Anda di halaman 1dari 31

TUGAS REVIEW JURNAL

MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bioaktif Bahan Alam
(TPP82002)

Dosen Pengampu : Dr. Erryana Martati, STP., MP.


Nama Mahasiswa : Dini A. R. Prasetya (216100101111003)

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2021/2022
REVIEW AKTIVITAS ANTI-KANKER CURCUMIN
PENDAHULUAN
Kanker merupakan penyebab kematian kedua di dunia dan salah satu masalah
kesehatan masyarakat yang utama [1]. Pada tahun 2020 diperkirakan terdapat 19.3 juta
kasus kanker dan di Indonesia sendiri diprediksi terdapat 396,914 kasus kanker baru
dengan total kematian sebesar 234,111 jiwa [2]. Meskipun kemajuan besar dalam terapi
kanker, insiden dan tingkat kematian akibat kanker tetap tinggi. Oleh karena itu,
pencarian strategi pengobatan kanker yang lebih efisien dan kurang toksik masih
menjadi yang terdepan dalam penelitian saat ini [3]. Curcumin, bahan aktif dari tanaman
Curcuma longa, mendapat perhatian besar selama dua dekade terakhir sebagai agen
antioksidan, anti-inflamasi, dan anti-kanker [4].
Mekanisme utama curcumin sebagai anti-kanker termasuk dengan menginduksi
apoptosis dan menghambat proliferasi dan invasi tumor dengan menekan berbagai jalur
sinyal seluler [5]. Salah satu penyebab utama kanker adalah hilangnya keseimbangan
antara proliferasi sel dan kematian sel [6]. Ketika sel tidak mengalami kematian karena
tidak adanya sinyal apoptosis, maka terjadi proliferasi sel yang tidak terkendali yang
akhirnya mengarah ke berbagai jenis kanker [7]. Sinyal apoptosis dihasilkan melalui
dua jalur utama: jalur intrinsik dan jalur ekstrinsik [8].
Jalur intrinsik bekerja melalui stimulasi membran mitokondria untuk menghambat
ekspresi protein antiapoptosis Bcl-2 dan Bcl-Xl [8]. Curcumin dapat mengganggu
keseimbangan potensial membran mitokondria, sehingga menyebabkan peningkatan
supresi protein Bcl-xL [9]. Jalur apoptosis ekstrinsik bekerja melalui peningkatan death
receptors (DRs) pada sel dan memicu apoptosis yang terkait dengan tumor necrosis
factor (TNF). Curcumin juga dapat berkontribusi pada jalur apoptosis ekstrinsik dengan
meningkatkan ekspresi death receptos DR-4 dan DR-5 [10]–[12]. Studi in vitro yang
dilakuakn di penelitian sebelumnya menunjukkan kemampuan dari curcumin dan
derivatnya untuk menginduksi apoptosis pada kultur sel kanker yang berbeda dengan
menghambat atau menurunkan regulasi faktor transkripsi intraseluler. Faktor-faktor ini
termasuk NF-κB, protein aktivator 1 (AP-1), siklooksigenase II (COX-2), sintase oksida
nitrat, matriks metaloproteinase-9 (MMP-9), dan STAT3 [13], [14].
UJI IN VITRO SENYAWA CURCUMIN
1. IN VITRO AND IN VIVO ANTI-TUMORAL EFFECT OF CURCUMIN AGAINST
MELANOMA CELLS [15]
a. METODE
Kultur sel melanoma yang digunakan pada penelitian ini adalah
murine melanoma cell (B16-R) yang resistan terhadap 3.5×10-7 M
doxorubicin. Sel B16-R ditumbuhkan dengan 5% CO 2 pada suhu 37C,
dengan menggunakan media RPMI 1640 yang diperkaya dengan 10%
FBS. Lapisan monolayer B16-R kemudian dilepaskan dengan
menggunakan tripsin dan sebanyak 1 ml media yang mengandung 1 ×105
sel B16-R ditambahkan ke mikroplat 24-well yang telah dilapisi dengan
400 μl 1.33% agarosa tipe 2 agar diperoleh sel kanker spheroid. Plate
tersebut diinkubasi selama 24 jam dengan agitasi (70 cycles/min) pada
suhu 37C dan 5% CO2.
Selanjutnya dilakukan uji kolorimetri/sitotoksisitas curcumin dengan
menggunakan Tetrazolium (MTT). Sebanyak 1.0×104 sel B16-R
ditumbuhkan selama 12 jam sebagai kultur sel monolayer. Sel B16-R lalu
diinkubasi dalam 200 μl RPMI, 10% FBS yang mengandung curcumin
dengan variasi konsentrasi 1 – 100 μM di dalam 96-multiwell plates
selama 24 – 48 jam. Setelah diinkubasi, sel kanker tersebut dicuci
sebanyak 2 kali dengan PBS dan sebanyak 500 μl media baru yang
megandung MTT (0.3 mg/ml) ditambahkan untuk uji kolorimetrinya. Uji
kelangsungan hidup sel dengan menggunakan curcumin juga dilakukan
pada sel B16-R yang berbentuk spheroid. Sel spheroid B16-R yang
berusia 3 hari diinkubasi dalam 1 ml RPMI-FBS yang mengandung
curcumin dengan menggunakan variasi konsentrasi 1 – 200 μM di dalam
24-multiwell plates selama 24 – 48 jam. Sel spheroid kemudian
dipisahkan secara mekanis dengan pemipetan, dicuci 2 kali dengan PBS,
dan sebanyak 500 μl media baru yang megandung MTT (0.3 mg/ml)
ditambahkan untuk uji kolorimetri. Diketahui pada 2 kasus, setelah 3 jam
diinkubasi dengan MTT, DMSO ditambahkan untuk melarutkan kristal
(200 μl untuk lapisan monolayer B16-R, dan 750 μl untuk spheroid B16-R).
Viabilitas sel ditentukan dengan mengukur perbedaan optical density
antara 550 – 650 nm. Fraksi sel yang masih hidup ditentukan dengan
membagi rata-rata nilai absorbansi sampel yang diberi perlakuan dengan
nilai absorbansi rata-rata dari sampel yang tidak diberi perlakuan (sampel
kontrol).
Selanjutnya dilakukan analisis fragmentasi DNA genom. Sel B16-R
monolayer yang diberi treatment curcumin ataupun tanpa treatment
curcumin diekstrak DNA-nya dan dianalisis dengan menggunakan gel
agarosa untuk visualisasi pita/band DNA-nya. Pada waktu tertentu, sel
spheroid B16-R yang diberi treatment curcumin atau tanpa curcumin akan
difiksasi dengan 10% formalin dalam PBS selama 4 jam. Sel tersebut
kemudian didehidrasi dengan meningkatkan konsentrasi etanol. Sel
spheroid tersebut kemudian dipotong (5 μm), lalu ditaruh pada slide kaca,
dan direhidrasi kembali dengan clearene dan konsentrasi etanolnya
diturunkan. Identifikasi kematian sel/fragmentasi DNA dilakukan dengan
uni TUNEL (terminal deoxynucleotidyl transferase-mediated dUTP nick
end-labeling), menggunakan Apoptag In Situ Apoptosis Detection Kit
sesuai dengan petunjuk yang diberikan.
b. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh curcumin pada viabilitas sel B16-R sebagai monolayer
menunjukkan aktivitas optimum yang dicapai adalah sebesar 50 μM
terlepas dari lama durasi inkubasinya. Untuk inkubasi 24 dan 36 jam
dengan curcumin, diketahui nilai IC50-nya adalah sekitar 27 μM,
sedangkan inkubasi selama 48 jam menunjukkan nilai IC50 sebesar 18 μ
M. Disimpulkan curcumin bersifat toksik terhadap sel melanoma B16-R
(Gambar 1.1).
Selanjutnya pengaruh curcumin terhadap sel B16-R yang
ditumbuhkan menjadi spheroid (3D cultures) secara umumnya
menunjukkan bahwa sel spheroid B16-R tersebut lebih resistan terhadap
curcumin dibandingkan dengan sel monolayer B16-R dengan konsentrasi
<100 μM. Diketahui nilai IC50 untuk inkubasi selama 48 jam adalah 160 μ
M dan nilai IC50 untuk inkubasi selama 24 dan 36 jam adalah sekitar 175
μM (Gambar 1.2).

Gambar 1.1. Pengaruh curcumin terhadap sel B16-R. Sel (1.0×106) ditumbuhkan
sebagai monolayer sebelum diinkubasi dengan curcumin (1 – 100 μ M) dengan durasi
yang berbeda. Nilai IC50 ditentukan dengan uji MTT.

Gambar 1.2. Pengaruh curcumin (1 – 200 μM) terhadap sel spheroid B16-R. Nilai IC50
ditentukan dengan uji MTT
Selanjutnya pengaruh curcumin terhadap apoptosis sel B16-R
monolayer. Analisis dari DNA sel B16-R yang diekspos dengan 100 μM
selama 24 jam menunjukkan peristiwa apoptosis (DNA cleavage) begitu
pula dengan sampel yang diberikan treatment curcumin sebesar 100 μM
selama 48 jam, sedangkan tidak terlihat pola DNA cleavage pada sampel
yang tidak diberikan treatment curcumin. Selain itu, tidak ditemukan
apoptosis sel B16-R yang diberikan treatment curcumin <100 μM. Oleh
karena itu dapat disimpulkan konsentrasi curcumin 100 – 200 μM dapat
menginduksi apoptosis sel melanoma B16-R dengan cara yang
bergantung pada dosis. Selain itu, diketahui apoptosis sel B16-R oleh
curcumin juga tergantung oleh waktu karena ketika sel diberikan treatment
curcumin 100 μM selama 48 jam, hampir seluruh fragmen DNA berukuran
180 bp, sedangkan DNA ladder terlihat pada konsentrasi yang sama
dengan sampel sel B16-R yang diberikan treatment curcumin 100 μM
selama 24 jam (Gambar 1.3).

Gambar 1.3. Analisis elektroforesis gel agarosa 1.8% DNA sel B16-R yang ditumbuhkan
selama 12 jam sebelum treatment curcumin. (A) berat molekuler DNA ladder (baris 1),
DNA sel kontrol (baris 3), sel B16-R yang diberi treatment curcumin 100 μM selama 24
jam (baris 2), dan sel B16-R yang diberi treatment curcumin 200 μM selama 24 jam
(baris 4) dan (B) berat molekuler DNA ladder (baris 1, 4), sel B16-R yang diberi treatment
curcumin 100 μM selama 48 jam (baris 2), dan sel B16-R yang diberi treatment curcumin
200 μM selama 48 jam (baris 3)
Selanjutnya adalah pengaruh treatment curcumin terhadap
apoptosis sel spheroid B16-R (Gambar 1.4). Diketahui ketika sel spheroid
tersebut ditumbuhkan dengan 100 μM curcumin, bagian necrotic core
pada sel spheroid B16-R dapat diwarnai oleh TUNEL (TUNEL-positive),
sedangkan bagian quiescent dan proliferating-nya TUNEL-negative. Hal
ini dikarenakan TUNEL hanya mewarnai sel-sel yang mengalami
degradasi DNA pada tahap apoptosis dan kemungkinan konsentrasi 100 μ
M curcumin tidak cukup kuat dalam mendegradasi lapisan luar sel
spheroid. Sedangkan pada sel spheroid yang ditumbuhkan dengan
konsentrasi 200 μM curcumin, dapat diwarnai oleh TUNEL (sekitar 300 μ
m). Hal ini mengindikasikan pengaruh apoptosis curcumin konsentrasi 200
μM pada sel spheroid B16-R yang diinkubasi selama 48 jam, dimana hasil
yang sama juga ditunjukkan ada Gambar 1.2, yaitu jumlah sel viable
hanya sekitar 17 – 29%.

Gambar 1.4. Analisis fragmentasi DNA in situ dengan uji TUNEL pada sel spheroid B16-
R. Spheroid yang ditumbuhkan selama 48 jam dengan 100 μM (A) dan 200 μM (B)
curcumin. (A) Hanya sekitar 2 layer dari viable rim yang TUNEL-positive. (B) Seluruh sel
viable rim yang terletak di atas necrotic center berupa TUNEL-positive. Necrotic center
selalu TUNEL-positive (warna abu-abu terang). VR, viable rim; NC, necrotic center. Skala
= 100 μm

c. KESIMPULAN
Curcumin disimpulkan bersifat sitotoksik terhadap sel melanoma
B16-R yang resisten terhadap doxorubicin, baik yang ditumbuhkan
sebagai monolayer ataupun yang ditumbuhkan sebagai spheroid.
Pengaruh sitotoksik curcumin terhadap sel melanoma B16-R diperkirakan
akibat induksi kematian sel terprogram/apoptosis. Selain itu, diketahui
bahwa penghambatan pertumbuhan sel melanoma B16-R bergantung
terhadap dosis curcumin dan waktu inkubasi, dimana konsentrasi 200 μm
curcumin dan waktu inkubasi 48 jam menunjukkan penghambatan
melanoma B16-R yang terbaik.

2. CURCUMIN INDUCES APOPTOSIS IN BREAST CANCER CELL AND


INHIBITS TUMOR GROWTH IN VITRO AND IN VIVO [16]
a. METODE
Kultur sel kanker yang digunakan pada penelitian ini adalah MC-7
dan MDA-MB-231. Kedua kultur sel kanker ditumbuhkan pada tissue
culture flask T75 dengan media RPMI-1640 yang diperkaya dengan fetal
calf serum (FCS) 10%, 100 IU/ml penicillin, 100 μg/ml streptomycin, 2 mM
L-glutamin, dan 20 mM hydroxyethyl piperazine ethanesulfonic acid.
Kultur sel kanker diinkubasi di inkubator yang mengandung 5% CO 2 pada
suhu 37℃ .
Selanjutnya dilakukan uji kolorimetri/sitotoksisitas curcumin dengan
menggunakan Tetrazolium (MTT). Sel kanker payudara (5 ×103)
ditumbuhkan dengan media RPMI-1640 di 96-well-plates dan diinkubasi
semalam. Media kedudian diganti dengan media yang baru atau media
yang sama yang mengandung konsentrasi curcumin yang berbeda.Setalh
diinkubasi kembali selama 24 atau 48 jam, 50 μl MTT (2 mg/ml)
ditambahkan ke masing-masing sumuran dan diinkubasi lagi selama 4
jam. Media lalu dibuang dan digantikan dengan 150 μl DMSO, lalu
diinkubasi lagi selama 20 menit. Sampel kemudian dicek optical
densitycal density-nya pada panjang gelombang 490 nm. Viabilitas sel
dihitung dengan rumus: (experimental OD/control OD)×100%.
Selanjutnya diakukan analisis flow cytometry. Sel kanker payudara
diekspos dengan curcumin dan dicuci dengan PBS. Sel kemudian
disentrifugasi, dan pelletnya diresuspensi kembali dengan 5 ml etanol
70% dan didiamkan semalam pada suhu 4C. Sel dicuci 2 kali dengan PBS
dan sekitar 50 μl RNAse (10 μg/ml) dan 25 μl propium iodide (1 mg/ml)
ditambahkan ke sel, dan didiamkan selama 30 menit pada suhu suhu dan
kondisi gelap. Sel kemudian dianalisis dengan FACS Caliber cytometry.
Selanjutnya dilakukan analisis dengan TEM. Sel kanker payudara
di-tripsinisasi dan kemudian difiksasi dengan glutaraldehid (pH 7.3) dalam
PBS. Sel kemudian dicuci dengan PBS, difiksasi ulang dalam 1% osmium
tetroxide dengan 0.1% potassium ferricyanide, dan didehidrasi dengan
etanol ( 30 – 90%). Sel kemudian dipotong menjadi dua, yaitu semi-thin
dan ultra-thin. Potongan semi-thin (300 nm) diwarnai dengan 0.5%
toluidine dan dicek dengan TEM, sedangkan potongan ultra-thin (65 nm)
diwarnai dengan 2% uranyl acetate dan Reynold’s lead citrate, allu dicek
dengan TEM dengan perbesaran 5000×.
Selanjutnya dilakukan analisis deteksi apoptosis in situ. Kultur sel
kanker payudara ditumbuhkan untuk dilakukan subkonfluensi dalam 24-
chamber slide yang mengandung media RPMI-1640 dan FCS 10%.
Setelah diinkubasi selama 24 atau 48 jam, apoptosis sel dikuantifikasi
dengan pewarna flourescent, yaitu AO/EB staining (acridine
orang/.ethidium bromide). AO/EB staining mengidentifikasi sel yang
viable, early apoptotic, late apoptotic, dan necrotic. Sel kanker dicuci
dengan PBS, dan diberikan treatment dengan acridine orange (100 μg/ml)
selama 5 menit dan EtBr (100 μg/ml) selama 5 menit. Panjang gelombang
yang dipilih adalah 455 nm. Sel kanker yang masih mengandung
chromatin normal akan menghasilkan warna hijau, sedangkan sel yang
chromatinnya terfragmentasi akan menghasilkan warna oranye-merah.
Selanjutnya dilakukan analisis Western Blotting untuk mengetahui total
protein selular.
b. HASIL DAN PEMBAHASAN
Untuk menentukan aktivitas penghambatan pertumbuhan
kurkumin, sel kanker payudara MDA-MB-231 dan MCF-7 diberikan
treatment curcumin selama 24 jam atau 48 jam dan sel yang viable
ditentukan dengan uji MTT. Sel MDA-MB-231 dan MCF-7 yang terpapar
curcumin mengalami penurunan sel viable yang signifikan dengan cara
yang bergantung pada waktu dan dosis. Diketahui konsentrasi curcumin
100 uM dengan waktu inkubasi 48 jam dapat secara signifikan
menurunkan julah sel viable dari kedua kultur sel kanker (Gambar 2.1).

Gambar 2.1. Pengaruh curcumin terhadap proliferasi sel MDA-MB-231 dan MCF-7. Sel
diberikan treatment curcumin pada konsentrasi yang berbeda selama 24 jam (A) dan 48
jam (B).

Selanjutnya untuk menentukan apakah penghambatan


pertumbuhan tumor oleh curcumin dikaitkan dengan apoptosis, sel kanker
payudara yang diberikan treatment dengan curcumin dianalisis jumlah
DNA sub-G1-nya dengan flow cytometry untuk mengukur tingkat
apoptosis. Diketahui treatment curcumin dengan konsentrasi yang
berbeda menghasilkan peningkatan jumlah sel yang mengalami apoptosis
dengan cara yang bergantung pada dosis (Gambar 2.2). Selain itu, sel-sel
kontrol menunjukkan struktur inti sel yang utuh, sedangkan sel-sel yang
diberi treatment curcumin menunjukkan kondensasi kromosom dan
pembentukan badan apoptosis (Gambar 2.3). Perubahan utama yang
dapat dilihat adalah adanya agregarasi chromatin, denaturasi mitokondria,
pembentukan badan apoptosis, pembengkakan sitoplasma, dan hilangnya
krista mitokondria (Gambar 2.4).

Gambar 2.2. Persentase sel MDA-MB-231 dan MCF-7 pada kelompok sub-G1
(apoptosis) setelah diberi treatment curcumin selama 48 jam.
Gambar 2.3. Apoptosis sel kanker dengan pewarnaan AO/EB setelah 48 jam. Sel yang
mengandung inti kromatin normal berwarna hijau, sedangkan sel yang inti kromatinnya
terfragmentasi berwarna oranye-merah.

Gambar 2.4. Perubahan morfologis apoptosis sel kanker payudara di bawah mikroskop
TEM

Selanjutnya untuk mengetahui lebih lanjut apoptosis yang diinduksi


oleh curcumin, maka dilakukan Western Blotting untuk mengetahui
apakah ada ekspresi protein Bcl-2 dan Bax, yaitu protein yang umumnya
berperan dalam peristiwa apoptosis (Gambar 2.5). Diketahui protein Bax
(pro-apoptotic) ternyata diinduksi dalam sel kanker yang diberikan
treatment curcumin, sedangkan protein Bcl-2 (anti-apoptotic) dapat
dihambat oleh curcumin.
Gambar 2.5. Pengaruh curcumin terhadap ekspresi protein Bcl-2 dan Bax dalam sel
MDA-MD-231 (A) dan MCF-7 (B).

c. KESIMPULAN
Treatment curcumin terhadap sel kanker payudara menunjukkan
penghambatan pertumbuhan kanker melalui induksi apoptosis sel kanker
dengan cara yang bergantung pada dosis dan waktu. Apoptosis sel
kanker ditunjukkan dengan kondensasi kromosom, pembentukan badan
apoptosis, agregarasi chromatin, denaturasi mitokondria, pembentukan
badan apoptosis, pembengkakan sitoplasma, dan hilangnya krista
mitokondria. Selain itu, adanya curcumin juga mempengaruhi ekspresi
protein Bcl-2 (anti-apoptotic) dimana Bcl-2 ditemukan menurun,
sedangkan protein Bax meningkat (pro-apoptotic).

3. ANTITUMOR EFFECTS OF CURCUMIN IN HUMAN BLADDER CANCER IN


VITRO [17]
a. METODE
Curcumin dilarutkan dalam DMSO pada konsentrasi 5000 mM dan
disimpan pada suhu -20C. Sel kanker kandung kemih manusia (T24 dan
5637) ditumbuhkan dengan media RPMI-1640 yang diperkaya dengan
fetal bovine serum (FBS) 10%, 100 IU/ml penicillin, dan 100 μg/ml
streptomycin, Kultur sel kanker kandung kemih seluruhnya diinkubasi di
inkubator yang mengandung 5% CO2 pada suhu 37℃ .
Selanjutnya dilakukan uji kolorimetri/sitotoksisitas curcumin dengan
menggunakan Tetrazolium (MTT). Sel T24 dan 5637 yang memasuki fase
eksponensial diinokulasikan pada 96-well plates (density = 4×103/sumur)
dan PBS digunakan sebagai kontrol. Setelah diinkubasi selama 27 jam
pada suhu 37C, curcumin ditambahkan ke sumuran dengan variasi
konsentrasi 5, 10, 20, 30, dan 40 μmol/l. Kelompok kontrol (0.1% DMSO)
dan kelompok 0 disiapkan, dan masing-masing kelompok terdiri dari 3
sumur. Sebanyak 10 μl MTT ditambahkan ke setiap sumur dan didiamkan
selama 2 jam pada suhu 37C, sebelum melarutkan formazan dengan
menggunakan DMSO, dan viabilitas sel ditentukan dengan pengukuran
absorbansi (panjang gelombang = 540 nm).
Selanjutnya dilakukan penentuan apoptosis sel dengan
menggunakan flow cytometry. Apoptosis sel dideteksi dengan Annexin V-
fluorescein isothiocyanate (FITC) Apoptosis Dtection Kit. Sel T24 dan
5637 dilepaskan dengan tripsin dan dicuci 3 kali dengan PBS,
disentrifugasi, dan diresuspensi kembali dengan 195 μl Annexin V-FITC
binding buffer, dengan kondisi gelap selama 10 menit pada suhu ruang.
Sel lalu ditambahkan dengan 10 μl propium iodide dan disimpan dengan
kondisi dingin selama 30 menit. Sel lalu dideteksi apoptosisnya dengan
Cell Quest BD FACStation.
Selanjutnya dilakukan uji aktivitas enzim caspase 3/7. Sel (104
sel/sumur) ditempatkan di 96-well plates dalam 100 μl media kultur
dengan tidak adanya atau dengan adanya 5, 10 dan 20 μmol/l curcumin.
Reagen Caspase-Glo 3/7 (100 μl) ditambahkan ke setiap sumur dan sel
diinkubasi pada suhu ruang selama 1 jam. Pendaran sampel kemudian
diukur dengan luminometer.
Selanjutnya dilakukan uji kapasitas migrasi sel. Setelah sel T24
dan 5637 dikulturkan selamam 24 jam pada suhu 37C, kedua kultur sel
tersebut dibiarkan di media RPMI-1640 tanpa ditambahkan FBS.
Sebanyak 5×104 sel kemudian diresuspensi dengan media bebas FBS
dan ditempatkan pada bagian atas transwall inserts (pori-pori = 8 mm).
Sel-sel yang tetap bertahan di bagian atas dihilangkan dengan kapas,
sedangkan sel-sel yang bermigrasi ke bagian bawah membran difiksasi
dengan etanol 95% dan diwarnai dengan crytal violet 0.1%. Visualisasi
sel-sel ditangkap di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 200×.
Selanjutnya akan dilakukan analisis Western Blotting untuk mengetahui
ekspresi protein MMP-2, MMP-9, dan TIMP-2 pada sel kanker T24.
b. HASIL DAN PEMBAHASAN
Untuk menentukan penghambatan pertumbuhan kanker kandung
kemih oleh curcumin, maka dilakukan uji MTT (Gambar 3.1). Diketahui
ketika konsentrasi curcumin >10 μmol/l, dengan waktu inkubasi >24 jam,
maka pertumbuhan sel-sel kanker dapat dihambat secara signifikan.
Penghambatan sel-sel kanker ini diketahui bergantung pada dosis dan
waktu.

Gambar 3.1. Pengaruh curcumin terhadap penghambatan pertumbuhan sel T24 (A) dan
5637 (B).

Selanjutnya untuk menentukan apakah curcumin dapat


menginduksi apoptosis sel T24 dan 5637, maka pewarnaan Annexin V-
FITC dan proprium iodide (PI) dilakukan (Gambar 3.2). Hasil pewarnaan
Annexin V-FITC dan PI menunjukkan bahwa dengan adanya peningkatan
konsentrasi curcumin setelah inkubasi 24 jam, jumlah sel yang mengalami
apoptosis juga secara signifikan meningkat.
Gambar 3.2. Pengaruh curcumin terhadap peristiwa apoptosis sel kanker T24 (A) dan
5637 (B).

Gambar 3.3. Pengaruh peningkatan konsentrasi curcumin terhadap aktivasi enzim


caspase 3/7 di sel kanker T24 (A) dan 5637 (B).

Selanjutnya untuk mengevaluasi apakah caspase berperan dalam


apoptosis sel kanker kandung kemih yang diinduksi curcumin, kadar
caspase 3/7 diukur setelah pengobatan dengan berbagai konsentrasi
curcumin selama 24 jam. Hasilnya menunjukkan bahwa ada peningkatan
dose-dependent curcumin pada aktivitas enzim caspase 3/7 (Gambar
3.3). Hasil ini menunjukkan bahwa ada peningkatan dose-dependent
dalam aktivasi enzim caspase 3/7 dalam sel T24 dan 5637 yang diberi
treatment dengan curcumin, yang menginduksi peningkatan apoptosis
secara signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Selanjutnya dilakukan analisis Western Blotting untuk mengetahui
mengetahui ekspresi protein MMP-2 (protein yang mendukung proliferasi
sel kanker), MMP-9 (protein yang mendukung proliferasi sel kanker), dan
TIMP-2 (protein yang menekan metastasis sel kanker) pada sel kanker
T24 (Gambar 3.4). Diketahui bahwa jumlah protein MMP-2 dan MMP-9
turun secara signifikan dengan adanya treatment curcumin, dan prrotein
TIMP-2 naik secara signifikan dengan 10 μM curcumin dibandingkan
dnegan kelompok kontrol. Hasil ini menunjukkan bahwa curcumin
menghambat sel kanker metastasis melalui regulasi jalur MMP.
Gambar 3.4. Analisis ekspresi protein MMP-2, MMP-9, dan TIMP-2 pada sel kanker T24
yang diberikan treatment curcumin. Actin digunakan sebagai loading control. MMP,
matrix metalloproteinase; TIMP-2, tissue inhibitor of metalloproteinase-2; CT, control.

Gambar 3.5. Migrasi dan invasi sel T24 (A) dan 5637 (B) yang diberikan treatment
curcumin

Selanjutnya dilakukan analisis migrasi sel kanker dengan


menggunakan transwall inserts membran polycarbonate (Gambar 3.5).
Diketahui jumlah sel T24 dan 5637 yang melewati membran
polycarbonate pada kelompok yang konsentrasinya lebih tinggi, secara
signifikan lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok kontrol dan
kelompok konsentrasi rendah. Dibandingkan dengan kelompok kontrol,
jumlah sel transmembran secara bertahap menurun seiring dengan
meningkatnya konsentrasi curcumin.
c. KESIMPULAN
Curcumin diketahui mampu menekan pertumbuhan sel kanker
kandung kemih, serta menghambat migrasi dari sel kanker kandung
kemih. Curcumin juga mampu menginduksi apoptosis melalui supresi jalur
MMP dan upregulation dari TIMP-2. Oleh karena itu curcumin disimpulkan
memiliki aktivitas anti-kanker kandung kemih.
UJI IN VIVO SENYAWA CURCUMIN
4. IN VITRO AND IN VIVO ANTI-TUMORAL EFFECT OF CURCUMIN AGAINST
MELANOMA CELLS [15]
a. METODE
Kultur sel melanoma yang digunakan pada penelitian ini adalah
murine melanoma cell (B16-R) yang resistan terhadap 3.5×10-7 M
doxorubicin. Sel B16-R ditumbuhkan dengan 5% CO 2 pada suhu 37C,
dengan menggunakan media RPMI 1640 yang diperkaya dengan 10%
FBS. Lapisan monolayer B16-R kemudian dilepaskan dengan
menggunakan tripsin dan sebanyak 1 ml media yang mengandung 1 ×105
sel B16-R ditambahkan ke mikroplat 24-well yang telah dilapisi dengan
400 μl 1.33% agarosa tipe 2 agar diperoleh sel kanker spheroid. Plate
tersebut diinkubasi selama 24 jam dengan agitasi (70 cycles/min) pada
suhu 37C dan 5% CO2.
Selanjutnya dilakukan preparasi imunitas. Sel kanker yang viable
disuspensikan pada NaCl 0.85% (2.0×107 sel/ml). Setelah dilakukan
freeze-thaw dengan cepat (-160℃ dan 37℃ ), suspensi sel kanker B16-R
disentrifugasi (14.000g/15 menit/4°C). Jumlah protein B16-R yang larut
dalam supernatan ditentukan. Konsentrasi akhir protein yang didapatkan
adalah 800 μg/ml dalam NaCl 0.85%.
Selanjutnya dilakukan induksi tumor/kanker dan treatment secara
in vivo. Untuk induksi tumor, seluruh tikus B6D2F1 betina dengan usia 6-8
minggu, dicukur pada sisi kanan daerah bawah tulang dada dan atas
pinggul, dan diinjeksikan secara subkutan dengan 1.0×106 sel B16-R.
Untuk treatment profilaksis, tikus diinjeksikan dengan 40 μg protein B16-R
pada sisi kiri daerah bawah tulang dada dan atas pinggul, selama 4
minggu sebelum diinjeksikan dengan sel kanker B16-R. Protein B16-R
yang digunakan dibagi menjadi dua, yaitu yang larut bersama Freund’s
Complete Adjuvant untuk injeksi yang pertama, dan yang larut dalam
Freund’s Incomplete Adjuvant untuk injeksi yang berikutnya. Untuk
treatment dengan curcumin, tikus diinjeksikan setiap hari sebanyak 25
mg/kg berat badan (bb), secara intraperitonal setelah muncul
penampakan tumor. Pada kelompok tikus terakhir, tikus menerima
treatment 4 injeksi protein B16-R sebelum injeksi sel B16-R dan diberikan
25 mg/kg bb curcumin setiap hari setelah penampakan tumor. Kelompok
tikus dibagai menjadi 4 (n = 6/kelompok).
Selanjutnya dilakukan analisis kelangsungan hidup in vivo. Sel
melanoma B16-R (1.0×106) diinjeksikan secara subkutan pada tikus
B6D2F1. Tikus yang diberikan treatment diinjeksikan curcumin sebanyak
25 mg/kg bb tikus setelah adanya penampakan tumor atau hanya
diinjeksikan dengan protein B16-R sebelum diinjeksikan dengan sel
kanker B16-R. Pada kelompok tikus yang lain, tikus diinjeksi dengan
protein B16-R sebelum diinjeksikan dengan sel kanker, lalu diberikan
curcumin sebanyak 25 mg/kg bb tikus setelah adanya penampakan tumor.
Rentang hidup tikus disetiap kelompok lalu diestimasikan. Persentase
kenaikan median survival time (% IMST) dihitung dengan rumus: %IMST
= [(T - C)/C]×100, dimana T adalah jumlah hari dimana tikus yang diberi
treatment curcumin selamat, dan C adalah jumlah hari dimana tikus
kontrol/tidak diberikan treatmen curcumin selamat.
b. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 4.1. Persentase penampakan tumor pada tikus setelah diinjeksi B16-R
Pada kelompok kontrol selama 7 hari pasca-injeksi sel B16-R, tidak
ditemukan tumor pada pada sisi kanan daerah bawah tulang dada dan
atas pinggul dan 100% tikus tersebut mengembangkan melanoma. Pada
kelompok tikus yang diberi treatment curcumin, tidak ada perbedaan yang
diamati dengan kelompok kontrol, sedangkan untuk menguji apakah
curcumin dapat meningkatkan preparasi imunitas terhadap B16-R maka
kelompok tikus selanjutnya diinjeksikan 4 kali berturut-turut dengan
protein B16-R (dalam waktu 7 hari) sebelum diinjeksikan dengan sel
kanker B16-R dan kemudian diinjeksikan dengan curcumin setelah ada
penampakan tumor. Gambar 4.1 menunjukkan bahwa tumor langsung
terbentuk dalam waktu 2-6 hari pada kelompok tikus kontrol dan kelompok
tikus yang hanya diinjeksikan curcumin. Injeksi protein B16-R sebelum
injeksi sel B16-R dapat menunda pembentukan tumor. Selain itu diamati
pula pada kelompok tikus yang diinjeksikan protein B16-R+curcumin,
perkembangan tumor yang tampak tidaklah homogen (antar 9-13 hari
pasca-injeksi sel). Adanya penundaan tumor dimungkinkan oleh treatment
profilaksis (protein B16-R).
Selanjutnya pengaruh curcumin terkait dengan imunisasi dari
protein B16-R (Gambar 4.2). Kombinasi protein B16-R dan curcumin
menghasilkan penghambatan pertumbuhan melanoma B16-R secara
susbtansial. Pada hari ke-40 setelah munculnya tumor, ukuran tumor
pada kelompok tikus yang diberikan treatment protein B16-R+curcumin
memiliki tumor dengan rata-rata ukuran 4.23 cm 2, sedangkan kelompok
tikus yang hanya diberikan curcumin, kelompok tikus protein B16-R, serta
kelompok tikus kontrol memiliki tumor dengan rata-rata ukuran 9 cm 2 dan
16 cm2. Dapat disimpulkan pertumbuhan tumor pada kelompok tikus
protein B16-R+curcumin 4 kali lebih rendah dibandingkan kelompok tikus
kontrol, dan 2 kali lebih rendah dibandingkan kelompok tikus yang hanya
diberikan 1 tipe treatment. Selain itu diamati bahwa dalam kelompok yang
menerima pengobatan kombinasi, pertumbuhan tumor sangat heterogen
(R2 = 0.38).

Gambar 4.2. Pengaruh curcumin terhadap pertumbuhan melanoma B16-R. Kelompok


tikus kontrol tidak diberikan treatment sebelum dan sesudah injeksi sel B16-R (∎).
Kelompok tikus yang diinjeksi dengan protein B16-R sebelum injeksi sel B16-R ( ).
Kelompok tikus yang diberikan curcumin 25 mg/kg bb setelah penampakan tumor ().
Kelompok tikus yang diberikan 4 injeksi protein B16-R sebelum injeksi sel B16-R dan
diberikan 25 mg/kg bb curcumin setiap hari setelah penampakan tumor (O)
Gambar 4.3. Waktu kelangsungan hidup tikus B6D2F1 setelah diinjeksikan sel
melanoma B16-R

Selanjutnya adalah pengaruh curcumin terhadap survival time dari


tikus (Gambar 4.3). Diketahui kelompok tikus kontrol 100% mati pada hari
ke-48 setelah injeksi dengan sel B16-R, sedangkan injeksi dengan
curcumin atau imunisasi dengan protein B16-R dapat memperpanjang
masa hidup dari tikus. Kelompok tikus (5/6) yang menerima treatment
kombinasi protein B16-R+curcumin masih hidup hingga hari ke-64 dan
diamati terjadi peningkatan kelangsungan hidup rata-rata waktu lebih dari
82.8%. Peningkatan waktu kelangsungan hidup rata-rata juga diamati
pada kelompok tikus yang hanya diberi treatment curcumin dan tikus yang
diberi imunisasi B16-R saja (45.7% dan 48.6%, masing-masing).
c. KESIMPULAN
Adanya injeksi protein B16-R sebelum injeksi sel B16-R yang
viable ke tikus dan diikuti dengan injeksi 25 mg/kg bb tikus, mampu
menghambat pertumbuhan melanoma B16-R secara signifikan,
dibandingkan dengan injeksi protein B16-R atau injeksi curcumin saja.
Selain itu kombinasi protein B16-R dan ekstrak curcumin meningkatkan
kelangsungan hidup tikus dengan sangat signifikan (82.8%), dibandingkan
dengan kelompok tikus yang hanya diberi treatment curcumin dan tikus
yang diberi imunisasi B16-R saja (45.7% dan 48.6%).

5. CURCUMIN INDUCES APOPTOSIS IN BREAST CANCER CELL AND


INHIBITS TUMOR GROWTH IN VITRO AND IN VIVO [16]
a. METODE
Kultur sel kanker yang digunakan pada penelitian ini adalah MC-7
dan MDA-MB-231. Kedua kultur sel kanker ditumbuhkan pada tissue
culture flask T75 dengan media RPMI-1640 yang diperkaya dengan fetal
calf serum (FCS) 10%, 100 IU/ml penicillin, 100 μg/ml streptomycin, 2 mM
L-glutamin, dan 20 mM hydroxyethyl piperazine ethanesulfonic acid.
Kultur sel kanker diinkubasi di inkubator yang mengandung 5% CO 2 pada
suhu 37℃ .
Tikus percobaan yang digunakan penelitian ini adalah tikus BALB/c
nude betina, berusia 35-40 hari, dan memiliki berat badan 20-22 gram.
Tikus dipelihara dalam kondisi steril dan diberi makan dan minum yang
steril. Seluruh tikus dibius melalui inhalasi isoflurance dan sel
kanker MDA-MB-231 (2×106) diinjeksikan secara subkutan pada dorsa
masing-masing tikus. Ketika tumor mencapai ukuran 60 mm 3, tikus akan
dibagi menjadi 3 kelompok secara random (n = 8/kelompok). Secara
intraperitonal, tikus diberikan treatment curcumin dengan konsentrasi 50
ug/kg dan untuk kelompok tikus kontriol diberikan 200 ug/kg saline setiap
harinya selama 4 minggu. Ukuran tumor dan berat badan tikus dicek
setiap 4 hari sekali, dan mortalitas tikus dicek setiap harinya. Setelah 4
minggu observasi, tikus dikorbankan dan berat tumor ditimbang.
b. HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 5.1. Pengaruh penghambatan pertumbuhan tumor oleh curcumin. A: foto yang
menunjukkan tikus dengan tumor MDA-MD-231 setelah 28 hari diobservasi. B: Volume
tumor kontrol dan treatment curcumin pada tikus. C: Berat tumor kelompopk tikus kontrol
dan treatment curcumin setelah 28 hari diobservasi.

Xenograft tumor yang ditransplantasikan oleh sel kanker payudara


MDA-MB-231 digunakan untuk mengevaluasi pengaruh antitumor
curcumin secara in vio pada tikus. Diketahui tumor pada tikus yang
diberikan treatment curcumin tampak lebih kecil dibandingkan dengan
tikus kontrol (Gambar 5.1.A). Volume tumor yang diberikan treatment
curcumin lebih kecil dibandingkan dengan tikus kontrol pada hari
pengukuran yang sama (Gambar 5.1.C), hal ini menunjukkan curcumin
secara signifikan menghamabt pertumbuhan tumor selama 4 minggu
observasi. Gambar 5.1.C menunjukkan berat tumor yang juga secara
signifikan lebih kecil pada kelompok tikus yag diberikan treatment
curcumin. Tidak ada tikus yang mati selama treatment diberikan.
c. KESIMPULAN
Curcumin dapat menghambat pertumbuhan kanker payudara MDA-
MB-231 yang ditunjukkan dengan ukuran, volume, dan berat tumor yang
secara signifikan lebih kecil dibandingkan dengan kelompok tikus kontrol.
Oleh karena itu curcumin disimpulkan memiliki aktivitas anti-kanker
payudara melalui induksi apoptosis sel.
6. IN VIVO EVALUATION OF CURCUMIN-LOADED NANOPARTICLES IN A
A549 XENOGRAFT MICE MODEL
a. METODE
Tahap pertama dalam penelitian ini adalah pembuatan curcumin-
loaded nanoparticles (Cum-NP). Sekitar 10 mg copolymer amphiic
methoxy poly(ethyleneglycol)-polycaprolactone (Mpeg-pcl) dan 2 mg
curcumin dilarutkan dengan 0.3 ml aseton panas. Larutan yang diperolah
kemudian diteteskan ke air suling yang volumenya 10 kali lipat pada suhu
ruang. Larutan tersebut kemudian didialisis dengan kantong dialisis
(ukuran 3 kD) untuk menghilangkan aseton secara menyeluruh. Larutan
yang diperoleh akan berwarna kebiruan dan kemudian difilter dengan filter
membrane berukuran 0.22 μm. Larutan nanopartikel kemudian diliofilisasi.
Selanjutnya adanya uji efikasi antitumor secara in vivo. Hewan
percobaan yang digunakan penelitian ini adalah nude mice betina dan
jantan (usia 6-8 minggu, dengan berat 18-22 gram). Nude mice
diinjeksikan dengan 0.1 ml sel A549 (4 – 6×106) secara subkutan dan
treatment dimulai setelah 7-8 hari injeksi sel kanker paru-paru A549. Tikus
yang tumornya mencapai volume 100 mm3 dipilih dan dijadikan Hari-0.
Pada Hari-0, tikus-tikus dibagi secara random ke dalam 4 kelompok (n =
6/kelompok). Keempat kelompok tikus tersebut masing-masing diberikan
treatment: saline, blank NP, free curcumin, dan Cum-NP. Setiap treatment
diinjeksikan dengan dosis 15 mg/kg bb tikus. Setelah 15 hari observasi,
tikus dimatikan untuk diteliti lebih lanjut.
b. HASIL DAN PEMBAHASAN
Untuk mengetahui efikasi Cum-NP, maka dilakukan uji in vivo
terhadap nude mice. Diketahui treatment dengan blank NP tidak
menunjukkan penghambatan pertumbuhan tumor jika dibandingkan
dengan kelompok tikus yang diberikan treatment saline (kontrol),
sedangkan kelompok tikus yang diberikan treatment free curcumin dan
Cum-NP mengalami penghambatan pertumbuhan tumor. Terlebih lagi,
treatment Cum-NP dapat menghambat pertumbuhan tumor lebih efisien
dibandingkan dengan free curcumin (P<0.05) (Gambar 6.1). Sedangkan
untuk perubahan berat badan tidak ditemukan perbedaan yang nyata di
antara seluruh kelompok tikus, namun tikus yang menerima treatment
free curcumin terlihat lebih lemah dalam aspek pergerakan.
Gambar 6.1. Volume tumor setelah injeksi sel kanker paru-paru A549 (A), perubahan
berat badan tikus setelah diberikan treatment (B), dan potongan tumor yang diambil dari
paru-paru nude mice jantan setelah 14 hari diberikan treatment.
Selanjutnya adalah dilakukan analisis darah tepi (peripheral blood
parameter). Berdasarkan Tabel 1, diketahui Cum-NP dan free curcumin
tidak menunjukkan pengaruh yang negatif terhadap sel darah putih (WBC)
dan Hb. Masing-masing treatment juga diketahui tidak memberikan
pengaruh negatif terhadap fungsi hati dan ginjal (Tabel 2).

c. KESIMPULAN
Curcumin memiliki potensi aktivitas kemopreventif dan kemoterapi
melalui berbagai proses induksi apoptosis sel kanker, namun curcumin
memiliki kelarutan air yang cukup rendah sehingga mempengaruhi
bioavailabilitasnya. Cum-NP diketahui mampu menghambat pertumbuhan
tumor lebih efisien dibandingkan free curcumin ketika diaplikasikan
terhadap nude mice yang memiliki kanker paru-paru A549. Selain itu
Cum-Np hanya menunjukkan sedikit toksisitas terhadap jaringan tubuh
nrmal, termasuk sumsum tulang, hati, dan ginjal. Oleh karena itu dapat
disimpulkan Cum-NP berpotensi untuk digunakan dalam terapi anti-kanker
klinis.
KESIMPULAN
Curcumin, bahan aktif dari ekstrak Curcuma longa, telah dipelajari secara luas
selama beberapa dekade terakhir untuk mempelajari aktivitas anti-inflamasi,
antioksidan, dan anti-kanker. Curcumin telah menunjukkan efek anti-kanker yang cukup
besar terhadap beberapa jenis kanker yang berbeda, termasuk kanker prostat, kanker
payudara, kanker kolorektal, kanker pankreas, kanker paru-paru secara in vitro maupun
in vivo. Diketahui efikasi dan keamanan curcumin pada pasien kanker, baik sendiri
ataupun dalam bentuk kombinasi dengan agen antikanker lainnya telah dibuktikan
dalam beberapa studi pre-klinis ataupun klinis. Aktivitas anti-kanker curcumin
ditunjukkan melalui berbagai mekanisme, seperti mengganggu jalur seluler,
menginduksi/menghambat produksi berbagai jenis sitokin, enzim, atau faktor
pertumbuhan, dimana kemampuan anti-kanker curcumin ini pada umumnya bergantung
kepada dosis dan waktu/durasi. Meskipun curcumin menunjukkan potensi yang tinggi
sebagai anti-kanker, diketahui kelarutan dalam air curcumin cukup rendah, sehingga
dapat mempengaruhi bioavailabilitasnya. Oleh karena itu diperlukan metode drug
delivery seperti nanopartikel atau nanogel, sehingga curcumin mampu masuk ke dalam
sitoplasma sel.
DAFTAR PUSTAKA
[1] R. L. Siegel, K. D. Miller, and A. Jemal, “Cancer Statistics, 2018.,” CA. Cancer J.
Clin., vol. 68, no. 1, pp. 7–30, Jan. 2018, doi: 10.3322/caac.21442.

[2] H. Sung et al., “Global Cancer Statistics 2020: GLOBOCAN Estimates of


Incidence and Mortality Worldwide for 36 Cancers in 185 Countries,” CA. Cancer
J. Clin., vol. 71, no. 3, pp. 209–249, May 2021, doi:
https://doi.org/10.3322/caac.21660.

[3] M. A. Tomeh, R. Hadianamrei, and X. Zhao, “A Review of Curcumin and Its


Derivatives as Anticancer Agents,” Int. J. Mol. Sci., vol. 20, no. 5, p. 1033, Feb.
2019, doi: 10.3390/ijms20051033.

[4] K. Nagahama, T. Utsumi, T. Kumano, S. Maekawa, N. Oyama, and J. Kawakami,


“Discovery of a new function of curcumin which enhances its anticancer
therapeutic potency,” Sci. Rep., vol. 6, p. 30962, Aug. 2016, doi:
10.1038/srep30962.

[5] A. B. Kunnumakkara et al., “Curcumin, the golden nutraceutical: multitargeting for


multiple chronic diseases.,” Br. J. Pharmacol., vol. 174, no. 11, pp. 1325–1348,
Jun. 2017, doi: 10.1111/bph.13621.

[6] R. S. Y. Wong, “Apoptosis in cancer: from pathogenesis to treatment.,” J. Exp.


Clin. Cancer Res., vol. 30, no. 1, p. 87, Sep. 2011, doi: 10.1186/1756-9966-30-87.

[7] J. H. Bauer and S. L. Helfand, “New tricks of an old molecule: lifespan regulation
by p53.,” Aging Cell, vol. 5, no. 5, pp. 437–440, Oct. 2006, doi: 10.1111/j.1474-
9726.2006.00228.x.

[8] M. J. Tuorkey, “Curcumin a potent cancer preventive agent: Mechanisms of


cancer cell killing,” Interv. Med. Appl. Sci., vol. 6, no. 4, pp. 139–146, Dec. 2014,
doi: 10.1556/IMAS.6.2014.4.1.

[9] S. Balasubramanian and R. L. Eckert, “Curcumin suppresses AP1 transcription


factor-dependent differentiation and activates apoptosis in human epidermal
keratinocytes.,” J. Biol. Chem., vol. 282, no. 9, pp. 6707–6715, Mar. 2007, doi:
10.1074/jbc.M606003200.

[10] P. Li et al., “Curcumin selectively induces colon cancer cell apoptosis and S cell
cycle arrest by regulates Rb/E2F/p53 pathway,” J. Mol. Struct., vol. 1263, p.
133180, 2022, doi: https://doi.org/10.1016/j.molstruc.2022.133180.

[11] A. A. Ashour, A.-A. H. Abdel-Aziz, A. M. Mansour, S. N. Alpay, L. Huo, and B.


Ozpolat, “Targeting elongation factor-2 kinase (eEF-2K) induces apoptosis in
human pancreatic cancer cells.,” Apoptosis, vol. 19, no. 1, pp. 241–258, Jan.
2014, doi: 10.1007/s10495-013-0927-2.

[12] H.-P. Lee, T.-M. Li, J.-Y. Tsao, Y.-C. Fong, and C.-H. Tang, “Curcumin induces
cell apoptosis in human chondrosarcoma through extrinsic death receptor
pathway.,” Int. Immunopharmacol., vol. 13, no. 2, pp. 163–169, Jun. 2012, doi:
10.1016/j.intimp.2012.04.002.

[13] Y.-I. Hahn et al., “Curcumin interacts directly with the Cysteine 259 residue of
STAT3 and induces apoptosis in H-Ras transformed human mammary epithelial
cells.,” Sci. Rep., vol. 8, no. 1, p. 6409, Apr. 2018, doi: 10.1038/s41598-018-
23840-2.

[14] W.-H. Lee, C.-Y. Loo, P. M. Young, D. Traini, R. S. Mason, and R. Rohanizadeh,
“Recent advances in curcumin nanoformulation for cancer therapy.,” Expert Opin.
Drug Deliv., vol. 11, no. 8, pp. 1183–1201, Aug. 2014, doi:
10.1517/17425247.2014.916686.

[15] J. Odot, P. Albert, A. Carlier, M. Tarpin, J. Devy, and C. Madoulet, “In vitro and in
vivo anti-tumoral effect of curcumin against melanoma cells,” Int. J. Cancer, vol.
111, no. 3, pp. 381–387, 2004, doi: 10.1002/ijc.20160.

[16] Z.-D. Lv et al., “Curcumin induces apoptosis in breast cancer cells and inhibits
tumor growth in vitro and in vivo,” Int. J. Clin. Exp. Pathol., vol. 7, no. 6, pp. 2818–
2824, May 2014, [Online]. Available: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/25031701.
[17] J. Shi, X. Zhang, T. Shi, and H. Li, “Antitumor effects of curcumin in human
bladder cancer in vitro,” Oncol Lett, vol. 14, no. 1, pp. 1157–1161, 2017, doi:
10.3892/ol.2017.6205.

Anda mungkin juga menyukai