MATEMATIKA
Lailatul Qadriah, Ainun Nikmah, Lilis Sukmaliya
Dosen pengampu: Nadia Nurudini, M.Pd.
Program Studi Pendidikan Matematika, Universitas Nurul Jadid, Probolinggo
PENDAHULUAN
Psikologi memiliki tujuan langsung untuk memahami individu dan
kelompok dengan memperhatikan prinsip pribadi dan meneliti kasus spesifik.
Seseorang yang ahli di bidang psikologi atau menjadi peneliti psikologi disebut
psikolog dan dapat diklasifikasikan menjadi ilmuwan sosial, perilaku, atau
kognitif. matematika ialah ilmu yang berfungsi menyelesaikan permasalahan
mengenai bilangan. Dalam pembelajaran matematika tidak selamanya berhasil,
terkadang juga mengalami hambatan-hambatan yang mengakibatkan kegagalan
belajar, kegagalan belajar matematika dapat ditandai dengan adanya hasil dari
pembelajaran yang kurang memuaskan seperti Nilai Ujian Sekolah (UAN),
nilai Ujian Tengah Semester (UTS) ataupun nilai Ujian Akhir Sekolah (UAS).
Pada masa perkembangan anak, masalah atau gangguan psikologis
mungkin dapat terjadi. Salah satu contohnya adalah adanya gangguan perilaku.
Gangguan perilaku itu sendiri secara umum dapat digambarkan sebagai kondisi
dimana individu menunjukkan tingkah laku yang tidak wajar, serta diikuti
dengan keadaan emosional yang tidak stabil.
Faktor keberhasilan dalam pendidikan adalah guru, untuk itu maka
seorang guru oleh karena itu maka para guru perlu memiliki pengetahuan dan
pengalaman yang luas dan lengkap yang dapat dijadikan sebagai metode dan
sarana dalam menjalankan tugasnya sebagai pengajar. Guru yang baik adalah
guru yang dapat mengerti dan memahami permasalahan atau kendala dari
seorang peserta didik dan persoalan psikologi peserta didik. Guru yang dapat
memahami persoalan peserta didiknya adalah guru yang tidak memaksakan
keinginannya kepada peserta didik, yang mendengarkan.
Keluhan dan problematika belajar dari peserta didik, dan yang juga tidak
memaksakan tugas yang melampaui kemampuan peserta didik. Manfaat dan
kegunaan psikologi pendidikan juga membantu untuk memahamikarakteristik
peserta didik apakah termasuk anak yang lambat belajar atau yang cepat
belajar, dengan mengetahui karakteristik ini guru dapat mendesain pendekatan
belajar untuk anak didik yang berbeda-beda tersebut, sehingga pembelajaran
dapat dilaksanakan secara optimal sesuai karakteristik peserta didik.
METODE
Langkah-langkah Pembelajaran Matematika Realistik Secara umum (Tiara
Shandy: 23) langkah-langkah pembelajaran matematika realistik dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. Persiapan
Selain menyiapkan masalah kontekstual, pendidik harus benar-
benar memahami masalah dan memiliki berbagai macam strategi yang
mungkin akan ditempuh peserta didik dalam menyelesaikannya.
b. Pembukaan
Pada bagian ini peserta didik diperkenalkan dengan strategi
pembelajaran yang dipakai dan diperkenalkan kepada masalah dari dunia
nyata kemudian peserta didik diminta untuk memecahkan masalah tersebut
dengan cara mereka sendiri.
c. Proses pembelajaran
Peserta didik mencoba berbagai strategi untuk menyelesaikan
masalah sesuai dengan pengalamannya, dapat dilakukan secara perorangan
maupun secara kelompok. Setiap peserta didik atau kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya di depan peserta didik atau kelompok
lain dan peserta didik atau kelompok lain memberi tanggapan terhadap
hasil kerja peserta didik atau kelompok penyaji pendidik mengamati
jalannya diskusi kelas dan memberi tanggapan sambil mengarahkan
peserta didik untuk mendapatkan strategi terbaik serta menemukan aturan
atau prinsip yang bersifat lebih umum.
d. Penutup
Setelah mencapai kesepakatan tentang strategi terbaik melalui
diskusi kelas, peserta didik diajak menarik kesimpulan dari pelajaran saat
itu. Pada akhir pembelajaran peserta didik harus mengerjakan soal evaluasi
dalam bentuk matematika formal.
Implementasi Pembelajaran Matematika Realistik Menurut Suyitno (2004:
38), implementasi pembelajaran RME di sekolah adalah sebagai berikut.
a. Guru menyiapkan beberapa soal realistik (ada kaitannya dengan kehidupan
sehari-hari) yang akan dikerjakan siswa secara informal atau coba-coba
karena langkah penyelesaian formal untuk menyelesaikan soal tersebut
belum diberikan.
b. Guru memeriksa hasil pekerjaan siswa dengan berprinsip pada
penghargaan terhadap keberagaman jawaban dan kontribusi siswa.
c. Guru menyuruh siswa untuk menjelaskan temuannya di depan kelas.
d. Dengan tanya jawab, guru mungkin perlu mengulang jawaban siswa
terutama jika ada pembiasan konsep.
e. Guru baru menunjukkan langkah formal yang diperlukan untuk
menyelesaikan soal tersebut. Bisa didahului dengan penjelasan tentang
materi pendukungnya.
BAGIAN INTI
Psikologi merupakan sebuah disiplin ilmu dan terapan yang mempelajari
mental dan perilaku secara ilmiah. Psikologi memiliki tujuan langsung untuk
memahami individu dan kelompok dengan memperhatikan prinsip pribadi dan
meneliti kasus spesifik. pembelajaran matematika adalah kegiatan belajar dan
mengajar yang mempelajari ilmu matematika dengan tujuan membangun
pengetahuan matematika agar bermanfaat dan mampu mengaplikasikannya
dalam kehidupan sehari-hari. Jadi, Psikologi pembelajaran matematika adalah
ilmu yang mengkaji tentang struktur atau susunan bangunan matematika itu
sendiri dan mengkaji juga tentang bagaimana seseorang itu berfikir (think),
bernalar (reason), dan bagaimana ia menggunakan kemampuan intelektualnya
tersebut. Sedangkan model pembelajaran matematika realistik adalah suatu
model pembelajaran yang berbasis pada masalah kontekstual sebagai titik
pangkal (starting point). Masalah matematika yang kontekstual adalah soal atau
masalah dalam kehidupan sehari-hari atau masalah yang dekat dengan pikiran
siswa.
Sebagai seorang guru tidak sekedar mendidik, tapi guru sebagai
pembimbing dan pendamping peserta didik untuk sampai kepada tujuan dari
pembelajaran. Guru bukan mendikte atau mengajari peserta didik tapi guru
mengajak peserta didik untuk belajar. Memahami dan ikut kedalam proses
pembelajaran yang sedang berlangsung. Seorang guru harus hati-hati dalam
menghadapi peserta didik, karena guru dihadapkan dengan bermacam keunikan
dari peserta didik. Guru harus mengenal karakteristik peserta didik yang
diajarkannya. Guru harus paham akan perbedaan karakteristik dari peserta
didik. Guru harus memahami psikologi dari peserta didik sehingga terwujud
pembelajaran yang efektis dan efisien. Dalam proses pembelajaran guru harus
mengenal prilaku dari individu, agar pembelajaran dapat berjalan dengan baik.
Dimana individu dapat berinteraksi dengan lingkungannya. Berinteraksi dengan
guru dan peserta didik lainnya. Psikologi pembelajaran matematika merupakan
pembelajaran antara guru dan peserta didik. Bagaimana seorang anak
memahami materi matematika. Bagaimana seorang anak berpikir, mengolah
pikirannya dalam menyelesaikan soal-soal matematika.
Psikologi pembelajaran matematika memiliki peranan penting dalam
penyelenggaraan pendidikan. Guru tidak sekedar menanamkan konsep
matematika dalam pikirannya tapi bagaimana peserta didik dapat
menggembangkan konsep tersebut dalam penyelesaian permasaalahan
matematika. Guru dalam proses pembelajaran di dalam kelas, memberikan
ruang belajar bagi peserta didik. Memberikan motivasi dan semangat kepada
peserta didik. Memberikan keyakinan bahwa belajar matematika suatu pelajaran
yang tidak sulit. Matematika merupakan pelajaran yang melatih diri berpikir
kritis, bernalar dan kritis. Memahami psikologi peserta didik memberikan
manfaat bagi seorang guru dalam membimbing peserta didik dalam proses
pembelajaran matematika. Pentingnya pengetahuan tentang teori pembelajaran
matematika, maka semakin penting untuk mempelajari psikologi pembelajaran
matematika. Psikologi pembelajaran akan membantu guru dalam mengungkap
potensi yang dimiliki siswa dengan tidak melupakan hakikat siswa sebagai
manusia yang memiliki jati diri yang berhak diakui eksistensinya dan berbeda
satu dengan lainnya.
Pembelajaran sebagai proses yang dilalui siswa, tidak dapat dipisahkan
dengan perkembangannya. Pembelajaran yang tidak memperhatikan tahap
perkembangan mental siswa besar kemungkinan akan mengakibatkan siswa
mengalami kesulitan, karena apa yang disajikan pada siswa tidak sesuai dengan
kemampuannya dalam menyerap materi yang diberikan (TIM MKPBM UPI.
2001). Seorang guru yang profesional, tidak akan memandang proses belajar
pada siswa tanpa memandang perkembangannya. Dengan memperhatikan
perkembangan siswa, maka proses belajar akan terjadi sesuai dengan
kesiapannya.
Tugas seorang guru matematika menurut Permendiknas 22 Tahun 2006
(Depdiknas. 2006) tentang Standar Isi adalah membantu siswanya untuk
mendapatkan (1) pengetahuan matematika yang meliputi konsep, keterkaitan
antar konsep, dan algoritma; (2) kemampuan bernalar: (3) kemampuan
memecahkan masalah; (4) kemampuan mengomunikasikan gagasan dan ide;
serta (5) sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan. Secara
umum, tugas utama seorang guru matematika adalah membimbing siswanya
tentang bagaimana belajar yang sesungguhnya (learning how to learn) dan
bagaimana memecahkan setiap masalah yang menghadang dirinya (learning
how to solve problems) sehingga bimbingan tersebut dapat digunakan dan
dimanfaatkan di masa depan mereka (Fadjar Shadiq & Nur Amini Mustajab,
2011).
Berkenaan dengan hal tersebut, maka tujuan jangka panjang pembelajaran
adalah untuk meningkatkan kompetensi para siswa agar mereka mampu
mengembangkan diri mereka sendiri dan mampu memecahkan masalah yang
muncul.
1.Faktor Fisiologis
Kesulitan belajar siswa dapat ditimbulkan oleh faktor fisiologis. Hal ini antara
lain ditunjukkan oleh kenyataan bahwa persentase kesulitan belajar siswa yang
mempunyai gangguan penglihatan lebih dari pada yang tidak mengalaminya.
Demikian pula kesulitan siswa yang mempunyai gangguan pendengaran lebih
banyak dibandingkan dengan yang tidak mengalaminya. Dalam hubungannya
dengan faktor-faktor di atas, umumnya guru matematika tidak memiliki
kemampuan atau kompetensi yang memadai untuk mengatasinya. Yang dapat
dilakukan guru hanyalah memberikan kesempatan kepada siswa yang memiliki
gangguan dalam penglihatan atau pendengaran tersebut untuk duduk lebih dekat
ke meja guru. Selebihnya, hambatan belajar tersebut hendaknya diatasi melalui
kerjasama dengan pihak yang memiliki kompetensi [bimbingan dan konseling
misalnya sehingga dapat menanganinya lebih baik.
2. Faktor Sosial
Jika sepulang dari sekolah seorang siswa senantiasa ditanya ibunya tentang
keadaan kegiatan belajarnya di sekolah, kemudian memberikan dorongan positif
atas kekurangberhasilan atau keberhasilan anaknya, maka perhatian ibu itu akan
dapat mendorong siswa untuk senantiasa berusaha belajar.Tetapi jika seorang
ayah sering mengatakan: “Saya dulu tidak pernah memperoleh nilai hitam dalam
ilmu pasti [matematika], tetapi toh berhasil juga menjadi ’orang’, kaya lagi!”
maka hal tersebut merupakan ungkapan yang dapat menurunkan motivasi siswa
belajar matematika. Hal itu dapat berlanjut kepada anaknya yang mengatakan
kepada orang tuanya: “Kalau begitu saya lebih baik melanjutkan sekolah yang
tidak ada matematikanya saja, ya Pak?” Sebaliknya jika bapak itu mengatakan
”Saya tidak pernah memperoleh nilai hitam dalam matematika, tetapi saya banyak
belajar cara berpikir matematika dan ternyata dapat menjadi orang”, maka
pernyataan Bapak yang tidak menguasai matematika dengan baik itu masih
merupakan dorongan bagus bagi siswa untuk mau belajar matematika. Hal senada
mestinya juga dilakukan oleh guru dalam memotivasi siswanya belajar
matematika.
Hubungan orang tua dengan anak, dan tingkat kepedulian orang tua tentang
masalah belajarnya di sekolah, merupakan faktor yang dapat memberikan
kemudahan, atau sebaliknya menjadi faktor kendala bahkan penambah kesulitan
belajar siswa. Termasuk dapat memberikan kemudahan antara lain: kasih sayang,
pengertian, dan perhatian atau kepedulian [misalnya “menyertai” anaknya belajar,
dan tersedianya tempat belajar yang kondusif].
Di samping itu ekonomipun merupakan faktor, baik positif maupun negatif.
Siswa yang mengalami masalah sosial di rumahnya biasanya dari kalangan
keluarga yang kurang menaruh perhatian pada perkembangan anaknya. Hal ini
mungkin akibat dari kepedulian yang rendah terhadap belajar anak/siswa,
permasalahan tersebut dapat terjadi baik dari kalangan yang ekonominya sudah
mapan maupun ekonominya masih lemah. Keluarga yang mempunyai kemudahan
memberikan kesempatan lebih baik bagi anak-anaknya untuk berkembang dan
mengatasi kesulitan mereka di kelas. Usaha-usaha yang dilakukan melalui
permainan manipulatif bangun datar, bangun ruang dan permainan manipulatif
lainnya memberikan tantangan yang dapat mengembangkan alternatif dalam
mengatasi kesulitan belajar. Faktor sosial di dalam dan di luar kelas dalam
lingkungan sekolah juga berpengaruh terhadap kelancaran atau kesulitan belajar
siswa. Siswa yang kurang dapat bergaul atau menyesuaikan dengan situasi kelas
oleh berbagai sebab yang menyebabkan ia merasa terpencil, terhina atau
senantiasa menjadi bahan ejekan atau olokan, merupakan faktor penghambat,
meskipun bagi sebagian siswa yang biasa mengatasi masalah hal itu dapat
digunakan sebagai pemacu untuk menunjukkan eksistensinya.
Interaksi antar siswa yang kurang dibiasakan dalam kegiatan di kelas dapat
menyebabkan masalah sosial. Anak yang merasa kurang semakin menyendiri,
sebaliknya dengan kebiasaan lainnya di rumah ia dapat mengalihkannya dengan
minta perhatian guru. Secara umum siswa yang terlalu tertutup atau terlalu
terbuka mungkin adalah siswa yang mengalami masalah sosial di rumah atau
tekanan dari teman atau mungkin orang tuanya. Jadi lingkungan belajar di sekolah
juga merupakan salah satu faktor sosial kesulitan belajar siswa. Masalahnya perlu
dikaji dan penyelesaiannya mungkin memerlukan bantuan wali kelas, guru
bimbingan atau pihak luar yang lebih memahami masalah siswa tersebut.
3. Faktor Emosional
Siswa yang sering gagal dalam matematika lebih mudah berpikir tidak rasional,
takut, cemas, benci pada matematika. Jika demikian maka hambatan itu dapat
“melekat” pada diri anak/siswa. Masalah siswa yang termasuk dalam faktor
emosional dapat disebabkan oleh:
1. Obat-obatan tertentu, seperti obat penenang, ekstasi, dan obat lain yang
sejenis,
2. Kurang tidur,
3. Diet yang tidak tepat,
4. Hubungan yang renggang dengan teman terdekat
5. Masalah tekanan dari situasi keluarganya di rumah
Mengutip Teaching About Drug Abuse [1972:22-26], Cooney dkk [1975]
dinyatakan bahwa siswa yang mengkonsumsi pil ekstasi kemalasannya naik luar
biasa, kadang-kadang menunjukkan perangai yang tidak rasional, depresi, tak
sadar, atau sebaliknya: tertawa-tawa. Tampilannya berubah tiba-tiba, kesehatan
menurun. Akibatnya siswa akan kurang menaruh perhatian terhadap pelajaran,
atau mudah mengalami depresi mental, emosional, kurang ada minat membaca
buku maupun menyelesaikan pekerjaan rumah. Siswa yang terkena narkoba
biasanya daya ingatnya menurun. Penanganan kesulitan belajar yang disebabkan
oleh hal-hal di atas sebaiknya dilakukan oleh orang yang memiliki kompetensi,
baik psikologis, medis maupun agamis.
4. Faktor Intelektual
Siswa yang mengalami kesulitan belajar disebabkan oleh faktor intelektual,
umumnya kurang berhasil dalam menguasai konsep, prinsip, atau algoritma,
walaupun telah berusaha mempelajarinya. Siswa yang mengalami kesulitan
mengabstraksi, menggeneralisasi, berpikir deduktif dan mengingat konsep-konsep
maupun prinsip-prinsip biasanya akan selalu merasa bahwa matematika itu sulit.
Siswa demikian biasanya juga mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah
terapan atau soal cerita. Ada juga siswa yang kesulitannya terbatas dalam materi
tertentu, tetapi merasa mudah dalam materi lain.
5. Faktor Pedagogis
Di antara penyebab kesulitan belajar siswa yang sering dijumpai adalah faktor
kurang tepatnya guru mengelola pembelajaran dan menerapkan metodologi.
Misalnya guru masih kurang memperhatikan kemampuan awal yang dimiliki
siswa, guru langsung masuk ke materi baru. Ketika terbentur kesulitan siswa
dalam pemahaman, guru mengulang pengetahuan dasar yang diperlukan.
Kemudian melanjutkan lagi materi baru yang pembelajarannya terpenggal. Jika
ini berlangsung dan bahkan tidak hanya sekali dalam suatu tatap muka, maka akan
muncul kesulitan umum yaitu kebingungan karena tidak terstrukturnya bahan ajar
yang mendukung tercapainya suatu kompetensi.
Ketika menerangkan bagian-bagian bahan ajar yang menunjang tercapainya
suatu kompetensi bisa saja sudah jelas, namun jika secara keseluruhan tidak
dikemas dalam suatu struktur pembelajaran yang baik, maka kompetensi dasar
dalam penguasaan materi dan penerapannya tidak selalu dapat diharapkan
berhasil. Dengan kata lain, struktur pelajaran yang tertata secara baik akan
memudahkan siswa, paling tidak mengurangi kesulitan belajar siswa. Kejadian
yang dialami siswa dan sering muncul menurut guru adalah: “Ketika dijelaskan
mengerti, ketika mengerjakan sendiri tidak bisa”. Jika guru menanggapinya hanya
dengan menyatakan: memang hal itu yang sering dikemukakan siswa kepada saya,
berarti guru tersebut tidak merasa tertantang profesionalismenya untuk mencari
penyebab utama, menemukannya, dan mengatasi masalahnya. Kesulitan itu dapat
terjadi karena guru kurang memberikan latihan yang cukup di kelas dan
memberikan bantuan kepada yang memerlukan, meskipun ia sudah berusaha keras
menjelaskan materinya. Hal ini terjadi karena guru belum menerapkan hakekat
belajar matematika, yaitu bahwa belajar matematika hakekatnya berpikir dan
mengerjakan matematika. Berpikir ketika mendengarkan penjelasan guru,
mempunyai implikasi bahwa tanya jawab merupakan salah satu bagian penting
dalam belajar matematika. Dengan tanya jawab ini proses diagnosis telah diawali.
Ini berarti diagnostic teaching, pembelajaran dengan senantiasa sambil mengatasi
kesulitan siswa telah dilaksanakan dan hal ini yang dianjurkan.
Secara umum, cara guru memilih metode, pendekatan dan strategi dalam
pembelajaran akan berpengaruh terhadap kemudahan atau kesulitan siswa dalam
belajar siswa. Perasaan lega atau bahkan sorak sorai pada saat bel berbunyi pada
akhir jam pelajaran matematika adalah salah satu indikasi adanya beban atau
kesulitan siswa yang tak tertahankan. Jika demikian maka guru perlu introspeksi
pada sistem pembelajaran yang dijalankannya. Seseorang mengatakan: “Saya dulu
tidak pernah memperoleh nilai hitam dalam ilmu pasti [matematika], tetapi toh
berhasil juga menjadi ’orang’, kaya lagi!” maka hal tersebut merupakan ungkapan
yang dapat menurunkan motivasi siswa belajar matematika. Hal itu dapat
berlanjut kepada anaknya yang mengatakan kepada orang tuanya: “Kalau begitu
saya lebih baik melanjutkan sekolah yang tidak ada matematikanya saja, ya Pak?”
Sebaliknya jika bapak itu mengatakan ”Saya tidak pernah memperoleh nilai hitam
dalam matematika, tetapi saya banyak belajar cara berpikir matematika dan
ternyata dapat menjadi orang”, maka pernyataan Bapak yang tidak menguasai
matematika dengan baik itu masih merupakan dorongan bagus bagi siswa untuk
mau belajar matematika. Hal senada mestinya juga dilakukan oleh guru
dalam memotivasi siswanya belajar matematika.
Hubungan orang tua dengan anak, dan tingkat kepedulian orang tua tentang
masalah belajarnya di sekolah, merupakan faktor yang dapat memberikan
kemudahan, atau sebaliknya menjadi faktor kendala bahkan penambah kesulitan
belajar siswa. Termasuk dapat memberikan kemudahan antara lain: kasih sayang,
pengertian, dan perhatian atau kepedulian [misalnya “menyertai” anaknya belajar,
dan tersedianya tempat belajar yang kondusif]. Di samping itu ekonomipun
merupakan faktor, baik positif maupun negatif. Siswa yang mengalami masalah
sosial di rumahnya biasanya dari kalangan keluarga yang kurang menaruh
perhatian pada perkembangan anaknya. Hal ini mungkin akibat dari kepedulian
yang rendah terhadap belajar anak/siswa, permasalahan tersebut dapat terjadi baik
dari kalangan yang ekonominya sudah mapan maupun ekonominya masih lemah.
Keluarga yang mempunyai kemudahan dalam memberikan alat permainan dan
bacaan edukatif kepada anaknya yang masih belajar di tingkat pendidikan dasar,
memberikan kesempatan lebih baik bagi anak-anaknya untuk berkembang dan
mengatasi kesulitan mereka di kelas. Usaha-usaha yang dilakukan melalui
permainan manipulatif bangun datar, bangun ruang dan permainan manipulatif
lainnya memberikan tantangan yang dapat mengembangkan alternatif dalam
mengatasi kesulitan belajar. Faktor sosial di dalam dan di luar kelas dalam
lingkungan sekolah juga berpengaruh terhadap kelancaran atau kesulitan belajar
siswa. Siswa yang kurang dapat bergaul atau menyesuaikan dengan situasi kelas
oleh berbagai sebab yang menyebabkan ia merasa terpencil, terhina atau
senantiasa menjadi bahan ejekan atau olokan, merupakan faktor penghambat,
meskipun bagi sebagian siswa yang biasa mengatasi masalah hal itu dapat
digunakan sebagai pemacu untuk menunjukkan eksistensinya. Interaksi antar
siswa yang kurang dibiasakan dalam kegiatan di kelas dapat menyebabkan
masalah sosial. Anak yang merasa kurang percaya diri semakin menyendiri,
sebaliknya dengan kebiasaan lainnya di rumah ia dapat mengalihkannya dengan
minta perhatian guru. Secara umum siswa yang terlalu tertutup atau terlalu
terbuka mungkin adalah siswa yang mengalami masalah sosial di rumah atau
tekanan dari teman atau mungkin orang tuanya. Jadi lingkungan belajar di sekolah
juga merupakan salah satu faktor sosial kesulitan belajar siswa. Masalahnya perlu
dikaji dan penyelesaiannya mungkin memerlukan bantuan wali kelas, guru
bimbingan atau pihak luar yang lebih memahami masalah siswa tersebut.
Adapun Tips sederhana bagi guru dalam mengatasi kesulitan siswa dalam
mempelajari matematika SMK, antara lain (Iswanto, 2013):
1. Berikan model pembelajaran yang dapat memberikan motivasi belajar
kepada siswa, seperti bentuk kompetisi nilai, pemberian penghargaan
kepada siswa yang juara, bentuk kooperatif, dan sebagainya.
2. Buatlah metode yang menyenangkan sehingga siswa tidak merasa jenuh
dalam mengikuti pembelajaran, seperti metode diskusi kelompok,
pemberian tugas, drill, dan sebagainya.
3. Perlu adanya media pembelajaran yang dapat mendukung siswa dalam
memahami materi matematika, seperti multimedia pembelajaran
interaktif, media alat peraga,media LKS, dan sebagainya.
4. Terus memberikan motivasi kepada siswa agar lebih semangat belajar
dalam bentuk memberikan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan
dengan materi yang sedang disampaikan.
5. Menyuruh siswa agar selalu belajar di rumah dan mengerjakan soal-soal
yang ada di modul sehingga materi akan lebih dikuasi oleh siswa.
PENUTUP