Anda di halaman 1dari 37

BEST PRACTICE

WIDE GAMES CARD, MEDIA ALTERNATIF PENANAMAN NILAI


KARAKTER BERBASIS EKSTRAKURIKULER PRAMUKA

Diajukan Oleh :
Nama : Dewa Ayu Sri Pudjiastuti,S.Pd.SD.,M.Pd.
NIP : 19891106 201503 2 006
Instansi : SD Negeri 1 Semarapura Klod
NUPTK : 2943 7676 6830 0012
Kabupaten : Klungkung
Provinsi : Bali

BALI
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Setelah memperhatikan isi dari Laporan ini, maka dengan ini “Wide Games Card, Media
Alternatif Penanaman Nilai Karakter Berbasis Ekstrakurikuler Pramuka” ditetapkan/disahkan
untuk diberlakukan.

Hari : Senin
Tanggal : 8 Juni 2020

Mengesahkan:
Kepala SDN 1 Semarapura Klod

Ni Made Astiti,S.Pd.,M.Ag.
NIP. 19661112 199103 2 008
......eDewa
BIODATA PENDAFTAR
Jenjang
SD/ (*coret yang tidak perlu)

Nama Lengkap dengan Gelar : Dewa Ayu Sri Pudjiastuti,S,Pd.SD.,M.Pd.

NIP : 19891106 201503 2 006

NUPTK : 2943-7676-6830-0012

Tempat dan Tanggal Lahir : Fatumaca, 6 Nopember 1989

Jenis Kelamin : Perempuan

Nama Sekolah : SD Negeri 1 Semarapura Klod

Kabupaten/Kota : Klungkung

Provinsi : Bali

Alamat Sekolah : Jalan Teratai Nomor 1 Semarapura

Nomor Telpon Sekolah : (0366) 23057

Email Sekolah : sdn1klod@yahoo,com

Alamat Rumah : Dusun Kawan, Desa Satra, Kec. Klungkung

Nomor HP/Whatsapp : 085 953 900 096

Email pribadi : dewaayusripudjiastuti@gmail.com

NPWP : 89.905 967.9-907.000

Judul Naskah : Wide Games Card, Media Alternatif Penanaman Nilai Karakter Berbasis
Ekstrakurikuler Pramuka

:
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama Lengkap : Dewa Ayu Sri Pudjiastuti,S.Pd.SD.,M.Pd.

NUPTK : 2943-7676-6830 0012

Jabatan : Guru Pertama

Asal Sekolah : SD Negeri 1 Semarapura Klod

Judul : Wide Games Card, Media Alternatif Penanaman Nilai Karakter


Berbasis Ekstrakurikuler Pramuka

Menyatakan bahwa naskah best practice yang disusun seluruhnya asli hasil kerja
sendiri, bukan plagiat, dan belum pernah dinilai dalam lomba sejenis.
Pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya, apabila di kemudian hari
terbukti tidak benar, saya bersedia menerima sanksi dari panitia lomba.

Semarapura, 8 Juni 2020


Mengetahui, Yang membuat pernyataan,
Atasan langsung,

Ni Made Astiti,S.Pd.,M.Ag. Dewa Ayu Sri Pudjiastuti,S.Pd.SD.M.Pd.

NIP.19891106 201503 2 006 NIP. 19891106 201503 2

iv
KATA PENGANTAR
Dengan menghaturkan pujastuti kepada Ida Sanghyang Widi Wasa /Tuhan
Yang Maha Esa atas asung kerta wara nugrahaNya, penulis telah menyelesaikan
Laporan Best Practice Wide Games Card, Media Alternatif Penanaman Nilai
Karakter Berbasis Ekstrakurikuler Pramuka yang merupakan bagian dari upaya
peningkatan mutu pendidikan yang diarahkan untuk pengembangan potensi
peserta didik sesuai dengan perkembangan ilmu, teknologi, seni, serta pergeseran
paradigma pendidikan yang berorientasi pada kebutuhan peserta didik.
Laporan ini menjelaskan uraian kegiatan yang dilakukan penulis dalam
rangka penanaman karakter yang dijiwai nilai-nilai Pancasila melalui
Ekstrakurikuler Pramuka dengan Metode “Wide Game” pada Siswa SD Negeri 1
Semarapura Klod Tahun Pelajaran 2019/2020. Dalam penyusunan Best Practice
ini, penulis banyak menerima bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Kepala SD Negeri 1 Semarapura Klod yang telah memberi izin, kesempatan
dan kepercayaan kepada penulis untuk mengadakan penelitian ini seluas –
luasnya
2. Semua rekan guru di SD Negeri 1 Semarapura Klod yang telah memberi
bantuan selama proses penelitian sampai dengan terwujud dalam bentuk Best
Practice ini.
3. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah
memberikan bantuan dalam menyelesaikan best practice ini.
Penulis menyadari bahwa karya ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan
karya ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa/ Ida Sang Hyang Widhi Wasa tetap
memberikan petunjuk terhadap upaya yang telah, sedang, dan yang akan kita
lakukan untuk peningkatan mutu pendidikan di SDN 1 Semarapura Klod.
Semarapura, 8 Juni 2020
Penulis

v
WIDE GAMES CARD, MEDIA ALTERNATIF PENANAMAN NILAI
KARAKTER BERBASIS EKSTRAKURIKULER PRAMUKA
Dewa Ayu Sri Pudjiastuti
SD Negeri 1 Semarapura Klod
Email: dewaayusripudjiastuti@gmail.com Hp. 085 953 900 096

Abstrak
Saat ini kita berada pada era disrupsi teknologi atau yang lebih dikenal sebagai era
milenial, yang keseluruhannya serba berbasis digital. Di era ini globalisasi telah
mengubah kehidupan manusia dalam segala aspek, sebagai dampak dari kemajuan
IPTEK. Oleh karena itu, kita dituntut memiliki keterampilan yang diperlukan
untuk menghadapi tantangan pada era ini. Apalagi pada tahun 2045 Indonesia
diperkirakan akan memperoleh bonus demografi, yang apabila tidak dimanfaatkan
dengan baik akan menimbulkan berbagai permasalahan sosial. Dunia pendidikan
memegang peran penting dalam menghadapi tantangan tersebut. Pemerintah telah
melakukan revitalisasi dalam bidang pendidikan dengan memberlakukan
kurikulum 2013 serta mengintegrasikan keterampilan dan pendidikan karakter
dalam proses pelaksanaannya. Di samping itu pemerintah juga telah menetapkan
Pendidikan Kepramukaan sebagai ekstrakurikuler wajib pada jenjang pendidikan
dasar dan menengah. Hal ini bertujuan untuk menyiapkan siswa yang cerdas dan
berkarakter dengan dijiwai nilai-nilai Pancasila. Metode yang cocok digunakan
dalam pengimplementasian kegiatan ini adalah “Wide Game” Ekstrakurikuler
pramuka dianggap relevan untuk diterapkan, sebab mampu membentuk
kepribadian, kecakapan hidup, dan akhlak mulia melalui penghayatan dan
pengamalan nilai-nilai Pancasila.
Kata kunci: Era Disrupsi Teknologi, Metode Wide Games, Pendidikan
Karakter, Ekstrakurikuler Pramuka

vi
DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL .......................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... ii
BIODATA PENULIS ...................................................................................... iii
PERNYATAAN KARYA …………………………………………………… iv
ABSTRAK …………………………………………………………………… v
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ……………………………………………………………. 1
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………….. 4
1.3 Tujuan ……………………………………………………………………. 4
1.4 Manfaat ………………………………………………………………….. 5

BAB II PELAKSANAAN KEGIATAN


2.1 Kajian Teori ……………………………………………………………. 7
2.2 Metode dan Langkah Penyelesaian Masalah ………………………….. 15

BAB III HASIL KEGIATAN .......................................................................... 19


BAB IV SIMPULAN DAN REKOMENDASI ……………………………… 22
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
LAMPIRAN .....................................................................................................

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Foto-foto kegiatan.................................................. 19

viii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Arus globalisasi telah membawa pengaruh pada setiap aspek


kehidupan masyarakat, termasuk dalam pola pikir dan tata lakunya.
Masyarakat agraris dengan budaya gotong royongnya (Pancasila) tergerus
dengan nilai-nilai individualisme, matrealisme dan hedonisme. Kondisi ini
mengubah warna dan tradisi masyarakat, yang bermuara pada semakin
mengikisnya nilai-nilai dan karakter ke-Indonesiaan. Nilai-nilai budaya
bangsa yang bersifat “adiluhung” terabaikan, karena dinilai kuno, ketinggalan
zaman dan kehilangan peminatnya. Kondisi ini tergambarkan lewat berbagai
kondisi sosial empirik yang terjadi pada masyarakat Indonesia, seperti
membudayanya ketidakjujuran yang tercermin dalam kasus degradasi moral,
kasus-kasus penggunaan narkoba dikalangan pelajar yang senantiasa
menghiasi media massa, demikian halnya dengan kasus kekerasan, geng
motor, pornografi, meningkatnya kebencian antar sesama, tawuran antar
mahasiswa, terjadinya bentrokan antar warga masyarakat. Pendidikan
karakter bukanlah sebuah proses pembelajaran yang menghafalkan konsep,
teori dan dalil yang akan keluar dalam Penilaian Tengah Semester, Penilaian
Akhir Semester, dan Ujian Akhir Nasional serta teknik-teknik menjawabnya,
akan tetapi merupakan pembiasaan-pembiasaan untuk berbuat baik,
pembiasaan untuk berlaku jujur, kesatria, malu berbuat curang, malu
bersikap malas, malu memberikan lingkungannya kotor (Lickona, 2013;
Hadiana, 2010). Bahkan sampai memunculkan berbagai gerakan komunal
yang melibatkan kelompok secara masal. Terjadinya pemalakan di
lingkungan sekolah oleh siswa yang merasa memiliki “power”, terjadinya
tawuran antar pelajar, perkelahian antar geng motor, bulying antar teman
sebaya, porno aksi dan pornografi, menyontek massal saat ujian, tidak

1
menghormati figur otoritas (guru), penggunaan bahasa yang kasar,
mementingkan diri sendiri, penggunaan obat-obatan terlarang yang
berimplikasi pada sikap dan prilaku siswa dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara merupakan bukti konkrit lemahnya prilaku moral
siswa (Lickona, 2013:hh 15-25).Karakter tidak terbentuk secara instan,
pancasila dengan kelima simbolnya, harus dijiwai dalam tingkah laku peserta
didik dalam kehidupan sehari-hari, peserta didik harus dilatih dan dibiasakan
secara berkesinambungan agar mencapai bentuk dan kekuatan yang ideal
sebagaimana tujuan masyarakat, bangsa dan negara. Pembiasaan akan
sangat baik dan berdaya guna bila dilakukan dari lingkungan keluarga,
sekolah, masyarakat, bangsa dan negara. Dalam proses pendidikan,
pembentukan karakter tidaklah dibebankan hanya pada muatan
pembelajaran saja tapi bisa diimplementasikan dalam kegiatan
ekstrakurikuler salah satunya adalah kegiatan pramuka.
Dalam kurikulum 2013 kemampuan siswa tidak hanya dikembangkan
pada ranah kognitif saja, tetapi juga ranah afektif dan psikomotor.
Keterampilan abad ke-21 diintegrasikan dalam kurikulum 2013, sebagai
antisipasi dalam menghadapi dunia yang semakin kompetitif. Untuk
melahirkan generasi yang berkarakter, pendidikan karakter juga ikut
diintegrasikan dalam pelaksanaan kurikulum 2013. Ekstrakurikuler Pramuka
adalah ekstra wajib yang diberikan secara implisit oleh guru kelas baik dari
kelas awal sampai kelas tinggi yang diintegrasikan dalam proses
pembelajaran dan pengembangan diri. Terakhir yang tidak kalah penting
Pendidikan Kepramukaan ditetapkan sebagai ekstrakurikuler wajib pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah (Permendikbud Nomor 63 tahun
2014). Gerakan Kepramukaan merupakan salah satu kegiatan yang
dilaksanakan di seluruh dunia karena bersifat universal. Gerakan
kepramukaan merupakan suatu bagian dari organisasi kepanduan dunia
yang anggota-anggotanya dididik menjadi insan yang disiplin, mandiri,
bertanggung jawab, berguna bagi sesama umat manusia, serta dapat
menjalankan Tri Satya dan Dasa Dharma Pramuka. Gerakan Pramuka

2
dalam pelaksanaannya memiliki aturan-aturan yang menjadi landasan
teoretis yang memayungi kiprah jalannya gerakan pramuka, sehingga
diharapkan pelaksanaan kegiatan kepramukaan di Indonesia hendaknya
berdasarkan dengan aturan yang telah ditetapkan dalam Anggaran Dasar
dan Anggaran Rumah Tangga Gerakan Pramuka sebagai acuan
pelaksanaannya.
Pendidikan Kepramukaan dianggap relevan untuk membentengi
generasi muda di era milenial sebab mampu membentuk kepribadian,
kecakapan hidup, dan akhlak mulia melalui penghayatan dan pengamalan
nilai-nilai kepramukaan. Berkaitan dengan hatersebut, ada beberapa hal
yang peneliti temukan berdasarkan fakta empiris di tempat peneliti bertugas,
ada siswa yang ditemukan membawa rokok saat disidak, membawa
handpone berisikan adegan yang tidak pantas ditonton anak usia sekolah,
merusak barang pribadi milik guru, tidak menunjukkan kesantunan saat
berkomunikasi dengan guru. Ini merupakan kenyataan yang sangat miris
terjadi sehingga membuat peneliti tertarik untuk melakukan beberapa
treatment guna menyikapi berbagai hal tersebut. Senada dengan itu, hal ini
diperkuat berdasarkan kajian yang dilakukan oleh (Megawangi, 2007)
menemukan terjadinya degradasi moral dikalangan siswa disebabkan karena
kurangnya contoh dan tauladan dari figur publik, pengaruh pemberitaan
media massa yang negatif, pergeseran nilai-nilai dikalangan remaja,
pergeseran nilai-nilai di masyarakat, kurangnya contoh, pelatihan,
pembiasaan dan pembudayaan perilaku moral di sekolah. Dipertegas lagi,
oleh Theodore Roosevelt (dalam Ratna Megawangi 2007:2) bahwa mendidik
seseorang hanya dalam aspek kecerdasan otak tetapi pada aspek moral dan
karakter yang akan digunakan untuk mencegah adalah ancaman
marabahaya bagi masyarakat.
Untuk meminimalkan permasalahan-permasalahan tersebut, tentunya
sangat diperlukan suatu cara untuk memerangi hal diatas, salah satunya
adalah dengan penanaman karakter dengan penerapan nilai-nilai Pancasila
yang menjadi dasar falsafah hidup bangsa Indonesia dengan kegiatan aktif,

3
kreatif, menyenangkan dan bermakna yang dikemas dalam ekstrakurikuler
pramuka. Wide Game adalah permainan besar di luar ruangan dengan
wilayah yang relative luas yang diikuti beberapa regu tim dengan cara-cara
sportif obyektif dan menjunjung tinggi nilai-nilai persaudaraan (Ensiklopedi
Pramuka, hlm 23-25). Jika metode “Wide Game” ini dilakukan sesuai
protokol keamanan bagi siswa maka akan mematahkan kontradiksi
pemberitaan “Tragedi Susur Sungai SMPN 1 Turi” yang telah lalu, bahwa
kegiatan yang di “back up “oleh ekstra pramuka seperti itu diasumsikan
membahayakan. Beranjak dari permasalahan di atas mengkaji urgenitas
yang ada peneliti tertarik mengangkat kajian ini menjadi laporan Best
Practice dengan judul” Wide Games Card, Media Alternatif Penanaman Nilai
Karakter Berbasis Ekstrakurikuler Pramuka guna mewujudkan siswa yang
cerdas dan berkarakter pada abad ke-21.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, secara umum permasalahan
penelitian ini adalah apakah Wide Games Card, sebagai Media Alternatif bisa
meningkatkan Nilai Karakter dengan diimplementasikan pada Ekstrakurikuler
Pramuka? Secara renik permasalahan penelitian ini dapat diuraikan sebagai
berikut::
1. Bagaimanakah langkah-langkah Metode “Wide Game” dalam
ekstrakurikuler Pramuka untuk menerapkan nilai-nilai Pancasila?
2. Sarana prasarana apakah yang dibutuhkan untuk menerapkan
Metode “Wide Game” melalui ekstrakurikuler Pramuka untuk
menerapkan nilai-nilai Pancasila?
3. Apakah implementasi Metode “Wide Game” dalam ekstrakurikuler
Pramuka dapat menerapkan nilai-nilai Pancasila?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, secara
umum tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh

4
implementasi Metode “Wide Game” dalam Ekstrakurikuler Pramuka untuk
menanamkan nilai-nilai pancasila. Secara renik tujuan laporan best practice
ini dapat diuraikan sebagai berkikut:
1. Untuk memformulasi langkah-langkah Metode “Wide Game” dalam
ekstrakurikuler Pramuka untuk menerapkan nilai-nilai Pancasila;
2. Untuk mendeskripsikan sarana prasarana yang dibutuhkan untuk
menerapkan menerapkan Metode “Wide Game” dalam ekstrakurikuler
Pramuka untuk menerapkan nilai-nilai Pancasila;
3. Untuk menganalisis pengaruh implementasi Metode “Wide Game”
dalam ekstrakurikuler Pramuka untuk menerapkan nilai-nilai Pancasila

1.4 Manfaat Penelitian


Berdasarkan latar belakang dan tujuan penelitian di atas, maka hasil
penelitian ini akan dapat bermanfaat bagi beberapa pihak berikut:

1. Bagi sekolah yang memiliki kapasitas sebagai penyelenggara dan


evaluator kegiatan di sekolah, temuan penelitian ini dapat dijadikan
sebagai salah satu acuan dan orientasi dalam pengembangan iklim
akademis dan non akademis yang lebih baik.
2. Bagi guru, penelitian ini dapat digunakan sebagai pengayaan
terhadap wawasan dan keterampilan mereka dalam melangsungkan
proses pengembangan diri melalui ekstrakurikuler pramuka yang sarat
akan nilai-nilai Pancasila didalamnya sehingga dengan sendirinya
dapat meningkatkan kinerjanya sebagai pengembang dan praktisi
pendidikan dalam tatanan program pembangunan karakter bangsa.
3. Bagi siswa, temuan penelitian ini akan membantu mereka dalam
meningkatkan pemahaman dan keterampilan sosialnya sebagai warga
negara yang potensial dan dijadikan acuan untuk lebih meningkatkan
kualitas diri dan selektif dalam memilih pergaulan agar tidak terjerumus
ke hal negatif,
4. Bagi Peneliti bidang-bidang pendidikan, khususnya, temuan penelitian
ini dapat dijadikan sebagai salah satu sumber dan rujukan dalam

5
melakukan penelitian, sehingga dapat melengkapi kebutuhan data yang
sesuai dengan penelitiannya.

6
BAB II
METODE PEMECAHAN MASALAH

2.1 Kajian Teori


2.1.1 Tinjauan tentang Karakter yang dijiwai Nilai-nilai Pancasila
Secara prinsip Pancasila dimaknai sebagai lima dasar negara yang
menjadi pondasi berdirinya bangsa dan negara Indonesia. Sebagai dasar
negara Pancasila menjadi arah dan tujuan yang mesti dicapai oleh bangsa
Indonesia, yaitu iman dan taqwa kepada Tuhan yang Maha Esa,
terbangunnya nilai-nilai kemanusiaan, tercapainya kesatuan dalam
keberagaman dan keberagaman dalam kesatuan, tercapainya kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat dan kebijaksanaan dan tercapainya keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (Kaelan, 2010). Pencapaian kondisi ini
dapat dilakukan dengan berbagai media dan cara, termasuk lewat proses
pendidikan di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Untuk itu
internalisasi, pelatihan dan pembiasaan yang dilakukan dalam praktik
pendidikan semestinya gayut dan sejalan dengan kondisi yang hidup dan
berkembang di masyarakat. Nilai-nilai kebaikan yang ditawarkan oleh
Pancasila mesti menjelma dalam praktik ketatanegaraan dan dijadikan
sebagai pedoman oleh semua penyelenggara negara, yang kemudian diikuti
oleh semua masyarakatnya. Jika semua masyarakat sudah mampu
mempraktikkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, maka akan
menjadi kebiasaan dan pola hidup yang pada akhirnya menjadi karakter dan
jatidiri.
Namun idealisme sebagaimana digambarkan di atas, masih jauh dari
harapan ibarat pepatah “masih jauh panggang dari api”. Secara faktual
globalisasi telah menghadirkan warna, tradisi, nilai-nilai dan semangat baru
bagi masyarakat dunia. Batas-batas teritorial dan jarak antar negara yang
semula menjadi penghambat proses tranformasi dan komunikasi, tidak
terjadi lagi dengan bantuan teknologi. Hakikat manusia sebagai mahluk
sosial mengandung implikasi bahwa dalam diri manusia ada dorongan untuk

7
berinteraksi, berkomunikasi, dan hidup bersama dengan orang lain. Di dalam
pergaulannya anak belajar melalui interaksi dan komunikasi dalam
lingkungannya anak menerima nilai-nilai dari lingkungannya baik itu nilai
yang positif maupun nilai negatif , keduanya bagai sisi dua mata uang yang
tidak dapat dipisahkan. Pengaruh yang didapat seseorang dari lingkungan
masyarakatnya begitu besar sehingga ada yang berpendapat bahwa
lingkungan sosial itu menentukan kepribadian anak. Dalam pandangan ini
kepribadian anak seolah-olah hasil “celupan” dari lingkungan sosial,
sehingga pribadinya akan lebur ke dalam lingkungan sosial itu. (Dantes,
2014:14) Apabila seorang anak mulai bergaul dengan kawan-kawan
sebayanya, ia tidak hanya menerima kontak sosial itu, tetapi juga
memberikan respon terhadap kontak sosial tersebut. Ia mulai mengerti
bahwa di dalam kelompok sebayanya terdapat peraturan-peraturan tertentu
dan norma-norma sosial yang harus dipatuhi untuk dapat berinteraksi dalam
kelompok sepermainannya. Di dalam pergaulan ini anak-anak akan
menemukan berbagai perbedaan antara teman yang satu dengan teman
yang lainnya. Perbedaan itu bisa terkait suku, agama, budaya, ras, maupun
adat istiadat. Dalam konteks inilah nilai-nilai karakter Pancasila menjadi
fondasi yang sangat kuat dalam pembentukan karakter peserta didik.
Menurut Budimansyah, (2010) manusia yang memiliki nilai-nilai Pancasila
merupakan manusia yang beriman dan bertaqwa pada Tuhan Yang Maha
Esa, mampu bergaul dengan sesama manusia, lingkungan yang terwujud
dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan dan perbuatan yang berdasarkan
pada norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat.
Berdasarkan pemikiran tersbut, maka dalam pendidikan karakter di sekolah,
semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-
komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran
dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata
pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan
ekstrakurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan etos
kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah. Jadi bertalian dengan hal

8
diatas, dapat disimpulkan bahwa karakter yang dijiwai nilai-nilai Pancasila,
selain diintegrasikan dalam kegiatan pembelajaran juga dikuatkan dala
kegiatan ekstrakurikuler, salah satu contohnya Pramuka sebagai
ekstrakurikuler wajib yang diikuti oleh siswa kelas 1 s/d kelas 6 pada jenjang
Sekolah Dasar

2.1.2 Tinjauan tentang Ekstrakurikuler Pramuka


Gerakan Pramuka atau dikenal juga dengan istilah Gerakan
Kepanduan merupakan suatu gerakan pembinaan pemuda yang memiliki
pengaruh mendunia (Tim Esensi, 2012). Gerakan ini pertama kali dilakukan
pada tahun 1907 ketika Robert Baden Powell menyelenggarakan
perkemahan kepanduan pertama di Kepulauan Brownsea, Inggris. Gagasan
ini muncul ketika Baden Powell mendapat tugas untuk mempertahankan kota
Mafeking di Afrika Selatan dari serbuan Bangsa Boer. Kala itu Baden Powell
mengumpulkan dan melatih sekelompok pemuda biasa untuk menjadi
tentara sukarela. Mereka ditugaskan untuk membantu pasukan militer untuk
mempertahankan kota dengan tugas-tugas yang ringan tetapi penting,
seperti mengantarkan pesan dari Baden Powell ke seluruh anggota militer.
Tugas tersebut dapat diselesaikan dengan baik, sehingga Baden Powell
dapat mempertahankan kota dalam beberapa bulan. Berdasarkan
pengalaman tersebut akhirnya Baden Powell menulis sebuah buku berjudul
Scouting fo Boys, yang saat ini dikenal sebagai Buku Panduan Kepramukaan
edisi pertama. Sejak saat itu Gerakan Pramuka mulai dikenal, dan secara
perlahan mulai diterapkan di seluruh dunia.
Gerakan Pramuka di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1923 yang
ditandai dengan didirikannya Nationale Padvinderij Organisatie (NPO) di
Bandung. Pada era tahun 1970-an dan 1980-an Gerakan Pramuka sangat
populer dalam masyarakat Indonesia. Gerakan Pramuka tumbuh dan
berkembang di sekolah-sekolah dan kampus-kampus, karena kepramukaan
adalah proses pendidikan di luar lingkungan sekolah dan keluarga yang

9
diselenggarakan dalam kegiatan yang menarik, menyenangkan, sehat,
terarah, teratur, dan praktis (Tim Esensi, 2012).
Dalam perjalanannya Gerakan Pramuka sempat mengalami pasang
surut. Terutama ketika memasuki era milenial, Gerakan Pramuka seolah
“tertidur”. Para pelajar, pemuda, dan mahasiswa mulai meninggalkan
kegiatan Kepramukaan. Mereka terlalu sibuk dengan gadget atau
smartphone dalam berselancar di dunia maya. Aktivitas fisik yang dominan
dalam kegiatan kepramukaan, seolah tidak menarik lagi bagi sebagian besar
generasi muda.
Melihat fenomena tersebut, pemerintah sebagai pemegang kebijakan
tidak tinggal diam. Akhirnya melalui Permendikbud Nomor 63 tahun 2014
Pendidikan Kepramukaan ditetapkan sebagai ekstrakurikuler wajib pada
pendidikan dasar dan menengah. Pendidikan Kepramukaan dianggap
penting untuk diwajibkan bukan tanpa alasan. Berdasarkan Konfrensi
Kepanduan Sedunia yang diselenggarakan pada tahun 1924 di Kopenhagen,
Denmark, Kepramukaan mempunyai tiga sifat khas, yaitu (a) nasional, yang
berarti suatu organisasi yang menyelenggarakan kepanduan di suatu negara
harus menyesuaikan kepanduan tersebut dengan keadaan, kebutuhan, dan
kepentingan masyarakat, dan negaranya sendiri; (b) internasional, yang
berarti organisasi kepanduan di negara mana pun di dunia ini harus
membina dan mengembangkan rasa persaudaraan dan persahabatan antar
sesama Pandu dan sesama manusia, tanpa membedakan
kepercayaan/agama, golongan, tingkat, suku, dan bangsa; (c) universal,
yang berarti kepanduan dapat digunakan dimana pun untuk mendidik anak-
anak dari bangsa apa pun, yang dalam pelaksanaan kepanduan selalu
menggunakan Prinsip Dasar dan Metode Kepanduan. Kepramukaan itu
sendiri memiliki beberapa fungsi, diantaranya:
a. Kegiatan menarik bagi anak atau pemuda
Kegiatan Kepramukaan harus menyenangkan dan mendidik. Oleh
karena itu, setiap kegiatan dalam Kepramukaan harus mempunya
tujuan dan aturan, bukan semata untuk hiburan. Sehingga setelah

10
kegiatan yang dimaksud berakhir, ada pelajaran yang dapat dipetik
oleh anggota Pramuka.
b. Pengabdian bagi orang dewasa
Bagi orang dewasa, Kepramukaan bukan lagi permainan tetapi telah
menjadi tugas yang memerlukan keikhlasan, kerelaan, dan
pengabdian. Orang dewasa memiliki kewajiban untuk secara sukarela
membaktikan dirinya demi menyukseskan tercapainya tujuan
organisasi.
c. Alat (means) bagi masyarakat dan organisasi
Kepramukaan merupakan alat bagi masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan setempat, juga alat bagi organisasi untuk mencapai tujuan
organisasi.
Disamping itu Kepramukaan juga memiliki tujuan mulia, yaitu (a)
mendidik anggotanya menjadi manusia yang berkepribadian dan berwatak
luhur serta tinggi mental, budi pekerti, dan kuat keyakinan beragamanya;
(b) mendidik anggotanya menjadi manusia yang tinggi kecerdasan dan
keterampilannya; (c) mendidik manusia yang kuat dan sehat fisiknya; (d)
mendidik anggotanya menjadi warga negara Indonesia yang berjiwa
Pancasila, setia dan patuh kepada NKRI (Tim Esensi, 2012). Dalam
Kepramukaan para Pramuka dilatihkan berbagai macam kecakapan,
diantaranya:
a. Baris-berbaris,
Baris-berbaris merupakan salah satu latihan dalam Kepramukaan
yang berguna untuk membentuk keteraturan dalam suatu kegiatan,
misalnya upacara.
b. Penggunaan kompas
Kompas adalah alat navigasi untuk menentukan arah berupa panah
penunjuk magnetis yang bebas menyelaraskan dirinya dengan
medan magnet bumi secara akurat. Alat ini akan sangat berguna
ketika Pramuka berkegiatan di alam bebas.

11
c. Tali-temali
Dalam kegiatan tali-temali anggota Pramuka dilatihkan berbagai
macam simpul dan ikatan dengan menggunakan tali. Setiap simpul
dan ikatan mempunyai keguanaan yang berbeda-beda. Keterampilan
tali-temali sangat berguna bagi anggota Pramuka karena sering
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
d. Membuat peta panorama
Peta panorama digunakan oleh anggota Pramuka untuk
memvisualisasikan keadaan suatu daerah secara “kasar”. Hal ini
berguna ketika Pramuka berkegiatan di alam bebas.
e. Sandi-sandi
Sandi adalah salah satu media pembelajaran yang baik bagi
Pramuka sebab dapat melatih ketelitian, daya ingat, kecerdasan, dan
konsentrasi.
f. Morse
Kode morse merupakan salah satu kecakapan dalam Kepramukaan
yang disampaikan dengan menggunakan senter atau peluit. Kode
morse biasanya digunakan untuk mengirim pesan singkat dalam
keadaan tertentu.
g. Semaphore
Semaphore adalah suatu cara untuk mengirim atau menerima berita
dengan menggunakan bendera, dayung, batang, tangan kosong, atau
dengan sarung tangan.
(Tim Esensi, 2012)

Kepramukaan juga melatihkan keterampilan untuk bertahan hidup


kepada anggotanya melalui kegiatan di alam terbuka, salah satunya dalam
bentuk perkemahan. Tentunya semua kecakapan dan keterampilan ini
disesuaikan dengan golongan Pramuka itu sendiri. Golongan dalam
Kepramukaan diklasifikasikan berdasarkan usia anggota Pramuka. Pramuka
Siaga berusia 7-10 tahun, Pramuka Penggalang berusia 11-15 tahun,

12
Pramuka Penegak berusia 16-20 tahun, dan Pramuka Pendega berusia 21-
25 tahun.
Masing-masing golongan Pramuka memiliki Syarat Kecakapan Umum
(SKU) tersendiri. SKU ini dapat dijadikan acuan dalam melatihkan
keterampilan apa yang harus dimiliki oleh anggota Pramuka. Secara umum
SKU Pramuka mengimplementasikan nilai-nilai yang mengacu pada kode
kehormatan dalam Gerakan Pramuka, yaitu Tri Satya dan Dasa Dharma. Tri
Satya mengandung enam butir kewajiban terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pancasila, sesama, masyarakat, serta
Dasa Dharma. Adapun Dasa Dharma mengandung sepuluh butir ketentuan
moral (Kahono, 2010).
Berdasarkan kajian di atas terlihat jelas bahwa Pendidikan Kepramukan
melatihkan berbagai macam kecakapan dan keterampilan yang ternyata
sangat relevan untuk menghadapi tantangan abad ke-21. Bahkan Pendidikan
Kepramukaan memiliki nilai lebih melalui penanaman nilai-nilai Pancasila
yang sesuai dengan karakter bangsa. Hal ini menyiratkan bahwa, Gerakan
Pramuka sangat sesuai untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia yang
sesuai dengan nilai-nilai luhur Pancasila.

2.1.3 Tinjauan Metode “Wide Game”


Wide game adalah permainan besar di luar ruangan dengan
wilayah yang relatif luas yang diikuti oleh dua atau lebih
regu/tim. Wide game bersifat permainan kompetisi/pertandingan
antar tim atau antar inidividu, sehingga antara tim yang satu dengan
yang lain berusaha untuk memenangkan pertandingan. Namun
demikian upaya meraih kemenangan tersebut tetap dilakukan
dilaksanakan dengan cara-cara yang sportif, obyektif dan menjunjung
tinggi nilai-nilai persaudaraan bakti antar anggota pramuka. Wide
game disamping dilaksanakan di area yang luas juga dapat
dilaksanakan diwaktu malam, sore atau siang hari. Sebagai media

13
pendidikan kepramukaan wide game hendaknya disusun agardengan
mempertimbangkan aspek-aspek sbb :
1. Memiliki tema atau alur cerita sehingga mampu memotiviasi para
peserta untuk menyelesaikan permainan dengan penuh semangat.
2. Menjadi kegiatan yang menyenangkan, penuh tantangan dan mampu
mengembangkan kerjasama tim/regu.
3. Meningkatkan ketrampilan menyusun perencanaan, strategi
berkompetisi dan implementasi perencanaan untuk memenangkan
pertandingan
4. Meningkatkan daya tahan fisik, kreativitas, akal budi dan kemampuan
berinisiatif
Pada dasarnya tidak ada aturan baku untuk menyusun sebuah alur
dan aturan main wide games. Sebagai media pendidikan wide game sangat
fleksibel bisa digunakan dengan mengusun tema sejarah, lingkungan,
kebudayaan, kemasyarakatan, pengenalan wilayah, ilmu pengatuhan dan
teknologi dan berbagai tema lainnya.Wide game dapat dikemas untuk
mencapai target tertentu yang harus dicapai oleh para peserta. Target-
target tersebut misalnya :
1. Untuk mencapai tempat tertentu sebagai puncak permainan
2. Untuk mencapai beberapa tempat tertentu (pos - pos) sesuai rute
yang ditetapkan
3. Untuk mendapatkan atau mengumpulkan objek tertentuselama
pertandingan
4. Untuk melindungi objek atau properti tertentu sesuai denga tema dan
skenario yang ditetapkan
5. Untuk mmenyelesaikan tugas-tugas tertentu bisa ditiap pos, bisa
selama permainan atau bisa sepanjang perjalanan
6. Untuk mendapatkan informasi tertentu sesuai dengan rute dan tema
yang ditetapkan

14
7. Untuk bersaing dengan mencegah tim lawan dapat mencapai target
yang ditetapkan
8. Untuk mencapai tujuan atau tantangan-tantangan yang diberikan.

Untuk menjamin Wide Game terlaksana dengan baik dan lancar,


maka instruksi-intsruksi harus disusun secara baik, singkat dan mudah
dicerna. Terkait dengan hal ini maka :
1. Instruksi harus dipahami sama persis oleh semua peserta dan juga panitia
pelaksana
2. Instruksi jangan berbelit-belit agar tidak menimbulkan kesalahpahaman
3. Instruksi harus jelas jangan bermakna ganda agar tidak terjadi salah
pengertian dan salah persepsi
4. Instruksi harus lengkap agar tidak ada peluang para peserta utuk
mengakalinya
5. Instruksi harus jelas dan mencamtumkan hal apa saja yang dapat
mengurangi nilai dan juga hal apa saja yang dapat menjadikan peserta
didiskulifikasi (gugur).

Adapun hal yang perlu diperhatikan dalam metode “Wide Game” adalah
keselamatan tim itu sendiri. Keselamatan tim harus diutamakan dalam Wide
Game, jangan hanya mengejar tingkat kesulitan yang tinggi namun
keselamatan diabaikan. Karena keselamatan peserta didik jauh lebih utama
dibandingkan hal lainnya.

2.2 Metode dan Langkah Penyelesaian Masalah


2.2.1 Pelaksanaan Kegiatan
Tujuan penulisan Best Practice ini adalah untuk mendeskripsikan praktik
penulis dalam menerapkan nilai-nilai Pancasila, diantaranya terimplikasi
sebagai berikut, nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, adapun kegiatan yang
dilakukan adalah siswa diajak menjelajah alam, menikmati keindahan di

15
sekitar, sebagai wujud rasa syukur terhadap ciptaan Tuhan Yang Maha Esa
disana guru memberikan 1 kartu kendali “wide card” yang berisikan sandi
untuk mencari beberapa tanaman obat dan mendeskripsikan kegunaannya,
yang nantinya akan diberikan tanda tangan sebagai tanda telah
menyelesaikan tugas, sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, diimplisitkan
dalam pos I, kartu kendali ‘wide card’ di Pos I berisikan petunjuk tentang
materi Pertolongan Pertama pada Kecelakaan atau dikenal dengan istilah P3K
diantaranya, diberikan kasus kemudian diberikan undian, peserta didik
mengambil nomor undian untuk masing-masing kelompok, undian tersebut
terdiri dari : pembuatan tandu, perawatan luka, cara memberikan perban
pada orang yang patah tulang atau gegar otak, dilanjutkan kegiatan di pos 2
sila ketiga Persatuan Indonesia, dikemas dalam bentuk games yang
memerlukan kerjasama team, kekompakkan, kecepatan, kecekatanan dalam
menyelesaikan tugas. Adapun games yang perlu diselesaikan di pos ini
diantaranya, diberikan jargon diantaranya air beracun, jaring laba-laba, lari
tongkat, dan bola kepiting. Adapun sila keempat, Permusyawaratan yang
Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan,
diimplementasikan dalam kegiatan menyelesaikan puzzle Garuda Pancasila,
serta menyusun bunyi sila Pancasila yang telah dipisahkan secara acak
menjadi susunan yang padu, kemudian ditempel di masing masing papan
kerja team. Sila kelima yaitu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia,
kegiatan ini dalam pos terakhir dikemas dalam bentuk kasus pemecahan
masalah, inilah terakhir pengumpulan kartu kendali dibagikan , pada masing-
masing kartu terdapat kasus yang harus dipecahkan secara bersama oleh
masing-masing team. Setelah team menyelesaikan tugas di seluruh pos yang
dibuktikan dengan kartu kendali yang telah mendapat tanda tangan di masing-
masing pos oleh masing- masing pembina, Itu berarti tugas yang dilakukan
telah selesai . Kemudian dilakukan penskoran terkait rubrik yang telah disusun
diantaranya kecepatan, kecermatan, disiplin dan kerjasama yang baik dari
masing -masing team . Kemudian team terbaik diberikan reward agar
nantinya bisa menjadi teladan bagi team lainnya. Karakter yang dijiwai nilai-

16
nilai Pancasila ini mulai membudaya, dari siswa yang awalnya hanya bermain
gadget, memiliki dorongan untuk berbuat nakal, bullyng, pasif. Menjadi lebih
aktif, sebab dari “wide game” mereka lebih mengenal alam, mau merawat
tanaman di sekolah, antusiasme untuk membuat sesuatu,ada kemauan
berlatih teknik anyaman tali, untuk persiapan P3K sekaligus dimanfaatkan
untuk ruang UKS, saat jam pengembangan diri ataupun jam istirahat, peserta
didik secara berkelompok berkolaborasi, berkreasi, sangat antusias
mempelajari hal-hal baru. Nah dari sinilah di sekolah kami mulai tumbuh
berbagai karakter yang baik seperti kerja sama, tenggang rasa. Bahkan dari
kegiatan ekstra pramuka yang semakin aktif muncullah “Pocil akronim dari
polisi Kecil. Jadi melalui ekstrakurikuler Pramuka dapat meningkatkan
karakter yang dijiwai Pancasila. Sasaran pelaksanaan Best Practice ini adalah
siswa kelas IV, dan V semester 1 di SD Negeri 1 Semarapura Klod sebanyak
106 orang siswa . Adapun alat/instrument yang disiapkan adalah sebagai
untuk mendukung kegiatan ini dengan produk “Wide Card” sebagai kartu
kendali adalah sebagai berikut :
1. Spidol
2. Puzle Garuda Pancasila
3. Kotak P3K
4. Tali temali
5. Peluit
6. Sandi
7. Alat tulis
8. Tanda jejak

2.2.2 Waktu dan Tempat Kegiatan


Rangkaian pelaksanaan Best Practice ini dimulai pada tanggal 6 Oktober
2019 sampai 10 Nopember 2019 yang bertempat SD Negeri 1 Semarapura
Klod, Kecamatan Klungkung, Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali. Berikut

17
bagan /alur “Wide Games Card, sebagai produk best practice yang saya
paparkan :

Alur/Tahapan Wide
Games

Kondisi di lapangan sebelumnya:

1. Siswa kurang aktif karena


Pos I : Materi P3K terlalu banyak bermain
Pos 2 : Games gadget
Pos 3 : Puzzle
2. Siswa malas mengikuti
Pos 4 : Kasus
ekstra pramuka karena
Deskripsi tanaman obat yang
ditemukan saat melewati pos dianggap kurang
5 Kartu Kendali “Wide Card, menyenangkan
bonus 1 “Wide Card bagi regu 3. Ketakutan orang tua yang
tercepat dalam penyelesaian
terlalu berlebihan apalagi
yugas
terkait pemberitaan”Tragedi
susur sungai SMPN Turi”

4.

Kondisi setelah diberikan treatment:

1. Siswa sadar untuk merawat


lingkungan sekolah WIDE CARD
2. Siswa lebih aktif menciptakan
Selamat telah
ide baru
melewati pos ini…
3. Siswa menyukai
ekstrakurikuler pramuka Semangaaat…

Ttd.

………………
Gambar. Wide Card

18
BAB III
HASIL KEGIATAN

3.1 Hasil
Hasil kegiatan dalam Laporan Best Practice ini diuraikan sebagai berikut:
1. Penguaan karakter yang dilakukan dengan menerapkan nilai-nilai
Pancasila menggunakan metode “Wide Game” dengan kartu kendali
Wide Card” sebagai kartu kendali berlangsung aktif. Siswa menjadi
lebih aktif melakukan kegiatan yang positif, utamanya
yangberhubungan dengan aktivitas fisik atau psikomotorik, termasuk
berkolaborasi, bekerjasama dengan temannya, dan belajar menerima
pendapat orang lain. Aktifitas kegiatan yang dirancang disesuaikan
dengan keselamatan sebagai hal yang utama, serta megharuskan siswa
aktif bekerjasama dalam mengatasi dinamika kelompok.
2. Kegiatan ekstrakurikuler pramuka yang dilakukan dengan menerapkan
penguatan karakter yang dijiwai nilai-nilai Pancasila dengan metode
Wide Game dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam
melakukan transfer knowledge. Mengingat dengan belajar berdiskusi
dalam memecahkan masalah dalam dinamika kelompok dan masing-
masing siswa bertanggung jawab dengan desk job nya masing-masing,
siswa menjadi lebih memahami konsep Pancasila, namun tidak hanya
itu kegiatan yang konkret seperti akan menjadikan lebih bermakna
Meaningfull Learning). Pemahaman ini diasumsikan menjadi dasar
siswa dalam mempelajari materi PPKn terkait Pancasila khususnya di
kelas tinggi.
3. Penerapan metode “Wide Game” ini juga mengubah paradigma berpikir
orang tua yang semula was-was untuk mengijinkan anaknya dalam
mengikuti kegiatan pramuka. Karena dengan didukung kesiapsiagaan
seluruh guru dan Pembina pramuka di sekolah dengan kepala sekolah
sebagai penanggung jawab, dengan SOP (Standar Operasional

19
Prosedural) yang sesuai berdasarkan protap, dan petunjuk teknis dan
pelaksanaan Sebelum kegiatan Wide Game ini, penulis melaksanakan
kegiatan hanya di hari Sabtu itupun tidak maksimal sepenuhnya.
Meskipun terkadang kegiatan yang dilakukan hanya sebatas pelaksanaan
berdasarkan surat tugas saja, tetap saja penulis lakukan. Padahal ini
membuat siswa menjadi malas dan tidak tertarik mengikuti
ekstrakurikuler pramuka. Dengan menerapkan metode Wide Game,
siswa tidak hanya mendapat kebermaanfaatan di teori saja,, tetapi juga
diberi kesempatan terbuka untuk mencari materi kepramukaan dari
sumber lain seperti Internet untuk menyelesaikan kasus dalam dinamika
kelompok.

3.2 Masalah yang Dihadapi


Masalah yang dihadapi terutama adalah siswa belum terbiasa
melakukan aktifitas fisik yang bermakna, masih berorientasi pada
kegiatan-kegiatan yang melibatkan aktivitas pertemanan sosial
sebayanya, yang kadang jika tidak diarahkan mengarah pada
gerakan komunal, bullyng, dan masih banyak hal lainnya. Hal ini juga
senada dengan pemikiran orang tua yang melirik “sebelah mata”
ada ketakutan melepas anak ikut kegiatan, kegiatan pramuka
diidentikkan dengan “panas-panasan” dan tidak ada kaitannya
terhadap perkembangan kognitif atau pengetahuan siswa. Siswa
yang menganggap kegiatan ekstrakurikuler pramuka adalah kegiatan
yang tidak akan berkontribusi sama sekali dengan penilaian guru
sehari-hari. Hal senada juga terkait minimnya guru pembina pramuka
di satuan Pendidikan , dalam artian guru yang sudah mengikuti
pelatihan KMD,KML,KPD/KPL hanya ada satu atau dua orang saja
sehingga untuk membina siswa dari kelas I sampai dengan kelas
enam, apalagi dengan kapasitas sekolah yang memiliki rombel lebih
dari satu akan sangat sulit dirasakan.

20
3.3 Cara Mengatasi Masalah
Beranjak dari berbagai permasalahan yang dihadapi di atas, agar
siswa dapat merasakan pengalaman belajar yang bermakna dari kegiatan
ekstrakurikuler yang diikuti, serta membiasakannya memiliki nilai-nilai
karakter yang dijiwai semangat Pancasila maka esensi “Wide Games Card,
sebagai media alternatif penanaman nilai nasionalisme berbasis
ekstrakurikuler pramuka sangat penting untuk dilakukan, Beberapa solusi
terkait permasalahan yang ada terkait kajian empirik di lapangan, saya atasi
sebagai berikut :a). Membuat form surat pernyataan orang tua yang
ditandatangani oleh orang tua sebagai ijin siswa untuk mengikuti kegiatan, b).
Menyusun SOP pelaksanaan kegiatan , mengecek keamanan pos-pos yang
akan dilalui siswa untuk menjaga keselamatan dan mencegah kemungkinan
yang terjadi, mengecek ketersediaan sarana dan prasana yang mendukung, c)
Dengan berkoordinasi dengan kepala sekolah sebagai penanggung jawab,
mengajak seluruh rekan guru baik yang telah memiliki sertifikat Pembina
maupun belum untuk ikut berkontribusi dalam kegiatan “Wide Game ini,
sesuai desk job masing-masing ( ada yang bertugas di pos, ada pula yang
mengikuti saat anak-anak melakukan tracking atau perjalanan menjelajah
alam, d). Menanamkan nilai dasar utamanya kemandirian dan kerjasama saat
siswa memecahkan masalah dalam dinamika kelompok karena ini juga akan
merangsang keterampilan berpikir kritis

21
BAB IV
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
4.1 Simpulan
Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan sebelumnya, maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
4.1.1 Kegiatan ekstrakurikuler pramuka dengan menggunakan metode
Wide Game, sebagai alternative penanaman nilai karakter yang
dijiwai Pancasila cocok untuk dijadikan Best Practice.
Penerapannya dapat melibatkan seluruh siswa dalam kegiatan
aktif, kreatif dan menyenangkan dan siswa juga dilatih untuk
berkerja sama, berfikir kreatif dalam memecahkan masalah,
berpikir kritis, dan mengkomunikasikan sesuatu.
4.1.2 Melalui SOP, petunjuk teknis dan pelaksanaan yang telah
disusun, metode Wide Card yang dilaksanakan dalam kegiatan
pramuka, tidak hanya berorientasi pada kegiatan yang positif saja,
tetapi juga mengintegrasikan kecakapan abad 21 yang berupa
literasi dan PPK.

4.2 Rekomendasi
Berdasarkan hasil praktik yang dilakukan melalui penerapan metode
Wide Game, berikut disampaikan rekomendasi yang relevan.
4.2.1 Guru seharusnya mengembangkan kegiatan di luar pembelajaran
seperti ekstrakurikuler yang bermakna bagi kehidupan peserta
didik.
4.2.2 Siswa hendaknya dilatih untuk dapat menguasai kecakapan abad
21 dan kemampuan berpikir tingkat tinggi, kerjasama teamwork,
dan kemampuan berkolaborasi. Penguasaan dalam diri siswa
tidak hanya terbatas pada hafalan teori dan pemerolehan
pengetahuan hasil dari penyampaian materi yang diberikan guru.
Pembiasaan siswa tersebut akan membantu siswa menguasai

22
materi secara lebih mendalam sehingga pengetahuan yang
diperoleh melekat dan menyatu pada diri siswa baik dalam
spiritual, sosial, pengetahuan, dan keterampilannya.
4.2.3 Sekolah hendaknya menyediakan sarana prasarana yang memadai
dan merekomendasikan guru lain ikut melaksanakan kegiatan -
kegiatan yang bermakna agar kualitas pendidikan dapat tercapai.

23
DAFTAR PUSTAKA

Budimansyah, D. (2010). Penguatan Pendidikan Kewarganegaraan untuk


Membangun Karakter Bangsa. Bumi Siliwangi: Widya Aksara Press

Dantes, 2014. Landasan dan Dimensi Tinjauan Pedagogis. Singaraja:Undiksha Press

Dantes. 2018. Kecenderungan Pendidikan Abad 21 (Suatu Perspektif dan Kebijakan


Pendidikan Menghadapi Tantangan Global). Makalah disampaikan dalam
Workshop Kajian Persekolahan Pendidikan Dasar pada Guru-Guru Sekolah
Dasar di Kabupaten Klungkung pada tanggal 17 Februari 2018.

Kahono. 2010. Pembina Pramuka: Memimpin dengan Hati. Salatiga: PT. Puri
Pustaka.

Kaelan. (2010). Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma

Lickona, T. (2013). Educating for Character. New York: Batam Book.

Megawangi, R. (2007). Semua Berakar Pada Karakter. Jakarta: Lembaga Penerbit


Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Permendikbud Nomor 63 Tahun 2014 tentang Pendidikan Kepramukaan Sebagai


Kegiatan Ekstrakurikuler Wajib pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan
Menengah.

https://www.scoutbase.org.uk/library/hqdocs/facts/pdfs/fs315088.pdf, diakses 6 Juni


2020

24
LAMPIRAN

25
Foto-Foto kegiatan

Pengarahan Pelaksanaan “WIDE GAMES”

Gamesdi pos yang memerlukan kerjasama, kekompakan, dan kekompakan teamwork

26
Kegiatan Penanaman kembali sebagai bagian “Wide Game”

27
Kegiatan Wide Games didampingi guru

Antusiasme siswa mengikuti kegiatan

28
29

Anda mungkin juga menyukai