Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tentara Nasional Indonesia atau yang dikenal dengan TNI merupakan

pertahanan paling depan suatu negara, yang salah satu tugasnya adalah operasi

militer selain perang. Operasi ini untuk menjaga setiap perbatasan wilayah antara

Indonesia dengan negara tentangga. Banyak kendala yang dihadapi prajurit TNI

saat menjaga wilayah perbatasan dan sangat berisiko tinggi bagi keselamatan diri

prajurit. Salah satunya yang sering terjadi adalah penyerangan pos penjagaan

antar wilayah negara atau penyerangan ketika sedang melakukan operasi di

wilayah perbatasan, prajurit TNI biasanya diserang menggunakan senjata

modern dan senjata tradisional. Dan tidak sedikit prajurit TNI ataupun prajurit

TNI untuk bidang kesehatan mengalami cedera hingga gugur saat bertugas.

Banyak tentara yang mencoba untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas

di medan perang dengan melakukan pertolongan pertama untuk mecegah

trauma yang lebih lanjut dan mengurangi rasa sakit sampai tim medis atau

bantuan datang (Griffin, 2014). Namun Chen (2017) mengungkapkan bahwa

masih terjadi tindakan pertolongan pertama yang kurang tepat akibat

pengetahuan prajurit tentara tentang trauma kurang memadai dan dalam

beberapa kasus masih kurang mampu menilai tanda gejala dan kriteria trauma.

Trauma merupakan penyebab kematian utama pada individu berusia 1 hingga

44 tahun, sebenarnya sebagian besar penyebab kejadian trauma ini umumnya

dapat dicegah. Committee on Trauma (1966) yang dikutip oleh Donna Nayduch

(2014) menuliskan bahwa, trauma dapat menyebabkan mortalitas dan disabilitas

yang terus meningkat, karena itu membutuhkan perhatian khusus. Menurut

1
2

Thygerson dalam Nayduch (2014) pada kondisi trauma, meskipun keterlambatan

pertolongan pertama terjadi beberapa menit, saat korban mengalami henti

jantung dapat memberikan perbedaan antara hidup dan mati. Ditemukan bahwa

tingkat trauma luka tembak tujuh kali lebih tinggi dialami oleh prajurit laki-laki

daripada perempuan. saat melakukan penugasan sekitar 90% prajurit mengalami

morbiditas di medan perang (Griff, 2014). Menurut data WHO (2009) dari

jumlah 500.000 kasus sebesar 26% morbiditas akibat luka tembak didapat dari

perang dan konflik senjata. Berdasarkan kasus yang terjadi di Indonesia maupun

di luar negeri peningkatan pertolongan pertama pada korban dengan luka

tembak sangat penting untuk menyelamatkan hidup korban (Nayduch, 2014).

Menurut Thygerson dalam Nayduch (2014) pertolongan pertama yang

diterapkan secara tepat dapat memberi perbedaan antara hidup dan mati, antara

pemuihan yang cepat dan rawat inap di rumah sakit yang lama atau antara

kecacatan temporer dan kecacatan permanen. Tujuan dari pertolongan pertama

ini adalah menyelamatkan jiwa penderita, mecegah kecacatan dan memberikan

rasa nyaman serta menunjang proses penyembuhan. Pelaku pertolongan pertama

adalah penolong yang pertama kali tiba di tempat kejadian yang memiliki

kemampuan dan terlatih dalam penanganan medis. Ada tiga kelompok yang

melakukan pertolongan pertama yaitu kelompok orang awam yang tidak terlatih

atau memiliki sedikit pengetahuan atau hanya meniru yang pernah dilihat atau

didengar tentang pertolongan pertama, kelompok penolong pertama yaitu

penolong yang pertama kali tiba di tempat kejadian, dan kelompok tenaga khusus

yang dilatih untuk menanggulangi kedaruratan di lapangan seperti tim medis atau

paramedik dan sejenisnya (PMI, 2009).


3

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti, di Batalyon 512/QY

Malang prajurit TNI bahwa pernah ada prajurit yang gugur saat penugasan,

namun untuk waktu dan identitas tidak dapat disebutkan. Dan prajurit hanya

mendapatkan pelatihan Pertolongan Darurat di Lapangan (Longdarlap) saat

menempuh pendidikan awal TNI dan sebelum pelaksanaan penugasan yang

diberikan kepada seluruh prajurit terutama prajurit kesehatan. Namun merujuk

dari penelitian Chen (2017) pengetahuan pertolongan pertama pada trauma

kurang memadai di lingkungan tentara dan dari hasil penelitian menunjukan

hanya 30% prajurit yang dapat mengidentifikasi trauma. Hasil dari penelitian

Guring (2013) menunjukan adanya hubungan yang bermakna antara

pengetahuan dan sikap. Maka dari itu peneliti ingin mengatahui seberapa besar

hubungan pengetahuan pertolongan pertama dan sikap kepedulian antar prajurit

dalam melakukan pertolongan pertama. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui hubungan pengetahuan dengan sikap prajurit TNI-AD tentang

pertolongan pertama pada kasus trauma.


4

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara pengetahuan dengan sikap prajurit TNI-AD

tentang pertolongan pertama pada kasus trauma?

1.3 Tujuan Umum Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan

pengetahuan dengan sikap prajurit TNI-AD tentang pertolongan pertama pada

kasus trauma.

1.3.1 Tujuan Khusus Penelitian

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi pengetahuan tentang pertolongan pertama pada prajurit

TNI-AD

2. Mengidentifikasi sikap tentang pertolongan pertama pada prajurit TNI-AD

3. Mengidentifikasi hubungan pengetahuan dengan sikap tentang pertolongan

pertama pada prajurit TNI-AD

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Bagi Peneliti

Hasil perolehan data dapat digunakan sebagai syarat untuk menyelesaikan

penelitian. Serta dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian

selanjutnya tentang pengetahuan dan sikap dalam penanganan pertolongan

pertama di lingkungan militer.


5

2. Bagi Institusi Militer

Hasil penelitian dapat digunakan sebagai sarana untuk meningkatkan

pengetahuan dan sikap prajurit TNI tentang pertolongan pertama.

1.5 Keaslian Penelitian

Pada dasarnya penelitian tentang Pertolongan Pertama sudah diteliti oleh

mahasiswa universitas yang ada di Indonesia dan peneliti dari luar negeri, akan

tetapi setiap penelitian memiliki unsur persamaan dan perbedaan dari konsep

yang mereka teliti diantaranya :

1. Gurning, Yanti, dkk (2013), yang berjudul “Hubungan Tingkat Pengetahuan

dan Sikap Petugas IGD terhadap Tindakan Triage Berdasarkan Prioritas”.

Penelitian Gurning (2013) bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat

pengetahuan dan sikap petugas kesehatan IGD terhadap tindakan triage

berdasarkan prioritas. Metode penelitian ini adalah uji Chi-Square. Variable

independen pada penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan

dilakukan berbeda yaitu tingkat pengetahuan petugas kesehatan IGD

sedangkan pada penelitian ini pengetahuan tentang pertolongan pertama.

Variabel dependen dari penelitian sebelumnya dengan penelitian ini berbeda

yaitu sikap petugas kesehatan IGD sedangkan penelitian ini sikap dalam

penanganan pertolongan pertama. Hasil dari penelitian Gurning (2013)

menunjukan adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan dan sikap

petugas IGD terhadap tindakan triage.


6

2. Martono (2012), yang berjudul “Pengetahuan Kegawatdaruratan Trauma dan

Sikap Posdaya Dalam Merencanakan Tindakan Trauma”

Penelitian Martono (2012) bertujuan mengidentifikasi pengetahuan tentang

kegawatdaruratan trauma pada anggota Posdaya (Pos Pemberdaya Keluarga)

dan mengidentifikasi sikap anggota Posdaya (Pos Pemberdaya Keluarga)

dalam merencakan tindakan trauma. metode yang digunakan adalah uji

Kendal’s Tau. Ada perbedaan antara variabel independen penelitian

sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu penelitian

sebelumnya pengetahuan kegawatdaruratan trauma sedangkan penelitian ini

pengetahuan tentang pertolongan pertama. untuk kedua variable dependen

juga berbeda yaitu penelitian sebelumnya sikap posdaya (Pos Pemberdaya

Keluarga) dalam merencanakan trauma sedangkan pada penelitian ini sikap

dalam penanganan pertolongan pertama pada kasus trauma. Hasil dari

penelitian Martono (2012) menunjukan bahwa ada hubungan yang positif dan

signifikan antara pengetahuan kegawatdaruratan dan sikap Posdaya (Pos

Pemberdaya Keluarga) dalam merencanakan tindakan trauma.

Anda mungkin juga menyukai