fitoremediasi merupakan proses alami sehingga
membutuhkan waktu yang relatif lama untuk membersihkan limbah B3,
terutama dalam skala besar. Selain itu, karena menggunakan makhluk hidup,
proses ini dikhawatirkan dapat membawa senyawa-senyawa beracun ke
dalam rantai makanan di dalam ekosistem.
4. Metode Pembuangan Limbah B3
a. Sumur dalam atau sumur injeksi (deep well injection)\
Salah satu cara membuang limbah B3 agar tidak membahayakan manusia
adalah dengan memompakan limbah tersebut melalui pipa ke lapisan
batuan yang dalam, di bawah lapisan-lapisan air tanah dangkal maupun air
tanah dalam. Secara teori, limbah B3 ini akan terperangkap di lapisan itu
sehingga tidak akan mencemari tanah maupun air. Pembuangan limbah B3
melalui metode ini masih mejadi kontroversi dan masih diperlukan
pengkajian yang integral terhadap dampak yang mungkin ditimbulkan.
Data menunjukkan bahwa pembuatan sumur injeksi di Amerika Serikat
paling banyak dilakukan antara tahun 1965-1974 dan hampir tidak ada
sumur baru yang dibangun setelah tahun 1980.
Pembuangan limbah ke sumur dalam merupakan suatu usaha membuang
limbah B3 ke dalam formasi geologi yang berada jauh di bawah permukaan
bumi yang memiliki kemampuan mengikat limbah, sama halnya formasi
tersebut memiliki kemampuan menyimpan cadangan minyak dan gas bumi.
Hal yang penting untuk diperhatikan dalam pemilihan tempat ialah strktur
dan kestabilan geologi serta hidrogeologi wilayah setempat.

1. Kolam penyimpanan atau Surface Impoundments


Limbah B3 cair dapat ditampung pada kolam-kolam yang diperuntukkan
khusus bagi limbah B3. Kolam-kolam ini dilapisi lapisan pelindung yang
dapat mencegah perembesan limbah. Ketika air limbah menguap,
senyawa B3 akan terkonsentrasi dan mengendap di dasar. Kelemahan
metode ini adalah memakan lahan karena limbah akan semakin tertimbun
dalam kolam, ada kemungkinan kebocoran lapisan pelindung, dan ikut
menguapnya senyawa B3 bersama air limbah sehingga mencemari udara.

2. Landfill untuk limbah B3 atau Secure Landfills


Limbah B3 dapat ditimbun pada landfill, namun harus dengan
pengamanan tingkat tinggi. Pada metode pembuangan secure landfill,
limbah B3 dimasukkan kedalam drum atau tong-tong, kemudian dikubur
dalamlandfill yang didesain khusus untuk mencegah pencemaran limbah
B3. Landfill harus dilengkapi peralatan monitoring yang lengkap untuk
mengontrol kondisi limbah B3 dan harus selalu dipantau. Metode ini jika
diterapkan dengan benar dapat menjadi cara penanganan limbah B3 yang
efektif. Metode secure landfillmerupakan metode yang memiliki biaya
operasi tinggi, masih ada kemungkinan terjadi kebocoran, dan tidak
memberikan solusi jangka panjang karena limbah akan semakin
menumpuk.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan dan Saran


Penerapan pengolahan limbah B3 untuk memenuhi standar lingkungan adalah
suatu masalah mendesak bagi pihak penghasil serta untuk jalannya perlindungan
lingkungan dan kesehatan. Rencana tindakan yang komprehensif dan praktis
harus dirumuskan sesegera mungkin untuk mengurangi risiko terhadap
lingkungan. Kerjasama antara badan pengelolaan dan pihak penghasil sangat
untuk menyelesaikan masalah secara maksimal dan efisien. Dampak limbah
terhadap pengelolaan lingkungan penting untuk kelangsungan hidup yang baik,
karena dengan menjaga lingkungan, kita dapat memelihara ekosistem kehidupan
yang lebih baik, dan yang tak kalah pentingnya untuk menjaga kesehatan secara
keseluruhan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pembaharuan konsep pengelolaan
dan pembaharuan bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam menyelesaikan
pengelolaan lingkungan dengan baik. Mengingat banyaknya tantangan yang
terkait dengan pengelolaan limbah B3, mulai dari industrialisasi hingga
keberlanjutan sistem pengelolaan limbah yang terintegrasi, menyeluruh dan
berkelanjutan diperlukan kebijakan pengelolaan limbah B3 industri. Proses
tinjauan kebijakan ini penting untuk mencegah peningkatan kasus pencemaran
limbah industri di lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA

Ginting, P. 2007. Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah Industri. Bandung:

Yrama Widya

Pandu Akram. 2021. Dampak Limbah B3 Terhadap Kesehatan dan Cara

Penanganannya Surabaya

Damanhuri, E. 2010. Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Bandung:

Institusi Teknologi Bandung.

Undang-Undang RI No 32, 2009. Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Jakarta: Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai