Anda di halaman 1dari 2

Hijrah Para Nabi

Pekan 03/2003

Dengan Menyebut Nama Alloh Yang Mahapengasih lagi Mahapenyayang

Hijrah adalah peristiwa yang besar karena hijrah inilah yang merupakan titik tolak bagi tegaknya
nilai-nilai Islam dalam kehidupan nyata melalui terwujudnya daulah Islamiyah (negeri yang
Islami), yaitu negeri Madinah.

Dari peristiwa ini kita mendapat pelajaran berharga bahwa meskipun sudah ada jamaah da'wah yang dibangun
oleh rasul Saw dan para sahabatnya, tetap saja tegaknya nilai-nilai Islam masih sangat jauh karena tegaknya
nilai-nilai Islam memang tidak cukup hanya melalui "jamaah" dari kaum muslimin, tapi tegaknya nilai-nilai
Islam juga sangat memerlukan adanya negara yang konstitusinya memungkinkan pelaksanaan ajaran Islam
dalam berbagai aspek. Sekali lagi ditegaskan bahwa penegakan nilai-nilai Islam harus berlangsung secara
konstitusional melalui undang-undang suatu negara, tak cukup hanya sekedar melalui jamaah da'wah yang ada
di negeri tersebut.

Tidak Hanya Nabi Muhammad Saw.

Harus kita ingat bahwa sebenarnya hijrah secara fisik dari satu tempat ke tempat yang lain atau dari satu
negara ke negara yang lain bukan hal baru hanya diperintah kepada Nabi Muhammad Saw, tapi Nabi-Nabi
sebelumnya juga diperintah dan para Nabi itu melaksanakannya. Nabi Ibrahim as diperintah oleh Allah untuk
hijrah ke suatu tempat sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur' an yang artinya: Dan berkatalah Ibrahim:
"Sesungguhnya aku akan berpindah ke (tempat yang diperintahkan) Tuhanku (kepadaku); sesungguhnya
Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana" (QS 29:26).

Disamping Ibrahim as, nabi Musa as juga harus hijrah ke negeri yang lain karena adanya ancaman
pembunuhan terhadap dirinya, Allah berfirman yang artinya: Dan Musa masuk ke kota (Memphis) ketika
penduduknya sedang lengah, maka didapatinya di dalam kota itu dua orang laki-laki yang berkelahi; yang
seorang dari golongannya (Bani Israil) dan seorang (lagi) dari musuhnya (kaum Fir'aun). Maka orang yang dari
golongannya meminta pertolongan kepadanya, untuk mengalahkan orang yang dari musuhnya lalu Musa
meninjunya, dan matilah musuhnya itu (QS 28:15).

Disamping itu terdapat juga ayat lain yang menegaskan tentang hijrahnya Musa ke kota yang lain, yaitu ke
negeri Madyan atas saran seorang laki-laki yang mengetahui rencana pembunuhan atas diri nabi Musa as, Allah
berfirman yang artinya: Dan datanglah seorang laki-laki dari ujung kota bergegas-gegas seraya berkata: Hai
Musa, sesungguhnya pembesar negeri sedang berunding tentang kamu untuk membunuhmu, sebab itu
keluarlah (dari kota ini) sesungguhnya aku termasuk orang yang memberi nasihat kepadamu. Maka keluarlah
Musa dari kota itu dengan rasa takut menunggu-nunggu dengan khawatir, dia berdo'a: "Ya Tuhanku,
selamatkanlah aku dari orang-orang yang zalim itu" (QS 28:20-21).

Selain Ibrahim dan Musa, Nabi Nuh juga diperintah berhijrah ketika akan terjadi banjir besar dengan
menggunakan perahu yang dibuatnya sendiri, Allah berfirman yang artinya: Hingga apabila perintah kami
datang dan dapur (permukaan bumi) telah memancarkan air, Kami berfirman: "muatkanlah ke dalam bahtera
itu dari masing-masing binatang sepasang dan keluargamu, kecuali orang yang terdahulu ketetapan
terhadapnya dan (muatkan pula) orang-orang yang beriman" (QS 11:40).

Hakikat Hijrah

Secara harfiyah, hijrah itu berarti at turku yang artinya meninggalkan, baik meninggalkan tempat maupun
meninggalkan sesuatu yang tidak baik, namun hijrah secara fisik dari satu tempat ke tempat lain pada masa
sekarang ini bukanlah suatu kemestian, kecuali apabila negeri yang kita diami tidak memberikan kebebasan
kepada kita untuk mengabdi kepada Allah Swt atau negri itu sudah sangat rusak yang tingkat kemaksiatan
sudah tidak terkira dan sangat sulit untuk memperbaikinya. Oleh karena itu hakikat hijrah yang sebenarnya
adalah apa yang disebut dengan hijrah ma'nawiyah, yaitu hijrah dalam arti meninggalkan segala bentuk yang
tidak dibenarkan oleh Allah Swt. Dalam hal ini Rasul Saw bersabda:

Orang yang berhijrah itu adalah orang yang meninggalkan apa-apa yang dilarang Allah atasnya (HR. Bukhari
dan Muslim).

Apabila kita sederhanakan, sekurang-kurangnya ada empat bentuk hijrah secara ma'nawi.

Pertama, hijrah i"tiqadiyah, yaitu meninggalkan segala bentuk keyakinan, kepercayaan dan ikatan-ikatan yang
tidak dibenarkan oleh Allah Swt. Ini merupakan kemestian bagi setiap muslim sehingga sangat tidak
dibenarkan apabila keyakinan dan kepercayaan seorang muslim masih bercampur dengan keyakinan dan
kepercayaan yang tidak Islami. Namun kita amat menyayangkan, hingga kini masih begitu banyak orang yang
mengaku muslim tapi kepercayaan dan keyakinannya masih bercampur dengan kepercayaan dan keyakinan
yang tidak benar.

Kedua, hijrah fikriyah, yaitu meninggalkan segala bentuk pola berpikir yang tidak sesuai dengan pola berpikir
yang Islami, ini berarti setiap muslim harus selalu berpikir dalam kerangka kebenaran Islam, dia tidak boleh
memikirkan sesuatu guna melakukan hal-hal yang tidak benar. Di dalam Al-Qur' an Allah Swt sendiri
memberikan rangsangan kepada kita agar berpikir dalam rangka taat kepada-Nya, misalnya saja ada firman
Allah yang artinya: Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan diri
(kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al kitab?. Maka tidakkah kamu berpikir (QS 2:44).

Ketiga, hijrah syu'uriyah, yaitu meninggalkan segala bentuk perasaan yang cenderung kepada hal-hal yang
tidak benar, bila orang sudah hijrah dari perasaan-perasaan yang tidak benar, maka jiwanya menjadi hidup
sehingga jiwanya menjadi sensitif atau peka terhadap segala bentuk kemaksiatan yang membuatnya tidak
akan membiarkan kemaksiatan atau kemunkaran itu terus berlangsung, dalam kaitan ini rasulullah saw
bersabda: Barangsiapa melihat kemunkaran, hendaklah dia merubah (mencegah) dengan tangan
(kekuasaan)nya, bila tidak mapu hendaklah dia merubah (mencegah) dengan lisannya dan bila tidak mampu
juga, hendaklahka dia merubah (mencegah) kemunkaran itu dengan hatinya, yang demikian itulah selemah-
lemah iman (HR. Muslim).

Keempat, hijrah sulukiyah, yaitu meninggalkan segala bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan
ketentuan-ketentuan Allah Swt. Ini berarti seorang muslim sangat tidak dibenarkan melakukan hal-hal yang
dilarang Allah dan Rasul-Nya, maka kalau yang dilarang itu tetap dikerjakan oleh manusia, cepat atau lambat,
manusia itu akan mengalami akibatnya, baik di dunia maupun di akhirat, begitu juga dengan perintah Allah
yang tidak dikerjakannya. Sebagai salah satu contoh, zina merupakan sesuatu yang harus dijauhi oleh manusia
dan bila ada orang yang melakukannya, maka hukuman yang tegas harus diberlakukan, tapi kenyataan
menunjukkan bahwa zina itu dibiarkan saja terus berlangsung, bahkan fasilitasnya disediakan sementara orang
yang melakukannya tidak dihukum sebagaimana hukum yang terdapat di dalam Al-Qur' an, maka yang terjadi
kemudian adalah munculnya penyakit yang sangat menakutkan dan belum ditemukan apa obatnya sementara
martabat manusia juga menjadi semakin rendah.

Dari pembahasan di atas menjadi jelas bagi kita bahwa hakikat hijrah itu sebenarnya adalah komitmen pada
ketentuan-ketentuan dengan meninggalkan segala bentuk sikap dan prilaku yang tidak menunjukkan ketaatan
kepada Allah Swt. Dalam hal ini Rasulullah Saw bersabda:

Apabila engkau mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka engkau orang yang berhijrah (HR. Ahmad dan
Bazzar).

Apabila engkau meninggalkan perbuatan yang keji, baik yang nyata maupun yang tersembunyi, mendirikan
shalat dan menunaikan zakat, maka engkau orang yang berhijrah (HR. Ahmad dan Bazzar).

Karena hakikat hijrah adalah melaksanakan perintah Allah dengan meninggalkan kemalasan dan kedurhakaan
kepada-Nya serta meninggalkan larangan-larangan-Nya dengan meninggalkan segala bentuk kesukaan atau
kecintaan kita kepada kemaksiatan, maka hijrah itu harus kita lakukan sepanjang perjalanan hidup kita sebagai
muslim, kesemua ini tentu saja menuntut kesungguhan (jihad). Karena itu iman, hijrah dan jihad merupakan
kunci bagi manusia untuk meraih derajat yang tinggi dan kemenangan dalam hidup melawan musuh-musuh
kebenaran, Allah berfirman yang artinya: Orang-orang yang beriman, berhijrah dan berjihad di jalan Allah
dengan harta dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang
mendapat kemenangan (QS 9:20).

Wallaahu a'laam bishshawwab.

(Naskah dari PIPPK - di Negara Jerman bid. Koordinasi Region Jerman Selatan II / Region 2)

Anda mungkin juga menyukai