Anda di halaman 1dari 9

PENDAHULUAN

Hakikatnya manusia tidak dapat hidup tanpa adanya manusia lain. Dalam keseharian kita , sering
menemui berbagai macam organisasi , baik organisasi tersebut dalam skala kecil maupun dalam
skala besar. Organisasi menciptakan jaringan pekerjaan yang mana kebanyakkan orang
mencurahkan sebagian besar waktunya. Dalam perannya organisasi memiliki peran penting dalam
kehidupan masyarakat. Dalam organisasi memiliki berbagai jenis pekerjaan dan tanggungjawab serta
penempatan pekerjaan yang berbeda-beda.

Organisasi dapat berjalan sebagai sistem terbuka yang mempunyai transaksi dengan lingkungan.
Agar tetap hidup dan menguntungkan. Suatu organisasi harus memelihara rasio yang
menguntungkan antara input dan outputnya. Organisasi berusaha untuk mengendalikan pengadaan
sumber-sumber dan menghidarkan proses transformasi dari fluktuasi yang tidak terkendali dalam
pengadaan input maupun outputnya. Organisasi ini pun harus tertata atu terstruktur dengan baik ,
agar target yang ingin kita capai dapat berjalan dengan maksimal dengan adanya suatu
penempatan/ pembagian pekerjaan yang baik dalam organisasi tersebut. Dan dengan itu marilah
kita bahas mengenai Dimensi struktur Organisasi, Departemenisasi, Model-model desain organisasi
serta Implikasi manajeial desain dan struktur organisasi.
Bab 1

Pendahuluan

A.  Latar Belakang

Organisasi mempunyai batasan-batasan tertentu (boundaries), dengan demikian seseorang yang


mengadakan hubungan interaksi dengan pihak lainnya tidak atas kemauan sendiri, mereka dibatasi
oleh aturan-aturan tertentu. Organisasi merupakan suatu kerangka hubungan berstruktur
didalamnya dan berisi wewenang, tanggung jawab dan pembagian tugas untuk menjalankan sesuatu
fungsi tertentu.

            Sistem adalah sejumlah satuan yang berhubungan antarsatu dengan lainnya sedimikian rupa
sehingga membentuk suatu kesatuan yang biasanya berusaha mecapai tujuan tertentu. Sesuatu
dapat dinamakan sistem bila terjadi hubungan atau interrelasi dan interpendensi baik internal
maupun eksternal antar subsistem. Jadi organisasi adalah bentuk suatu sistem yang didalamnya
memepunyai struktur yang berbeda antara satu organisasi dengan yang lainnya.

            Setiap organisasi mempunyai struktur yang berbeda yang dapat mempengaruhi sikap dan
perilaku anggotanya. Sebagaimana diketahui bahwa tujuan pengorganisasian antara lain adalah:
membagi pekerjaan yang harus dilakukan menjadi departemen-departemen dan jabatan yang
terperinci, membagi-bagi tugas dan tanggung jawab berkaitan dengan masing-masing jabatan,
mengoordinsasikan berbagai tugas organisasi, mengelompokkan pekerjaan-pekerjaan ke dalam unit-
unit, membangun hubungan di kalangan individu, kelompok dan departemen, menetapkan garis
garis wewenang formal, mengalokasikan dan memberikan sumber daya organisasi.

B.  Rumusan Masalah

1.      Apakah pengertian dimensi struktur organisasi ?

2.      Apakah kompleksitas itu ?

3.      Apa saja bentuk diferensiasi kompleksitas ?

4.      Apakah formalisasi itu ?

5.      Apakah sentralisasi itu ?

C.  Tujuan

1.      Mengetahui pengertian dimensi struktur organisasi

2.      Mengetahui arti 3 dimensi struktur organisasi

3.      Mengetahui langkah-langkah formalisasi


Bab 2

PEMBAHASAN

A.  Dimensi Struktur Organisasi

Dimensi struktur organisasi adalah pola tentang hubungan antara berbagai komponen dan bagian
organisasi. Pada organisasi formal struktur direncanakan dan merupakan usaha sengaja untuk
menetapkan pola hubungan antara berbagai komponen, sehingga dapat mencapai sasaran secara
efektif. Sedangkan pada organisasi informal, struktur organisasi adalah aspek sistem yang tidak
direncanakan dan timbul secara spontan akibat interaksi peserta.

Struktur organisasi menetapkan bagaimana tugas akan dibagi, siapa melapor kepada siapa, dan
mekanisme koordinasi yang formal serta pola interaksi yang akan diikuti. Sebuah struktur organisasi
mempunyai tiga dimensi yaitu : Kompleksitas, Formalisasi, dan Sentralisasi (Robbins, 1990).

1. Kompleksitas

           

Kompleksitas merupakan faktor yang memiliki pengaruh besar terhadap struktur organisasi.
Kompleksitas juga membawa pengaruh pada perilaku individu di dalam organisasi, kondisi-kondisi
struktural dalam organisasi, proses-proses yang terjadi di dalam organisasi, serta hubungan antara
organisasi dengan lingkungannya.Kompleksitas merupakan sesuatu yang pertama-tama dirasakan
oleh individu ketika memasuki suatu organisasi.

Kompleksitas pada umumnya dapat ditemui terutama dalam organisasi besar, seperti dalam
perusahaan besar, negara, angkatan bersenjata, universitas dan sebagainya. Namun sebenarnya,
pada organisasi yang sederhanapun kompleksitas ini dapat ditemukan. Misalnya dalam organisasi
tingkat desa seperti PKK (Pembinaan Kesejahteraan Keluarga), secara sangat jelas menunjukkan
adanya kompleksitas ini, apalagi sebuah organisasi besar.

Kompleksitas suatu organisasi disebabkan terutama karena bagian-bagian atau unit-unit kerja yang
ada di dalam organisasi itu memiliki berbagai macam variasi dalam kompleksitasnya. Dalam uraian
terdahulu mengenai perluasan vertikal maupun horizontal telah dikemukakan bahwa bertambahnya
kegiatan dan volume tugas-tugas yang dijalankan organisasi menyebabkan terjadinya perluasan
tersebut.

Kompleksitas mempertimbangkan tingkat diferensiasi yang ada dalam organisasi. Yang termasuk
didalam kompleksitas adalah :

-          Tingkat Spesialisasi

-          Tingkat pembagian kerja

-          Jumlah tingkatan didalam hierarki organisasi


-          Tingkat sejauh mana unit-unit organisasi tersebar secara geografis

           

            Kompleksitas struktur menggambarkan derajat diferensiasi dalam suatu organisasi,


baik diferensiasi horizontal, diferensiasi vertikal, maupun diferensiasi spasial. Peningkatan salah satu
dari jenis diferensiasi ini secara otomatis akan menambahkan kompleksitas struktur sebuah
organisasi.

a.      Diferensiasi Horizontal

            Diferensiasi horizontal merujuk pada tingkat diferensiasi antara unit-unit berdasarkan
orientasi anggotanya, sifat dari tugas yang mereka laksanakan, dan tingkat pendidikan serta
pelatihannya. Semakin banyak jenis pekerjaan yang ada dalam organisasi yang membutuhan
pengetahuan dan keterampilan yang istimewa. Semakin kompleks pula organisasi tersebut karena
orientasi yang berbeda-beda akan lebih menyulitkan para anggota organisasi untuk berkomunikasi
serta lebih sukar bagi manajemen untuk mengkoordinasikan kegiatan mereka.

Bukti paling nyata pada organisasi yang menekankan diferensiasi horizontal adalah spesialisasi dan
departementalisasi. Spesialisasi merujuk pada pengelompokan aktivitas tertentu yang dilakukan satu
individu. Bentuk spesialisasi yang paling dikenal adalah spesialisasi fungsional, dimana pekerjaan
dipecah-pecah menjadi tugas yang sederhana dan berulang. Jika para individunya yang dispesialisasi,
dan bukan pekerjaannya, maka kita mempunyai spesialisasi sosial. Spesialisasi sosial dicapai dengan
menyewa tenaga profesional yang mempunyai keterampilan yang tidak dapat dijadikan rutin dengan
segera.

Pekerjaan yang secara khas dilakukan oleh para insinyur, para ahli nuklir, dan para perawat
merupakan spesialisasi, tetapi kegiatan yang mereka lakukan bervariasi berdasarkan
situasi. Mengapa pembagian kerja masih berlaku? Pertama, pada pekerjaan yang sangat kompleks
dan memerlukan pengalaman, tidak ada satu pun orang yang dapat mengerjakan semua tugas,
karena adanya keterbatasan fisik. Kedua, keterbatasan dalam pengetahuan merupakan hambatan.
Ketiga, keterampilan seseorang dalam melakukan suatu tugas akan meningakat lewat pengulangan
pekerjaan. Keempat, pembagian kerja meningkatkan efisiensi serta produktivitas dengan mendorong
terciptanya penemuan dan mesin khusus.

Pembagian kerja menciptakan kelompok-kelompok spesialis, cara mengelompokan para spesialis


disebut sebagai departemenalisasi. Oleh karena itu departementalisasi adalah cara organisasi secara
khas mengkoordinasikan aktivitas yang telah didiferensiasi secara horizontal.

b.      Diferensiasi vertikal.

Diferensiasi vertikal merujuk pada kedalaman struktur. Diferensiasi meningkat, demikian pula
kompleksitasnya karena jumlah tingkatan hierarki di dalam organisasi bertambah. Makin banyak
tingkatan yang terdapat di antara top management dan tingkat yang paling rendah, maka makin
besar pula potensi terjadinya distorsi dalam komunikasi, dan makin sulit mengkoordinasi
pengambilan keputusan dari pegawai manajerial, serta makin sukar bagi top management untuk
mengawasi kegiatan bawahannya.

Diferensiasi vertikal sebaiknya diartikan sebagai tanggapan terhadap peningkatan diferensiasi


horizontal. Jika spesialisasi meluas, maka kooordinasi tugas makin dibutuhkan. Faktor yang
menentukan diferensiasi vertikal adalah rentang kendali. Rentang kendali (span of
control) menetapkan jumlah bawahan yang dapat diatur dengan efektif oleh seorang manajer. Jika
rentangnya lebar, para manajer akan mempunyai banyak bawahan yang melapor kepadanya. Jika
rentangya sempit, para manajer hanya mempunyai sedikit bawahan.

c.       Diferensiasi spasial.

Diferensiasi spasial merujuk pada tingkat sejauh mana lokasi dari kantor, pabrik, dan personel
sebagai sebuah organisasi tersebar secara geografis. Diferensiasi spasial dapat dilihat sebagai
perluasan dari diferensiasi horizontal dan vertikal. Artinya adalah mungkin untuk memisahkan tugas
dan pusat kekuasaan secara geografis. Pemisahan ini mencakup penyebaran jumlah maupun jarak.

Arti Penting Kompleksitas Organisasi terdiri dari sub sistem yang membutuhkan koordinasi,
komunikasi, dan kontrol yang efektif. Maka makin kompleks sebuah organisasi, makin besar
kebutuhannya akan alat komunikasi, koordinasi, dan kontrol yang efektif. Dengan kata lain, jika
kompleksitas meningkat, maka akan demikian juga halnya dengan tuntutan terhadap manajemen
untuk memastikan bahwa aktvitas-aktivitas yang dideferensiasi dan disebar bekerja dengan mulus
dan secara bersama kearah pencapaian tujuan organisasi. Arti kompleksitas bagi para manajer
adalah bahwa ia menciptakan permintaan dan kebutuhan yang berbeda-beda dari waktu manajer.
Makin tinggi kompleksitas, makin besar pula jumlah perhatian yang harus mereka berikan untuk
menghadapi masalah komunikasi, koordinasi, dan kontrol.

2. Formalisasi

Formalisasi merujuk pada tingkat sejauh mana pekerjaan di dalam organisasi itu distandarisasikan,
ukurannya adalah banyaknya aturan-aturan tertulis (written regulations) Jika formalisasi rendah,
perilaku para pegawai relatif tidak terprogram, karena kebijakan dari seseorang di dalam
pekerjaannya berbanding terbalik dengan jumlah perilaku yang diprogramkan lebih dahulu oleh
organisasi,  maka makin besar standarisasi, makin sedikit pula jumlah masukan mengenai bagaimana
suatu pekerjaan(job desc) harus dilakukan oleh seorang pegawai.

Standarisasi bukan hanya menghilangkan kemungkinan para pegawai untuk berperilaku secara lain,
tetapi juga menghilangkan kebutuhan bagi para pegawai untuk mempertimbangkan aternatif.

Arti penting formalisasi organisasi menggunakan formalisasi karena keuntungan yang diperoleh dari
pengaturan perilaku para pegawai. Standarisasi perilaku akan mengurangi keanekaragaman dan juga
mendorong koordinasi. Makin besar formalisasi, makin sedikit pula kebijaksanaan yang diminta dari
pemegang jabatan, yang berarti penghematan. Hal ini relevan karena kebijaksanaan memerlukan
biaya.

Menurut Robbins (1990:95-7), tujuan atau manfaat formalisasi adalah :

1.      Konsistensi dan keseragaman, yaitu untuk mencapai output-output yang tidak berubah-ubah
kualitasnya. Hal ini penting bagi organisasi yang melakukan produksi massal.

2.      Meningkatkan koordinasi, untuk tugas-tugas yang membutuhkan koordinasi tinggi di antara 


anggota organisasi, formalisasi merupakan cara yang efektif dan biasa dipakai organisasi.

3.      Penghematan biaya secara ekonomis, buku-buku manual pekerjaan di berbagai perusahaan


besar biasanya  dibuat untuk menghemat biaya. Jika perusahaan tidak memliki manual, katakanlah
di bidang akunting, maka perusahaan  tersebut harus membayar jauh lebih mahal tenaga kerja
profesional yag akan menjalankan tugas itu. Sebab,tanpa adanya manual dibutuhkan pengetahuan
dan keterampilan yang tinggi dari pelaksana, sehingga gaji dan fasiitas yang harus disediakan lebih
besar. Namun dengan prosedur-prosedur dan penjelaan terperinci dalam buku manual, perusahaan
dapat mempekerjakan seseorang yang lebih rendah kualifikasi teknis dan pendidikannya untuk
mengerjakan tugas yag sama.

Didalam formalisasi memerlukan beberapa teknik dalam pelaksanaannya, diantaranya :

a.      Seleksi (selection)

Organisasi memilih pegawainya bukan secara acak, tetapi melalui sebuah rintangan yang dirancang
untuk membedakan para individu yang mungkin dapat berprestasi dengan baik dan mereka yang
mungkin tidak berhasil. Proses seleksi yang efektif dirancang untuk menentukan apakah calon
pekerja cocok bagi organisasi. Yang dilakukan dalam proses seleksi adalah mencoba menghindari
dipekerjakannya orang-orang yang tidak cocok; yaitu para individu yang tidak dapat menerima
norma-norma organisasi.

Seleksi harus diakui sebagai salah satu teknik yang paling banyak digunakan organisasi untuk
mengontrol kebijakan terhadap pegawainya. Apakah penerimaan pegawai itu menyangkut pegawai
yang tidak terampil atau yang professional, organisasi menggunakan proses seleksi untuk menyaring
orang yang tepat dan mengeluarkan mereka yang berpikir dan bertindak dengan cara-cara yang
dianggap oleh manajemen kurang baik. Seleksi untuk para professional dapat dilakukan dengan
kebebasan lebih besar daripada seleksi pegawai tidak terampil, karena profesionalisasi dari para
profesional mengurangi kebutuhan bagi organisasi untuk mengidentifikasi orang-orang yang akan
tidak berguna bagi organisasi. Sebagian dari tugas ini telah dilakukan oleh universitas dan asosiasi
yang mengeluarkan ijazah dari para profesional tersebut. Tetapi, semua anggota baru harus
memenuhi persyaratan minimum dari organisasi mengenai pegawai yang dapat diterima, dan proses
seleksi tersebut merupakan salah satu mekanisme yang populer untuk mencapai tujuan ini.

b.      Persyaratan Peran / Jabatan (role requirement)

Para individu di dalam organisasi mempunyai peran. Setiap pekerjaan membawa serta harapan
mengenai bagaimana si pemegang peran seharusnya berperilaku. Analisis tugas menetapkan
pekerjaan yang harus dilakukan dalam organisasi dan menguraikan tentang perilaku pegawai yang
dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan tersebut. 

c.       Peraturan, Prosedur, dan Kebijakan (rules, procedures, policies)

Peraturan merupakan pernyataan eksplisit yang ditujukan kepada seorang pegawai tentang apa
yang harus atau tidak boleh dilakukan. Prosedur adalah rangkaian langkah yang saling berhubungan
satu sama lain secara sekuensial yang diikuti pegawai dalam melaksanakan tugasnya. Kebijaksanaan
adalah pedoman yang menetapkan hambatan terhadap pengambilan keputusan yang dibuat oleh
para pegawai. Masing-masing merupakan teknik yang digunakan organisasi untuk mengatur perilaku
para anggotanya. Peraturan tidak memberi kesempatan kepada para pegawai untuk membuat
pertimbangan atau mengambil kebijakan-kebijakan. Peraturan menetapkan pola perilaku tertentu
dan spesifik yang disyaratkan.
Prosedur ditetapkan untuk memastikan terjadinya standardisasi proses kerja. Suatu masukan akan
diproses dengan cara yang sama, keluarannya juga selalu sama setiap hari. Jika kita bertanya kepada
seorang pegawai bagian pembayaran apa yang dikerjakannya, maka jawabannya kemungkinan besar
akan sesuai deskripsi yang telah dibuatkan prosedurnya mengenai aktivitas-aktivitas yang dilakukan.

Kebijakan memberikan kebebasan yang lebih besar dibandigkan peraturan. Kebijakan memberi
kesempatan kepada para pegawai untuk menggunakan keleluasaan yang terbatas dan tidak
menetapkan perilaku tertentu dan spesifik dari pegawai. Keleluasaan tersebut diciptakan dengan
memasukkan istilah-istilah yang menunjuk pada pertimbangan-pertimbangan (seperti “yang
terbaik”, “memuaskan”, dan “bersaing”), yang diserahkan kepada pegawai untuk diinterpretasikan
sendiri. Kebijakan tidak harus tertulis untuk mengontrol keleluasaan.

d.      Pelatihan (training)

Banyak organisasi memberi pelatihan kepada pegawai dengan maksud untuk memasukkan perilaku
dan sikap pekerja yang diinginkan kepada para pegawai. Pegawai baru kerap disyaratkan untuk
mengikuti program orientasi agar terbiasa dengan tujuan, sejarah, filsafat, dan peraturan organisasi,
serta kebijakan personalia yang relevan, misalnya jam kerja, prosedur pembayaran, persyaratan
lembur dan tunjangan lainnya. Pelatihan ada yang bersifat on the job training (misalnya
pemagangan, pendampingan ( coaching), atau penugasan-penugasan yang bersifat studi), adapula
yang bersifat off the job training (ceramah, demonstrasi, simulasi, atau instruksi terpogram).
Pelatihan juga sebagai sarana untuk mengajarkan dan menanamkan externalized behaviors  kepada
para anggota organisasi.

e.       Ritual (rituals)

Ritual digunakan sebagai teknik formalisasi terhadap para anggota yang diperkirakan akan
mempunyai dampak yang kuat dan lama terhadap organisasi. Yang pasti termasuk dalam kelompok
ini adalah para individu yang berambisi untuk menduduki posisi manajemen tingkat senior dan
mereka juga memutuskan untuk mencari status aktif di dalam sebuah kelompok atau juga para
pimpinan yang memilih untuk menjadikan pekerjannya sebagai profesi.

Pada proses ritual , tidak cukup bahwa sesorang memiliki kualifikasi teknis yang dibutuhkan untuk
suatu jabatan. Ia juga harus memenuhi standar-standar normatif atau kepribadian yang sesuai untuk
jabatan tersebut. Ancaman yang biasanya mendasari ritual adalah bahwa para anggotanya harus
membuktikan mereka dapat dipercaya dan setia pada organisasi sebelum mereka dapat “dilantik”,
sedangkan “proses pembuktian” merupakan ritualnya. 

3. Sentralisasi

Sentralisasi adalah yang paling problematis dari ketiga komponen. Sentralisasi dinyatakan sebagai
sejauh mana kekuasaan formal dapat membuat kebijaksanaan-kebijaksanaan dikonsentrasikan pada
satu individu sebuah unit, atau suatu tingkat (biasanya pada tingkat tinggi dalam organisasi). Dengan
demikian pegawai (biasanya berada di bagian bawah organisasi) hanya memperoleh masukan yang
minim dalam pekerjaan mereka.
Istilah sentralisasi merujuk kepada tingkat dimana pengambilan keputusan dikonsentrasikan pada
suatu titik tunggal di dalam organisasi. Konsentrasi yang tinggi menyatakan adanya spesialisasi yang
tinggi, sedangkan konsentrasi yang rendah menunjukkan adanya desentralisasi. 

Menurut Hatch (1997:168), kesulitan dalam mengukur tingkat sentralisasi adalah terletak pada
beragamnya jenis keputusan di dalam organisasi itu sendiri. Artinya, suatu organisasi bisa bersifat
sentralistis dalam satu hal, dan desentralistis dalam hal lain. Suatu organisasi umumnya bersifat
desentralis (work-related decision), tetapi cenderung sentralistis berkenaan dengan keputusan-
keputusan strategis. Akibatnya kita kadang-kadang kesulitan menentukan tingkat sentralisasi yang
sesungguhnya dalam sebuah organisasi.

Tingkat kontrol yang dimiliki seseorang dalam seluruh proses pengambilan keputusan dapat
digunakan sebagai sebuah ukuran mengenai sentralisasi. Kelima langkah dalam proses pengambilan
keputusan adalah sebagai berikut:

1.      Mengumpulkan informasi untuk diteruskan kepada pengambil keputusan mengenai apa yang
dapat dilakukan.

2.      Memproses dan menginterpretasikan informasi tersebut untuk memberi saran kepada


pembuat keputusan mengenai apa yang harus dilakukan.

3.      Membuat pilihan mengenai apa yang hendak dilakukan

4.      Memberi wewenang kepada orang lain mengenai apa yang hendak dilakukan

5.      Melaksanakan apa yang harus dilakukan.

Dalam beberapa organisasi, manajer puncak mengambil semua keputusan.Manajer tingkat lebih
bawah semata-mata hanya melaksanakan petunjuk-petunjuk manajer puncak. Pada keadaan yang
lain organisasi dimana pengambilan keputusan ditekan dibawah.

Ada kecenderungan bahwa sentralisasi menurun bersama dengan membesarnya ukuran organisasi.
Sebab-sebab mengapa organisasi yag besar membutuhkan desentralisasi, menrut Robbins (1990:
111), adalah sebagai berikut :

1.      Kapasitas pengolahan informasi manusia terbatas

2.      Organisasi membutuhkan respon cepat

3.      Keputusan dapat diambil dengan informasi yang lebih rinci dan lengkap

4.      Motivasi pekerja dapat ditingkatkan dengan desentralisasi

5.      Desentralisasi memberikan ruang pembelajaran

Berkaitan dengan hubungan antara ukuran organisasi dan sentralisasi, penelitian-penelitian


organisasi pada umumnya belum memberikan kesimplan yang eksak. Menurut Robbins (1990: 160),
kita baru memilki kesimpulan yang pasti tentang hubungan ukuran organisasi dan formalisasi.
Namun dari kesimpulan ini, menurut Robbins, kita bisa menarik sebuah logika: Aturan-atran dan
prosedur formal memungkinkan pengelola organisasi untk mendelegasikan pengambilan keputusan 
sekaligus memastikan bahwa keputusan-keputusan yang diambil sejalan dengan keinginan pengelola
organisasi. Dengan perkataan lain, ukuran organisasi akan meningkatkan desentralisasi, sejalan
dengan meningkatnya formalisasi.
Kelebihan sentralisasi :

a.       Lebih mudah untuk menerapkan kebijakan umum dan praktek untuk bisnis secara
keseluruhan.

b.      Mencegah bagian lain dari bisnis menjadi terlalu mandiri.

c.       Lebih mudah untuk mengkoordinasikan dan mengendalikan dari pusat.

d.      Lebih cepat pengambilan keputusan lebih mudah untuk menunjukkan kepemimpinan yang
kuat.

 Kelemahan Sentralisasi :

a.       Manajer lokal cenderung jauh lebih dekat dengan kebutuhan pelanggan.

b.      Kurangnya otoritas turun hirarki mungkin mengurangi motivasi manajer.

c.       Layanan pelanggan tidak mendapat manfaat dari fleksibilitas dan kecepatan dalam


pengambilan keputusan lokal.

Kelebihan Desentralisasi :

a. Harus meningkatkan motivasi staff

b. Keputusan yang dibuat lebih dekat dengan pelanggan

c. Konsisten dengan bertujuan untuk menyanjung hirarki

d. Cara yang baik untuk melatih dan mengembangkan manajemen junior

Kekurangan Desentralisasi :

a.       Pengambilan keputusan tidak selalu strategis

b.      Sulit untuk mencapai kontrol keuangan yang ketat atau risiko biaya

DAFTAR PUSTAKA

          Drs.lg.Wursanto. (2005). Dasar- Dasar Ilmu Organisasi . Yogyakarta: ANDI.

         Sutarto. (1998). Dasar- Dasar Organisasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

         Wexley, K. N., & Yuki, G. A. (2005). Perilaku Organisasi dan Psikologi Personalia. Rineka Cipta .

         Stephen P. Robbins.(2002).Perilaku Organisasi.Jakarta: PT Prenhallindo.

Anda mungkin juga menyukai