Anda di halaman 1dari 56

N

W E
06 S
Slope Stability
Analysis

DIKLAT GEOTEKNIK
PPSDM GEOMINERBA
-Bandung,2018-
1ST
IMPORTANT
LOCATION IN
YOUR VISIT

Add an image that captures a


key part of your virtual field trip.
Provide details about the image.
LONGSORAN BAJI

Terjadi karena:
-Adanya dua struktur
geologi (dapat sama jenis
atau berbeda dan dapat
single ataupun set) yang
saling berpotongan
-Sudut garis potong kedua
bidang lebih besar dari
sudut geser dalam dan lebih
kecil dari sudut lereng.
LONGSORAN GULING (TOPPLING)

-struktur geologi
yang berkembang
adalah hampir sama
pada longsoran
bidang tetapi pada
longsoran guling
bidang lemahnya
relatif tegak dan
berbentuk kolom
LONGSORAN BUSUR

Longsoran ini biasanya terjadi pada material tanah atau batuan lunak dengan
struktur yang rapat. Bidang longsornya berbentuk busur
LONGSORAN BIDANG

Terjadi Karena:
-Adanya bidang luncur
sejajar/hampir sejajar terhadap
permukaan lerengdengan
perbedaan maksimum 200
-Kemiringan bidang luncur harus
lebih kecil dari bidang permukaan
-Kemiringan bidang luncur lebih
besar dari sudut geser dalam
-Adanya bidang bebas yang
merupakan batas lateral dari
massa batuan yang longsor
Factor of Safety
Slope Stability
• Slope stability is evaluated by computing safety
factor
• Safety Factor = ratio of resisting forces to
driving forces
Resisting Forces
S.F. =
Driving Forces

• If S.F. > 1 the resisting forces are stronger and the


slope is stable
• If S.F. < 1 the driving forces are stronger and the slope
is unstable
GLG 110 Fall 2003
Kemantapan lereng dapat dinyatakan dalam bentuk faktor keamanan (F) sebagai
berikut:

Gaya Penahan
F=
Gaya Penggerak

dimana untuk keadaan-keadaan :

F > 1.0 Lereng dianggap mantap


F = 1.0 Lereng dalam keadaan seimbang dan siap untuk
longsor kalau ada sedikit gangguan.
F < 1.0 Lereng dianggap tidak mantap
Probability of Failure
The design FoSs and PoFs suggested by Priest and Brown (1983) are presented in
Tables 9.3 and 9.4. In Table 9.3, Priest and Brown use three slope categories based on
the consequence of failure and suggest design values for the FoS and PoF for:

• the probability of the FoS being less than 1.0 (P[FoS ≤ 1.0]);
• the PoF being less than 1.5 (P[FoS ≤ 1.5]).
PoF Design Acceptance Guidelines
Pit Geometry Design
Pit Geometry Design

Slope Stability Analysis (Evaluation)


PIT SLOPE GEOMETRY
• Bench Height
• Bench Angle
• Berm Width
• Overall slope angle

The following recommendations are made with respect to final


pit stability analysis:
• Construct a geotechnical berm
• Construct a drainage ditch
• Collect further geological structural data to assist further
optimize bench geometry
• Assess the influence of groundwater on the stability of the
open pit
• Reflect groundwater levels from the hydro-geological
investigation into the finite element modelling.
Pit Geometry Design

Kemiringan maksimal dapat beragam


→karakteristik geologinya di berbagai pit
dan bahkan dapat beragam dalam satu pit
yang sama
N
W E
Slope Stability S
Analysis

Supporting Data
Data sebagai dasar analisis

1. Geometri Lereng
- Orientasi (jurus dan kemiringan)
lereng
- Tinggi dan kemiringan lereng (tiap
jenjang ataupun total).
- Lebar Jenjang (berm)
2. Struktur Batuan/Geologi
Bidang-bidang lemah:
- Patahan (sesar)
- Perlapisan
- Rekahan
3. Sifat Fisik dan Mekanik Batuan:
- Bobot isi Batuan
- Porositas batuan
- Kandungan air dalam batuan
- Kuat tekan, kuat tarik dan kuat geser batuan
- Sudut geser dalam
N
W E
Slope Stability S
Analysis

Methods
The main types of analyses include:

• kinematic analysis, which is based on stereographic projections and is mainly


applied to bench designs;
• limit equilibrium analysis applied to:
→ structurally controlled failures in bench and inter-ramp design,
→ inter-ramp and overall slopes where the stability is controlled by rock mass
strength, with or without structural anisotropy;
• numerical analysis using finite element and distinct element methods for the
assessment and/or design of the inter-ramp and overall slopes.
Sebelum menghitung atau menetapkan kemantapan lereng
(faktor keamanan (F) = 1), maka yang pertama harus
diketahui/ditetapkan adalah titik pusat bidang luncur.

Titik pusat bidang luncur itu perlu ditentukan bila:


1. penampang longsoran membentuk busur lingkaran
2. metoda analisis kemantapan lereng yang dipakai
adalah metode grafis yang disebut “slip circle
analysis” atau “slices analysis”

Cara penentuan titik pusat bidang luncur itu dilakukan dengan


bantuan diagram
Cara menentukan hasil tersebut pada diagram adalah sebagai berikut:

tentukan titik potong kurva kemiringan lereng dengan kurva sudut


geser dalam (), kemudian dari titik tersebut tarik garis horizontal
kekiri dan ke atas sehingga didapat harga X dan Y yang merupakan
fungsi dari ketinggian lereng

Untuk mendapatkan letak rekahan tarik (b) yang merupakan fungsi dari
ketinggian lereng dilakukan dengan memotongkan garis vertikal
kemiringan lereng dengan kurva sudut geser dalam. Dari titik potong
yang didapatkan tarik garis horizontal sehingga didapatkan harga b/H.
Lokasi bidang longsor dan rekahan tarik untuk
kemiringan lereng 300 dan sudut geser dalam 200
Types of landslide

• Rock failure • Soil failure


• failure plane pre- • failure plane along line
determined of max stress
3 Tipe dalam longsoran pada dinding Open Pit
Metode-metode Analisis

• Metode Swedia
• Metode Bishop
• Metode Janbu
• Metode Morgensten/price
• Metode Spencer
• etc
Metode Swedia.
Metode ini digunakan dengan asumsi bidang longsor berbentuk busur
lingkaran. Harga faktor keamanan (F) dihitung dengan persamaan
sebagai berikut:

(C '.l + tan  '.(W . cos  − u.l ))


l
F=
W . sin 
dimana:
W = berat beban total irisan c’ = kohesi efektif
l = panjang ab (gambar 2-5) ’ = sudut geser dalam efektif
b = lebar irisan
o

Titik pusat rotasi

n b

n+1
En
w Xn+1
Xn

a ll En+1

b

Diagram gaya pada analisis metode lapis


Metode Bishop.
• Metode ini pada dasarnya sama dengan metode swedia, tetapi
dengan memperhitungkan gaya-gaya antar irisan yang ada.
Metode Bishop mengasumsikan bidang longsor berbentuk
busur lingkaran
• Pertama yang harus diketahui adalah geometri dari lereng dan
juga titik pusat busur lingkaran bidang luncur, serta letak
rekahan
• Untuk menentukan titik pusat busur lingkaran bidang luncur
dan letak rekahan pada longsoran busur dipergunakan grafik
• Faktor keamanan untuk metode Bishop dapat dirumuskan
sebagai berikut:
 
 sec  
 c' b + W (1 − B ) tan  '
1
F=
W . sin   tan  . tan  
1+
 F 
1
dimana B = u.
w/b
Metode Janbu.

• Metode ini digunakan untuk menganalisis lereng yang bidang longsornya


tidak berbentuk busur lingkaran.
• Bidang longsor pada analisa metode janbu ditentukan berdasarkan zona
lemah yang terdapat pada massa batuan atau tanah.
• Cara lain yaitu dengan mengasumsikan suatu faktor keamanan tertentu
yang tidak terlalu rendah. Kemudian melakukan perhitungan beberapa
kali untuk mendapatkan bidang longsor yang memiliki faktor keamanan
terendah.
Faktor keamanan untuk metode janbu adalah:

foX / (1 + Y / F )
F=
Z + Q

dimana:
X = (c’ + (h - whw) tan ’)(1 + tan2 ) x
Y = tan  . tan 
Z = h x sin 
Q = ½ w Z2
Rekahan tarik

Muka air tanah

x
x/3
½wX2
H irisan

Longsoran melalui kaki lereng

Metode Janbu untuk menganalisis longsoran circular


Metode Hoek & Bray

Metode ini digunakan untuk menganalisa


• LONGSORAN BIDANG
• LONGSORAN BAJI.
• LONGSORAN GULING.
• LONGSORAN BUSUR.
Longsoran Bidang
Dalam menganalisis longsoran bidang dengan metode Hoek dan
Bray. Suatu lereng ditinjau dalam dua dimensi, dengan
anggapan-anggapan:
1. Semua syarat untuk terjadinya longsoran bidang terpenuhi.
2. Terdapat regangan tarik tegak (vertikal) yang terisi air sampai
kedalaman Zw. Regangan tarik ini dapat terletak pada muka
lereng maupun diatas lereng (gambar 3-3)
3.Tekanan air pada regangan tarik dan sepanjang bidang luncur
tersebar secara linier.
4.Semua gaya yang bekerja pada lereng melalui titik pusat massa
batuan yang akan longsor, sehingga tidak terjadi rotasi
Faktor kemantapan lereng dapat dihitung dengan persamaan :

Gaya − gayaPenahan
F=
Gaya − gayaPenggerak

C. A + (W . cos  − U − V . sin  ). tan 


F=
W . sin   + V . cos 
dimana:
F = Faktor kemantapan lereng
C = Kohesi pada bidang luncur
A = Panjang bidang luncur (m)
 = Sudut kemiringan bidang luncur (0)
 = Sudut geser dalam batuan (0)
W = Berat massa batuan yang akan longsor (ton)
U = Gaya angkat yang ditimbulkan oleh tekanan air disepanjang bidang luncur (ton)
U = ⅕ w Zw (H – Z) cosec 
V = Gaya mendatar yang ditimbulkan oleh tekanan air pada regangan tarik (ton)
V = ½ w Zw2
w = Bobot isi air (ton/m2)
Zw = Tinggi kolom air yang mengisi regangan tarik (m)
Z = Kedalaman regangan tarik (m)
H = Tinggi lereng (m)
Jika terjadi getaran yang diakibatkan oleh adanya gempa, peledakan
maupun aktivitas manusia lainnya, maka persamaan menjadi:

C. AW (cos .  −  . sin .  ) − U − V . sin   tan .


F=
W (sin .  +  . cos .  ) + V . cos . 

dimana:
 = percepatan getaran pada arah mendatar
Regangan tarik

w V Z
Zw

Muka lereng U
H

 
w

Regangan tarik

Muka lereng H w V Zw

Bidang Luncur   W

Regangan tarik pada longsoran bidang


sin . 24 sin .13
X = Y=
sin . 45 . cos . 2 na sin .35 . cos .1nb

cos . a − cos . b . cos  n a. nb cos b − cos a . cos . na .nb


A= B=
sin . b − cos . a . cos . na .nb sin . 5 . sin 2 . na .nb

dimana a dan b adalah kemiringan (dip) dari bidang-bidang I dan II


serta 5 adalah sudut penunjaman perpotongan bidang lemah I dan II.
Jika pada bidang I dan II tidak terdapat kohesi, serta kondisi lereng
kering, maka persamaan Faktor kemantapan lereng akan menjadi:

F = A. tan . a + B. tan . b
dimana A dan B adalah suatu faktor tanpa satuan yang besarnya
tergantung pada jurus (strike) dan kemiringan (dip) kedua bidang
lemahnya. Bidang lemah yang mempunyai kemiringan lebih kecil selalu
dinamakan bidang lemah I, sedangkan bidang lemah yang satunya lagi
dinamakan bidang lemah II.
Longsoran Baji.
Dalam analisa dengan menggunakan metode Hoek dan Bray, longsoran
baji dianggap hanya akan terjadi pada garis perpotongan kedua bidang
lemah.

Faktor kemantapan lereng dapat dihitung dengan persamaan sebagai


berikut:

F=
3
(C a . X + Cb .Y ) +  A −  w . tan . a +  B −  w .Y . tan .b
 .H  2   2 

dimana:
Ca = kohesi pada bidang lemah I (ton/m2)
Cb = kohesi pada bidang lemah II (ton/m2)
a = sudut geser dalam, bidang lemah I (0)
b = sudut geser dalam, bidang lemah II (0)
 = bobot isi batuan (ton/m3)
w = bobot isi air (m)
Bidang 1
Bidang 2

Muka lereng

GAMBAR TIGA DIMENSI

Perpotongan bidang
lemah

Distribusi tekanan
Air Keterangan:
tanah

 = Kemiringan lereng
  = Kemiringan garis perpotongan bidang lemah
 
 = Sudut geser dalam

Tampak samping tegak lurus perpotongan bidang lemah

Model Longsoran Baji


KETERANGAN:
na.nb : sudut perpotongan bidang lemah I dan II
1.nb : sudut antara bidang lemah I dengan garis perpotongan bidang lemah I
dan muka lereng.
2.na : sudut antara bidang lemah II dengan garis perpotongan bidang lemah
II dan muka lereng.
24 : sudut antara garis perpotongan bidang lemah II dan muka lereng
dengan garis perpotongan bidang lemah II dan bagian atas lereng (upper slope).
13 : sudut antara garis perpotongan bidang lemah I dan muka lereng
dengan garis perpotongan bidang lemah I dan muka lereng.
35 : sudut antara garis perpotongan bidang lemah I dan bagian atas lereng
(upper slope) dengan garis perpotongan bidang lemah I dan II.
45 : sudut antara garis perpotongan bidang lemah II dan muka lereng
dengan garis perpotongan bidang lemah I dan II.
5 : sudut penunjaman perpotongan bidang lemah I dan II

Stereoplot data longsoran baji


Longsoran Guling.
Model ini berupa balok-balok yang disusun pada suatu tangga yang miring.
Dengan model tersebut akan dianalisis kemantapan (kesetabilan) batas suatu
lereng terhadap longsoran guling.. kemantapan batas adalah suatu keadaan
dimana lereng pada saat akan longsor.

Faktor kemantapan lereng terhadap longsoran guling kemudian dapat


dinyatakan dengan persamaan:
tan . .1
F=
tan . .2
dimana:
F = Faktor Kemantapan
1 = sudut geser dalam yang sebenarnya di lapangan (0)
2 = sudut geser dalam pada kritis (kemantapan batas)(0)
Model Longsoran Guling
Longsoran Busur.
Menghitung longsoran dengan Metode Hoek & Bray adalah cara yang
sangat mudah, cepat dan hasilnya masih dapat
dipertanggungjawabkan. Cara ini terutama tergantung kepada:

1. Jenis tanah; dalam hal ini tanah dianggap homogen dan continue.
2. Longsoran yang terjadi menghasilkan bidang luncur berupa busur
lingkaran.
3. Tinggi permukaan air tanah pada lereng.

Dalam perhitungan longsoran busur ini Hoek & Bray membuat lima
buah diagram untuk tiap-tiap kondisi air tanah tertentu mulai dari
sangat kering sampai jenuh
Cara perhitungannya adalah sebagai berikut:

Langkah 1 : Tentukan kondisi air tanah yang ada dan


sesuaikan dengan gambar 3-7, pilih yang paling
tepat atau yang paling mendekati.
Langkah 2 : Hitung angka C/H tan , kemudian cocokkan
angka tersebut pada diagram (chart) yang
dipilih.
Langkah 3 : Ikuti jari-jari mulai dari angka yang diperoleh
pada langkah 2 sampai memotong kurva yang
menunjukkan kemiringan.
Langkah 4 : Cari angka-angka tan  dan C yang sesuai
F  .H .F
pada absis dan ordinat.
Langkah 5 : Pilih angka yang paling tepat dari kedua angka
yang diperoleh dari langkah 4.
Istilah-istilah yang dipakai pada pola aliran air tanah
Dalam “Circular Failure Chart” untuk lapisan tanah dan tanah urug
(menurut Hoek & Bray, 1977)
Muka Air Tanah
(MAT)
Hoek dan Bray
membuat 5 buah
diagram untuk tiap-
tiap kondisi air tanah
tertentu, mulai dari
sangat kering hingga
jenuh, seperti pada
gambar di samping
ini:

Kondisi air tanah dalam lereng untuk Circular Failure (Hoek dan
Bray, 1981)
Skema cara pembacaan pada
“Circular Failur Chart”

“Circular Failur Chart” nomor 1


THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai