Anda di halaman 1dari 5

TUGAS KELOMPOK IV

STUDY CASE
EFISIENSI INDOFARMA MENUJU
PRODUSEN OBAT GENERIK TERBESAR

MANAJEMEN STRATEGI
(Dr.H.PRIYO SUSILO, MM)

DI SELESAIKAN OLEH,

PRASETIA ADI N (1361.101.065)


RAHMAT SYAH (1361.101.059)
SUTRIONO (1361.101.043)
MAHFUDIN (1361.101.057)
WAHYU MANURIAN (13.61101.071)

PROGRAM PASCA SARJANA S-2 MANAJEMEN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
TANGERANG
2014

1
STUDY CASE

EFISIENSI INDOFARMA MENUJU


PRODUSEN OBAT GENERIK TERBESAR

Kegiatan transformasi dan efisiensi yang dilakukan pihak manajemen indofarma


membuahkan hasil, namun demikian bagaimanakah kira-kira keberlangsungan upaya
tersebut? Akankah berkelanjutan dan lestari? Ataukah, hanya kegiatan sesaat?
Bagaimana keberlangsungan suatu organisasi membutuhkan komitmen serta
konsistensi yang kuat dan terarah dari menejemen puncak hingga karyawan kelas
bawah ?

PT Indofarma merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berada dibawah
Departemen Kesehatan, berdiri pada tahun 1918 dengan nama Pabrik Obat Manggarai pada
zaman colonial Belanda dengan kegiatan pembuatan salep dan pemotongan kain kasa
pembalut yang dilakukan di Central Burgelijke (CBZ) dengan lokasi terpisah-pisah yang
sekarang merupakan Rumah Sakit Cipto Mangun kusumo di Jakarta.Pada tanggal 2 Januari
1996, Perum Indonesia Farma diubah menjadi Perseroan Terbatas Indofarma (PT Indofarma).
Untuk mengantisipasi perubahan dan daya saing, pada tahun ini dilakukan akuisisi PT Riasima
Abadi Farma, yang merupakan produsen bahan baku farmasi, dilakukan renofasi pada bagian
Litbang pada tahun 1996-1997. Tahun 1999 dibangun extraction plant dan selesai awal tahun
2000, serta pendirian anak perusahaan PT Indofarma Global Medika (PT IGM) sebagai
distributor dan pemasaran produksi farmasi termasuk alat kesehatan. Sekarang IGM memiliki
28 cabang diseluruh Indonesia. Tahun 2000 dibangun perusahaan makanan di Lippo Cikarang
Industrial Estate Jawa Barat. PT Indofarma mendapat sertifikat ISO-9002 untuk unit produksi
steril termasuk unit seteril yang tahun 2001 ditingkatkan menjadi ISO-9001 untuk seluruh unit
produksi termasuk unit produksi herbal dan Litbang. Tanggal 17 April 2001, PT Indofarma
melakukan penawaran saham perdana kepada masyarakat dan mendaftarkan seluruh saham
perseroan di Bursa Efek Surabaya. Status Indofarma berubah menjadi PT Indofarma (Persero)
Tbk. Meningkatkan investasi penyertaan modalnya pada PT Riasima Abadi Farma dari 43,5%
menjadi 50,8% sebagai pemegang saham mayoritas. Pada bulan Mei 2002, bisnis retail apotik

2
yang dirintis sejak Oktober 2001 telah mengembangkan 14 apotek di Jawa dan Bali dan akan
terus ditingkatkan penyebarannya diseluruh indonesia.

Sebagai perusahaan farmasi terbesar di Indonesia memungkinkan PT Indofarma melakukan


maneuver bisnis secara besar-besaran yang mendapat dukungan penuh dari pemerintah
diantaranya yaitu :

 Ikut berperan aktif dalam pemberantasan dan pencegahan HIV/AIDS, Malaria, dan
penyakit TB. Yang dilakukan dengan cara penyediaan produk khusus berupa paket obat
anti tuberkulosis (OAT) paru dalam bentuk sediaan fixed dose combination (FDC) dan
alat deteksi cepat (rapid text diagnositic) untuk screening awal pada kasus infeksi
HIV/AIDS, malaria dan TB paru.
 Indofarma sebagai satu-satunya produsen obat generic yang murah dan berkualitas
menjadi pilihan yang tepat bagi masyarakat sehingga pasar untuk obat generic masih
terbuka lebar, untuk itu Indofarma berfokus pada Obat Generic Berlogo (OGB)
merupakan obat-obatan esensial yang paling banyak dibutuhkan untuk peresepan
dokter yang digunakan secara rutin untuk pengobatan pasien di RS, klinik, praktek
dokter swasta, rumah bersalin, puskesmas, pengobatan pasien korban bencana alam
dsb. Secara total, penjualan produk OGB memberikan kontribusi tertinggi sebesar 90%.
 Indofarma juga masuk dalam lini produsen obat ethical branded.
 Indofarma juga menangkap peluang kebiasaan masyarakat Indonesia dalam
mengkonsumsi obat bebas (OTC) dan suplemen tanpa harus menyertakan resep dari
dokter. Diantaranya dengan memproduksi obat herbal dan non herbal, diantaranya
Biovision, Prolipid, Prouric, dan Bioprost.
 Indofarma melakukan gebrakan baru dengan meluncurkan program “SERBU” alias
Indofarma serba seribu. Program ini adalah program obat bebas dengan harga Rp.1000
per strip untuk mengobati 12 penyakit ringan yang sering terjadi , baik untuk anak-
anak maupun orang dewasa.

Sebagai perusahaan BUMN yang mendapat dukungan penuh dari pemerintah, Indofarma
bukan berarti dalam sejarah perkembangannya tanpa hambatan dan pasang surut dan
Indofarma pun pernah mengalami kerugian yang cukup besar, Indofarma berusaha

3
menyelaraskan , merespon dan mengikuti perubahan lingkungan dengan melakukan
transformasi budaya kerja disegala lini, antara lain :

 SDM (Sumber Daya Manusia), Langkah yang tepat adalah dengan melakukan Refresh
dan Recovery didalam manajemen baik secara Internal maupun External.
 Proses Produksi ,Untuk dapat terus berkembang Indofarma harus tetap mengikuti
perubahan dan perkembangan zaman, dan perubahan tekhnologi dan arus informasi
dunia yang berkembang dengan sangat pesat, tentunya Indofarma harus tetap up to
date informasi mengenai penggunaan mesin-mesin bertekhnologi canggih.
 Keuangan, Indofarma harus melakukan cost saving diberbagai lini, baik produksi,
proses distribusi dan transportasi serta bagian lainnya, dalam rangka transformasi
organisasi untuk mencapai efisiensi secara total.

Dampak dari pengelompokkan ini adalah perusahaan ini lebih mudah dalam menentukan
langkah strategis dalam kelompok portofolio produk, sehingga terjadi kenaikan produksi dan
berdampak pada peningkatan laba perusahaan, diantaranya dilakukan dengan :

 Penerapan manajemen kas


 Optimalisasi pasar obat-obat generic berlogo (OGB)
 Reposisi portofolio penjualan produk
 Peningkatan pemanfaatan kapasitas produksi
 Mengoptimalkan fungsi manajemen keuangan

PT Indofarma (Persero) Tbk. Menyiapkan anggaran belanja modal Rp 100 miliar tahun
ini. Perusahaan akan memanfaatkan dana tersebut untuk meningkatkan efisiensi.
Perusahaan akan memunculkan sejumlah anggaran tersebut dari kas.
Indofarma, membagi anggaran untuk tiga rencana strategis.

 Pertama, Rp 50 miliaran dianggarakan untuk membeli mesin-mesin baru.


Direktur Keuangan Indofarma pembelian mesin-mesin baru akan meningkatkan
performa produksi perusahaan. "Kami bisa meningkatkan efisiensi dengan tidak
menggunakan toll manufacturing karena kami akan menggunakan pabrik kami
sendiri, Sekedar informasi, toll manufacturing adalah pengalihan produksi
kepada perusahaan lain. Cara ini ditempuh karena perusahaan pemberi toll

4
manufacturing tidak memiliki fasilitas produksi tertentu atau karena kapasitas
produksi tidak mencukupi.Nah, produksi dengan pabrik sendiri nanti, digadang
bakal menunjang rencana bisnis perusahaan untuk mengutamakan menjual obat
bermargin tebal sebesar 20%-25%.
 Kedua, Rp 25 miliaran dipakai untuk membangun pabrik obat herbal. Rencana
pembangunan pabrik obat herbal sejatinya bukan rencana baru. Tahun lalu,
perusahaan sudah memasukkan rencana tersebut dalam daftar strategi
2013.Hanya saja, pemenuhan komitmen tender e-catalog obat generic mendesak
perusahaan untuk mengutamakan penyelesaian renovasi pabrik dan produksi
obat generik. Alhasil, rencana yang belum terealisasi tersebut kembali menjadi
target perusahaan tahun ini.
 Ketiga, Rp 25 miliaran untuk membangun pabrik riset dan pengembangan,
pembangunan pabrik riset dan pengembangan sudah dalam proses tender.
Perusahaan menargetkan dalam dua sampai tiga bulan lagi pabrik bisa
dibangun.
Pilihan perusahaan tak mencari pinjaman, masuk akal.Jika melihat capaian
kinerja Indofarma 2013, dimana perusahaan menandang rugi Rp 54,22 miliar,
tentu sangat berisiko jika menamba hutang. Padahal di 2013 pendapatan masih
tumbuh 16,52% menjadi Rp 1,34 triliun. Tak Cuma itu, di 2012 perusahaan malah
masih mengantongi laba Rp 42,38 miliar.

Anda mungkin juga menyukai