1
Definisi yang dipakai dalam istilah geometri adalah :
1. Dip adalah kecondongan maksimum dari bidang struktur diskontinuitas
terhadap bidang horizontal (0 – 90o).
2. Dip Direction adalah arah horisontal dari garis dip yang diukur searah
jarum jam dari arah Utara (0 – 360o).
3. Strike adalah arah dari lapisan yang tegak lurus dengan dip direction yang
terletak pada bidang horizontal.
4. Plunge adalah dip dari garis, seperti pada pertemuan dua bidang.
5. Trend adalah arah dari proyeksi horizontal dari garis, yang diukur searah
jarum jam dari Utara
Orientasi dari diskontiniutas relatif terhadap muka slope biasanya
merupakan faktor yang jelas dimana menunjukkan ke efektifan sebagai bidang
longsoran yang potensial.
Diskontinuitas ditunjukkan sebagai bidang dan arahnya digambarkan oleh
dip dan dip direction contoh.
Jenis – jenis longsoran yang terjadi di alam merupakan jenis longsoran
yang sering kita ketahui sebelumnya. Jenis longsoran itu terdiri atas :
1. Circular failure ( longsoran busur )
2. Planar failure ( longsoran bidang )
3. Wedge failure ( longsoran baji )
4. Toppling failure ( longsoran guling )
Secara umum yang membedakan antara planar failure dengan wedge
failure adalah sebagai berikut :
A. Planar Failure
Persyaratan umum untuk terjadinya longsoran bidang untuk bidang longsor
yang tunggal adalah :
1. Bidang yang akan mengalami longsoran mempunyai arah yang parallel
dengan muka slope (± 20o).
2. Dip dari bidang longsor harus lebih kecil dari slope angle.
3. Dip dari bidang longsor harus lebih besar dari friction angle dari bidang.
4. Permukaan yang terbatas, yang mencegah kekurangan tegangan lateral
untuk mencegah terjadinya longsoran, harus terdapat dalam masa batuan
untuk terjadinya pergerakan.
2
B. Wedge Failure
Persyaratan umum untuk wedge failure antara lain :
1. Longsoran Baji terjadi bila 2 atau lebih set dari diskontinuitas berpotongan
satu sama lain.
2. Garis dari perpotongan mempunyai arah yang sama dengan arah
penggalian (± 20o).
3. Dip dari perpotongan garis harus lebih besar dari friction angle.
Dari keempat jenis longsoran tersebut arah longsorannya selalu mengarah
ke bidang lemah. Metode penanggulangan longsoran ini dapat dilihat dari sifat
fisik, jenis batuan, kemiringan lereng, vegetasi dan peruntukan lahan. Besaran
dan lamanya curah hujan dapat menjadi pemicu terjadinya gerakan tanah.
Cara penanggulangan lahan yang sering dilakukan yaitu dengan
pembuatan lahan kering, pembuatan sengkedan, penyaluran air dan penanaman
pohon yang berakar kuat dan dalam. Dengan penanaman pohon itu sangat
berguna untuk menahan tanah serta membantu penyerapan air kedalam tanah
sehingga air tidak mudah jenuh. Guna mencegah terjadinya bencana alam yang
serupa di daerah ini, perlu diketahui berbagai rekomendasi pencegahan sebagai
berikut :
1. Pemukiman yang berada dilereng dan alur lembah, harus direlokasi ke
tempat yang lebih aman.
2. Tidak membangun pemukiman dikaki bukit dengan kemiringan lereng dari
sedang sampai terjal.
3. Penghijauan kembali perbukitan yang sudah gundul.
Daerah bencana berada dalam zona kerentanan gerakan tanah tinggi,
pembangunan pemukiman dan pengolahan lahan harus waspada tinggi, karena
sewaktu – waktu dapat terjadi tanah longsor.
Kestabilitasan Lereng
Secara umum ada beberapa faktor yang harus diperhitungan dalam
menganalisa suatu stabilitas lereng antara lain :
1. Geometri lereng merupakan parameter tinggi dan kemiringan lereng.
2. Kekuatan masa batuan lereng, kekuatan tersebut akan berpengaruh
terhadap stabilitas lereng.
3
3. Orientasi bidang lemah, bidang lemah biasanya menjadi penyebab utama
terrjadinya longsoran karena disebabkan material yang ada sebagai
bidang lemah biasanya memiliki kekuatan yang sangat lemah.
4. Air tanah, pengeruh air tanah terhadap kestabilitasan lereng terletak pada
adanya tekanan air pada bidang gelincir yang secara efektif mengurangi
kekuatan geser.
5. Faktor luar, beberapa faktor yang mempengaruhi stabilitas lereng antara
lain dari gempa bumi dan gaya-gaya tektonik lainnya.
B. Pembahasan
1. Metode Hoek & Bray
Kemiringan
Tinggi 30 40 50 60 70
20 2.1 2.4 3.2 4.6 6.5
30 1.5 1.7 2.2 2.9 4.4
40 1.2 1.3 1.5 2.0 3.2
50 1.0 1.0 1.1 1.5 2.3
60 0.8 0.8 0.8 1.0 1.6
Parameter yang diketahui :
C = 5 ton/m2
= 30o
Υ= 1,75 ton/m3
2. Metode Bishop
Parameter yang diketahui :
C = 5 ton/m2
= 30o
Υ= 1,75 ton/m3
4
5
C. Analisa
Analisis longsoran dengan menggunakan metode Hoek & Bray, dapat dicari
dengan menggunakan Circular Failure Chart. Circular Failure Chart ini terbagi
menjadi 5. Pembagiannya didasarkan kepada bentuk bidang geser terhadap
permukaan air tanah. Pada pembahasan, Circular Failure Chart yang
digunakan adalah yang nomor 2, dengan demikian faktor keamanan rata-
ratanya dapat diketahui (lihat tabel)
Analisis longsoran dengan menggunakan Metode Bishop, dapat dicari
dengan menggunakan geometri longsoran dengan menggunakan beberapa
parameter yaitu Υ,Φ, kohesi, tinggi lereng dan slope. Faktor keamanannya
dapat dicari setelah melalui langkah-langkah penggambaran sehingga
terbentuk gambaran lereng seperti pada lampiran.
V. Kesimpulan
Analisa longsoran dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan
menggunakan metode Hoek & ray dan metode Bishop. Pada prinsipnya, kedua
cara ini mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk mencari faktor keamanan dari
suatu lereng. Faktor keamanan ini dicari dengan tujuan untuk mencari kestabilan
dari lereng tersebut.
Faktor keamanan (FK) yang digunakan yaitu :
1. FK > 1 artinya lereng stabil
2. FK = 1 artinya lereng kritis
3. FK < 1 artinya lereng tidak stabil (longsor)
DAFTAR PUSTAKA
Staf Assisten Laboratorium Geologi, 2004, “Modul Praktikum Geologi
Struktur”, Universitas Islam Bandung, Bandung.
Catatan Mata Kuliah Geologi Teknik.