Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

DIMENSI-DIMENSI ORGANISASI

Oleh :
Kelompok 3
1. MONICA YERNITA HUTAGAOL (1961201228)
2. ASTI ASMO DIWATI PARDOSI (1961201212)
3. FATMA WIDIA HUTAHAEAN (1961201027)
4. M.ZULFAHMI (1961201089)
Kelas : Desain Organisasi 3.1

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS LANCANG KUNING
2019/2020
DAFTAR ISI
BAB.1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................,........................1
B. RumusanMasalah.................................................................1
C. Tujuan...................................................................................2
BAB.2. PEMBAHASAN
A. Dimensi Struktur Organisasi
1. Kompleksitas...................................,.........................3,4,5
2.Formalisasi.................................................................6,7,8
3.Sentralisasi.................................................................9,10,11
B. Studi kasus
1.1. Latar Belakang Masalah..................................12,13,14,15
1.2. RumusanMasalah............................................16
1.3. Maksud dan Tujuan Penelit.............................16
1.3.1. Maksud
Penelitian.......................................................
1.3.2. Tujuan Penelitian........................................................
1.4. Kegunaan Penelitian.................................................17
1.4.1. Kegunaan Teoritis...........................................17
1.4.2. Kegunaan Praktis........................................... 17
Bab 3. PENUTUP..................................................................18, 19
A. Kesimpulan...........................................,.........................18,19
Daftar Pustaka...........................................,.............................20

xxi
Bab 1
Pendahuluan

A.  Latar Belakang
Organisasi mempunyai batasan-batasan tertentu (boundaries), dengan
demikian seseorang yang mengadakan hubungan interaksi dengan pihak
lainnya tidak atas kemauan sendiri, mereka dibatasi oleh aturan-aturan
tertentu. Organisasi merupakan suatu kerangka hubungan berstruktur
didalamnya dan berisi wewenang, tanggung jawab dan pembagian tugas untuk
menjalankan sesuatu fungsi tertentu.
            Sistem adalah sejumlah satuan yang berhubungan antarsatu dengan
lainnya sedimikian rupa sehingga membentuk suatu kesatuan yang biasanya
berusaha mecapai tujuan tertentu. Sesuatu dapat dinamakan sistem bila
terjadi hubungan atau interrelasi dan interpendensi baik internal maupun
eksternal antar subsistem. Jadi organisasi adalah bentuk suatu sistem yang
didalamnyamemepunyai struktur yang berbeda antara satu organisasi dengan
yang lainnya.
            Setiap organisasi mempunyai struktur yang berbeda yang dapat
mempengaruhi sikap dan perilaku anggotanya. Sebagaimana diketahui bahwa
tujuan pengorganisasian antara lain adalah: membagi pekerjaan yang harus
dilakukan menjadi departemen-departemen dan jabatan yang terperinci,
membagi-bagi tugas dan tanggung jawab berkaitan dengan masing-masing
jabatan, mengordinasikan berbagai tugas organisasi, mengelompokkan
pekerjaan-pekerjaan ke dalam unit-unit, membangun hubungan di kalangan
individu, kelompok dan departemen, menetapkan garis garis wewenang
formal, mengalokasikan dan memberikan sumber daya organisasi.
B.  Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian dimensi struktur organisasi ?
2.      Apakah kompleksitas itu ?
3.      Apa saja bentuk diferensiasi kompleksitas ?
4.      Apakah formalisasi itu ?
5.      Apakah sentralisasi itu ?

1
C.  Tujuan
1.      Mengetahui pengertian dimensi struktur organisasi
2.      Mengetahui arti 3 dimensi struktur organisasi
3.      Mengetahui langkah-langkah formalisasi

2
Bab 2
PEMBAHASAN

A.  Dimensi Struktur Organisasi


Dimensi struktur organisasi adalah pola tentang hubungan antara
berbagai komponen dan bagian organisasi. Pada organisasi formal struktur
direncanakan dan merupakan usaha sengaja untuk menetapkan pola
hubungan antara berbagai komponen, sehingga dapat mencapai sasaran
secara efektif. Sedangkan pada organisasi informal, struktur organisasi adalah
aspek sistem yang tidak direncanakan dan timbul secara spontan akibat
interaksi peserta.
Struktur organisasi menetapkan bagaimana tugas akan dibagi, siapa
melapor kepada siapa, dan mekanisme koordinasi yang formal serta pola
interaksi yang akan diikuti. Sebuah struktur organisasi mempunyai tiga dimensi
yaitu : Kompleksitas, Formalisasi, dan Sentralisasi (Robbins, 1990).

1. Kompleksitas
Kompleksitas merupakan faktor yang memiliki pengaruh besar terhadap
struktur organisasi. Kompleksitas juga membawa pengaruh pada perilaku
individu di dalam organisasi, kondisi-kondisi struktural dalam organisasi,
proses-proses yang terjadi di dalam organisasi, serta hubungan antara
organisasi dengan lingkungannyaKompleksitas merupakan sesuatu yang
pertama-tama dirasakan oleh individu ketika memasuki suatu organisasi.
Kompleksitas pada umumnya dapat ditemui terutama dalam organisasi besar,
seperti dalam perusahaan besar, negara, angkatan bersenjata, universitas dan sebagainya.
Namun sebenarnya, pada organisasi yang sederhanapun kompleksitas ini dapat ditemukan.
Misalnya dalam organisasi tingkat desa seperti PKK (Pembinaan Kesejahteraan Keluarga),
secara sangat jelas menunjukkan adanya kompleksitas ini, apalagi sebuah organisasi besar.

Kompleksitas suatu organisasi disebabkan terutama karena bagian-


bagian atau unit-unit kerja yang ada di dalam organisasi itu memiliki berbagai
macam variasi dalam kompleksitasnya. Dalam uraian terdahulu mengenai
perluasan vertikal maupun horizontal telah dikemukakan bahwa
bertambahnya kegiatan dan volume tugas-tugas yang dijalankan organisasi
menyebabkan terjadinya perluasan tersebut.
3
Kompleksitas mempertimbangkan tingkat diferensiasi yang ada dalam
organisasi. Yang termasuk didalam kompleksitas adalah :
-          Tingkat Spesialisasi
-          Tingkat pembagian kerja
-          Jumlah tingkatan didalam hierarki organisasi
-          Tingkat sejauh mana unit-unit organisasi tersebar secara geografis
    Kompleksitas struktur menggambarkan derajat diferensiasi dalam suatu
organisasi, baikdiferensiasi horizontal, diferensiasi vertikal, maupun diferensiasi
spasial Peningkatan salah satu dari jenis diferensiasi ini secara otomatis akan
menambahkan kompleksitas struktur sebuah organisasi.
a.      Diferensiasi Horizontal
            Diferensiasi horizontal merujuk pada tingkat diferensiasi antara unit-unit
berdasarkan orientasi anggotanya, sifat dari tugas yang mereka laksanakan,
dan tingkat pendidikan serta pelatihannya. Semakin banyak jenis pekerjaan
yang ada dalam organisasi yang membutuhkan pengetahuan dan keterampilan
yang istimewa. Semakin kompleks pula organisasi tersebut karena orientasi
yang berbeda-beda akan lebih menyulitkan para anggota organisasi untuk
berkomunikasi serta lebih sukar bagi manajemen untuk mengkoordinasikan
kegiatan mereka.
Bukti paling nyata pada organisasi yang menekankan diferensiasi
horizontal adalah spesialisasi dan departementalisasi. Spesialisasi merujuk
pada pengelompokan aktivitas tertentu yang dilakukan satu individu. Bentuk
spesialisasi yang paling dikenal adalah spesialisasi fungsional, dimana
pekerjaan dipecah-pecah menjadi tugas yang sederhana dan berulang. Jika
para individunya yang dispesialisasi, dan bukan pekerjaannya, maka kita
mempunyai spesialisasi sosial. Spesialisasi sosial dicapai dengan menyewa
tenaga profesional yang mempunyai keterampilan yang tidak dapat dijadikan
rutin dengan segera.
Pekerjaan yang secara khas dilakukan oleh para insinyur, para ahli nuklir,
dan para perawat merupakan spesialisasi, tetapi kegiatan yang mereka lakukan
bervariasi berdasarkan situasi. Mengapa pembagian kerja masih berlaku?
Pertama, pada pekerjaan yang sangat kompleks dan memerlukan pengalaman,
tidak ada satu pun orang yang dapat mengerjakan semua tugas, karena adanya
keterbatasan fisik. Kedua, keterbatasan dalam pengetahuan merupakan
hambatan. Ketiga,
4
keterampilan seseorang dalam melakukan suatu tugas akan meningkat
lewat pengulangan pekerjaan. Keempat, pembagian kerja meningkatkan
efisiensi serta
produktivitas dengan mendorong terciptanya penemuan dan mesin
khusus.Pembagian kerja menciptakan kelompok-kelompok spesialis, cara
mengelompokkan para spesialis disebut sebagai departementalisasi. Oleh
karena itu departementalisasi adalah cara organisasi secara khas
mengkoordinasikan aktivitas yang telah didiferensiasi secara horizontal.
b.      Diferensiasi vertikal.
Diferensiasi vertikal merujuk pada kedalaman struktur. Diferensiasi
meningkat, demikian pula kompleksitasnya karena jumlah tingkatan hierarki di
dalam organisasi bertambah. Makin banyak tingkatan yang terdapat di antara
top management dan tingkat yang paling rendah, maka makin besar pula
potensi terjadinya distorsi dalam komunikasi, dan makin sulit mengkoordinasi
pengambilan keputusan dari pegawai manajerial, serta makin sukar bagi top
management untuk mengawasi kegiatan bawahannya.
Diferensiasi vertikal sebaiknya diartikan sebagai tanggapan terhadap
peningkatan diferensiasi horizontal. Jika spesialisasi meluas, maka koordinasi
tugas makin dibutuhkan. Faktor yang menentukan diferensiasi vertikal adalah
rentang kendali. Rentang kendali (span ofcontrol menetapkan jumlah bawahan
yang dapat diatur dengan efektif oleh seorang manajer. Jika rentangnya lebar,
para manajer akan mempunyai banyak bawahan yang melapor kepadanya. Jika
rentangnya sempit, para manajer hanya mempunyai sedikit bawahan.
c.       Diferensiasi spasial.
Diferensiasi spasial merujuk pada tingkat sejauh mana lokasi dari kantor,
pabrik, dan personel sebagai sebuah organisasi tersebar secara geografis.
Diferensiasi spasial dapat dilihat sebagai perluasan dari diferensiasi horizontal
dan vertikal. Artinya adalah mungkin untuk memisahkan tugas dan pusat
kekuasaan secara geografis. Pemisahan ini mencakup penyebaran jumlah
maupun jarak.
Arti Penting Kompleksitas Organisasi terdiri dari sub sistem yang
membutuhkan koordinasi, komunikasi, dan kontrol yang efektif. Maka makin
kompleks sebuah organisasi, makin besar kebutuhannya akan alat komunikasi,
koordinasi, dan kontrol yang efektif. Dengan kata lain, jika kompleksitas
meningkat, maka akan demikian juga halnya dengan tuntutan terhadap
manajemen untuk memastikan bahwa aktvitasaktivitas yang di diferensiasi dan
5
disebar bekerja dengan mulus dan secara bersama kearah pencapaian
tujuan organisasi. Arti kompleksitas bagi para manajer adalah bahwa ia
menciptakan permintaan dan kebutuha yang berbeda-beda dari waktu
manajer Makin tinggi kompleksitas, makin besar pula jumlah perhatian yang
harus mereka berikan untuk menghadapi masalah komunikasi, koordinasi, dan
kontrol.

2. Formalisasi
Formalisasi merujuk pada tingkat sejauh mana pekerjaan di dalam
organisasi itu distandarisasikan, ukurannya adalah banyaknya aturan-aturan
tertulis (writtenregulations) Jika formalisasi rendah, perilaku para pegawai
relatif tidak terprogram, karena kebijakan dari seseorang di dalam
pekerjaannya berbanding terbalik dengan jumlah perilaku yang diprogramkan
lebih dahulu oleh organisasi,  maka makin besar standarisasi, makin sedikit
pula jumlah masukan mengenai bagaimana suatu pekerjaan(jobdesc) harus
dilakukan oleh seorang pegawai.
Standarisasi bukan hanya menghilangkan kemungkinan para pegawai
untuk berperilaku secara lain, tetapi juga menghilangkan kebutuhan bagi para
pegawai untuk mempertimbangkan alternatif.
Arti penting formalisasi organisasi menggunakan formalisasi karena
keuntungan yang diperoleh dari pengaturan perilaku para pegawai.
Standarisasi perilaku akan mengurangi keanekaragaman dan juga mendorong
koordinasi. Makin besar formalisasi, makin sedikit pula kebijaksanaan yang
diminta dari pemegang jabatan, yang berarti penghematan. Hal ini relevan
karena kebijaksanaan memerlukan biaya.
Menurut Robbins (1990:95-7), tujuan atau manfaat formalisasi adalah :
1.      Konsistensi dan keseragaman, yaitu untuk mencapai output-output yang tidak
berubah-ubah kualitasnya. Hal ini penting bagi organisasi yang melakukan
produksi massal.
2.      Meningkatkan koordinasi, untuk tugas-tugas yang membutuhkan koordinasi
tinggi di antara  anggota organisasi, formalisasi merupakan cara yang efektif
dan biasa dipakai organisasi.
3.      Penghematan biaya secara ekonomis, buku-buku manual pekerjaan di
berbagai perusahaan besar biasanya  dibuat untuk menghemat biaya. Jika
perusahaan tidak memiliki manual, katakanlah di bidang akunting, maka

6
perusahaan  tersebut harus membayar jauh lebih mahal tenaga kerja
profesional yang akan menjalankan tugas itu.
Sebab, tanpa adanya manual dibutuhkan pengetahuan dan keterampilan yang
tinggi dari pelaksana, sehingga gaji dan fasiitas yang harus disediakan lebih
besar. Namun dengan prosedur-prosedur dan penjelasan terperinci dalam
buku manual, perusahaan dapat memperkerjakan seseorang yang lebih rendah
kualifikasi teknis dan pendidikannya untuk mengerjakan tugas yag sama.
Didalamformalisasi memerlukan beberapa teknik dalam pelaksanaannya,
diantaranya :
a.      Seleksi (selection)
Organisasi memilih pegawainya bukan secara acak, tetapi melalui
sebuah rintangan yang dirancang untuk membedakan para individu yang
mungkin dapat berprestasi dengan baik dan mereka yang mungkin tidak
berhasil. Proses seleksi yang efektif dirancang untuk menentukan apakah calon
pekerja cocok bagi organisasi. Yang dilakukan dalam proses seleksi adalah
mencoba menghindari diperkerjakannya orang-orang yang tidak cocok; yaitu
para individu yang tidak dapat menerima norma-norma organisasi.
Seleksi harus diakui sebagai salah satu teknik yang paling banyak
digunakan organisasi untuk mengontrol kebijakan terhadap
pegawainya. Apakah penerimaan pegawai itu menyangkut pegawai yang tidak
terampil atau yang profesional, organisasi menggunakan proses seleksi untuk
menyaring orang yang tepat dan mengeluarkan mereka yang berpikir dan
bertindak dengan cara-cara yang dianggap oleh manajemen kurang baik.
Seleksi untuk para profesional dapat dilakukan dengan kebebasan lebih besar
daripada seleksi pegawai tidak terampil, karena profesionalisasi dari para
profesional mengurangi kebutuhan bagi organisasi untuk mengidentifikasi
orang-orang yang akan tidak berguna bagi organisasi. Sebagian dari tugas ini
telah dilakukan oleh universitas dan asosiasi yang mengeluarkan ijazah dari
para profesional tersebut. Tetapi, semua anggota baru harus memenuhi
persyaratan minimum dari organisasi mengenai pegawai yang dapat diterima,
dan proses seleksi tersebut merupakan salah satu mekanisme yang populer
untuk mencapai tujuan ini.

7
b.      Persyaratan Peran / Jabatan (rolerequirement)
Para individu di dalam organisasi mempunyai peran. Setiap pekerjaan
membawa serta harapan mengenai bagaimana si pemegang peran seharusnya
berperilaku. Analisis tugas menetapkan pekerjaan yang harus dilakukan dalam
organisasi dan menguraikan tentang perilaku pegawai yang dibutuhkan untuk
melaksanakan pekerjaan tersebut. 
c.       Peraturan, Prosedur, dan Kebijakan (rules, procedures, policies)
Peraturan merupakan pernyataan eksplisit yang ditujukan kepada
seorang pegawai tentang apa yang harus atau tidak boleh dilakukan. Prosedur
adalah rangkaian langkah yang saling berhubungan satu sama lain secara
sekuensial yang diikuti pegawai dalam melaksanakan tugasnya. Kebijaksanaan
adalah pedoman yang menetapkan hambatan terhadap pengambilan
keputusan yang dibuat oleh para pegawai. Masing-masing merupakan teknik
yang digunakan organisasi untuk mengatur perilaku para anggotanya.
Peraturan tidak memberi kesempatan kepada para pegawai untuk membuat
pertimbangan atau mengambil kebijakan-kebijakan. Peraturan menetapkan
pola perilaku tertentu dan spesifik yang disyaratkan.
Prosedur ditetapkan untuk memastikan terjadinya standardisasi proses
kerja. Suatu masukan akan diproses dengan cara yang sama, keluarannya juga
selalu sama setiap hari. Jika kita bertanya kepada seorang pegawai bagian
pembayaran apa yang dikerjakannya, maka jawabannya kemungkinan besar
akan sesuai deskripsi yang telah dibuatkan prosedurnya mengenai aktivitas-
aktivitas yang dilakukan.
Kebijakan memberikan kebebasan yang lebih besar dibandigkan
peraturan. Kebijakan memberi kesempatan kepada para pegawai untuk
menggunakan keleluasaan yang terbatas dan tidak menetapkan perilaku
tertentu dan spesifik dari pegawai. Keleluasaan tersebut diciptakan dengan
memasukkan istilah-istilah yang menunjuk pada pertimbangan-pertimbangan
(seperti “yang terbaik”, “memuaskan”, dan “bersaing”), yang diserahkan
kepada pegawai untuk diinterpretasikan sendiri. Kebijakan tidak harus tertulis
untuk mengontrol keleluasaan.
d.      Pelatihan (training)
Banyak organisasi memberi pelatihan kepada pegawai dengan maksud
untuk memasukkan perilaku dan sikap pekerja yang diinginkan kepada para

8
pegawai. Pegawai baru kerap disyaratkan untuk mengikuti program
orientasi agar terbiasa dengan tujuan, sejarah, filsafat, dan peraturan
organisasi,kebijakanpersonalia.
yang relevan, misalnya jam kerja, prosedur pembayaran, persyaratan
lembur dan tunjangan lainnya. Pelatihan ada yang
bersifatonthejobtraining (misalnya pemagangan, pendampingan (coaching),
atau penugasan-penugasan yang bersifat studi), adapula yang bersifat off the
jobtraining (ceramah, demonstrasi, simulasi, atau instruksi terpogram).
Pelatihan juga sebagai sarana untuk mengajarkan dan
menanamkan externalized behaviors kepada para anggota organisasi.
e.       Ritual (rituals)
Ritual digunakan sebagai teknik formalisasi terhadap para anggota yang
diperkirakan akan mempunyai dampak yang kuat dan lama terhadap
organisasi. Yang pasti termasuk dalam kelompok ini adalah para individu yang
berambisi untuk menduduki posisi manajemen tingkat senior dan mereka juga
memutuskan untuk mencari status aktif di dalam sebuah kelompok atau juga
para pimpinan yang memilih untuk menjadikan pekerjannya sebagai profesi.
Pada proses ritual , tidak cukup bahwa sesorang memiliki kualifikasi
teknis yang dibutuhkan untuk suatu jabatan. Ia juga harus memenuhi standar-
standar normatif atau kepribadian yang sesuai untuk jabatan tersebut.
Ancaman yang biasanya mendasari ritual adalah bahwa para anggotanya harus
membuktikan mereka dapat dipercaya dan setia pada organisasi sebelum
mereka dapat “dilantik”, sedangkan “proses pembuktian” merupakan
ritualnya. 

3. Sentralisasi
Sentralisasi adalah yang paling problematis dari ketiga komponen.
Sentralisasi dinyatakan sebagai sejauh mana kekuasaan formal dapat membuat
kebijaksanaan-kebijaksanaan dikonsentrasikan pada satu individu sebuah unit,
atau suatu tingkat (biasanya pada tingkat tinggi dalam organisasi). Dengan
demikian pegawai (biasanya berada di bagian bawah organisasi) hanya
memperoleh masukan yang minim dalam pekerjaan mereka.
Istilah sentralisasi merujuk kepada tingkat dimana pengambilan
keputusan dikonsentrasikan pada suatu titik tunggal di dalam organisasi.

9
Konsentrasi yang tinggi menyatakan adanya spesialisasi yang tinggi,
sedangkan konsentrasi yang rendah menunjukkan adanya desentralisasi. 
Menurut Hatch (1997:168), kesulitan dalam mengukur tingkat
sentralisasi adalah terletak pada beragamnya jenis keputusan di dalam
organisasi itu sendiri. Artinya, suatu organisasi bisa bersifat sentralistis dalam
satu hal, dan desentralistis.
dalam hal lain. Suatu organisasi umumnya bersifat desentralis (work-
relateddecision), tetapi cenderung sentralistis berkenaan dengan keputusan-
keputusan strategis. Akibatnya kita kadang-kadang kesulitan menentukan
tingkat sentralisasi yang sesungguhnya dalam sebuah organisasi.
Tingkat kontrol yang dimiliki seseorang dalam seluruh proses
pengambilan keputusan dapat digunakan sebagai sebuah ukuran mengenai
sentralisasi. Kelima langkah dalam proses pengambilan keputusan adalah
sebagai berikut:
1.    Mengumpulkan informasi untuk diteruskan kepada pengambil keputusan
mengenai apa yang dapat dilakukan.
2.    Memproses dan menginterpretasikan informasi tersebut untuk memberi saran
kepada pembuat keputusan mengenai apa yang harus dilakukan.
3.      Membuat pilihan mengenai apa yang hendak dilakukan
4.     Memberi wewenang kepada orang lain mengenai apa yang hendak dilakukan
5.     Melaksanakan apa yang harus dilakukan.

Dalam beberapa organisasi, manajer puncak mengambil semua


keputusan.Manajer tingkat lebih bawah semata-mata hanya melaksanakan
petunjuk-petunjuk manajer puncak. Pada keadaan yang lain organisasi dimana
pengambilan keputusan ditekan di bawah.
Ada kecenderungan bahwa sentralisasi menurun bersama dengan
membesarnya ukuran organisasi. Sebab-sebab mengapa organisasi yag besar
membutuhkan desentralisasi, menrutRobbins (1990: 111), adalah sebagai
berikut :
1.      Kapasitas pengolahan informasi manusia terbatas
10
2.      Organisasi membutuhkan respon cepat
3.      Keputusan dapat diambil dengan informasi yang lebih rinci dan lengkap
4.      Motivasi pekerja dapat ditingkatkan dengan desentralisasi
5.      Desentralisasi memberikan ruang pembelajaran
Berkaitan dengan hubungan antara ukuran organisasi dan sentralisasi,
penelitian-penelitian organisasi pada umumnya belum memberikan
kesimpulan yang eksak. Menurut Robbins (1990: 160), kita baru memiliki
kesimpulan yang pasti tentang hubungan ukuran organisasi dan formalisasi.
Namun dari kesimpulan ini, menuru Robbins, kita bisa menarik sebuah logika:
Aturan-atran dan prosedur formal memungkinkan pengelola organisasi untuk
mendelegasikan pengambilan keputusan  sekaligus memastikan bahwa
keputusan-keputusan yang diambil sejalan dengan keinginan pengelola
organisasi. Dengan perkataan lain, ukuran organisasi akan meningkatkan
desentralisasi, sejalan dengan meningkatnya formalisasi.
Kelebihan sentralisasi :
a.       Lebih mudah untuk menerapkan kebijakan umum dan praktekuntuk bisnis
secara keseluruhan.
b.      Mencegah bagian lain dari bisnis menjadi terlalu mandiri.
c.       Lebih mudah untuk mengkoordinasikan dan mengendalikan dari pusat.
d.      Lebih cepat pengambilan keputusan lebih mudah untuk menunjukkan
kepemimpinan yang kuat.
 Kelemahan Sentralisasi :
a.       Manajer lokal cenderung jauh lebih dekat dengan kebutuhan pelanggan.
b.      Kurangnya otoritas turun hirarki mungkin mengurangi motivasi manajer.
c.       Layanan pelanggan tidak mendapat manfaat dari fleksibilitas dan kecepatan
dalam pengambilan keputusan lokal.

11
Kelebihan Desentralisasi :
a. Harus meningkatkan motivasi staff
b. Keputusan yang dibuat lebih dekat dengan pelanggan
c. Konsisten dengan bertujuan untuk menyanjung hirarki
d. Cara yang baik untuk melatih dan mengembangkan manajemen junior
Kekurangan Desentralisasi :
a.     Pengambilan keputusan tidak selalu strategis
b.     Sulit untuk mencapai kontrol keuangan yang ketat atau risiko biaya

B.   Studi kasus
1.1. Latar Belakang Masalah
Beralihnya sistem pemerintahan dari sentralisasi menjadi desentralisasi,
menuntut pembangunan yang merata di setiap daerah, sehingga
pembangunan yang tadinya dilaksanakan secara terpusat diberikan kepada
daerah untuk mengaturnya.
Kebijakan pemerintah di bidang otonomi daerah pada dasarnya
dimaksudkan untuk menata ulang hubungan antara pusat dan daerah dalam
berbagai segi yang menyangkut urusan penyelenggaraan pemerintahan.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 bahwa: “Otonomi
diberikan pada daerah secara luas untuk mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan
peran serta masyarakat”.
Disisi lain masyarakat mulai mempertanyakan atas nilai yang mereka
peroleh atas pelayanan yang diberikan oleh instansi pemerintah. Walaupun
anggaran yang dikeluarkan pemerintah meningkat dari tahun ke tahun,
nampaknya masyarakat belum puas atas kinerja yang dilakukan oleh
pemerintah. Dalam menjalankan tugas (fungsi) otonomi daerah, pemerintah
daerah otonom melaksanakan:
(1) Pemerintahan daerah secara efektif dan efisien,
(2) Pembangunan daerah yang merata ke seluruh bagian wilayah, dan
12
(3) Memberikan pelayanan kepada masyarakat (publik) secara tepat, cepat, 
murah dan bermutu. (Rahardjo Adisasmita, 2011: 35)
Melaksanakan sistem pemerintahan yang efektif dan efisien,
dimaksudkan melaksanakan kinerja secara baik dan benar sehingga
terwujudnya goodgovernance. Kinerja suatu organisasi dinilai baik jika
organisasi yang bersangkutan mampu melaksanakan tugas-tugas dalam rangka
mencapai tujuan yang telah ditetapkan pada standar yang tinggi dengan biaya
yang rendah. Secara teknis, kinerja yang baik bagi suatu organisasi dicapai
ketika administrasi dan penyediaan jasa oleh organisasi yang bersangkutan
dilakukan pada tingkat yang ekonomi, efisien, dan efektif.
Konsep ekonomi, efisien dan efektivitas saling berhubungan satu sama
lain dan tidak dapat dimaknai secara terpisah atau sendiri-sendiri. Konsep
ekonomi memastikan bahwa biaya input yang digunakan dalam
operasionalisasi organisasi dapat diminimalkan. Konsep efisien memastikan
bahwa output yang maksimal dapat

dicapai dengan sumber daya yang tersedia. Konsep efektif berarti


bahwa jasa yang disediakan/dihasilkan oleh organisasi dapat melayani
kebutuhan pengguna jasa dengan tepat. (Mardiasmo, 2009: 180)
Adapun kasus ketidakhematan yang terjadi di pemerintahan antara lain
meliputi pengadaan barang/jasa melebihi kebutuhan, penetapan kualitas dan
kuantitas barang/jasa yang tidak sesuai standar, dan pemborosan keuangan
daerah atau kemahalan harga. Kasus ketidakefisienan yang terjadi yaitu
penggunaan kuantitas input untuk satuan output lebih besar/tinggi dari yang
seharusnya, serta kasus ketidakefektifan yaitu penggunaan anggaran tidak
tepat sasaran/tidak sesuai peruntukan. Dari hasil laporan BPK RI semester 1
tahun 2013, terhadap 415 LKPD Tahun 2012, BPK memberikan opini Wajar
Tanpa Pengecualian (WTP) atas 113 entitas (termasuk 41 entitas dengan opini
wajar tanpa pengeualian dengan paragraf penjelas (WTP-DPP)), opini Wajar
Dengan Pengecualian (WDP) atas 267 entitas, opini Tidak Wajar (TW) atas 4
entitas dan opini Tidak Memberikan Pendapat (TMP) atas 31 entitas.
Dilihat dari hasil laporan tersebut, masih banyak pemerintah daerah
yang diberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Dari hasil laporan BPK
tahun 2009-2012, salah satu pemerintah daerah yang dari tahun ke tahun
mendapatkan opini WDP adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung.

13
Adapun jumlah dan nilai temuan serta Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil
pemeriksaan (TLRHP) pemerintah daerah kabupaten bandung adalah sebagai
berikut:
Dari daftar tabel diatas, pada tahun 2013 terdapat temuan pada
pemerintah daerah Kabupaten Bandung sebanyak 173 senilai 1.167.767,18
juta rupiah dan mendapatkan rekomendasi sebanyak 409 dengan nilai
15.487,35 juta rupiah. Namun hasil dari rekomendasi yang telah ditindaklanjuti
dengan penyetoran/penyerahan aset ke negara/daerah atau perusahaan
negara/daerah, baru sebesar 10.856,95 juta rupiah.
Dalam melaksanakan kinerjanya, pemerintah daerah harus mematuhi
ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Terdapat kelompok temuan
atas ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan berdasarkan
pemeriksaan laporan keuangan pemerintah daerah kabupaten bandung adalah
sebagai berikut:
Dari hasil pemeriksaan atas LKPD Kabupaten Bandung tahun 2012
mengungkapkan 16 kasus senilai 2.241,03 juta rupiah sebagai akibat adanya
ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan. Dari total temuan
pemeriksaan atas LKPD tersebut, sebanyak 8 kasus merupakan temuan yang
berdampak finansial yaitu temuan ketidakpatuhan terhadap ketentuan
perundang-undangan yang mengakibatkan kerugian daerah dan kekurangan
penerimaan senilai 2.085,88 juta rupiah. Adapun sisanya merupakan temuan
penyimpangan administrasi, dan ketidakhematan sebanyak 8 kasus senilai
155,15 juta rupiah.
Selain itu, ada pula kasus penggelapan dana pada pemerintahan
kabupaten bandung seperti kegiatan pemuktahiran data kependudukan di
tingkat RT dan RW se-Kabupaten Bandung sebesar Rp 1 miliar lebih yang
dilakukan oknum pegawai Dinas Sosial Kependudukan dan Catatan Sipil
(Dinsosdukcasip) Kabupaten Bandung. Lebih lanjut ditegaskan, terjadinya kasus
korupsi yang dilakukan PNS itu merupakan pertanda lemahnya pengawasan
yang dilakukan pimpinan internal eksekutif.
Untuk mencegah temuan dan kasus atas kinerja pemerintah mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun, maka perlu adanya pengawasan secara
internal pada entitas tersebut. Dalam Inpres Nomor 4 Tahun 2011, Pemerintah
Kabupaten Bandung diinstruksikan untuk meningkatkan akuntabilitas
keuangan negara/daerah, mengefektifkan pengawasan intern, mempercepat
penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), dan
mengintensifkan peran APIP/Inspektorat. 
14
Menurut Tahria Kepala BPKP Jawa Barat), dana yang dikelola pemerintah
kabupaten Bandung cukup besar (2 Trilliunan), sehingga diperlukan
pengelolaan yang lebih baik lagi agar jangan sampai terjadi anggapan bahwa
sistem pengendalian intern masih lemah. Hal ini dapat dilihat juga dari Laporan
Keuangan Pemerintah Kabupaten Bandung yang masih dalam opini Wajar
Dengan Pengecualian (WDP) belum Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 mengenai
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah yang menyatakan bahwa Pemerintah
Daerah perlu mengadakan suatu Pengawasan Intern atas penyelenggaraan
pemerintah daerah. Pengawasan intern dilakukan sebagai upaya menunjang
dan memperrkuat efektivitas pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah (SPIP). Pengawasan Intern ini dibedakan atas pengawasan yang
bersifat akuntansi dan administratif.
Pengawasan akuntansi meliputi rencana organisasi dan semua cara dan
prosedur yang terutama menyangkut dan berhubungan langsung dengan
pengamanan harta benda dan dapat dipercayainya catatan keuangan
(pembukuan). Sedangkan Pengawasan administratif meliputi rencana
organisasi dan semua cara dan prosedur yang terutama menyangkut efisiensi
usaha dan ketaatan terhadap kebijaksanaan pimpinan perusahaan dan pada
umumnya tidak langsung berhubungan dengan pembukuan (akuntansi). Guna
menanggulangi kemungkinan terjadinya penyimpangan pengelolaan keuangan
daerah, maka perlu adanya pengawasan untuk memperkecil
timbulnyapenyimpangan tersebut.
Pengawasan Intern berarti pendayagunaan aparatur Negara dalam
memberantas adanya unsur kecurangan atau penyelewengan dengan
diadakannya pengawasan intern dalam rangka mengawasi kinerja pengelolaan
pemerintah daerah sehingga tercipta goodgovernance.
Pengawasan yang dimaksud disini adalah pengawasan yang dilakukan
oleh aparat pengawas secara intern yang dilaksanakan terhadap pelaksanaan
tugas umum pemerintahan dan pembangunan agar sesuai dengan rencana dan
kebijakan yang berlaku. Pengawasan ini dilaksanakan dengan tujuan untuk
tercapainya efektifitas dan efisiensi dari kegiatan operasional, keandala
Laporan Keuangan di sektor pemerintahan, serta ketaatan dengan peraturan
dan perundangan yang berlaku.
Pengawasan intern di Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung dilakukan
oleh Inspektorat Kabupaten Bandung yang merupakan aparat pengawasan
intern pemerintah yang bertanggung jawab langsung kepada Bupati Kabupaten
15
Bandung. Fungsi dari Inspektorat adalah melakukan pengawasan
terhadap seluruh kegiatan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi
Satuan Kerja Perangkat Daerah yang didanai dengan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah. Sebagaimana dimaksud pada Peraturan Pemerintah Nomor 60
Tahun 2008 pasal 47 ayat (1) harus dilakukan pengawasan intern atas
penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah termasuk akuntabilitas
keuangan negara dan pembinaan penyelenggaraan SPIP oleh aparat
pengawasan intern pemerintah. Pada pasal 48 ayat (2) aparat pengawasan
intern pemerintah melakukan pengawasan intern melalui audit, engawasan
intern melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan
lainnya.
Berdasarkan penelitian terdahulu dari Almanda Primadona (2013),
bahwa tingkat pengawasan intern terhadap pegawai pada Pemerintah Kota
Bandung sudah baik dan berpengaruh terhadap kinerja para pegawainya
karena selalu dimonitor dan dikontrol oleh pimpinannya. Selain itu, Rina
Tresnawati (2012) menyatakan bahwa pengendalian internal mempunyai
pengaruh positif terhadap kinerja pada Dinas Pendapatan Daerah Kota
Bandung.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya antara lain objek
penelitian dilakukan pada pemerintah daerah Kabupaten Bandung. Populasi
penelitian tidak hanya terpaku pada Dinas, penelitian ditujukan pada Satuan
Kerja Perangkat Daerah yang diawasi kinerjanya oleh inspektorat dalam
pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka perlu adanya
pengawasan atas pelaksanaan kegiatan pemerintah agar dapat tercapainya
pembangunan yang efektif, efisien, dan ekonomi. Oleh karena itu, penulis
tertarik untuk melakukan penelitian mengenai“Pengaruh Pengawasan Intern
Pemerintah Terhadap Kinerja Pengelolaan Keuangan Pemerintah Daerah”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
a.       Bagaimana pengawasan intern pada pemerintah daerah?
b.      Bagaimana kinerja pengelolaan keuangan pemerintah daerah?
c.       Bagaimana pengaruh pengawasan intern pemerintah terhadap kinerja
pengelolaan keuangan pemerintah daerah?
16
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1. Maksud Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh data dan informasi
mengenai pengaruh pengawasan intern pemerintah terhadap kinerja
pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan kepercayaan masyarakat serta
investor terhadap kinerja pengelolaan keuangan pemerintah daerah serta
terwujudnya goodgovernance.
1.3.2. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian pada rumusan masalah, maka maksud dan tujuan
dalam penelitian adalah sebagai berikut:
a.       Untuk mengetahui pengawasan intern pada pemerintah daerah
b.      Untuk mengetahui kinerja pengelolaan keuangan pemerintah daerah.
c.       Untuk mengetahui pengaruh pengawasan intern pemerintah terhadap kinerja
pengelolaan keuangan pemerintah daerah.
1.4. Kegunaan Penelitian
1.4.1. Kegunaan Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi dalam
pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam Ilmu Akuntansi
Pemerintahan 16
1.4.2. Kegunaan Praktis
Bagi Pemerintah Daerah penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi supaya dapat meningkatkan keyakinan masyarakat serta investor
terhadap pemerintah daerah dengan adanya pengawasan intern pemerintah
terhadap kinerja pengelolaan keuangan pemerintah daerah yang dilakukan
guna mewujudkan goodgovernance di Indonesia

17

Bab 3
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Elemen utama struktur organisasi adalah kompleksitas, formalisasi, dan
sentralisasi. Kompleksitas terdiri dari diferensiasi horizontal, diferensiasi
vertikal, dan diferensiasi spasial.
Penyebab terjadinya diferensiasi horizontal adalah berkembangnya
beragam unit dalam organisasi berdasarkan orientasi pekerjaan, sifat tugas-
tugas didalamnya, serta latar pendidikan dan pelatihan yang dibutuhkan untuk
melaksanakan tugas-tugas tersebut. Diferensiasi horizontal melahirkan
spesialisasi dan departementasi. Spesialisai merujuk pada pengelompokkan
aktivitas tertentu yang dilakukan seorang individu dalam organisasi.
Entuknyaadadua macam: spesialisasi fungsional dan spesialisasi social.
Departementasi merujuk pada pengelompokan berdasarkan spesialisasi-
spesialisasi yang ada dalam sebuah organisasi, baik spesialisasi fungsional
maupun social. Pembagian departemen- departemen dalam organisasi dapat
dilakukan berdasarkan jumlah orang, fungsi, produk, atau jasa, klien, geografis,
atau proses.
Diferensiasi vertikal adalah gambaran lapisan-lapisan hierarki dalam
organisasi. Organisasi dalam jumlah anggota yang sama tidak mesti memiliki
diferensiasi vertikal yang sama. Faktor yang menentukan adalah rentang
kendali ( span ofcontrol). Rentang kendali menunjukan tentang berapa orang
dikendalikan atau berada di bawah pengawasan seorang supervisor atau
manajer.
Diferensiasi spasial menggambarkan sejauh mana fasilitas dan personel
organisasi tersebar secara geografis. Masalah diferensiasi spasial ini makin
penting dipertimbangkan oleh pengelola organisasi dewasa ini, mengingat
kecenderungan globalisasi pasar untuk berekspansi ke wilayah-wilayah baru
yang sebelumnya tidak menjadi wilayah operasional organisasi.
Formalisasi adalah menyangkut jumlah atau banyaknya aturan tertulis
(writtenrules) dalam suatu organisasi. Formalisasi dalam organisasi dapat
dilakukan dengan dua pola: (1) melalui aturan, prosedur, dan sanksi-sanksi
regulatif yang disusun oleh pengelola organisasi atau (2) melalui rekrutmen
terhadap tenaga-tenaga profesional yang telah terdidik dengan nilai-nilai,
norma, dan pola perilaku sesuai profesi mereka
18.
Sentralisasi didefinisikan sebagai sajauh mana otoritas formal untuk
memuat pilihan-pilihan bebas terkonsentrasi pada seseorang, sebuah unit,
atau suatu level, biasanya berposisi tinggi dalam organisasi), sedimikian rupa
sehingga  para pegawai (biasanya berposisi rendah dalam organisasi) hanya
dimungkinkan memberikan input yang seminimal mungkin dalam pekerjaan.
Sentralisasi diukur melalui partisipasi anggota dalam tahap-tahap pengambilan
keputusan. Alternatif lain ukuran sentralisasi adalah: (1) proporsi pekerjaan-
pekerjaan dimana para pelaksananya berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan dan jumlah areal atau bidang dimana mereka berpartisipasi; (2)
indeks pengukuran yang menetapkan di mana pusat (locus) pengambilan
keputusan berkaitan dengan kebijakan-kebijakan besar maupun spesifik; (3)
tingkat sharing informasi diantara unit-unit, dan derajat partisipasi dalam
perencanaan jangka panjang.

19

Daftar Pustaka
Robbins, P. Stephen. 1994. Teori Organisasi, Struktur, Desain dan Aplikasi. Edisi
Ketiga. Jakarta: Arcan.
Kusdi. 2009. Teori Organisasi dan Administrasi. Jakarta: SalembaHumanika.
Zainal, Rivai Veithzaldkk.Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Edisi Keempat.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Hatch, M. J. 1997. OrganizationTheory: Modern, Symbolic, andPost-modern
Perspective.

20
SEKIAN DAN TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai