Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH AGAMA ISLAM

MANUSIA DAN AGAMA

DISUSUN OLEH

DININDI NASYA MIFTAHUL MAULANDIA (2241420057)

KHOIRIANA JESNITA NADHZIROH (2241420013)

NANDA SAPTIANA NINGRUM (2241420078)

POLITEKNIK NEGERI MALANG

JURUSAN TEKNIK KIMIA

PRODI D-IV TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI

1A
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................................ 1
ABSTRAK.............................................................................................................................. 2
BAB I...................................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN.................................................................................................................... 3
BAB II.................................................................................................................................... 4
PEMBAHASAN....................................................................................................................... 4
A. Konsep Agama Dan Islam...............................................................................................4
a. Pengertian Agama dan Islam........................................................................................4
B. Agama Kebutuhan Manusia.............................................................................................7
C. Metode Memahami Islam................................................................................................8
D. Dimensi Ajaran Islam.....................................................................................................9
E. Misi Agama Islam........................................................................................................11
F. Masa Depan Agama.....................................................................................................11
a. Pembaharuan Islam pada Masa Modern......................................................................11
b. Modernisasi Pendidikan Islam di Indonesia.................................................................13
BAB III................................................................................................................................. 15
KESIMPULAN...................................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................16
ABSTRAK
Mendefinisikan makna Agama yang bisa diterima semua pihak merupakan hal yang
cukup sulit, karena semua definisi disesuaikan dengan persepsi yang mendefinisikan tersebut.
Namun secara umum para ahli bersepakat bahwa agama identik dengan religion dalam
bahasa inggris. Sebagian filsof beranggapan bahwa religion itu adalah supertitious structure
of incoherent methaficial nations; Sebagian ahli sosiologi beranggapan bahwa religion adalah
cellective expression of human values; para pengikut karl max mendefinisikan religion
dengan the opiate of the people. Secara umum, ruang lingkup suatu Agama meliputi unsur-
unsur, yaitu substansi yang disembah, kitab suci, pembawa ajaran, pokok-pokok ajaran, aliran
aliran. Bila kita cermati secara kritis, persoalan global yang menyentuh sisi-sisi kemanusiaan
seperti persoalan anomali, alienation, dan krisis makna ataupun tujuan hidup (meaning and
purpose of life). Krisis tujuan hidup ini akan berdampak pada gaya hidup manusia, yang
hanya mengandalkan nilai kebendaan, serta m terjadinya penyimpangan perilaku masyarakat,
seperti pergaulan bebas, korupsi, dan lain sebagainya. Sehingga agar manusia tidak
mengalami penyimpangan-penyimpangan tersebut, manusia membutuhkan aspek spiritual.
Agama Islam memiliki ajaran yang lengkap, mencakup seluruh aspek hidup setiap
umat Islam, aspek tersebut antara lain akidah, ibadah, akhlak, syariah, ataupun muamalah.
Jika diperhatikan di kalangan umat Islam dalam memahami ajaran agama untuk menangkap
dan merefleksikan pesan-pesan moral dari dulu hingga sekarang dapat dikelompokkan
menjadi tiga pendekatan yaitu: pendekatan naqli, aqli, dan kasfi.
Ajaran islam mempunyai misi membebaskan manusia dari berbagai bentuk anarki dan
ketidakadilan. Jika ada nilai atau norma yang tidak sejalan dengan prinsip prinsip keadilan
dan hak-hak asasi secara universal, maka nilai dan norma tersebut perlu direaktualisasi
penafsirannya.
Agama merupakan perjanjian premodial manusia dengan Tuhan dan secara alamiah
manuasia membutuhkan agama demi keberlangsungan hidupnya. Dalam menghadapi
problem masyarakat modern, agama tetap menjadi penentu untuk mengatasi keterasingan dan
penyakit kemanusiaa.Agama dalam konteks masyarakat modern bukan hanya menjadi
kebutuhan sekunder, tapi menjadi kebutuhan dasar yang wajib ada dalam peradaban modern.
BAB I

PENDAHULUAN
Dalam kehidupan manusia, agama adalah kebutuhan mutlak yang harus ada sebagai
kebutuhan primer. Dengan begitu agama tidak bisa tidak ada, dan tidak bisa ditinggalkan
sehingga harus dipenuhi. Dalam kehidupan, Manusia, Agama dan Islam adalah unsur yang
memiliki pengaruh besar dalam pembinaan generasi yang akan datang, yang tetap beriman
kepada Allah dan tetap berpegang teguh pada nilai spiritual yang sesuai dengan agama agama
samawi (agama yang datang dari langit atau agama wahyu).
Agama adalah sarana yang menjamin kelapangan dada dalam individu dan
menumbuhkan ketenangan hati pemeluknya. Agama akan memelihara manusia dari
penyimpangan, kesalahan dan menjauhkannya dari perilaku negatif. Agama berperan penting
dalam peminaan akidah dan akhlak manusia karena agama adalah jalan untuk membina
pribadi dan masyarakat yang individunya terikat oleh rasa persaudaraan, cinta kasih dan
tolong menolong. Fitrah manusia adalah beragama, ketika manusia mengaku tidak beragama
maka berarti Ia telah membohongi dirinya sekaligus berbuat zalim terhadap dirinya. Pada
bagian ini akan dijelaskan keterkaitan agama dan manusia.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Agama Dan Islam


Manusia merupakan satu bagian dari alam semesta yang bersama-sama dengan
makhluk hidup lainnya mengisi kehidupan di alam semesta ini. Dibandingkan dengan
binatang, manusia memiliki fungsi tubuh dan fisiologis yang tidak berbeda. Namun, dalam
hal yang lain manusia tidak dapat disamakan dengan binatang, terutama dengan kelebihan
yang dimilikinya, yakni akal, yang tidak dimiliki oleh binatang. Para ahli ilmu pengetahuan
tidak memiliki kesamaan pendapat mengenai manusia. Perbedaan pendapat ini disebabkan
oleh adanya kekuatan dan peran multidimensional yang diperankan oleh manusia. Mereka
melihat manusia hanya dari satu aspek saja, padahal aspek yang ada cukup banyak. Karena
itulah hasil pengamatan mereka tentang manusia berbeda-beda antar satu dengan lainnya.
Perbedaan aspek ini pula yang kemudian melahirkan berbagai disiplin ilmu yang terkait
dengan manusia.
Manusia, pada hakikatnya sebagai salah satu makhluk ciptaan Allah SWT, menurut
kisah yang diterangkan dalam sumber utama ajaran Islam yaitu Al-Quran, bahwa Allah
menciptakan manusia berikut dengan tugas-tugas mulia yang diembanya. Islam menjelaskan
bahwa Allah SWT menciptakan manusia berasal dari tanah, kemudian menjadi nutfah,
alaqah, dan mudgah sehingga akhirnya menjadi makhluk Allah SWT yang paling sempurna
dan memiliki berbagai kemampuan. Allah SWT sudah menciptakan manusia ahsanu taqwim,
yaitu sebaik-baik cipta dan menundukkan alam beserta isinya bagi manusia agar manusia
dapat memelihara dan mengelola serta melestarikan kelangsungan hidup di alam semesta ini.

a. Pengertian Agama dan Islam


Dalam kamus umum bahasa Indonesia, agama berarti segenap kepercayaan
(kepada Tuhan, Dewa dsb) serta dengan ajaran kebaktian dan kewajiban- kewajiban
yang bertalian dengan kepercayaan itu. (Poerwadarminta : 1982: 18) Agama dari
sudut bahasa (etimologi) berarti peraturan- peraturan tradisional, ajaran- ajaran,
kumpulan- kumpulan hukum yang turun temurun dan ditentukan oleh adat kebiasaan.
Agama asalnya terdiri dari dua suku kata, yaitu a berarti tidak dan gama berarti kacau.
Jadi agama mempunyai arti tidak kacau. Arti ini dapat dipahami dengan melihat hasil
yang diberikan oleh peraturan- peraturan agama kepada moral atau materiil
pemeluknya, seperti yang diakui oleh orang yang mempunyai pengetahuan, (Abdullah
: 2004 : 2) Dalam bahasa Arab, agama berasal dari kata ad-din, dalam bahasa Latin
dari kata religi, dan dalam bahasa Inggeris dari kata religion. Religion dalam bahasa
inggris (dinun) dalam bahasa Arab memiliki arti sebagai berikut:
a. Organisasi masyarakat yang menyusun pelaksanaan segolongan manusia yang
periodik, pelaksanaan ibadah, memiliki kepercayaan, yaitu kesempurnaan zat
yang mutlak, mempercayai hubungan manusia dengan kekuatan rohani yang
leibih mulia dari pada ia sendiri. Rohani itu terdapat pada seluruh alam ini, baik
dipandang esa, yaitu Tuhan atau dipandang berbilang- bilang.
b. Keadaan tertentu pada seseorang, terdiri dari perasaan halus dan kepercayaan,
termasuk pekerjaan biasa yang digantungkan dengan Allah SWT.
c. Penghormatan dengan khusuk terhadap sesuatu perundang- undangan atau adat
istiadat dan perasaan. (Abdullah : 3) Agama semakna juga dengan kata ad-din
(bahasa Arab) yang berarti cara, adat kebiasaan, peraturan, undang- undang, taat
dan patuh, mengesakan Tuhan, pembalasan, perhitungan, hari kiamat dan nasihat.
( Ali : 2007 : 25).
Pengertian ini sejalan dengan kandungan agama yang di dalamnya terdapat
peraturan-peraturan yang merupakan hukum yang harus dipatuhi panganut agama
yang bersangkutan. Selanjutnya agama juga menguasai diri seseorang dan membuat
dia tunduk dan patuh kepada Tuhan dengan menjalankan ajaran- ajaran agama.
Agama lebih lanjut membawa utang yang harus dibayar oleh penganutnya. Paham
kewajiban dan kepatuhan ini selanjutnya membawa kepada timbulnya paham balasan.
Orang yang menjalankan kewajiban dan patuh kepada perintah agama akan mendapat
balasan yang baik dari Tuhan, Sedangkan orang yang tidak menjalankan kewajiban
dan ingkar terhadap perintah Tuhan akan mendapat balasan yang menyedihkan.
Menurut Ath- Thanwi dalam buku Kasyaf Isthilahat Al- Funun disebutkan
bahwa agama adalah intisari Tuhan yang mengarahkan orang-orang berakal dengan
kemauan mereka sendiri untuk memperoleh kesejahteraan hidup di dunia dan di
akhirat. Agama bisa digunakan untuk menyebut agama semua nabi dan khusus untuk
Islam saja. Agama dihubungkan dengan Allah karena ia merupakan sumbernya,
dihubungkan kepada para nabi karena mereka sebagai perantara kemunculannya,
dihubungkan kepada umat karena mereka memeluk dan mematuhinya. Harun
Nasution dalam bukunya Islam ditinjau dari berbagai aspeknya yang dikutip oleh
Abuddin Nata memberikan definisi agama sebagai berikut
1) Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang
harus di dipatuhi;
2) Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia;
3) Mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup yang mangandung pengakuan pada
suatu sumber yang berada di luar diri manusia yang mempengaruhi
perbuatanperbuatan manusia;
4) Kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara hidup tertentu;
5) Suatu sistem tingkah laku (code of conduct) yang berasal dari kekuatan gaib;
6) Pengakuan terhadap adanya kewajiban- kewajiban yang diyakini bersumber
pada suatu kekuatan gaib;
7) Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan perasaan
takut terhadap kekuatan misterius nyang terdapat dalam alam sekitar manusia;
8) Ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang rasul.(Nata :
14)
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa agama adalah ajaran yang
berasal dari Tuhan atau hasil renungan manusia yang terkandung dalam kitab suci
yang turun temurun diwariskan oleh suatu generasi ke generasi dengan tujuan untuk
memberi tuntunan dan pedoman hidup bagi manusia agar mencapai kebahagiaan di
dunia dan akhirat, yang di dalamnya mencakup unsur kepercayaan kepada kekuatan
gaib yang selanjutnya menimbulkan respon emosional dan keyakinan bahwa
kebahagiaan hidup tersebut tergantung pada adanya hubungan yang baik dengan
kekuatan gaib tersebut.
Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa ada lima aspek yang terkandung
dalam agama. Pertama, aspek asal usulnya, yaitu ada yang berasal dari Tuhan seperti
agama samawi, dan ada yang berasal dari pemikiran manusia seperti agama ardhi atau
agama kebudayaan. Kedua, aspek tujuannya, yaitu untuk memberikan tuntunan hidup
agar bahagia di dunia dan akhirat. Ketiga, aspek ruang lingkupnya, yaitu keyakinan
akan adanya kekuatan gaib, keyakinan manusia bahwa kesejahteraannya di dunia ini
dan hidupnya di akhirat tergantung pada adanya hubungan baik dengan kekuatan gaib,
respon yang bersifat emosional, dan adanya yang dianggap suci. Keempat, aspek
pemasyarakatannya, yaitu disampaikan secara turun temurun dan diwariskan dari
generasi ke generasi lain. Kelima, aspek sumbernya, yaitu kitab suci.
Kata Islam berasal dari bahasa Arab yang mempunyai arti agama Allah yang
disyariatkan-Nya, sejak nabi Adam a.s hingga nabi Muhammad SAW, kepada umat
manusia. Dasar- dasar agama Islam pada setiap zaman dan bagi setiap umat, tidak
berubah, yaitu tetap mengajarkan agar umat manusia mengimani kepada Allah Yang
Esa, kepada para Rasul-Nya dan sebagainya. Yang berubah hanyalah hal- hal yang
berhubungan dengan syariatnya semata- mata. Syariat yang dibawa oleh Nabi
Muhammad akan kekal, sampai hari Kiamat, karena telah sesuai dengan
perkembangan waktu (li kulli zaman) dan perkembangan tempat ( li kulli makan).
(Shaodiq : 1988 : 142).
Maulana Muhammad Ali dalam mendefinisikan Islam mengambil firman Allah
surat al- Baqarah ayat 208 yang berarti: Hai orang-orang yang beriman, masuklah
kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan.
Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. Dari pengertian ini, kata Islam
dekat artinya dengan kata agama yang berarti menundukkan, patuh, utang, balasan
dan kebiasaan. Senada dengan itu Nurcholis Madjid berpendapat bahwa sikap pasrah
kepada Tuhan adalah merupakan hakikat dari pengertian Islam. Pendapat para ulama
dan cendikiawan muslim antara lain sebagai berikut (Abdullah : 7).
Menurut Syaikh Mahmud Syaltut mengatakan bahwa agama yang ajarannya
diturunkan melalui Nabi Muhammad saw. dan menegaskan untuk menyampaikan
agama tersebut kepada seluruh umat manusia dan mengajak mereka untuk
memeluknya. Sedangkan menurut Sidang Muktamar Islam merumuskan bahwa Islam
adalah agama wahyu yang diturunkan oleh Allah kepada rasul-Nya untuk
disampaikan kepada seluruh umat manusia. Majelis Tarjih Muhammadiyah
menyatakan bahwa agama Islam adalah agama yang dibawa oleh nabi Muhammad
saw. Agama yang diturunkan tersebut dalam sunnah sahihah, berupa perintah-
perintah dan larangan- larangan serta petunjuk kebaikan manusia. M. Natsir
berpendapat bahwa agama Islam adalah agama kepercayaan dan cara hidup yang
mengandung faktor- faktor sebagai berikut: percaya adanya Tuhan, wahyu, hubungan
antara Allah dengan manusia, roh manusia tidak berakhir, dan percaya bahwa
keridhaan Allah adalah tujuan hidup.
Tingkatan dien (agama) itu ada tiga; Islam, yaitu berserah diri kepada Allah
Ta’ala dengan mentauhidkan-Nya, tunduk kepada-Nya dengan ketaatan serta berlepas
didi dari syirik, Iman, yaitu percaya kepada Allah, Malaikay-Nya, Kitab-kitab-Nya,
Rasul-Nya hari akhir dan takdirnya, Ihsan, yaitu menyembah kepada Allah seakan-
akan engkau melihat-Nya.

B. Agama Kebutuhan Manusia


Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial. Artinya manusia tidak dapat hidup dan
berkembang dengan baik tanpa bantuan orang lain. Hubungan manusia dengan sesama
manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup yang kompleks, yaitu kebutuhan bersifat
fisik dan psikis. Substansi hubungan manusia itu pada pokoknya adalah saling memenuhi
kebutuhan masing- masing. Ini pertanda bahwa manusia diberikan batasan-batasan tentang
perbuatan yang baik untuk keharmonisan interaksi. Agama merupakan risalah yang
disampaikan Tuhan kepada para nabi-Nya untuk memberi peringatan kepada manusia.
Memberi petunjuk sebagai hukum- hukum sempurna untuk dipergunakan manusia dalam
menyelenggarakan tata hidup yang nyata. Mengatur tanggung jawab kepada Allah, kepada
masyarakat dan alam sekitarnya. Oleh karena itu, kewajiban semua orang untuk
menyadarkan bahwa agama merupakan kebutuhan umat manusia.
Sekurang- kurangnya ada tiga alasan yang melatar belakangi perlunya manusia
terhadap agama. Ketiga alasan (Nata : 20) tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut
yaitu: Pertama, fitrah manusia. Dalam konteks hal ini di antara ayat al Qur’an dalam surat
ar- Rum ayat 30 bahwa ada potensi fitrah beragama yang terdapat pada manusia. Dalam hal
ini dapat ditegaskan bahwa insan adalah manusia yang menerima pelajaran dari Tuhan
tentang apa yang tidak diketahuinya. Manusia insan secara kodrati sebagai ciptaan Tuhan
yang sempurna bentuknya dibanding dengan makhluk lainnya sudah dilengkapi dengan
kemampuan mengenal dan memahami kebenaran dan kebaikan yang terpancar dari ciptaan-
Nya.
Kedua, kelemahan dan kekurangan manusia. Menrut Quraish Shihab, bahwa dalam
pandangan al-Qur’an, nafs diciptakan Allah dalam keadaan sempurna yang berfungsi
menampung serta mendorong manusia berbuat kebaikan dan keburukan, dan karena itu sisi
dalam manusia inilah yang oleh al-Qur’an dianjurkan untuk diberi perhatian lebih besar. Di
antara ayat yang menjelaskan hal ini terdapat dalam surat al-Syams ayat 7-8, bahwa “ Demi
nafs serta penyempurnaan ciptaan, Allah mengilhamkan kepadanya kafasikan dan
ketaqwaan.
Ketiga, tantangan manusia. Faktor lain yang menyebabkan manusia memerlukan
agama karena manusia dalam kehidupannya menghadapi berbagai tantangan baik yang
datang dari dalam amupun dari luar. Tantangan dari dalam dapat berupa dorongan hawa
nafsu dan bisikan setan (lihat QS 12:5; 17:53). Sedangkan tantangan dari luar dapat berupa
rekayasa dan upaya- upaya yang dilakukan manusia yang secara sengaja berupaya ingin
memalingkan manusia dari Tuhan. Mereka dengan rela mengeluarkan biaya, tenaga dan
pikiran yang dimanifestasikan dalam berbagai bentuk kebudayaan yang di dalamnya
mengandung misi menjauhkan manusia dari tuhan. Kita misalkan membaca ayat yang
berbunyi “ Sesungguhnya orang- orang kafir itu menafkahkan harta mereka untuk
menghalangi orang dari jalan Allah (QS al-Anfal,36).
Berbagai bentuk budaya, hiburan, obat- obat terlarang dan lain sebagainya dibuat
dengan sengaja.” Pada zaman semakin sekuler ini agama memainkan peranan penting
terhadap kehidupan berjuta- juta manusia”.( Keene : 6) Untuk itu upaya mengatasi dan
membentengi manusia adalah dengan mengajarkan mereka agar taat menjalankan agama.
Godaan dan tantangan hidup demikian itu, sangat meningkat, sehingga upaya
mengagamakan masyarakat menjadi penting.

C. Metode Memahami Islam


Metode memahami islam adalah cara untuk lebih mendalami islam secara mendasar.
Adapun tiga jenis pendekatan yang telah dipergunakan untuk memahami ajaran islam. Yaitu;
A. Pendekatan Naqli (Tradisional)
Pendekatan naqli adalah metode memahami islam dengan langsung merujuk
kepada makna harfiah atau makna tekstual Al-Qur’an dan sunnah tanpa memberikan
peranan kepada akal dan hasil pemikiran lainnya. Pendekatan ini cenderung menolak
ilmu kalam dan tasawuf. Pendekatan ini juga bisa disebut dengan pendekatan doktriner.
Dasar penggunaan metode ini adalah anggapan bahwa teks teks wahyu sudah lengkap
menampung segala masalah yang diperlukan dan mengikuti ajaran Nabi Muhammad.
Pendekatan naqli secara keseluruhan pada umumnya telah digunakan kaum salaf.
B. Pendekatan Aqli (Rasional)
Pendekatan aqli cenderung pada cara pemahaman islam dengan menekankan
pada suatu pemikiran yang dapat diterima akal sehat secara mendalam dan jelas,
pendekatan ini menempatkan pemikiran sebagai suatu yang jelas keberadaannya.
Pendekatan ini menggunakan kekuatan akal dalam menangkap pesan pesan agama
termasuk di dalamnya adalah pendekatan fisiologis, psikologi, sosiologis, serta
pendekatan naturalistik yang berhubungan dengan hukum-hukum Tuhan di alam
(Sunnatullah). Sehingga penyampaian yang baik yang menyangkut akidah maupun
hukum, dapat diterima secara logis. Untuk itu hasil pemikiran dapat digunakan bila
berguna untuk memperkuat kebenaran dan menambah keyakinan.
C. Pendekatan kasyfi (Mistis)
Pendekatan kasyfi adalah metode yang digunakan oleh para sufi untuk
memperoleh pengetahuan atau Ma’rifah secara langsung dari Allah dengan pemahaman
yang belum diketahui hingga menemukan pemahaman yang belum diketahui hingga
menemukan pemahaman yang sesuai dengan hidup membuat seseorang itu yakin
kepada Allah SWT. Pendekatan ini juga digunakan untuk menangkap makna ajaran
agama, sehingga melahirkan emotional spiritual quotion, yang mengarah pada
kebermaknaan hidup dan keseimbangan hidup manusia dalam hubungan sesama
manusia, alam semesta dan Tuhan. Pendekatan ini menekan seseorang pada
penghayatan dan keyakinan yang diajarkan dalam islam, meskipun tidak sampai
menghilangkan suatu kepercayaan.

D. Dimensi Ajaran Islam


Dimensi ajaran Islam adalah aspek atau cara untuk melihat suatu permasalahan pada
pandangan atau kepercayaan dari kelompok atau seseorang terhadap Islam. Dimensi ajaran
Islam secara garis besar diklasifikasikan menjadi empat pokok utama, yaitu:
1. Aqidah
Aqidah Islam merupakan penutup aqidah bagi agama-agama yang telah
diturunkan Allah sebelumnya, bersamaan dengan diutusnya Nabi Muhammad sebagai
rasul terakhir. Secara bahasa, aqidah berarti sesuatu yang mengikat atau terikat,
tersimpul. Adapun secara istilah, Aqidah Islam adalah sistem kepercayaan dalam
Islam. Akidah merupakan ajaran Islam yang bersifat keyakinan hati yang menjadi
pondasi tegaknya ajaran Islam yang lain. Orang yang memiliki Aqidah (keyakinan)
yang kuat terhadap keadilan Tuhan, keyakinan itu mengikat mereka dalam bersikap
terhadap suatu nilai (misalnya pengorbanan dalam perjuangan) dan kemudian
mengikat perilakunya (misalnya tidak mau berkompromi terhadap kezaliman). Di sisi
lain, orang yang tidak memiliki keyakinan yang kuat akan keadilan Tuhan(ikatannya
longgar), mereka mudah menyerah dalam berjuang dinegosiasi untuk toleran
terhadap penyimpangan, mudah terpancing untuk membalas dendam dengan cara-cara
yang menyimpang dari aturan.Sistem kepercayaan ini akhirnya berkembang menjadi
suatu ilmu yang disebut ilmu tauhid atau ilmu ushuluddin. Ilmu tauhid berbicara
tentang enam rukun iman (iman kepadaTuhan, malaikat, rasul, kitab suci, hari akhir
dan takdir). Kajian filosofis ilmu tauhid disebut ilmu kalam, disebut juga ilmu teologi
(ilmu yang berbicara tentang ketuhanan). Diantaranya termasuk dalam bidang akidah
antara lain: rukun Islam dan rukun Iman.
2. Akhlak

Dari segi bahasa,akhlak berasal dari bahasa Arab yang berarti perangai, tabiat
(perilaku atau watak dasar),kebiasaan atau kelaziman, dan peradaban yang baik.
Adapun pengertian akhlak menurut istilah sebagaimana yang diungkapkan oleh Al-
Ghazali adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan berbagai macam
perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pertimbangan dan pemikiran. Akhlak
merupakan ajaran Islam yang bersifat pengamalan amal-amal kebajikan dan
meninggalkan amal-amal keburukan, baik dalam konteks hubungan manusia dengan
Allah, RasulNya, sesama manusia dan makhluk selain manusia. Kualitas
keberagaman ditentukan oleh nilai-nilai moral. Jika syariat berbicara tentang rukun-
rukun, sah atau tidak sah, akhlak lebih menekankan pada kualitas perbuatan, misalnya
beramal dilihat dari keikhlasannya, shalat dilihat dari kekhusukannya, perjuangan
dilihat dari kesabarannya, haji dilihat dari kemabrurannya, ilmu dilihat dari
konsistensinya dengan perbuatan, aset dilihat dari aspek dimana dan untuk apa,
kedudukan dilihat dari ukuran apa yang diberikan, bukan apa yang diterima. Karena
akhlak juga merupakan subsistem dari sistem ajaran Islam, pembidangan akhlak juga
bersifat vertikal dan horizontal. Ada akhlak manusia terhadap Tuhan, akhlak manusia
terhadap sesama manusia, akhlak manusia terhadap diri sendiri, dan akhlak manusia
terhadap alam hewan dan tumbuhan. Kajian akhlak secara mendalam dilakukan oleh
suatu ilmu yang disebut tasawuf.

3. Ibadah
Ibadah adalah Penghambaan diri dengan sepenuh hati kepada Allah untuk
menjalankan perintah-perintahnya dan meninggalkan larangan-larangannya serta
mengamalkan segala yang dicintai dan diridhai Allah, baik dhohir maupun batin
dengan keikhlasan. Hasbi ash-Shiddiqy menyatakan bahwa ”hakikat ibadah adalah
ketundukan jiwa yang timbul karena hati (jiwa) merasakan cinta akan Tuhan yang
ma’bud (disembah) dan merasakan kebesaran-Nya, lantaran beri’tikad bahwa bagi
alam ini ada kekuasaan yang akal tidak dapat mengetahui hakikatnya”. Dalam kitab
Minhajul Abidin karya Imam al-Ghazali merupakan kitab tasawuf yang khususnya
membahas mengenai ibadah. Beliau mengungkapkan “Sesungguhnya Ibadah adalah
buahnya ilmu, manfaat hidup di dunia, dan keuntungannya para hamba yang kuat-
kuat, dagangan para kekasih Allah, menjadi jalan yang menunjukkan hidupnya orang
yang takut pada Allah, dan menjadi bagian orang-orang yang mulia, menjadi tujuan
orang-orang yang mempunyai cita-cita luhur, dan menjadi tanda-tanda orang yang
yang mulia, menjadi pekerjaan orang yang sempurna, dan menjadi pilihan orang yang
cerdas. Ibadah merupakan jalan pahala dan juga merupakan jalan menuju surga.”
Telah dituturkan secara jelas oleh Imam al-Ghazali bahwa ibadah merupakan hasil
dari menuntut ilmu.
4. Muamalah
Muamalah adalah hubungan antar manusia, hubungan sosial, atau hablum
minannas. Dalam syariat Islam hubungan antar manusia tidak dirinci jenisnya, tetapi
diserahkan kepada manusia mengenai bentuknya. Islam hanya membatasi bagian-
bagian yang penting dan mendasar berupa larangan Allah dalam Al-Quran atau
larangan Rasul-Nya yang didapat dalam As-Sunnah.

Dari segi bahasa, muamalah berasal dari kata ‘aamala, yu’amilu, mu’amalat
yang berarti perlakuan atau tindakan terhadap orang lain, hubungan kepentingan
(seperti jual-beli, sewa dsb). Sedangkan secara terminologis muamalah berarti bagian
hukum amaliah selain ibadah yang mengatur hubungan orang-orang mukallaf antara
yang satu dengan lainnya baik secara individu, dalam keluarga, maupun
bermasyarakat.

Ketetapan-ketetapan Allah dalam masalah muamalah terbatas pada yang


pokok-pokok saja. Bidang muamalah terbuka sifatnya untuk dikembangkan melalui
ijtihad. Kalau dalam bidang ibadah tidak mungkin dilakukan modernisasi, maka
dalam bidang muamalah sangat memungkinkan untuk dilakukan modernisasi. Karena
sifatnya yang terbuka, dalam bidang muamalah berlaku asas umum, yakni pada
dasarnya semua akad dan muamalah boleh dilakukan, kecuali ada dalil yang
membatalkan dan melarangnya. Dari prinsip dasar ini dapat dipahami bahwa semua
perbuatan yang termasuk dalam kategori muamalah boleh saja dilakukan selama tidak
ada ketentuan atau nash yang melarangnya. Oleh karena itu, kaidah-kaidah dalam
bidang muamalah dapat saja berubah seiring dengan perubahan zaman, asal tidak
bertentangan dengan ruh Islam.
E. Misi Agama Islam
Misi utama ajaran Islam adalah membebaskan manusia dari berbagai bentuk anarki dan
ketidakadilan. Karena Allah Maha Adil, maka tidak mungkin di dalam kitab suci-Nya
mengandung konsep-konsep yang tidak mencerminkan keadilan. Jika ada nilai atau norma
yang tidak sejalan dengan prinsip-prinsip keadilan dan hak-hak asasi secara universal, maka
nilai dan norma tersebut perlu direaktualisasi penafsirannya. Dalam perspektif Islam,
kemanusiaan hakiki adalah kembali kepada fitrah manusia itu sendiri; sebagai manusia yang
cenderung kepada nilai-nilai keagamaan yang substansial, dan nilai-nilai moral- spiritual
yang bersifat perennial. Manusia adalah theomorfic being yang bertugas sebagai khalifah di
muka bumi. Oleh karena itu, manusia dituntut untuk bercermin pada sifat-sifat Allah Yang
Maha Pengasih, Maha Pengatur, dan Maha Adil untuk diaktualisasikan dalam realitas
kehidupan nyata, sehingga wajah dunia ini menjadi dunia yang penuh kasih sayang,
keteraturan, keadilan, kedamaian dan kesejahteraan. Al-Qur‘an menegaskan bahwa
kedatangan nabi Muhammad dengan misi risalah Islam adalah sebagai rahmat bagi semesta
alam. Rahmat berarti pembebasan manusia dari segala macam yang tidak sesuai dengan
karakter dan tabiat manusia dan alam itu sendiri. Pada tataran nilai, Islam sejak awal
mengajarkan kebaikan dan moralitas luhur, dan pada saat yang sama melarang segala
perilaku jahat. Dalam Islam disebutkan, bahwa kehadirannya adalah sebagai rahmat bagi
semesta alam. Cita-cita moral ideal Islam adalah membangun dunia, dimana orang Islam
maupun non-Islam hidup bersama menikmati keadilan, kedamaian, kasih sayang dan
keharmonisan. Inilah tantangan dan persoalan dalam kehidupan modern sekarang ini. Adalah
tugas semua elemen masyarakat, terutama para pemimpin agama dan para intelektual untuk
menangkap pesan-pean moral agama yang dapat membawa kepada kehidupan yang harmonis
di tengah pluralitas.

F. Masa Depan Agama


a. Pembaharuan Islam pada Masa Modern
Islam dengan ajaran rahmatan lil alamin telah memberikan wacana masa depan
peradaban manusia dalam perkembangan dan kemajuan masyarakat. Bagi Islam
kemodernan adalah sunatullah yang harus dilewati.
Pembaharuan Islam pada Masa Modern harus dilakukan karena mempunyai
tujuan yaitu untuk membawa umat Islam kepada kemajuan. Sebab pada periode
pertengahan umat Islam sudah sedemikian tertinggal jauh dibelakang peradaban
Barat. Salah satu indikatornya adalah ekspedisi Napoleon Bonaparte di Mesir yang
berakhir tahun 1801 M membuka mata dunia Islam. Kaum muslim di Turki (saat jadi
pusat khalifah) dan Mesir terasa akan kemunduran dan kelemahan umat Islam, di
samping kemajuandan kekuatan Barat.
Sedangkan pada masa modern ini, keadaan malah menjadi terbalik. Justru umat
Islam yang ingin belajar dari Barat lantaran kemajuan bangsa Barat dalam ilmu
pengetahuan, teknologi dan peradabannya. Potret ”keluguan” sekaligus ketertinggalan
umat muslim sebagai dimaksud jelas menyerukan bangkitnya kesadaran bahwa
keadaan umat Islam sudah demikian tertinggal jauh di belakang peradaban Barat.
Para pemuka Islam kembali mengeluarkan pemikirannya bagaimana caranya
membuat umat Islam kembali maju sebagaimana pada periode klasik. Artinya mereka
berusaha menggerakkan umat Islam untuk memperbaharui kehidupan serta
mendorong mereka untuk mengusir dominasi kekuatan asing di negeri-negeri Islam.
Para tokoh pembaharuan Islam itu di antaranya adalah Muhammad Abduh dan
Muhammad Rasyid Ridha. Mereka ini adalah dua dari beberapa tokoh pembaharuan
Islam yang pengaruh pemikirannya tersebar luas hingga ke Indonesia.
Muhammad Abduh menginginkan proses belajar yang modern, seperti sekolah
yang didirikan oleh pemerintah. Hal inilah yang membuat Muhammad Abduh merasa
bahwa umat Islam mengalami kemunduran salah satunya karena aspek pendidikan
yang stagnan. Setelah menamatkan belajar di kampungnya, ia meneruskan studi ke
Al-Azar. Di Kairo yang menjadi pusat universitas Al-Azhar Muhammad Abduh mulai
mengemukakan pemikiran pembaharuan islam.
Sedangkan Rasyid Ridha memiliki nama lengkap Muhammad Rasyid Ibn Ali
Ridha Ibn Muhammad Syams Al-Din Al-Qalamuny, ia belajar dan mengadopsi
pembaharuan dari gurunya Muhammad Abduh. Kedua pembaharu ini memiliki
kesamaan pemikiran jika disatukan. Pemikiran-pemikiran pembaharuan mereka, yang
pertama mengenai pemberantasan kejumudtan. Umat Islam pada periode pertengahan,
tengah mengalami kemunduran. Dalam kata Jumud yang memiliki arti keadaan
membeku, keadaan statis, berjalan di tempat dan tidak ada perubahan. Hal inilah yang
membuat umat Islam tidak menghendaki perubahan dan tidak mau menerima
perubahan. Sebab lain ialah karena umat Islam tidak kenal ilmu pengetahuan dan
teknologi yang membawa pada kemajuan. Hal ini harus. disingkirkan, karena akan
menyebabkan umat Islam semakin tertinggal dari dunia Barat.
Pemikiran selanjutnya memberantas bidah. Muhammad Abduh dan Rasyid
Ridha melarang umat Islam berlebihan dalam memuja Syekh dan wali. Kepatuhan
membuta kepada ulama, taklid kepada ulama terdahulu akan menjerumuskan umat
Islam kepada kesesatan. Munculnya bermacam-macam bidah ke dalam Islam akan
membuat umat Islam lupa akan ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya
Selanjutnya mereka melanjutkan terbukanya Ijtihad, dimana ajaran-ajaran asli
itu haruslah disesuaikan dengan masa modern yaitu dengan adanya interpretasi baru.
Maka dari itu, pintu Ijtihad perlu dibuka. Ijtihad bagi mereka perlu dilakukan sesuai
dengan sumber asli dari ajaran-ajaran Islam Alquran dan Hadits. Namun, Ijtihad yang
dimaksud adalah problem yang terkait dengan muamalah yang ayat dan hadisnya
bersifat umum. Hukum kemasyarakatan ini yang perlu disesuaikan dengan
perkembangan zaman. Mengenai bidang ibadah tidak perlu dilakukan Ijtihad, karena
ini merupakan hubungan manusia dan Tuhan yang tak menghendaki perubahan
menurut zaman.
Untuk pemikiran pembaharuan Islam yang terakhir, mengenai pengembangan
pendidikan dan ilmu pengetahuan. Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha berusaha
merubah system pembelajaran tradisional ke pembelajaran modern. Maka dari itu
sekolah-sekolah Islam modern pun perlu dibuka, dimana dalam mata pelajarannya
juga perlu ditambahkan kurikulum mata pelajaran teknologi, sosiologi, pendidikan
moral, ilmu bumi, ekonomi, ilmu hitung, kesehatan dan bahasa asing di samping
pendidikan agama. Sebaliknya, pada lembaga-lembaga pendidikan seperti sekolah
militer, kedokteran, teknik dalam mata pelajarannya perlu ditambahkan kurikulum
pelajaran agama. Agar para pelajar dan umat Islam lainnya dapat mengejar
ketertinggalan mereka di zaman yang sudah modern itu.

b. Modernisasi Pendidikan Islam di Indonesia


Pendidikan adalah keindahan proses belajar mengajar dengan pendekatan
manusianya (man centered), dan bukan sekadar memindahkan otak dari kepala-kepala
atau mengalihkan mesin ke tangan, dan sebaliknya. Pendidikan lebih dari itu,
pendidikan menjadikan manusia mampu menaklukkan masa depan dan menaklukkan
dirinya sendiri dengan daya pikir, daya zikir, dan daya ciptanya. Dari sudut pandang
masyarakat, pendidikan adalah proses sosialisasi, yakni memasyarakatkan nilai-nilai,
ilmu pengetahuan, dan keterampilan dalam kehidupan.
Dalam studi kependidikan, sebutan “Pendidikan Islam” pada umumnya
dipahami sebagai suatu ciri khas, yaitu jenis pendidikan yang berlatar belakang
keagamaan. Dapat juga digambarkan bahwa pendidikan yang mampu membentuk
“manusia yang unggul secara intelektual, kaya dalam amal, dan anggun dalam moral”.
Hal ini berarti menurut cita-citanya pendidikan Islam memproyeksi diri untuk
memproduk “insan kamil”, yaitu manusia yang sempurna dalam segala hal, sekalipun
diyakini baru (hanya) Nabi Muhammad SAW yang telah mencapai kualitasnya.
Pendidikan Islam dijalankan atas roda cita-cita yang demikian dan sebagai alternatif
pembimbingan manusia agar tidak berkembang atas pribadi yang terpecah, split of
personality, dan bukan pula pribadi timpang. Manusia diharapkan tidak materialistik
atau aspiritualistik, amoral, egosentrik atau antrosentris, sebagaimana yang secara
ironis masih banyak dihasilkan oleh sistem pendidikan kita dewasa ini. Untuk meraih
tujuan yang ideal itu, maka realisasinya harus sepenuhnya bersumber dari cita-cita al-
Qur’an, sunnah, dan ijtihad-ijtihad yang masih berada dalam ruang lingkupnya.
Pendidikan dijadikan sebagai usaha sadar yang dibutuhkan untuk menyiapkan
anak manusia demi menunjang perannya dalam dinamika perubahan kebudayaan
masyarakat di masa datang. Karena itu, upaya pendidikan yang dilakukan oleh suatu
bangsa tentu memiliki hubungan yang sangat signifikan dengan blue print peradaban
bangsa itu di masa mendatang. Upaya ini menunjukkan bahwa pendidikan merupakan
salah satu kebutuhan asasi manusia.
Perubahan peradaban dan kebudayaan masyarakat, dewasa ini, berjalan secara
cepat dan berkelindan. Perubahan ini tentu saja akan mempengaruhi pilihan
masyarakat terhadap pendidikan sebagai agent of change. Pendidikan yang akan
dipilih masyarakat sudah barang tentu yang dapat mengembangkan kualitas dirinya
sesuai dengan perkembangan perubahan itu. Sebaliknya, pendidikan yang kurang
memberikan janji masa depan tidak akan mengundang minat atau antusiasme
masyarakat. Sesuai dengan ciri masyarakat seperti ini, maka pendidikan yang akan
dipilihnya adalah pendidikan yang dapat memberikan kemampuan secara teknologis
fungsional, individual, informatif, dan terbuka. Dan yang lebih penting lagi,
kemampuan secara etik dan moral yang dapat dikembangkan melalui agama. Dari
semua itu, pada akhirnya kita mempertanyakan posisi dan peran pendidikan Islam di
Indonesia. Dalam konteks inilah akan dijumpai betapa pendidikan Islam yang dari
segi kuantitas menunjukkan perkembangan yang dinamis mulai dari taman kanak-
kanak sampai perguruan tinggi menghadapi berbagai persoalan. Tidak saja pada
persoalan tataran normatif filosofis, tetapi juga menyangkut orientasi kultural di masa
depan. Rangkaian persoalan itu tidak dapat dipisahkan, karena terdapat kaitan yang
bersifat causal relationship. Karena itu, langkah penyelesaiannya harus bersifat
menyeluruh dan tidak bisa dengan cara parsial atau kasuistik.
Berkaitan dengan kemampuan proyektif ini, yang sering ditangkap dengan
jelas dalam masyarakat akhir-akhir ini adalah adanya pergeseran pandangan terhadap
pendidikan seiring dengan tuntutan masyarakat (social demand) yang berkembang
dalam skala yang lebih makro. Kini, masyarakat melihat pendidikan tidak lagi
dipandang hanya sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan terhadap perolehan
pengetahuan dan keterampilan dalam konteks waktu sekarang, tetapi juga dipandang
sebagai pembentuk citra kebudayaan bangsa untuk waktu yang akan datang. Menurut
Musya Asy’ari (1984: 14), dinamika dan perkembangan kehidupan umat manusia
yang dahsyat sekarang ini, terjadi karena adanya pergerakan dinamis pengetahuan
manusia. Yakni, proses perkembangan ilmu pengetahuan yang membentuk
kebudayaan umat manusia di suatu bangsa. Harus disadari, secara ontologis,
kebudayaan ada karena adanya manusia. Ini menunjukkan bahwa pendidikan menjadi
generator penggerak dan pembentuk kebudayaan. Karena itu, jika pendidikan kita
masih saja terus menerus jalan di tempat dan tidak mengikuti dinamika dan
perkembangan kehidupan manusia, maka tidak mustahil jika citra kebudayaan bangsa
tetap akan memegang predikat tertinggal.
BAB III

KESIMPULAN

Tuhan menurunkan agama untuk kepentingan manusia. Agama mengandung arti


ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi oleh manusia. Ikatan ini mempunyai pengaruh besar
terhadap kehidupan manusia. Ikatan itu berasal dari kekuatan yang lebih tinggi dari manusia,
sebagai fitrah yang diberikan Tuhan kepada hamba-Nya. Agama sangat berguna dan
mempunyai fungsi yang penting dalam kehidupan manusia, yaitu agama merupakan unsur
mutlak dalam pembinaan karakter pribadi dan membangun kehidupan sosial yang rukun dan
damai, mendidik agar memiliki jiwa yang tenang, membebaskan dari belenggu perbudakan,
berani menegakkan kebenaran, memiliki moral yang terpuji dan agama dapat mengangkat
derajat manusia lebih tinggi dari makhluk Tuhan yang lain. Kebutuhan manusia terhadap
agama didasari oleh beberapa faktor dominan, yaitu faktor fitrah, kekurangan dan kelemahan
manusia dan faktor tantangan yang dihadapinya. Oleh karena itu agama adalah paket yang
sangat dan amat dibutuhkan oleh manusia.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.researchgate.net/publication/
338067582_MASA_DEPAN_ISLAM_DI_INDONESIA
https://e-journal.metrouniv.ac.id/index.php/akademika/article/view/173
https://media.neliti.com/media/publications/99550-ID-kebutuhan-manusia-terhadap-
agama.pdf
http://repository.uinbanten.ac.id/1221/4/BAB%20III.pdf
https://media.neliti.com/media/publications/56722-ID-none.pdf
https://jurnal.uinbanten.ac.id/index.php/alqalam/article/view/643/525

Anda mungkin juga menyukai