Anda di halaman 1dari 1

MENEKUNI ILMU, MELEPASKAN 'ALAIQ DAN 'AWAID

Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata:"Tercapainya tujuan bergantung kepada kesungguhan meninggalkan


'awaid, memutuskan 'alaiq dan merendahkan 'awaid".

'Awaid adalah kesenangan pada ketenangan, kesantaian, gambar-gambar tidak senonoh dan tempat-
tempat yang melenakan serta membuai manusia.'Awaiq adalah jenis-jenis pelanggaran, baik yang tampak
maupun tersembunyi. Ia menjadi penghalang dalam perjalanan menuju Allah, bahkan memotongnya.
'Awaiq ada tiga yaitu syirik, bid'ah dan maksiat. Syirik menjadi penghalang kemurnian tauhid, sedang
bid'ah menjadi penghalang terlaksananya sunnah, dan maksiat menjadi penghalang kesungguhan
taubat.Sedangkan 'alaiq adalah segala ketergantungan kepada selain Allah, seperti ketergantungan
kepada hal-hal yang memberikan kesenangan, posisi kepemimpinan, hubungan persahabatan dan
sebagainya.

Tidak ada cara untuk memutus dan menolak ketiganya tersebut kecuali dengan bergantung kepada
"Tempat Bergantung Tertinggi". Jika tidak, maka pemutusan ketergantungan kepada selain-Nya akan
menemui kegagalan. Seseorang tidak akan meninggalkan orang yang dicintainya kecuali karena ada yang
lebih dia cintai dan lebih membuatnya terkesan. Begitu juga sebaliknya. Sedang tingkat ketergantungan
kepada yang dicintai adalah wujud dari kedalaman cintanya. Dan semua itu tergantung kepada persepsi
tentang yang dicintai, pemuliaan dan pengutamaannya dari yang lain.  Meningkatnya cinta kepada-Nya
akan meringankan pengorbanan, dan jadilah akhirat seakan dunia yang nyata dan real.

Karenanya seorang pelajar sebaiknya memberikan kedalaman cintanya dan menyerahkan segala
ketergantungannya kepada "tempat Meminta dan Menuju Tertinggi" demi memperoleh keberuntungan di
akhirat dan segala yang ada di sisi Allah. Dan hanya ilmu yang dapat memalingkan dari perniagaan dan
perhiasan dunia yang melalaikan. Ingat dunia adalah hari-hari yang cepat.

Seorang pelajar sebaiknya memutuskan 'alaiq yang menyita perhatiannya dan 'awaiq yang menghambat
aktivitas belajarnya, serta mencurahkan segala kesungguhan untuk memperoleh hasil. Karena 'alaiq dan
'awaid ibarat pemotong jalan. Ibnu Jama'ah menganjrkan," Seorang pelajar sebaiknya segera
memanfaatkan masa muda dan umurnya untuk meraih hasil. Janganlah terlena oleh penangguhan dan
angan-angan, sebab waktu yang berlalu tak akan pernah kembali".

Memutuskan 'alaiq bukan berarti seseorang mengabaikan tanggungjawabnya, tidak mencari rizki, bahkan
menggantungkan diri pada orang lain yang memberi atau menolak.Tetapi meninggalkan 'alaiq yang
menyibukkan adalah meninggalkan hal-hal yang tidak diperlukan, sederhana dalam berusaha dan
mencurahkan hati serta mengerahkan kesungguhan dalam belajar. Banyak kisah dari salafus shalih
berkaitan dengan perlunya kesederhanaan dalam menuntut ilmu, dengan catatan masih berada pada
kondisi cukup dan bisa memenuhi tanggungjawabnya. Seperti Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu adalah
sahabat yang paling hafal hadits dan paling banyak meriwayatkan, kendatipun lamanya waktu
persahabatan dirinya dengan Nabi Muhammad shalallhu 'alaihi wa sallam hanya 3 tahun. Namun beliau
senantiasa memenuhi  kebutuhan makan, dan diperolehnya dari usaha yang dibenarkan, bukan lainnya.
Kesuksesan Abu Hurairah tersebut karena keikhlasannya untuk ilmu, kesungguhannya menghilangkan
'alaiq dunia dan mengosongkan hati dari kesibukan lain.  

Maka sebaiknya seorang pelajar juga memutus 'alaiq yang menyibukkan. Sebab apabila pikiran telah
terbagi, maka akan berkurang kemampuannya untuk mengetahui hakikat. Imam Syafi'i rahimahullah
berkata:" Orang yang menuntut ilmu dengan kesombongan dan kebanggaan diri tidak akan sukses. Tetapi
orang yang menuntutnya dengan rendah hati, bersahaja dan menghormati ulama, merekalah yang akan
sukses". Ibnu Abi wahab meriwayatkan dari Malik bin Anas rahimahullah yang berkata;" Seseorang tidak
akan menggapai ilmu yang diinginkan, sampai ia menyukai kesederhanaan dan mengutamakannya dari
segala sesuatu".

Anda mungkin juga menyukai