Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH

FUNGSI KOORDINASI DAN PENGAWASAN

Dosen Pengampu : Vivi Indah Bintari, S.E.,M.M

Disusun Oleh :

KELOMPOK 3

Anggota :

Kartika Rahayu 203402010


Sindy Aryawardana 203402011
Febriana Dewi Lestari 203402012
Diana Permana Sari 203402013
Muhammad Rivan Rifkiyandi 203402014

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SILIWANGI
KOTA TASIKMALAYA
2022
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan segala kemampuan yang ada.
Makalah yang kami susun ini berjudul “Fungsi Koordinasi dan
Pengawasan”, yang disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam mata kuliah
Manajemen Syariah pada jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas
Siliwangi
Dalam makalah ini kami menyadari masih banyak terdapat kekurangan
dan kesalahan, untuk itu dengan senang hati kami mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun dari pembaca dan dosen demi kesempurnaan makalah
ini. Dengan harapan agar makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua terutama
bagi mahasiswa dan kami sebagai penulis yang Menyusun makalah ini.

Tasikmalaya, 28 Agustus 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI ............................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah...........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................1

1.3 Tujuan........................................................................................................................2

BAB 2 PEMBAHASAN...........................................................................................................2
2.1 Definisi dan Fungsi Koordinasi................................................................................3

2.1.1 Fungsi Koordinasi dengan Fungsi Manajemen Lainnya....................3


2.2 Bentuk Pengawasan...................................................................................................4

2.2.1 Bentuk pengawasan berdasarkan waktu pelaksanaan........................4


2.2.2 Bentuk pengawasan menurut Daly Erni (2008:23)............................5
2.3 Pengawasan Dalam Konteks Universal...................................................................7

2.3.1 Tujuan Pengawasan............................................................................8


2.3.2 Prinsip Pengawasan............................................................................9
2.3.3 Fungsi Pengawasan..........................................................................10
2.3.4 Proses Pengawasan..........................................................................11
2.3.5 Etika Pengawasan............................................................................12
2.3.6 Karakteristik Pengawasan................................................................14
2.4 Pengawasan Dalam Pandangan Islam...................................................................15

2.5 Tahapan dan Mekanisme Pengawasan.................................................................18

2.5.1 Mekanisme Pengawasan..................................................................19


2.6 Kepercayaan dan Pengawasan...............................................................................20

2.7 Landasan Koreksi dalam Islam.............................................................................21

2.8 Koordinasi dan Pengawasan dalam Islam............................................................22

2.8.1 Koordinasi Dalam Islam..................................................................23


2.8.2 Pengawasan Dalam Islam................................................................24
2.9 Referensi Al – Qur’an dan Sunnah........................................................................29

ii
BAB 3 PENUTUP...................................................................................................................32
3.1 Kesimpulan..............................................................................................................32

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................34

iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Setiap perusahaan baik swasta maupun pemerintah akan berupaya
meningkatkan kinerjanya agar dapat bersaing didunia bisnis. Koordinasi dan
pengawasan merupakan faktor – faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan.
Dalam sebuah organisasi setiap pemimpin perlu untuk mengkoordinasikan
kegiatan kepada anggota organisasi yang diberikan dalam menyelesaikan tugas.
Dengan adanya penyampaian informasi yang jelas, pengkomunikasian yang tepat
dan pembagian pekerjaan kepada karyawan oleh manajer maka setiap individu
bawahan akan mengerjakannya sesuai dengan wewenang yang diterima. Tanpa
adanya koordinasi setiap pekerjaan dari individu karyawan maka tujuan
perusahaan tidak akan tercapai.
Untuk melihat kemampuan seorang atasan sebagai pemimpin dalam
melakukan koordinasi dilihat dari besar kecilnya jumlah bawahan yang ada dalam
tanggung jawabnya, yang dikenal sebagai rentang manajemen. Koordinasi
dibutuhkan sekali oleh para pegawainya, sebab tanpa koordinasi setiap pegawai
tidak mempunyai pegangan mana yang harus diikuti, sehingga akan merugikan
organisasi itu sendiri.
Pengawasan merupakan proses dalam menetapkan ukuran kinerja dalam
pengambilan tindakan yang dapat mendukung pencapaian hasil yang diharapkan
sesuai dengan ukuran yang telah ditetapkan. Pengawasan kerja yang tinggi harus
dimiliki setiap karyawan atau pemimpin di suatu Lembaga. Pengawasan sangat
menentukan kinerja seseorang melaksanakan tugas dan kewajibannya. Jika
pengawasan pada perusahaan tinggi, maka pekerjaan yang dilakukan akan dapat
diselesaikan dengan mudah. Namun sebaliknya, jika ia memiliki pengawasan
yang kurang maksimal, maka berkemungkinan besar kinerja dalam melaksanakan
tugas juga menurun.
1.2 Rumusan Masalah
Untuk menguraikan permasalahan yang diangkat di dalam makalah ini,
penulis mengacukan diri pada sejumlah pertanyaan antara lain sebagai berikut :
1. Apa definisi dan Fungsi dari koordinasi?

1
2. Bagaimana bentuk dari pengawasan?
3. Apa yang dimaksud dengan pengawasan dalam konteks universal?
4. Apa yang dimaksud dengan pengawasan dalam pandangan Islam?
5. Apa saja tahapan dan mekanisme dari pengawasan?
6. Apa yang dimaksud dengan kepercayaan dan pengawasan?
7. Bagaimana landasan koreksi dalam Islam?
8. Apa yang dimaksud dengan koordinasi dan pengawasan dalam islam?
9. Bagaimana referensi Al – Quran dan Sunnah mengenai koordinasi dan
pengawasan?
1.3 Tujuan
Dari uraian rumusan masalah diatas, tujuan dibuatnya makalah ini yaitu :
1. Mengetahui dan memahami definisi dan fungsi dari koordinasi
2. Mengetahui dan memahami bentuk dari pengawasan
3. Mengetahui dan memahami pengawasan dalam konteks universal
4. Mengetahui dan memahami pengawasan dalam pandangan islam
5. Mengetahui dan memahami tahapan dan mekanisme dari pengawasan
6. Mengetahui dan memahami kepercayaan dan pengawasan
7. Mengetahui dan memahami landasan koreksi dalam islam
8. Mengetahui dan memahami koordinasi dan pengawasan dalam islam
9. Mengetahui dan memahami referensi Al – Quran dan Sunnah

2
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Definisi dan Fungsi Koordinasi
Koordinasi sebagai pencapaian usaha kelompok secara teratur dan
kesatuan tindakan dalam mencapai tujuan bersama. (Pengawasan Dalam
Pandangan Islam, 2012) Koordinasi adalah usaha menyatukan kegiatan – kegiatan
dari satuan kerja (unit – unit) organisasi, sehingga organisasi bergerak sebagai
kesatuan yang bulat guna melaksanakan seluruh tugas organisasi untuk mencapai
tujuannya.
Fungsi koordinasi adalah fungsi penting untuk mencapai kinerja organisasi
yang seimbang. Koordinasi komponen organisasi internal dan eksternal yang
efektif dan efisien membantu mengurangi kompleksitas dan ketidakpastian
internal dan eksternal dalam organisasi sehingga meningkatkan produktivitas,
mengintegrasikan dinamika organisasi tingkat makro dan mikro, menghubungkan
peran di antara kelompok organisasi, menjembatani kinerja dan kepercayaan di
antara kelompok organisasi yang bersaing, dan mendefinisikan tugas organisasi
dan pencapaiannya.
2.1.1 Fungsi Koordinasi dengan Fungsi Manajemen Lainnya
Fungsi koordinasi tidak dapat dipisahkan dari fungsi manajemen lain,
diantaranya :
1. Koordinasi melalui Perencanaan
Koordinasi adalah bagian dari perencanaan, karena ia memberi tahu apa
yang harus dimasukkan dalam rencana yang baik dan bagaimana cara
melaksanakannya. Perencanaan memfasilitasi koordinasi dengan
mengintegrasikan berbagai rencana melalui diskusi timbal balik, pertukaran
gagasan.
2. Koordinasi melalui pengorganisasian
Koordinasi adalah inti dari pengorganisasian. Ini adalah bagian dari
pengorganisasian, karena mengambil pimpinan pertama. Bahkan ketika
manajemen menugaskan dan mengelompokkan berbagai kegiatan ke departemen,
mengoordinasikan kegiatan adalah yang terpenting dalam pikirannya.
3. Koordinasi melalui kepegawaian

3
Koordinasi adalah bagian dari kepegawaian, karena ini menentukan siapa
yang akan menjadi staf dan penempatannya yang rasional. Manajemen selalu
memastikan bahwa, untuk koordinasi yang lebih baik, jumlah personil yang tepat
di berbagai posisi dengan jenis pendidikan dan keterampilan yang tepat diambil
sehingga ada orang yang tepat di pekerjaan yang tepat.
4. Koordinasi melalui pengarahan
Koordinasi adalah bagian dari pengarahan, karena memberikan fokus yang
jelas. Tujuan memberikan perintah, instruksi, dan bimbingan kepada bawahan
hanya dilayani ketika ada keharmonisan antara atasan dan bawahan.
5. Koordinasi melalui pengendalian
Koordinasi adalah bagian dari pelaporan, karena membuatnya realistis.
Manajemen memastikan melalui koordinasi bahwa tidak ada perbedaan dalam
kinerja aktual dibandingkan dengan kinerja standar untuk mencapai tujuan
organisasi.
2.2 Bentuk Pengawasan
Pengawasan atau monitoring merupakan hal penting dalam menjalankan
suatu perencanaan. Dengan adanya pengawasan maka perencanaan yang
diharapkan oleh manajemen dapat terpenuhi dan berjalan dengan baik.
Pengawasan pada dasarnya diarahkan sepenuhnya untuk menghindari adanya
kemungkinan penyelewengan atau penyimpangan atas tujuan yang akan dicapai.
melalui pengawasan diharapkan dapat membantu melaksanakan kebijakan yang
telah ditetapkan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan secara efektif dan
efisien. Bahkan, melalui pengawasan tercipta suatu aktivitas yang berkaitan erat
dengan penentuan atau evaluasi mengenai sejauh mana pelaksanaan kerja sudah
dilaksanakan. Pengawasan juga dapat mendeteksi sejauh mana kebijakan
pimpinan dijalankan dan sampai sejauhmana penyimpangan yang terjadi dalam
pelaksanaan kerja tersebut.
Konsep pengawasan demikian sebenarnya menunjukkan pengawasan
merupakan bagian dari fungsi manajemen, di mana pengawasan dianggap sebagai
bentuk pemeriksaan atau pengontrolan dari pihak yang lebih atas kepada pihak di
bawahnya. Dalam ilmu manajemen, pengawasan ditempatkan sebagai tahapan
terakhir dari fungsi manajemen.

4
2.2.1 Bentuk pengawasan berdasarkan waktu pelaksanaan
Berikut ini adalah bentuk pengawasan berdasarkan waktu pelaksanaan, yaitu :
1. Pengawasan pendahuluan (feedforward control)
Pengawasan ini dirancang untuk mengantisipasi masalah-masalah atau
penyimpangan-penyimpangan dari standar atau tujuan dan memungkinkan
koreksi dibuat sebelum suatu tahap kegiatan tertentu diselesaikan. Jadi,
pendekatan pengawasan ini lebih aktif dan agresif, dengan mendeteksi masalah-
masalah dan mengambil tindakan yang diperlukan sebelum suatu masalah terjadi.
Pengawasan ini akan lebih efektif hanya bila manajer mampu mendapatkan
informasi akurat dan tepat pada waktunya tentang perubahan-perubahan dalam
lingkungan atau tentang perkembangan terhadap tujuan yang diinginkan.
2. Pengawasan yang dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan (concurrent
control)
Pengawasan ini sering disebut “Ya-Tidak”, screening control atau
“berhenti-terus”, dilakukan selama suatu kegiatan berlangsung. Tipe pengawasan
ini merupakan proses dimana aspek tertentu dengan dari suatu prosedur harus
disetujui dulu, atau syarat tertentu harus dipenuhi dulu sebelum kegiatan-kegiatan
bisa dilanjutkan, atau menjadi semacam peralatan “double-check” yang lebih
menjamin ketepatan pelaksanaan suatu kegiatan.
3. Pengawasan umpan balik (feedback control)
Pengawasan ini dikenal juga sebagai past-action control, mengukur hasil-
hasil dari suatu kegiatan yang telah diselesaikan. Sebab-sebab penyimpangan dari
rencana atau standar ditentukan, dan penemuan-penemuan diterapkan untuk
kegiatan-kegiatan serupa dimasa yang akan datang. Pengawasan ini bersifat
historis, pengukuran dilakukan setelah kegiatan terjadi.
2.2.2 Bentuk pengawasan menurut Daly Erni (2008:23)
1. Pengawasan Intern dan Ekstern
Pengawasan intern adalah pengawasan yang dilakukan oleh orang atau
badan yang ada di dalam lingkungan unit organisasi yang bersangkutan.”
Pengawasan dalam bentuk ini dapat dilakukan dengan cara pengawasan atasan
langsung atau pengawasan melekat (built in control) atau pengawasan yang
dilakukan secara rutin oleh inspektorat jenderal pada setiap kementerian dan

5
inspektorat wilayah untuk setiap daerah yang ada di Indonesia, dengan
menempatkannya di bawah pengawasan Kementerian Dalam Negeri.
Pengawasan ekstern adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh unit
pengawasan yang berada di luar unit organisasi yang diawasi. Dalam hal ini di
Indonesia adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang merupakan lembaga
tinggi negara yang terlepas dari pengaruh kekuasaan manapun. Dalam
menjalankan tugasnya, BPK tidak mengabaikan hasil laporan pemeriksaan aparat
pengawasan intern pemerintah, sehingga sudah sepantasnya di antara keduanya
perlu terwujud harmonisasi dalam proses pengawasan keuangan negara. Proses
harmonisasi demikian tidak mengurangi independensi BPK untuk tidak memihak
dan menilai secara obyektif aktivitas pemerintah.
2. Pengawasan Preventif dan Represif
Pengawasan preventif lebih dimaksudkan sebagai, “pengawasan yang
dilakukan terhadap suatu kegiatan sebelum kegiatan itu dilaksanakan, sehingga
dapat mencegah terjadinya penyimpangan.” Lazimnya, pengawasan ini dilakukan
pemerintah dengan maksud untuk menghindari adanya penyimpangan
pelaksanaan keuangan negara yang akan membebankan dan merugikan negara
lebih besar.
Di sisi lain, pengawasan ini juga dimaksudkan agar sistem pelaksanaan
anggaran dapat berjalan sebagaimana yang dikehendaki. Pengawasan preventif
akan lebih bermanfaat dan bermakna jika dilakukan oleh atasan langsung,
sehingga penyimpangan yang kemungkinan dilakukan akan terdeteksi lebih awal.
Adapun pengawasan represif adalah “pengawasan yang dilakukan terhadap suatu
kegiatan setelah kegiatan itu dilakukan.” Pengawasan model ini lazimnya
dilakukan pada akhir tahun anggaran, di mana anggaran yang telah ditentukan
kemudian disampaikan laporannya. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan dan
pengawasannya untuk mengetahui kemungkinan terjadinya penyimpangan.
3. Pengawasan Aktif dan Pasif
Pengawasan dekat (aktif) dilakukan sebagai bentuk “pengawasan yang
dilaksanakan di tempat kegiatan yang bersangkutan.” Hal ini berbeda dengan
pengawasan jauh (pasif) yang melakukan pengawasan melalui “penelitian dan

6
pengujian terhadap surat-surat pertanggung jawaban yang disertai dengan bukti-
bukti penerimaan dan pengeluaran.”
Di sisi lain, pengawasan berdasarkan pemeriksaan kebenaran formil
menurut hak (rechmatigheid) adalah “pemeriksaan terhadap pengeluaran apakah
telah sesuai dengan peraturan, tidak kadaluarsa, dan hak itu terbukti
kebenarannya.”
Sementara, hak berdasarkan pemeriksaan kebenaran materil mengenai
maksud tujuan pengeluaran (doelmatigheid) adalah “pemeriksaan terhadap
pengeluaran apakah telah memenuhi prinsip ekonomi, yaitu pengeluaran tersebut
diperlukan dan beban biaya yang serendah mungkin.”
4. Pengawasan kebenaran formil menurut hak (rechtimatigheid) dan pemeriksaan
kebenaran materiil mengenai maksud tujuan pengeluaran (doelmatigheid).
Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara, pengawasan ditujukan
untuk menghindari terjadinya “korupsi, penyelewengan, dan pemborosan
anggaran negara yang tertuju pada aparatur atau pegawai negeri.” Dengan
dijalankannya pengawasan tersebut diharapkan pengelolaan dan pertanggung
jawaban anggaran dan kebijakan negara dapat berjalan sebagaimana
direncanakan.

2.3 Pengawasan Dalam Konteks Universal


Pengawasan sebagai komponen dalam proses manajemen memiliki peran
penting dalam proses pencapaian tujuan yang sudah ditetapkan. Proses ini
dilaksanakan ketika suatu program sedang dilaksanakan sampai dengan kegiatan
tersebut selesai dilaksanakan. Istilah pengawasan ini didalamnya mengandung
beberapa aktifitas, diantaranya adalah inspeksi, kontrol dan evaluasi. Berdasarkan
dari paparan tersebut, maka sebenarnya ketika membahas tentang pengawasan,
maka secara otomatis aktifitas kontrol juga dilakukan. Oleh karena itu dalam
pembahasan ini hanya akan dibahas pada masalah pengawasan sebagai fungsi
manajemen.
Sebelum lebih jauh membahas tentang pengawasan, maka terlebih dahulu
perlu dipaparkan tentang pengertian dari pengawasan itu sendiri.

7
1. Pengawasan pada hakekatnya adalah suatu aktifitas dalam usaha mendalikan,
menilai dan mengembangkan kegiatan organisasi agar sesuai dengan rencana dan
tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
2. Pengawasan berarti para manajer berusaha untuk meyakinkan bahwa organisasi
bergerak dalam arah atau jalur tujuan. Apabila salah satu bagian dalam organisasi
menuju arah yang salah, para manajer berusaha untuk mencari sebabnya dan
kemudian mengarahkan kembali ke jalur tujuan yang benar.
3. Pengawasan ialah suatu proses dimana pimpinan ingin mengetahui apakah hasil
pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya sesuai dengan rencana,
perintah, tujuan, atau kebijaksanaan yang telah ditentukan.
4. Pengawasan (controlling) merupakan suatu kegiatan untuk mencocokkan apakah
kegiatan operasional (actuating) di lapangan sesuai dengan rencana (planning)
yang telah ditetapkan dalam mencapai tujuan (goal) dari organisasi.
5. Pengawasan dapat diartikan sebagai proses kegiatan monitoring untuk
meyakinkan bahwa semua kegiatan organisasi terlaksana seperti yang
direncanakan dan sekaligus juga merupakan kegiatan untuk mengoreksi dan
memperbaiki bila ditemukan adanya penyimpangan yang akan mengganggu
pencapaian tujuan.
Berdasarkan dari paparan tersebut diatas tentunya dapat disimpulkan
bahwa pengawasan mengandung komponen; suatu aktifitas yang dilakukan
dengan melihat-mengecek-menilai-mengoreksi-mencocokkan kegiatan yang
dilaksanakan dengan perencanaan yang sudah ditetapkan dan melakukan
perbaikan apabila pekerjaan yang dilakukan tidak sesuai dengan rencana. Dengan
demikian yang menjadi obyek dari kegiatan pengawasan adalah mengenai
kesalahan, penyimpangan, cacat dan hal-hal yang bersifat negatif seperti adanya
kecurangan, pelanggaran dan korupsi, untuk kemudian dilakukan perbaikan-
perbaikan.
2.3.1 Tujuan Pengawasan
Pada dasarnya tujuan pengawasan secara tidak langsung dapat dicermati
dari batasan pengertian pengawasan tersebut, yakni suatu upaya melakukan
perbaikan-perbaikan terhadap pelaksanaan pekerjaan yang tidak sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan guna mencapai tujuan yang diinginkan. Namun secara

8
rinci tentang tujuan dari kegiatan pengawasan dalam sebuah manajemen adalah
agar;
1. Pelaksanaan tugas sesuai dengan ketentuan, prosedur dan perintah yang telah
ditetapkan.
2. Hasil yang dicapai sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.
3. Sarana yang ada dapat didayagunakan secara efektif dan efisien.
4. Diketahui kelemahan dan kesulitan organisasi untuk dicari jalan perbaikannya.
Berdasarkan maksud tujuan dari dilaksanakannya pengawasan tersebut
diharapkan dapat mencapai target tentang adanya kepastian terhadap kualitas dan
kuantitas pekerjaan, meminimalisir pemborosan bahan, tenaga, biaya dan pikiran
sehingga dapat diketahui perkembangan dari tiap-tiap taraf dan langkah-langkah
kegiatan serta dapat diketahui pula ada atau tidaknya perubahan dan perlu atau
tidaknya perbaikan, penyesuaian rencana, bimbingan, pengarahan dan system
yang diterapkan.
2.3.2 Prinsip Pengawasan
Prinsip pengawasan dalam sebuah organisasi terhadap suatu pekerjaan
dalam mencapai tujuan yang ditetapkan sebenarnya adalah dalam rangka untuk
melakukan perbaikan-perbaikan demi tercapainya suatu tujuan. Masalah yang
dihadapi dalam melaksanakan pengawasan dalam suatu organisasi adalah
bagaimana mengubah pola pikir yang bersifat otokratif dan korektif menjadi
konstruktif dan kreatif. Suatu sikap yang menciptakan situasi dan relasi dimana
para pekerja merasa aman dan merasa diterima sebagai subyek yang dapat
berkembang sendiri.
Pengawasan merupakan suatu aktifitas yang memungkinkan adanya
intervensi positif dalam memeriksa arah yang diambil dan mengevaluasi hasil atau
penyimpangan dari perencanaan sebelumnya, oleh karena itu pengawasan harus
bersifat komprehensif dan terbuka terhadap berbagai hasil kinerja yang dilakukan.
Prinsip yang harus dipertimbangkan dalam memberikan pengawasan antara lain
adalah;
1. Prinsip Ilmiah, yakni kegiatan pengawasan dilaksanakan berdasarkan data
obyektif yang diperoleh dalam kenyataan pelaksanaan proses kegiatan,
menggunakan alat perekam yang akurat untuk memperoleh data seperti angket,

9
observasi, percakapan pribadi dan seterusnya, setiap kegiatan pengawasan
dilaksanakan secara sistematis, berencana dan kontinyu.
2. Prinsip demokratis; yakni pengawasan yang dilakukan berdasarkan hubungan
kemanusiaan yang akrab dan penuh kehangatan, menjunjungtinggi harga diri dan
martabat dan bukan berdasarkan atasan dan bawahan, tetapi berdasarkan rasa
kesejawatan.
3. Prinsip kerjasama, yakni mengembangkan usaha bersama dengan memberi
support, mendorong, menstimulasi sehingga merasa tumbuh bersama.
4. Prinsip konstruktif dan kreatif, yakni pengawasan dilakukan dalam rangka
mengembangkan potensi kreatifitas dan menciptakan situasi kerja yang
menyenangkan, bukan melalui cara-cara yang menakutkan.
Prinsip lain yang mendasari dari pelaksanaan pengawasan disamping
sebagaimana tersebut diatas adalah sebagai berikut:
1. Prinsip organisasional, artinya pengawasan harus dilaksanakan dalam kerangka
struktur organisasi yang melingkupinya.
2. Prinsip perbaikan, artinya pengawasan berusaha mengetahui kelemahan atau
kekurangan dan kemudian dicarikan jalan pemecahanya.
3. Prinsip komunikasi, artinya pengawasan dilakukan untuk membina system
kerjasama antara atasan dan bawahan, membangun hubungan baik dalam proses
pelaksanaan pengelolaan organisasi.
4. Prinsip pencegahan, artinya bahwa pengawasan dilakukan untuk menghindari
adanya kesalahan dalam mengelola komponen-komponen organisasi.
5. Prinsip pengendalian, artinya pengawasan dilakukan agar semua proses
manajemen berada pada rel yang telah digariskan sebelumnya.
6. Obyektifitas, yakni pengawasan dilakukan berdasarkan data nyata di lapangan
tamnpa menggunakan penilaian dan tafsiran subyektif dari pengawas.
7. Prinsip kontinuitas, artinya dilakukan secara terus menerus, baik selama
berlangsungnyab proses maupun setelah pelaksanaan kerja.
2.3.3 Fungsi Pengawasan
Fungsi utama daripada pengawasan adalah ditujukan pada perbaikan dan
peningkatan kualitas untuk mencapai tujuan, atau dengan kata lain adalah menilai
dan memperbaiki factor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan.

10
Fungsi dari pengawasan adalah untuk; mengkoordinasikan semua usaha,
melengkapi kepemimpinan, memperluas pengalaman pekerja, menstimuli usaha-
usaha yang kreatif, memberi fasilitas dan penilaian yang terus menerus,
menganalisis situasi, memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada setiap
staf, memberi wawasan yang lebih luas dan terintegrasi dalam merumuskan
tujuan-tujuan organisasi dan meningkatkan kemampuan kinerja.
2.3.4 Proses Pengawasan
Proses pelaksanaan pengawasan dapat dilakukan melalui beberapa
tahapan, dimana tahap-tahap tersebut adalah merupakan rangkaian suatu proses
yang dilakukan dalam pengawasan. Proses pengawasan menurut M. Manulang
dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu; menentukan alat pengukur (standard),
mengadakan penilaian (evaluasi) dan mengadakan tindakan perbaikan (corrective
action).
Secara rinci proses pengawasan tersebut dapat dideskripsikan sebagai
berikut:
1. Penentuan standar
Penentuan standard dalam proses pengawasan secara tepat memang agak
sulit, akan tetapi penentuan standard terkait waktu dengan perilaku pegawai harus
dilakukan. Diantara standar yang harus ditetapkan dalam melakukan pengawasan
adalah standard waktu, yakni berapa lama waktu yang dibutuhkan dalam
menghasilkan suatu produk atau memberikan layanan jasa tertentu, standard
produktifitas, yakni jumlah produk dan layanan jasan yang dihasilkan selama
periode waktu tertentu, standard biaya, yakni berapa biaya yang dikeluarkan untuk
semua barang dan jasa, standard kualitas, yakni tingkat kemampuan yang
dikehendaki, standard tingkah laku, artinya tipe tingkah laku yang dikehendaki
terhadap pegawai dalam suatu organisasi. Lebih lanjut tentang penentuan standard
ini Amirullah Haris Budiono mengacu kepada empat sumber informasi yang
mencakup; pengamatan pribadi, laporan statistic, laporan lisan dan laporan
tertulis.

2 Evaluasi unjuk kerja

11
Evaluasi unjuk kerja ini dilakukan dengan melakukan pengecekan
terhadap penyimpangan berdasarkan standard yang telah ditetapkan. Hasil dari
evaluasi ini kemudian dibandingkan dengan standard yang ada, oleh karena itu
evalusai ini harus dilakukan dengan menggunakan ukuran yang akurat, dimana
instrumentnya harus disusun secara lengkap dan valid. Mengadakan pengukuran
ini harus terlebih dahulu dilakukan, karena tindakan perbaikan dapat dilakukan
berdasarkan dari hasil evaluasi yang didahului oleh kegiatan pengukuran tersebut.
3 Tindakan Perbaikan
Tindakan perbaikan ini dilakukan apabila, proses dan hasil kerja teradpat
penyimpangan dari standard yang ditentukan, akan tetapi apabila proses dan hasil
kerja telah sesuai dengan standard maka yang harus dilakukan adalah
peningkatan. Tindakan perbaikan terhadap penyimpangan-penyimpangan harus
dibuatkan skala prioritas dalam penanganannya.
Dalam melakukan perbaikan ada beberapa kemungkinan yang harus
dipertimbangkan, yaitu; tersedianya alokasi waktu yang memadai, rasionalisasi
tambahan pegawai dan atau peralatan, alokasi waktu yang cukup bagi manajer
untuk melakukan perbaikan manajemen dan adanya usaha extra dari semua
komponen yang ada. Apabila usaha-usaha tersebut gagal dilaksanakan, maka
perlu dilakukan penjadwalan ulang karena mungkin terdapat perubahan pada
semua bidang.
2.3.5 Etika Pengawasan
Etika selalu berkaitan dengan standar baik-buruk. Hanya perlu diingat
bahwa standar ini tidak berada di ruang hampa, selamanya berkonteks, mungkin
sosial (politik, ekonomi atau kebudayaan) dengan lingkup lokal atau nasional,
atau universal (kemanusiaan). Masalah dalam konteks ini manakala ada
kekuasaan yang menentukan standar dan konteks baik buruk suatu perilaku.
Misalnya, kekuasaan menetapkan standar baik-buruk hanya berkonteks politik dan
lokal. Sementara pelaku ingin menggunakan konteks kebudayaan dan universal.
Pembicaraan tentang etika dapat pula melalui 2 jalan, yaitu pertama
mempertanyakan keberadaan institusional, dan kedua dengan melihat keberadaan
individual pelaku profesi. Jika yang pertama bersifat makro dengan pendekatan

12
struktural, maka yang kedua bersifat mikro dengan memperhatikan nilai-nilai
yang mendasari perilaku seseorang.
Jalan lainnya dapat juga dilakukan dengan menitik-beratkan kepada
bekerjanya nilai-nilai atas diri seseorang. Ada yang bersifat sosial, yaitu nilai-nilai
yang diperoleh dari komunitas (sosialisasi) yang menjadi acuan dan komunitas
memiliki daya pemaksa untuk dijalankannya nilai tersebut. Disini pelaku bersifat
pasif. Selain itu ada pula nilai yang dipilih oleh individu secara sadar di antara
sekian banyak nilai yang ter-eksposure kepadanya. Nilai ini dipilih dengan
kesadaran, bahkan dengan sikap kefilsafatan tertentu. Maka pelaku dapat disebut
bersifat aktif. Baik etika bersifat makro maupun mikro, ataupun nilai bersifat pasif
maupun aktif, kesemuanya saling berkaitan, yang satu akan menentukan lainnya.
Etika makro dapat dikenali dengan melakukan analisis atas keberadaan
institusi dalam interaksinya dengan institusi-institusi lainnya sebagai bagian
sistem sosial. Peran sosial dari suatu institusi bagi yang menggunakan cara
pandang struktural fungsionalisme adalah bertolak dari harapan/ekspektasi
(expectation) institusi lain yang berada dalam system sosial. Keseimbangan terjadi
manakala setiap pihak menjalankan peran yang berkesesuaian dengan ekspektasi
pihak lainnya. Pandangan mekanistis atas sistem sosial ini mengabaikan pilihan-
pilihan idealisme dari pelaku dalam institusi sosial. Jika sistem sosial sepenuhnya
mesin yang dapat direkayasa tentulah keseimbangan dapat tercapai. Tetapi
kenyataannya peran sosial adalah resultante dari peran yang ditetapkan bagi
dirinya sendiri oleh pengelola institusi dengan peran yang menjadi ekspektasi
institusiinstitusi lainnya.
Berdasarkan dari paparan tersebut tentunya seorang pengawas dalam suatu
manajemen harus bertindak secara professional dan selalu mendasarkan diri pada
etika keilmuan yang dimiliki, menjaga kedudukan, martabat dan jabatannya di
mata orang lain. Karena etika adalah pandangan , keyakinan dan nilai akan
sesuatu yang baik dan buruk, benar dan salah dan merupakan standar kelayakan
pengelolaan organisasi yang memenuhi kriteria etika.
Pengawasan harus dilakukan berdasarkan nilai personal sebagai standar
etika yang terdiri dari ; Nilai (Values) sendiri pada dasarnya
merupakan pandangan ideal yang mempengaruhi cara pandang, cara berfikir dan

13
perilaku dari seseorang, Nilai Personal atau Personal Values pada dasarnya
merupakan cara pandang, cara pikir, dan keyakinan yang dipegang oleh
seseorangsehubungan dengan segala kegiatan yang dilakukannya dan Nilai
Personal terdiri dari nilai terminal dan nilai instrumental. Nilai terminal pada
dasarnya merupakan pandangan dan cara berfikir seseorang yang terwujud
melalui perilakunya, yang didorong oleh motif dirinya dalam meraih sesuatu.
Nilai instrumental adalah pandangan dan cara berfikir seseorang yang berlaku
untuk segala keadaan dan diterima oleh semua pihak sebagai sesuatu yang
memang harus diperhatikan dan dijalankan.
Dalam menjalankan tugasnya pengawas handaklah berpedoman etik
jabatan bahwa pengawas adalah; manusia Pancasila, pendidik, memiliki
pengetahuan dan wawasan yang mutakhir, membantu melaksanakan program
pendidikan, memahami dan menguasai masalah-masalah kependidikan, mampu
memecahkan masalah demi kesuksesan organisasinya, mampu bekerjasama dan
bergaul dengan berbagai pihak, menguasai teknik riset operasional, berusaha
memelihara nama baik pengawas.
Berdasarkan dari paparan dan uraian tersebut, jelaslah bahwa dalam
rangka melaksanakan proses pengawasan, seorang pengawas harus benar-benar
memiliki kematangan pribadi dan kematangan wawasan terhadap pekerjaan yang
diawasi yang berhubungan dengan bidang personal, material, dan operasional
dalam organisasi agar mampu mengendalikan organisasi untuk berjalan sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan untuk mencapai tujuan.
2.3.6 Karakteristik Pengawasan
Sistem pengawasan yang efektif menurut Amirullah mempunyai
karakteristik; akurat terhadap informasi, ekonomis, tepat waktu ketika diketahui
penyimpangan, Sesuai dengan realitas oeganisasi, berpusat pada pengendalian
strategis, terkoordinasi dengan arus kerja, objektif dan komprehensif, fleksibel
dan dapat diterima oleh para anggota.
Pengawasan yang efektif adalah pengawasan yang tepat sesai dengan
proses yang harus dilalui, tanpa menyimpang dari system yang dianut sehingga
tahapan yang dilaluinya benar. Pengawasan sebagai suatu system, sebagaimana
halnya system-sistem yang lain mempunyai karakteristik tertentu, namun

14
demikian karakteristik tersebut tidak bersifat mutlak tetapi bersifat nisbi, artinya
pada kondisi yang berbeda karakteristik itu menjadi berbeda pula.
2.4 Pengawasan Dalam Pandangan Islam
Pengawasan merupakan salah satu dari fungsi manajemen. Adanya
pengawasan agar menjamin terlaksananya sebuah kegiatan dengan konsisten,
sehingga tujuan dari kegiatan tersebut dapat tercapai dengan baik. Pengawasan
dalam Islam mempunyai karakteristik antara lain: pengawasan bersifat material
dan spiritual, monitoring bukan hanya manajer, tetapi juga Allah Swt,
menggunakan metode yang manusiawi yang menjunjung martabat manusia.
Pengawasan dalam pandangan Islam dilakukan untuk meluruskan yang
tidak lurus, mengoreksi yang salah, dan membenarkan yang hak.1 Dalam persepsi
syariah pengawasan itu paling tidak dapat dilihat dari dua sisi. Pertama
pengawasan yang berasal dari diri sendiri dan kedua pengawasan dari luar.
a. Pengawasan dari diri sendiri → pengawasan yang bersumber dari keimanan
seseorang kepada Allah swt. Seseorang yang kuat keimanannya yakin bahwa
Allah pasti mengawasi semua prilaku hambanya, maka ia akan selalu hati-hati
ketika ia sendirian, ia yakin Allah yang kedua, ketika ia berdua, ia yakin Allah
yang ketiga, dan seterusnya.
b. Pengawasan dari diri sendiri → pengawasan dari luar diri yang bersangkutan ini
adalah untuk lebih efektifnya kegiatan organisasi dalam kehidupan sehari-hari di
dunia dan kenyataannya masih banyak orang yang dikalahkan oleh moral
hazardnya, yang penting yang sekarang, soal di akhirat itu soal nanti, sehingga
terjadilah tindakan, perbuatan yang menyimpang, menyalahgunakan, dan yang
sejenisnya yang bertentangan dengan yang seharusnya. Oleh karena itu
pengawasan dari luar diri ini mutlak perlu, dan pengawasan ini lebih dikenal
dengan sebutan pengawasan menurut sistem.
c. Filosofi pengawasan dalam Islam → koreksi terhadap kesalahan dalam Islam
sebenarnya sangat persuasif dan edukatif. Cara persuasif dan edukatif ini
dimaksudkan untuk tidak mempermalukan yang bersangkutan. Sebagai orang
yang beriman dan bertaqwa hanya Allah yang bersangkutan kalau sudah
diberitahu segera membetulkan kembali kesalahannya dan ia tidak lagi
melakukannya.

15
Dalam perbankan yang berlebelkan syariah sendiri pengawasan sangat
dibutuhkan agar bank tersebut tetap berdiri atas dasar syariah. Dalam makalah ini
kita akan mempelajari tentang dasar dari pengawasan serta pihak pengawas yang
berperan di Bank Syariah yang bertanggung jawab atas kesyariahan bank tersebut.
Di dalam Islam, fungsi pengawasan dapat terungkap pada ayat-ayat di dalam al
Qur'an surat As-Shof ayat 3 yang artinya "Amat besar kebencian di sisi Allah
bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan."
Hadist- hadist yang mendukung pengawasan dalam Islam Beberapa hadits
Rasulullah Saw juga menganjurkan perlunya melaksanakan pengawasan atau
evaluasi dalam setiap pekerjaan. Ajaran Islam sangat memperhatikan adanya
bentuk pengawasan terhadap diri terlebih dahulu sebelum melakukan pengawasan
terhadap orang lain. Hal ini antara lain berdasarkan hadits Rasulullah Saw sebagai
berikut:
Artinya: "Periksalah dirimu sebelum memeriksa orang lain. Lihatlah terlebih
dahulu atas kerjamu sebelum melihat kerja orang lain." (HR. Tirmidzi: 2383).
1. Integritas
2. Kompetensi, dan
3. Reputasi keuangan
Anggota DPS yang memenuhi persyaratan integritas tersebut, antara lain
adalah pihak-pihak yang:
1. Memiliki akhlak dan moral baik
2. Memiliki komitmen untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
3. Memiliki komitmen yang tinggi dalam mengembangkan perbankan syariah yang
sehat.
4. Tidak termasuk daftar TIDAK LULUS sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia. 
Dalam pandangan islam, pengawasan dilakukan untuk meluruskan yang
tidak lurus, mengoreksi yang salah, dan membenarkan yang hak. Pengawasan
dalam islam terbagi menjadi dua hal, yaitu :
a. Pertama, control yang berasal dari diri sendiri yang bersumber dari tauhid dan
keimanan kepada Allah SWT.

16
Seseorang yang yakin bahwa Allah pasti selalu mengawasi hamba-
hambanya, maka ia akan bertindak hati-hati  dalam surat Al-Mujadalah ayat 7
telah dijelaskan bahwa :
“Tidakkah kamu perhatikan, bahwa Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang
ada di langit dan di bumi? tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan
Dia-lah keempatnya. dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-
lah keenamnya. dan tiada (pula) pembicaraan antara jumlah yang kurang dari itu
atau lebih banyak, melainkan dia berada bersama mereka di manapun mereka
berada. Kemudian dia akan memberitahukan kepada mereka pada hari kiamat apa
yang Telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala
sesuatu.” (Al Mujadalah : 7)
Kemudian juga harus didasari atas ketakwaan yang tinggi kepada Allah,
dimana dengan adanya ketakwaan kepada Allah, maka akan ada rasa takut untuk
melakukan suatu kecurangan dalam pekerjaan dan merasa diri bahwa Allah selalu
melihat apa yang kita perbuat.
b. Kedua, sebuah pengawasan akan lebih efektif jika system pengawasan tersebut
dilakukan dari luar diri sendiri.
System pengawasan ini dapat terdiri atas mekanisme pengawasan dari
pemimpin yang berkaitan dengan penyelesaian tugas yang telah didelegasikan,
kesesuaian antara penyelesaian tugas dan perencanaan tugas, dan lain-lain
sebagainya.
Pengawasan yang baik adalah pengawasan yang telah built in ketika
menyusun sebuah program. Dalam menyusun program, harus sudah ada control
didalammya. Tujuannya adalah agar seseorang yang melakukan sebuah pekerjaan
merasa bahwa pekerjaannya itu diperhatikan oleh atasan, bukan pekerjaan yang di
acuhkan atau yang dianggap enteng. Oleh karena itu, pengawasan terbaik adalah
pengawasan yang dibangun dari dalam diri orang yang diawasi dan dari system
pengawasan yang baik.
Sistem pengawasan yang baik tidak dapat dilepaskan dari pemberian
hukuman dan imbalan. Jika seorang karyawan melakukan pekerjaannya dengan
baik, maka karyawan tersebut sebaiknya diberikan imbalan. Bentuk imbalan tidak
mesti bersifat material, akan tetapi juga bisa dalam bentuk pujian dan

17
penghargaan, serta promosi untuk menaikkan jabatan. Sebaliknya, jika karyawan
melakukan pekerjaan dengan berbagai kesalahan, hingga merugikan perusahaan,
maka sebaiknya karyawan tersebut diberikan hukuman. Bentuk hukuman tersebut
dapat berupa teguran, peringatan, skors, bahkan pemecatan. Selain itu, bentuk
pengawasan yang baik dapat berjalan jika sang manajer berusaha memberikan
contoh yang baik kepada bawahannya, sehingga karyawan merasa termotifasi dan
dapat menjalankan tugas dengan sebaik mungkin.
2.5 Tahapan dan Mekanisme Pengawasan
Pengawaan yang terprogram dilaksanakan melalui tahapan-tahapan berikut:
1. Penetapan standar → standar pelaksanaan pengawasan perlu ditetapkan lebih
dahulu, karena standar ini akan dijadikan patokan untuk melihat, menilai, dan
mengawasi proses kegiatan dalam organisasi itu, sehingga dapat diketahui
seberapa jauh/banyak tujuan atau sasaran kegiatan organisasi dapat dicapai.
Seberapa sesuai prosedur pelaksanaannya. Seberapa besar jumlah anggaran yang
digunakan, dan seberapa besar keuntungan yang dapat dicapai, dan sebagainya.
Standar ini bentuk umumnya terdiri dari:
a. Standar fisik → meliputi kuantitas barang atau jasa, jumlah pelanggan dan
kualitas produk atau layanan.
b. Standar moneter → ditujukan dalam hitungan rupiah yang mencakup biaya-
biaya tenaga kerja, biaya penjualan, laba kotor, pendapatan dan sebagainya.
c. Standar waktu → meliputi kecepatan penyelesaian proses produksi atau batas
waktu dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.
2. Penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan (kinerja) tahap ini adalah untuk
menentukan pengukuran pelaksanaan kegiatan setepat-tepatnya, yang biasanya
dipandu dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan berikut: berapa kali (how
often? per periode (jam, hari, bulan, dan tahun). Dalam bentuk apa (what form)?
Seperti: tertulis, inspeksi, melalui telpon. Oleh siapa (who)? Yang terlibat:
manajer, kepala unit, karyawan, supervisor, dan sebagainya. Pengukuran ini
sedapat mungkin dibuat mudah untuk dilaksanakan dan tidak mahal biayanya,
serta mudah dipahami oleh semua orang (karyawan) yang bekerja di organisasi
tersebut.

18
3. Pengukuran pelaksanaan kegiatan organisasi → tahap pengukuran ini dilakukan
secara berulang- ulang dan terus menerus untuk memastikan kebenarannya. Cara-
cara yang biasa dilakukan dalam pengukuran ini antara lain melalui:
a. Pengamatan (observasi),
b. Pelaporan (tertulis, lisan),
c. Metode-metode otomatis,
d. Inspeksi,
e. Pengujian (test),
f. Pengambilan sampel.
4. Membandingkan hasil pelaksanaan dengan standar pengukuran dan menganalisis
penyimpangan (bila ada) → tahap ini merupakan tahap kritis dalam proses
pengawasan karena memerlukan ketelitian, terutama bila sampai pada
menginterpretasikan penyimpangan (bila ada). Penyimpangan harus dianalisis
untuk mengetahui penyebabnya shingga bisa ditentukan langkah-langkah
perbaikan pada periode berikutnya.
5. Pengambilan tindak lanjut (koreksi) → langkah ini merupakan langkah follow up
(lanjutan bila ada terjadi penyimpangan dan yang sudah distandarkan, atau dalam
istilah lain disebut membuat koreksi. Tindakan koreksi ini dapat terjadi dalam
berbagai bentuk, seperti: standarnya dirubah bila hasil analisis (koreksi) ternyata
standarnya yang tidak tepat, pelaksanaannya yang dirubah, atau bisa saja kedua-
duanya dirubah.
2.5.1 Mekanisme Pengawasan
Pada dasarnya pengawasan adalah serangkaian kegiatan untuk menjamin
guna menilai bahwa suatu tujuan akan dapat tercapai sebagaimana yang
diharapkan, dengan demikian pengawasan mengandung empat arti, yaitu:
a. Menghindari timbulnya kesalahan dan kecurangan,
b. Mendapatkan dan merumuskan kecurangan,
c. Memastikan agar pelaksanaan tugas sesuai dengan rencana, dan
d. Meningkatkan efesiensi kerja.
Pengawasan harus dilakukan secara cost benefit ratio, artinya biaya
pengawasan harus lebih kecil dari keuntungan yang diperoleh dari hasil
pengawasan, maka pengawasan akan efektif apabila:

19
a. Posisi pengawas independen, tidak bergantung pada siapa yang diawasi dan
pekerjaan apa yang diawasi. Seorang pengawas tidak boleh melakukan
kegiatan operasional. Dia harus berada di luar, agar dapat dengan bebas
memantau pelaksanaan yang berlangsung,
b. Posisi jabatan pengawas harus berada di atas jabatan yang diawasi,
c. Harus ada prosedur yang baku, tertulis dan teruji sebagai dasar bagi pengawas
untuk melaksanakan pengawasan.
d. Pengawas harus memiliki kualitas kejujuran yang tinggi,
e. Pengawas harus memiliki pengetahuan dan skill yang memadai.
Pengawasan yang berasal dari kata awas yang berarti mengamati dan
menjaga baik-baik. Pengawasan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan
proses penjagaan dan pengarahan yang dilakukan secara sungguh-sungguh agar
objek yang diawasi dapat berjalan dengan semestinya. Pengawasan merupakan
tugas untuk mengamati apakah objek pengawasan itu berjalan sesuai dengan
tugas, fungsi, dan aturan yang mengaturnya.
Pengawasan Bank Syariah berarti mengawasi Bank Syariah itu agar bank
itu berjalan sesuai dengan shariah. Dalam perkembangan modern seperti saat ini,
dirasa tidak memadai pengawasan yang dilakukan seadanya. Perkembangan Bank
Syariah yang begitu pesat membuka peluang terjadinya kompetisi yang kuat
antar-Bank Syariah. Kompetisi ini dapat melahirkan tindakan negatif yang tidak
sesuai dengan prinsip syariah, demi memenangkan persaingan tersebut.
Pengawasan selayaknya sudah menerapkan manajemen modern, yaitu
sistem manajemen pengawasan. Manajemen pengawasan adalah cara atau metode
yang sistematis yang mengatur bagaimana pengawasan dapat dilaksanakan secara
efektif, independen, objektif, serta sesuai dengan prinsip-prinsip pengawasan.
2.6 Kepercayaan dan Pengawasan
Kepercayaan didefinisikan oleh Moorman, Deshpande, dan Zalthman
sebagai keinginan untuk menggantungkan diri pada mitra bertukar yang
dipercayai. Kepercayaan diasumsikan sebagai kepercayaan (Confidence) terhadap
orang lain atau pihak tertentu.
Kepercayaan dan pengawasan tidak dapat dipisahkan karena sebuah
kepercayaan yang diberikan tanpa adanya kontrol atau pengawasan sering

20
disalahgunakan. Banyaknya terjadi kasus orang kepercayaan yang tiba-tiba
berkhianat. Hal itu terjadi karena kepercayaan yang diberikan terlalu berlebihan
dan tidak ada mekanisme kontrol.
Contoh kepercayaan dengan pengawasan yaitu jika bertransaksi dengan
rekan bisnis, transaksi itu harus jelas, walaupun bukan satu dua kali melakukan
kegiatan usaha dengan rekanan tersebut. Jika telah berbicara mengenai uang,
segalanya harus jelas. Oleh karena itu, dalam Al-Qur’an dikemukakan bahwa
setiap transaksi harus dicatat karena jika tidak, kepercayaan ini dapat hilang dan
penyesalan akan timbul belakangan.
2.7 Landasan Koreksi dalam Islam
Pengawasan di dalam bahasa Arab memiliki makna yang sama dengan
kata ar-Riqobah. Di dalam al-Qur’an, kata ini disebutkan pada beberapa ayat yang
secara umum menunjukkan tentang adanya fungsi pengawasan, terutama
pengawasan dari Allah swt. Ayat-ayat tersebut di antaranya adalah:
1. QS. An-Nisa [4]: 1

Gambar 2. 1 QS. An-Nisa [4]: 1


Artinya : “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang
telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan
isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan
perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain dan
(peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasi kamu.”
2. QS. Al-Maidah [5]: 117

21
Gambar 2. 2 QS. Al-Maidah [5]: 117
Artinya : “Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang
Engkau perintahkan kepadaku (mengatakan)nya yaitu: "Sembahlah Allah,
Tuhanku dan Tuhanmu", dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka, selama
aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku, Engkau-lah
yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala
sesuatu.”

3. QS. Asy-Syura [26]: 6

Gambar 2. 3 QS. Asy-Syura [26]: 6


Artinya : “Sungguh mereka telah mendustakan (al-Qur'an), maka kelak
akan datang kepada mereka (kenyataan dari) berita-berita yang selalu mereka
perolok-olokkan.”
2.8 Koordinasi dan Pengawasan dalam Islam
Koordinasi merupakan hal yang sangat penting dan harus ada dalam suatu
manajemen, karena koordinasi merupakan pendukung tercapainya tujuan yang ada
dalam suatu manajemen. koordinasi di sini berhubungan dengan kepemimpinan
dari suatu manajemen. Dengan koordinasi yang baik dalam suatu manajemen,
maka akan menghasilkan hasil yang baik pula, serta lebih maksimal dalam
mencapai tujuan.
Oleh karena itu dibutuhkan kerjasama yang baik antara pemimpin dengan
bawahan, ataupun sesama anggota yang ada dalam suatu manajemen. Intinya
adalah harus ada kerjasama yang baik antar semua komponen yang ada dalam
suatu manajemen. Koordinasi sangat diperlukan dalam setiap manajemen kecil

22
dan besar, baik manajemen sederhana maupun yang kompleks. Dalam mencapai
tujuan manajemen selalu ada saja hal-hal yang saling berkaitan dan perlu di
koordinasikan
Koordinasi dalam islam
2.8.1 Koordinasi Dalam Islam
Dalam Pandangan Al–Quran terdapat dua kata bantu yang untuk
mempelajari pengkoordinasian ini. Kata tersebut adalah Shaff dan ummat. Jadi
kordinasi menurut analisis kata ini adalah suatu perkumpulan atau jamaah yang
mempunyai sistem yang teratur dan tertib untuk mencapai tujuan bersama.

Dalam surah al-Shaff ayat 4 dikemukakan:

Gambar 2. 4 QS. Al-Shaff : 4

Artinya: Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya


dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang
tersusun kokoh.
Maksud dari shaff disitu menurut al-Qurtubi adalah menyuruh masuk dalam
sebuah barisan (organisasi) supaya terdapat keteraturan untuk mencapai tujuan.
Dalam sebuah hadits diterangkan:

Gambar 2. 5 QS. Al-Shaff : 17


Artinya: Sesungguhnya Allah mencintai orang yang jika melakukan suatu
pekerjaan dilakukan dengan "tepat, terarah dan tuntas".
Suatu pekerjaan apabila dilakukan dengan teratur dan terarah, maka
hasilnya juga akan baik. Maka dalam suatu koordinasi yang baik, proses juga
dilakukan secara terarah dan teratur atau itqan. Menurut al-Baghawi maksud dari
ayat di atas adalah manusia seyogyanya tetap pada tempatnya dan tidak bergoyah
dari tempat tersebut. Di samping itu, dalam ayat tersebut banyak mufassir yang
menerangkan bahwa ayat tersebut adalah barisan dalam perang. Maka ayat
tersebut mengindikasikan adanya tujuan dari barisan perang yaitu berupaya untuk

23
melaksanakan kewajiban yaitu jihad di jalan allah dan memperoleh kemenangan.
Dalam penafsiran versi lain, dikemukakan bahwa ayat tersebut menunjukkan
barisan dalam shalat yang memiliki keteraturan. Dari sini dapat dikemukakan
bahwa ciri organisasi adalah mempunyai pemimpin dan terjadi itba’ terhadap
kepemimpinan tersebut.
Namun ada juga yang memberikan depenisi yaitu: Koordinasi berasal dari
bahasa latin, yakni cum yang berarti berbeda-beda, dan ordinare yang berarti
penyusunan atau penempatan sesuatu pada keharusannya. Koordinasi terkadang
disebut juga kerjasama, akan tetapi sebenarnya lebih dari pada sekedar kerjasama,
karena dalam koordinasi juga terkandung sinkronisasi. Sementara kerjasama
merupakan suatu kegiatan kolektif dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan
bersama. Dengan demikian kerjasama dapat terjadi tanpa koordinasi, sedangkan
dalam koordinasi pasti ada upaya kerjasama. Koordinasi adalah pengaturan tata
hubungan dari usaha bersama untuk memperoleh kesatuan tindakan dalam
pencapaian tujuan bersama. Koordinasi merupakan proses yang mengatur
pembagian kerja antarindividu atau antar kelompok dalam suatu organisasi. SP.
Hasibuan Memberikan depenisi Koordinasi adalah kegiatan mengarahkan,
mengintegrasikan dan mengkoordinasikan unsure-unsur manajemen dan
pekerjaan-pekerjaan para bawahan dalam mencapai tujuan organisasi. Dan
Peithzal Rivai, berpendapat: koordinasi adalah aktivitas membawa orang-orang,
materiil, pikiran-pikiran,tehnik-tehnik dan tujuan kedalam hubungan tang
harmonis dan produktif dalam mencapai suatu tujuan.
2.8.2 Pengawasan Dalam Islam
Pengawasan atau Ar – Riqobah adalah kegiatan yang bertujuan untuk
meneliti dan memeriksa apakah pelaksanaan tugas - tugas perencanaan semula
betul - betul dikerjakan . Hal ini juga untuk mengetahui apakah terjadi suatu
penyimpangan atau adanya kekeliruan dalam melaksanakan pedoman yang telah
dibuat .
Ar - Riqobah ialah mengetahui kejadian - kejadian yang sebenarnya
dengan ketentuan dan ketetapan peraturan , serta menunjuk secara tepat terhadap
dasar dasar yang telah ditetapkan dalam perencanaan semula . Untuk mencegah
penyelewengan.penyalahgunaan wewenang dan semua bentuk kebocoran .

24
Manajemen bisa dikatakan telah memenuhi syariah bila : pertama .
manajemen ini mementingkan perilaku yang terkait denga nilai - nilai keimanan
dan ketauhidan . Kedua , manajemen syariah pun mementingkan adanya struktur
organisasi . Ini bisa dilihat pada surat Al An'aam : 65 , " Allah meninggikan
seseorang di atas orang lain beberapa derajat " . Ini menjelaskan bahwa dalam
mengatur dunia , peranan manusia tidak akan sama . Ketiga , manajemen syariah
membahas soal sistem . Sistem ini disusun agar perilaku pelaku di dalamnya
berjalan dengan baik . Sistem pemerintahan Umar bin Abdul Aziz , misalnya ,
adalah salah satu yang terbaik . Sistem ini berkaitan dengan perencanaan .
organisasi dan kontrol , Islam pun telah mengajarkan jauh sebelum adanya konsep
itu lahir , yang dipelajari sebagai manajemen ala Barat " .
Pengawasan dalam pandangan Islam dilakukan untuk meluruskan yang
tidak lurus, mengoreksi yang salah dan membenarkan yang hak. Pengawasan
(controlling) dalam ajaran Islam (hukum syariah) paling tidak terbagi menjadi dua
hal, yaitu :
i) Kontrol yang berasal dari diri sendiri yang bersumber dari tauhid dan keimanan
kepada Allah SWT. seseorang yang yakin bahwa Allah pasti mengawasi
hambanya, maka ia akan bertindak hati-hati. Ketika sendiri, ia yakin bahwa Allah
adalah yang kedua dan ketika berdua ia yakin bahwa Allah yang ketiga.
Seperti diungkap dalam Al-Qur’an Surat Al-Mujadalah ayat 7 :

Gambar 2. 6 QS. Al-Mujadalah : 7


“Tidaklah engkau perhatikan, bahwa Allah mengetahui apa yang ada di
langit dan apa yang ada di bumi ? tidak ada pembicaraan rahasia antara tiga orang,
melainkan Dialah yang keempatnya. Dan tidak ada lima orang, melainkan Dia
yang keenamnya. Dan tidak ada yang kurang dari itu atau lebih banyak,
melainkan Dia pasti ada bersama mereka di mana pun mereka berada. Kemudian

25
Dia akan memberikan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka
kerjakan. Sesunnguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (Q.S Al-
Mujadalah :7)
Falsafah dasar fungsi pengawasan dalam Islam muncul dari pemahaman
tanggung jawab individu, amanah dan keadilan. Islam memerintahkan setiap
individu untuk menyampaikan amanah yang diembannya, jabatan (pekerjaan)
merupakan bentuk amanah yang harus dijalankan. Menunaikan amanah
merupakan kewajiban setiap individu pegawai Muslim. Ia harus berhati-hati dan
bertaqwa dalam pekerjaannya, selalu mengevaluasi diri sebelum dievaluasi orang
lain, dan merasa bahwa Allah senantiasa mengawasi segala aktivitasnya.
Pengawasan internal yang melekat dalam setiap pribadi Muslim akan
menjauhkannya dari bentuk penyimpangan dan menuntunnya konsisten
menjalankan hukum-hukum dan syariah Allah dalam setiap aktivitasnya, dan ini
merupakan tujuan utama Islam. Akan tetapi, mereka hanyalah manusia biasa yang
berpotensi melakukan kesalahan. Dalam sebuah masyarakat, salah seorang dari
mereka pasti ada yang cenderung menyimpang dari kebenaran, atau menuruti
hawa nafsu. Oleh karena itu Islam menetapkan sistem sosio politik untuk
menjalankan fungsi pengawasan pelaksanaan hukum dan syariat Allah.
Pengawasan merupakan tanggung jawab sosial dan politik yang harus dijalankan
masyarakat, baik dalam bentuk lembaga formal maupun non formal.

Allah berfirman :

Gambar 2. 7 Q.S Ali-Imran :104


“Dan hendaklah diantara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada
kebaikan, menyuruh (berbuat) yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar.
Merekalah orang-orang yang beruntung”. Q.S Ali-Imran :104)

26
ii) Pengawasan akan lebih efektif jika sistem pengawasan tersebut juga
dilakukan dari luar diri sendiri. Sistem pengawasan itu dapat terdiri atas
mekanisme pengawasan dari pemimpin yang berkaitan dengan penyelesaian tugas
yang telah didelegasikan, kesesuaian antara penyelesaian tugas dan perencanaan
tugas, dan lain-lain. Terkadang pengawasan dari luar lebih besar pengaruhnya
daripada pengawasan pribadi dalam mewujudkan kedisiplinan.
Pengawasan yang baik adalah pengawasan yang bulit in ketika menyusun
sebuah program. Dalam menyusun program harus ada unsur kontrol didalamnya.
Tujuannya adalah seseorang yang melakukan pekerjaan merasa bahwa
pekerjaannya itu diperhatikan oleh atasan, bukan pekerjaan yang dianggap enteng
dan diacuhkan. Oleh karena itu, pengawasan terbaik adalah pengawasan yang
dibangun dari dalam diri orang yang diawasi dari sistem pengawasan yang baik.
Sistem pengawasan yang baik tidak dapat dilepaskan dari pemberian
punishment (hukuman) dan reward (imbalan). Seorang karyawan yang melakukan
pekerjaannya dengan baik sebaiknya diberi reward. Bentuk reward tidak mesti
materi, tetapi dapat pula dalam bentuk pujian, penghargaan yang diutarakan di
depan karyawan lain, atau bahkan promosi (baik promosi belajar, maupun
promosi naik pangkat atau jabatan).
Demikian pula karyawan yang melakukan pekerjaan dengan berbagai
kesalahan, bahkan hingga yang merugikan perusahaan diberi punishment. Bentuk
punishment pun bermacam-macam, mulai dari teguran, peringatan, skors, bahkan
hingga pemecatan (resign). Reward dan punishment ini merupakan mekanisme
pengawasan yang sangat penting.
Ada satu hal yang harus dipelajari manajer, yaitu sebuah pengawasan akan
berjalan dengan baik jika masing-masing manajer berusaha memberikan contoh
terbaik kepada bawahannya.

1. Pengawasan pada zaman Rasulullah SAW


Berkaca pada sejarah hidup, Rasulullah SAW melakukan pengawasan
yang benar-benar menyatu dalam kehidupan. Jika seseorang yang melakukan
kesalahan, pada saat itu Rasulullah SAW menegurnya. Tidak ada kesalahan yang

27
didiamkan oleh Rasulullah. Keika melihat seseorang yang wudhunya kurang baik,
beliau langsung menegurnya saat itu juga.
Pada zaman Umar bin Khattab, terjadi pengawasan terhadap para pekerja.
Para pekerja yang mendapatkan tugas tertentu benar-benar diawasi. Kasus yang
terkenal adalah kasus Gubernur Mesir Amru bin Ash yang mengambil tanah tanah
orang Yahudi untuk membuat irigasi dan jalan tanpa persetujuannya.
Persoalannya, orang Yahudi tidak mau tanahnya hilang begitu saja meskipun
ditujukan untuk kepentingan umum. Peristiwa itu dilaporkan pada Umar. Begitu
mendengar pengaduan yang diterima, Umar langsung memanggil Amru bin Ash
dan menanyakan kebenaran berita yang diterimanya. Amru bin Ash membenarkan
tindakannya yang mengambil tanah Yahudi itu. Umar pun memerintahkan Amru
bin Ash untuk mengembalikan tanah orang Yahudi.
2. Kepercayaan dan pengawasan
Kepercayaan dan pengawasan tidak dapat dipisahkan. Seorang pemimpin
boleh percaya kepada bawahan, tetapi tetap dengan kontrol. Sebuah kepercayaan
yang diberikan tanpa adanya kontrol sering disalahgunakan. Banyak terjadi kasus
orang kepercayaan yang tiba-tiba berkhianat. Hal itu terjadi karena kepercayaan
yang diberikan terlalu berlebihan dan tidak ada mekanisme kontrol.
Jika bertransaksi dengan rekan bisnis, transaksi itu harus jelas, walaupun
bukan satu dua kali melakukan kegiatan usaha dengan rekanan tersebut. Jika telah
berbicara mengenai uang, segalanya harus jelas. Oleh karena itu, dalam Al-Qur’an
dikemukakan bahwa setiap transaksi harus dicatat karena jika tidak, kepercayaan
ini dapat hilang dan penyesalan akan timbul belakangan.
3. Mekanisme control
Mekanisme kontrol dapat dilakukan dengan cara pengawasan langsung.
Jika menunjuk orang sebagai manajer di suatu perusahaan, pemilik perusahaan
harus mengirim orang untuk mengawasi langsung gerak-geriknya. Inilah yang
disebut pengawasan langsung.
Pengawasan terhadap karyawan yang bersifat langsung memerlukan
pengawas-pengawas yang tegas dan humanis, bukannya pengawas yang selalu
mencurigai orang yang diawasinya. Jika hal ini terjadi, bukan perkembangan
karyawan yang terjadi, melainkan ketidaknyamanan suasana yang jika berlarut-

28
larut akan menimbulkan konflik yang serius. Meskipun orang yang diawasi
memiliki potensi, jika orang yang mengawasi tidak memberikan kesempatan
terlebih dahulu, potensi orang tersebut tidak akan mendatangkan hasil yang baik.
Oleh karena itu, faktor pengawas juga ikut menentukan.
2.9 Referensi Al – Qur’an dan Sunnah
Pokok-pokok pikiran intisari koordinasi, yaitu: Kesatuan tindakan atau
usaha, penyesuaian antarbagian, keseimbangan antar satuan, keselarasan dan
sinkronisasi. Dapat disimpulkan bahwa koordinasi dalam manajemen merupakan
pemberian tugas sesuai dengan fungsinya masing-masing. Dalam hal ini Allah
Swt. Berfirman dalam surah An- Nisa’ ayat 58 menyatakan:

Gambar 2. 8 Q.S An- Nisa’ : 58


Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan
hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya
Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah
adalah Maha mendengar lagi Maha melihat (QS. AnNisa’, 58).
Dari ayat ini jelas sekali Allah SWT megisyaratkan untuk senantiasa
melaksanakan kordinasi, di mana pada ayat tersebut di gambarkan sebagai
“penyampaian amanah kepada yang berhak menerima” seorang atasan
mempunyai kewajiban untuk menyampaikan segala tugas dan kewajiban yang
harus dikerjakan oleh bawahan dengan jalan mengadakan koordinasi yang
tujuannya untuk memudahakan tercapainya tujuan yang akan dicapai.
Al-Riqobah atau proses pengawasan merupakan kewajiban yang terus
menerus harus dilaksanakan, karena pengawasan merupakan pengecekan jalannya
planning dalam organisasi guna menghindari kegagalan atau akibat yang lebih
buruk. Mengenai faktor ini al-Qur’an memberikan konsepsi yang tegas agar hal
yang bersifat merugikan tidak boleh terjadi. Tekanan al-Qur’an lebih dahulu pada
introspeksi, evaluasi diri pribadi sebagai pimpinan apakah sudah sejalan dengan
pola dan tingkah berdasarkan planning dan program yang telah dirumuskan
semula. Setidak-tidaknya menunjukkan sikap yang simpatik dalam menjalankan

29
tugas, selanjutnya mengadakan pengecekan atau memeriksa kerja anggotanya
(Mahdi bin Ibrahim, 1997: 84).
Penggunaan istilah Al-Riqobah atau Al-Raqib untuk makna pengawasan
dalam perspektif Al-Qur’an didasarkan pada penafsiran terhadap ayat-ayat
sebagai berikut:
1.

Gambar 2. 9 Q.S An- Nisa’ : 1


(Sesungguhnya Allah Maha Mengawasi kamu sekalian)
2.

Gambar 2. 10 Q.S Al-Maidah : 117


(Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu", dan adalah aku menjadi saksi
terhadap mereka, selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau
wafatkan [angkat] aku, Engkau-lah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah
Maha Menyaksikan atas segala sesuatu).
3.

Gambar 2. 11 Q.S Al-Ahzab : 33


(Dan adalah Allah Maha Mengawasi segala sesuatu).
4.

Gambar 2. 12 Q.S Al-Qaf : 50


(Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat
pengawas yang selalu hadir).

30
31
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
(Pengawasan Dalam Pandangan Islam, 2012) Koordinasi adalah usaha
menyatukan kegiatan – kegiatan dari satuan kerja (unit – unit) organisasi,
sehingga organisasi bergerak sebagai kesatuan yang bulat guna melaksanakan
seluruh tugas organisasi untuk mencapai tujuannya. Fungsi koordinasi saling
terkait dengan berbagai bagian pekerjaan. Ini melibatkan mengoordinasikan
berbagai peran pekerjaan dan tanggung jawab karyawan. Fungsi koordinasi
terdiri dari pengembangan hubungan dengan pemangku kepentingan dan
lingkungan di mana organisasi beroperasi.
Pengawasan dalam Islam mempunyai beberapa karakteristik
diantaranya pengawasan bersifat material dan spiritual. Pada umumnya,
Pengawasan diarahkan sepenuhnya untuk menghindari adanya
kemungkinan penyelewengan atau penyimpangan atas tujuan yang akan
dicapai. Yang menjadi obyek dari kegiatan pengawasan adalah mengenai
kesalahan, penyimpangan, cacat dan hal-hal yang bersifat negatif seperti
adanya kecurangan, pelanggaran dan korupsi, untuk kemudian dilakukan
perbaikan-perbaikan. Dalam pemgawasan terdapat beberapa proses
diantaranya penentuan standar, evaluasi unjuk kerja dan Tindakan
perbaikan.
Prinsip pengawasan yaitu untuk melakukan perbaikan-perbaikan
demi tercapainya suatu tujuan. Masalah yang dihadapi dalam
melaksanakan pengawasan dalam suatu organisasi adalah bagaimana
mengubah pola pikir yang bersifat otokratif dan korektif menjadi
konstruktif dan kreatif.
Dalam pelaksaannya, pengawasan didasari dengan etika – etika
yang berlaku. Baik etika bersifat makro maupun mikro, ataupun nilai
bersifat pasif maupun aktif, Pengawasan harus dilakukan berdasarkan nilai
personal sebagai standar etika yang terdiri dari ; Nilai (Values) sendiri
pada dasarnya merupakan pandangan ideal yang mempengaruhi cara
pandang, cara berfikir dan perilaku dari seseorang, Nilai Personal atau

32
Personal Values pada dasarnya merupakan cara pandang, cara pikir, dan
keyakinan yang dipegang oleh seseorangsehubungan dengan segala
kegiatan yang dilakukannya dan Nilai Personal terdiri dari nilai terminal
dan nilai instrumental.
Dalam Al – Qur’an Allah SWT megisyaratkan untuk senantiasa
melaksanakan kordinasi, di mana pada ayat tersebut di gambarkan sebagai
“penyampaian amanah kepada yang berhak menerima” seorang atasan
mempunyai kewajiban untuk menyampaikan segala tugas dan kewajiban yang
harus dikerjakan oleh bawahan dengan jalan mengadakan koordinasi yang
tujuannya untuk memudahakan tercapainya tujuan yang akan dicapai.

33
DAFTAR PUSTAKA
Konsep Manajemen Pengawasan dalam Pendidikan Islam. Samsirin. 2015. 2015,
Universitas Darussalam Gontor, p. vol 10 No 2'.
Pengawasan Dalam Pandangan Islam. Abdullah, M. Ma'ruf. 2012. 2012, Didaktika
Religia.
Samsirin. 2015. Konsep Manajemen Pengawasan Dalam Pendidikan Islam. Gontor :
Universitas Darussalam, 2015.

34

Anda mungkin juga menyukai