Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

MODERASI BERAGAMA

DOSEN PENGAJAR:

PAK HELMY

DISUSUN OLEH:

AMALINA HANUNA (220221100139)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


PRODI AKUNTANSI
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
TAHUN AJARAN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-Nya,
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Strategi Menangkap
Peluang Usaha” dengan tepat waktu. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
pada Mata Kuliah Kewirausahaan & Koperasi. Selain itu makalah ini bertujuan
menambah wawasan tentang bagaimana strategi menangkap peluang usaha bagi
para pembaca dan penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Helmy selaku dosen mata
kuliah Pengantar Manajemen dan Bisnis. Ucapan terima kasih juga disampaikan
kepada semua pihak telah membantu diselesaikannya makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu saran
dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Bangkalan,September2
022
KELOMPOK 5

II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................

DAFTAR ISI..........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................

A. Latar Belakang .............................................................................................


B. Rumusan Masalah.........................................................................................
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................

A. Pengertian moderasi beragama......................................................................


B. Tolak ukur moderasi beragama.....................................................................
C. Moderasi beragama di era disrupsi digital.....................................................
D. Prinsip-prinsip moderasi dalam islam...........................................................
E. Implementasi moderasi beragama di Indonesia............................................
F. Pentingnya moderasi beragama.....................................................................

BAB III PENUTUP................................................................................................

A. Kesimpulan..................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................

III

BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Penguatan moderasi beragama menjadi salah satu indikator utama sebagai


upaya membangun kebudayaan dan karakter bangsa. Moderasi beragama juga
menjadi salah satu prioritas di Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2020-2024 Kementerian Agama. Dalam konteks keIndonesiaan,
moderasi beragama dapat dijadikan sebagai strategi kebudayaan untuk merawat
Indonesia yang damai, toleran dan menghargai keragamaan. Moderasi Beragama
adalah cara hidup untuk rukun, saling menghormati, menjaga dan bertoleransi
tanpa harus menimbulkan konflik karena perbedaan yang ada. Dengan penguatan
moderasi beragama diharapkan agar umat beragama dapat memposisikan diri
secara tepat dalam masyarakat multireligius, sehingga terjadi harmonisasi sosial
dan keseimbangan kehidupan sosial. (Bappenas, 2020, h. 120).

Kondisi kehidupan keagamaan di Indonesia saat ini diwarnai oleh adanya


perbedaan-perbedaan dalam pemelukan agama, yang selanjutnya membangun
pengelompokan masyarakat berdasarkan pemeluk agama itu. Kondisi kehidupan
keagamaan di Indonesia juga ditandai oleh berbagai faktor sosial dan budaya,
seperti perbedaan tingkat pendidikan para pemeluk agama, perbedaan tingkat
sosial ekonomi para pemeluk agama, perbedaan latar belakang budaya, serta
perbedaan suku dan daerah asal. Oleh karena itu, moderasi beragama dapat
dijadikan jalan tengah di tengah keberagaman beragama.

Wajah moderasi beragama nampak dalam hubungan harmoni antara agama


(Islam, Hindu, Budha dan Kristen) dan kearifan lokal (local value) di Indonesia.
Kearifan lokal ini sebagai warisan budaya Nusantara, mampu disandingkan secara
sejajar sehingga antara spirit agama dan kearifan budaya berjalan seiring, tidak
saling menegasikan. (Faiqoh, 2018: 33-60) Menurut Zain selaku Kepala Pusat
Penelitian Lektur, Khazanah Keagamaan dan Manajemen Organisasi bahwa
agama dan budaya memperkuat kebangsaan dan kebhinekaan Indonesia. Ulama
dan tokoh agama pun turut serta dalam memprakarsai berdirinya Indonesia dalam
kepaduan dan harmonisasi agama dan budaya. Berbagai persoalan fikih ataupun
tafsir kehidupan dijawab dan disatukan dengan budaya. Agama datang
memahkotai budaya lokal bukan menggerus ataupun mempertentangkannya.
(Siswayanti, 2018).
Upaya penguatan moderasi beragama dapat menjadikan tradisi ritual
keagamaan sebagai penguatan relasi antara agama dengan tradisi dan budaya
masyarakat setempat. Tradisi ritual keagamaan merupakan dimensi ekspresif dari
agama yang tertanam secara turun temurun. Tradisi ritual keagamaan dapat
dikelola menjadi medium kultural yang dapat menjadi sarana .

Menyebarkan nilai-nilai kebangsaan moderasi beragama berbasis toleransi,


solidaritas kebangsaan dan kesetaraan. (Kemenag, 2019: 116) Selain itu, Tradisi
ritual keagamaan mengandung pesan-pesan moral moderasi beragama budaya
yang dapat menjadi pondasi kerukunan antar umat beragama. Tradisi ritual
keagamaan juga merupakan aset kekayaan khazanah budaya bangsa yang
mengandung nilai-nilai budaya, kearifan lokal dan identitas karakter bangsa.
Sebagaimana tertera dalam Undang-Undang No 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan
Kebudayaan, bahwa tradisi ritual menjadi salah satu dari 9 (sembilan) obyek
pemajuan kebudayaan.

Upaya pemajuan kebudayaan tersebut bertujuan untuk mengembangkan nilai-


nilai luhur budaya bangsa; memperkaya keberagaman budaya; memperteguh
persatuan dan kesatuan bangsa; dan melestarikan warisan budaya. Di sisi yang
lain, Indonesia selain budayanya yang sarat akan nilai-nilai agama, juga memiliki
keragaman dalam kebudayaan yang menjadi identitas masyarakatnya. Penerimaan
budaya dalam agama melahirkan ekspresi-ekspresi budaya yang beragam pula.
Dengan beragamnya masyarakat Indonesia ini, terutama dari sisi agama dan
budaya, di satu sisi memberikan potensi bagi kekayaan khazanah kebudayaan
Indonesia, tapi di sisi yang lain juga memiliki potensi disharmoni. Karena itu,
selain taat beragama, masyarakat juga diharapkan rukun dalam perbedaan-
perbedaan yang ada.

Dalam konteks ini, Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan dan Manajemen


Organisasi melihat bahwa tradisi ritual keagamaan dapat dijadikan sebagai
medium penyampaian dan penguatan pesan-pesan agama kepada masyarakatnya.
Tradisi ritual keagamaan dapat juga dijadikan sarana pendekatan kultural dalam
rangka pemantapan kerukunan umat beragama. Di samping itu juga, dengan
mengungkap dan memaknai nilai-nilai dalam sebuah tradisi ritual keagamaan
menjadi sebuah modal besar dalam merawat keindonesiaan kita.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu moderasi beragama
2. Tolak ukur moderasi beragama
3. Moderasi beragama di era disrupsi digital
4. Prinsip-prinsip moderasi dalam islam
5. Implementasi moderasi beragama di Indonesia
6. Moderasi beragama sebagai pilar melawan fanatisme
7. Pentingnya moderasi beragama
8. Ekstremisme, radikalisme, goodlooking

C. TUJUAN PENULISAN
1. menambah wawasan tentang moderasi beragama.
2. mengetahui prinsip-prinsip beragama yang moderat. 1
3. menjadi pandangan tentang karakteristik dan sifat-sifat diri dengan
karakteristik yang harus ada pada seorang makhluk beragama.

BAB 2

PEMBAHASAN 2

A. PENGERTIAN MODERASI BERAGAMA


Kata “Moderasi” memiliki korelasi dengan beberapa istilah. Dalam bahasa
Indonesia, kata “moderasi” berasal dari kata moderation , yang berarti sikap
sedang, sikap tidak berlebih-lebihan. Juga terdapat kata moderator , yang berarti
ketua ( pertemuan ), pelerai, penengah ( perselisihan ). Kata moderasi berasal dari
bahasa Latin moderatio , yang berarti ke-sedang-an (tidak kelebihan dan tidak
kekurangan). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “moderasi” berarti
penghidaran kekerasan atau penghindaran keekstreman. Kata ini adalah serapan
dari kata "moderat", yang berarti sikap selalu menghindarkan perilaku atau
perilaku yang ekstrem, dan kecenderungan ke jalan tengah. Sedangkan kata
"moderator" berarti orang yang bertindak sebagai penengah (hakim, wasit, dan
sebagainya), pemimpin sidang (rapat, diskusi) yang menjadi pengarah pada acara
pembicaraan atau pendiskusian masalah, alat pada mesin yang mengatur atau
mengontrol aliran bahan bakar atau sumber tenaga . Jadi, ketika kata "moderasi"
disandingkan dengan kata "beragama", maka istilah tersebut merujuk pada
tindakan mengurangi kekerasan, atau menghindari keekstreman dalam praktik
beragama. Gabungan kedua kata itu menunjuk kepada sikap dan upaya agama
sebagai dasar dan prinsip untuk selalu menghindarkan perilaku atau yang ekstrem
(radikalisme) dan selalu mencari jalan tengah yang dalam dan menjadikan
anggotasamakan semua elemen kehidupan bermasyarakat, bernegara, dan
berbangsa Indonesia.

Sikap moderat dan moderasi adalah suatu sikap dewasa yang baik dan yang
sangat diperlukan. Radikalisasi dan radikalisme, kekerasan dan kejahatan,
termasuk kebencian/caci maki dan hoaks, terutama atas nama agama, adalah
kekanak-kanakan, jahat, memecah belah, merusak kehidupan, patologis, tidak
baik dan perlu.

B. TOLAK UKUR MODERASI BERAGAMA

Kemajemukan di Indonesia tidak bisa hanya disikapi dengan prinsip keadilan,


melainkan juga dengan prinsip kebaikan. Keadilan adalah keseimbangan dan
ketidakberpihakan dalam menata kehidupan dengan asas hukum dan kepastian di
dalamnya. Akan tetapi, keadilan atas adanya hukum formalitas hitam-putih secara
rigid juga tidak cukup jika tidak dibarengi dengan kebaikan, yaitu unsur yang juga
melandasi prinsip keadilan.
Hukum bisa saja hanya menyentuh aspek permukaan dan tidak memenuhi rasa
keadilan sesungguhnya, sehingga perlu ada sentuhan kebaikan. Keadilan adalah
dimensi hukum, sedangkan kebaikan adalah dimensi etik.

C. MODERASI BERAGAMA DI ERA DISRUPSI DIGITAL

Hakikat Moderasi Beragama Sumber ajaran Islam ialah Alquran dan Hadits
Nabi Muhammad Saw. Rujukan paling utama dalam ajaran Islam yaitu kalam
Allah. yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw, untuk disampaikan
kepada umat manusia.

Hakikat diturunkannya Alquran adalah menjadi acuan moral secara universal


bagi umat manusia dalam memecahkan problematik sosial yang timbul di tengah-
tengah masyarakat. Itulah sebabnya, metode penafsiran Alquran secara tematik,
justru dihadirkan untuk menjawab perbagai problematik aktual yang dihadapi
masyarakat sesuai dengan konteks dan dinamika sejarahnya.Dalam pandangan
umat Islam, dari sekian banyak agama, ideologi, dan falsafah yang mengemuka di
dunia, hanya Islam yang akan bisa bertahan menghadapi tantangan-tantangan
zaman. Pandangan ini bahkan bagi sebagian dari mereka sudah menjadi
keyakinan. Pandangan ini berdasarkan pada sebuah kenyataan yang tidak dapat
terbantahkan bahwa hanya Islam sebagai sebuah agama yang memiliki sifat
universal dan komprehensif. Sifat inilah yang kemudian meniscayakan sejumlah
keistemewaan keistimewaan yang melekat pada Islam dan tidak pada agama-
agama lain.

Kata “moderasi” adalah jembatan yang menyambungkan Rakernas satu dengan


lainnya sebagai agenda besar yang berkesinambungan. Tindak lanjut dari setiap
Rakernas yang tecermin dalam capaian kinerja tahunan adalah rekam jejak yang
menandai kemampuan kita dalam menjalankan amanah. Catatan kinerja yang
tinggi menjadi penyemangat berprestasi, sementara kinerja yang rendah menjadi
bahan instrospeksi. Semoga kita mampu menyadari kapan saatnya bereaksi dan di
mana harus berposisi.Pemaknaan adalah syarat tercapainya efektifitas pesan.
Seringkali satu kata menjadi masalah tersendiri ketika dimaknai berbeda-beda.
Semakin tajam perbedaan dalam memaknai kata, semakin runyam masalahnya.
Sebaliknya, pemaknaan yang sama akan menghasilkan kesepahaman bersikap
yang dapat ditindaklanjuti dalam keselarasan bertindak.

Ada beberapa tujuan yang ingin saya capai melalui pelafalan terus menerus
kata Moderasi Beragama. Di antaranya : Pertama, Moderasi Beragama sangat
penting dijadikan framing dalam mengelola kehidupan beragama pada masyarakat
Indonesia yang plural dan multikultural. Terlebih, seiring perkembangan
teknologi informasi, kita pun menghadapi masyarakat milenial yang juga
merupakan umat digital.Di zaman serba instan seperti sekarang, sangat
dimungkinkan meluasnya kompleksitas masyarakat dalam beragama. Ada yang
terlalu tekstual dalam memahami ayat-ayat suci disertai fanatisme berlebihan
sehingga mengarah pada ekslusivisme, ekstremisme, bahkan terorisme. Ada yang
kebablasan menafsirkan isi kitab suci sampai tidak bisa membedakan antara ayat
Tuhan dan yang bukan. Ada pula yang mempermainkan pesanpesan Tuhan
menjadi pesan pribadi yang sarat kepentingan. Semua persimpangan itu rentan
menciptakan konflik yang dapat mengoyak keharmonisan kehidupan bersama.
Pada posisi ini, Moderasi Beragama tak lagi sekadar wajib tapi sudah menjadi
kebutuhan untuk diimplementasikan demi kehidupan beragama yang lebih baik.
Kedua, urgensi Moderasi Beragama sesungguhnya tidak perlu diragukan maupun
diperdebatkan di kalangan kita. Tapi sayangnya, kata ini belum sepenuhnya
dipahami ASN kita apatah lagi diimplementasikan dalam program kerja di pusat
maupun daerah. Bahkan nampak ada yang setengah hati menerima konsep
moderasi beragama karena kuatir terkikis keyakinan agamanya. Padahal bersikap
moderat tidak memerlukan kompromi untuk mengorbankan keyakinan atas
prinsip ajaran pokok agama demi memelihara toleransi dengan umat agama lain.
Ketiga, peserta Rakernas saya harapkan terlebih dulu memahami, meyakini dan
menginternalisasikan ruh Moderasi Beragama dengan baik. Dengan demikian,
akan siap menjadi penerjemah sekaligus juru kampanye mantra ini melalui
berbagai program sesuai satker masing-masing. Dalam realitas kehidupan nyata,
manusia tidak dapat menghindarkan diri dari perkara-perkara yang berseberangan.
Karena itu al-Wasathiyyah Islamiyyah mengapresiasi unsur rabbaniyyah
(ketuhanan) dan Insaniyyah (kemanusiaan), mengkombinasi antara Maddiyyah
(materialisme) dan ruhiyyah (spiritualisme), menggabungkan antara wahyu
(revelation) dan akal (reason), antara maslahah ammah (al-jamāiyyah) dan
maslahah individu (al-fardiyyah).Beberapa gambaran keseimbangan inilah yang
biasa dikenal dengan istilah “moderasi”. Kata moderasi sendiri berasal dari bahasa
inggris, moderation, yang artinya adalah sikap sedang atau sikap tidak berlebihan.
Jika dikatakan orang itu bersikap moderat berarti akan menghasilkan
kesepahaman bersikap yang dapat ditindaklanjuti dalam keselarasan bertindak.
Ada beberapa tujuan yang ingin saya capai melalui pelafalan terus menerus kata
Moderasi Beragama. Di antaranya : Pertama, Moderasi Beragama sangat penting
dijadikan framing dalam mengelola kehidupan beragama pada masyarakat
Indonesia yang plural dan multikultural. Terlebih, seiring perkembangan
teknologi informasi, kita pun menghadapi masyarakat milenial yang juga
merupakan umat digital. Di zaman serba instan seperti sekarang, sangat
dimungkinkan meluasnya kompleksitas masyarakat dalam beragama. Ada yang
terlalu tekstual dalam memahami ayat ayat suci disertai fanatisme berlebihan
sehingga mengarah pada ekslusivisme, ekstremisme, bahkan terorisme. Ada yang
kebablasan menafsirkan isi kitab suci sampai tidak bisa membedakan antara ayat
Tuhan dan yang bukan. Ada pula yang mempermainkan pesanpesan Tuhan
menjadi pesan pribadi yang sarat kepentingan. Semua persimpangan itu rentan
menciptakan konflik yang dapat mengoyak keharmonisan kehidupan bersama.
Pada posisi ini, Moderasi Beragama tak lagi sekadar wajib tapi sudah menjadi
kebutuhan untuk diimplementasikan demi kehidupan beragama yang lebih baik.
Kedua, urgensi Moderasi Beragama sesungguhnya tidak perlu diragukan maupun
diperdebatkan di kalangan kita. Tapi sayangnya, kata ini belum sepenuhnya
dipahami ASN kita apatah lagi diimplementasikan dalam program kerja di pusat
maupun daerah. Bahkan nampak ada yang setengah hati menerima konsep
moderasi beragama karena kuatir terkikis keyakinan agamanya. Padahal bersikap
moderat tidak memerlukan kompromi untuk mengorbankan keyakinan atas
prinsip ajaran pokok agama demi memelihara toleransi dengan umat agama lain.
Ketiga, peserta Rakernas saya harapkan terlebih dulu memahami, meyakini dan
menginternalisasikan ruh Moderasi Beragama dengan baik. Dengan demikian,
akan siap menjadi penerjemah sekaligus juru kampanye mantra ini melalui
berbagai program sesuai satker masing-masing. Dalam realitas kehidupan nyata,
manusia tidak dapat menghindarkan diri dari perkara-perkara yang berseberangan.
Karena itu al-Wasathiyyah Islamiyyah mengapresiasi unsur rabbaniyyah
(ketuhanan) dan Insaniyyah (kemanusiaan), mengkombinasi antara Maddiyyah
(materialisme) dan ruhiyyah (spiritualisme), menggabungkan antara wahyu
(revelation) dan akal (reason), antara maslahah ammah (al-jamāiyyah) dan
maslahah individu (al-fardiyyah). Beberapa gambaran keseimbangan inilah yang
biasa dikenal dengan istilah “moderasi”. Kata moderasi sendiri berasal dari bahasa
inggris, moderation, yang artinya adalah sikap sedang atau sikap tidak berlebihan.
Jika dikatakan orang itu bersikap moderat berarti ia wajar, biasa-biasa saja, dan
tidak ekstrim Sementara dalam bahasa arab, kata moderasi biasa diistilahkan
dengan wasat atau wasatiyah; orangnya disebut wasit. Kata wasit sendiri sudah
diserap ke dalam bahasa Indonesi yang memiliki tiga pengertian, yaitu 1)
penengah, pengantara (misalnya dalam perdagangan, bisnis, dan sebagainya), 2)
pelerai (pemisah, pendamai) antara yang berselisih, dan 3) pemimpin di
pertandingan. Yang jelas, menurut pakar bahasa arab, kata tersebut merupakan
“segala yang baik sesuai objeknya”. Dalam sebuah ungkapan bahasa Arab
disebutkan ‫ )االعتدال جماوز خلذ‬sebaik-baik segala sesuatu adalah yang berada di
tengah-tengah. Misalnya dermawan yaitu sikap di antara kikir dan boros,
pemberani yaitu sikap di antara penakut dan nekat, dan lain-lain. ia wajar, biasa-
biasa saja, dan tidak ekstrim Sementara dalam bahasa arab, kata moderasi biasa
diistilahkan dengan wasat atau wasatiyah; orangnya disebut wasit. Kata wasit
sendiri sudah diserap ke dalam bahasa Indonesi yang memiliki tiga pengertian,
yaitu 1) penengah, pengantara (misalnya dalam perdagangan, bisnis, dan
sebagainya), 2) pelerai (pemisah, pendamai) antara yang berselisih, dan 3)
pemimpin di pertandingan. Yang jelas, menurut pakar bahasa arab, kata tersebut
merupakan “segala yang baik sesuai objeknya”. Dalam sebuah ungkapan bahasa
Arab disebutkan ‫ )االعتدال جماوز خلذ‬sebaik-baik segala sesuatu adalah yang berada di
tengah-tengah. Misalnya dermawan yaitu sikap di antara kikir dan boros,
pemberani yaitu sikap di antara penakut dan nekat, dan lain-lain.

D. PRINSIP – PRINSIP MODERASI DALAM ISLAM

1. Keadilan

Adalah Kamus bahasa Arab menginformasikan bahwa kata ini pada mulanya
berarti “sama”. Persamaaan tersebut sering dikaitkan dengan hal-hal yang bersifat
imaterial. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “adil” diartikan: (1) tidak
berat sebelah/tidak memihak, (2) berpihak kepada kebenaran, dan (3)
sepatutnya/tidak sewenang-wenang. ‘Persamaan” yang merupakan makna asal
kata “adil” itulah yang menjadikan pelakunya “tidak berpihak”, dan pada dasarnya
pula seorang yang adil “berpihak kepada yang benar” karena baik yang benar
ataupun yang salah sama-sama harus memperoleh haknya. Dengan demikian, ia
melakukan sesuatu “yang patut” lagi “tidak sewenang-wenang.” Makna al-‘adl
dalam beberapa tafsir, antan lain: Menurut At-Tabari, al-‘adl adalah:
Sesungguhnya Allah memerintahkan tentang hal ini dan telah diturunkan kepada
Nabi Muhammad dengan adil, yaitu al-insaf. Allah SWT menerangkan bahwa Dia
menyuruh hamba-hamba Nya berlaku adil, yaitu bersifat tengah-tengah dan
seimbang dalam semua aspek kehidupan serta melaksanakan perintah Alquran dan
berbuat ihsan(keutamaan). Adil berarti mewujudkan kesamaan dan keseimbangan
di antara hak dan kewajiban. Hak asasi tidak boleh dikurangi disebabkan adanya
kewajiban. Islam mengedepankan keadilan bagi semua pihak. Banyak ayat Al-
Qu’an yang menunjukkan ajaran luhur ini. Tanpa mengusung keadilan, nilai-nilai
agama berasa kering tiada makna, karena keadilan inilah ajaran agama yang
langsung menyentuh hajat hidup orang banyak. Tanpanya, kemakmuran dan
kesejahteraan hanya akan menjadi angan.

2. Keseimbangan (Tawazun)

Tawazun atau seimbang dalam segala hal, terrnasuk dalam penggunaan dalil
'aqli (dalil yang bersumber dari akal pikiran rasional) dan dalil naqli (bersumber
dari Alquran dan Hadits). Prinsip moderasi di sini diwujudkan dalam bentuk
kesimbangan positif dalam semua segi baik segi keyakinan maupun praktik, baik
materi ataupun maknawi, keseimbangan duniwai ataupun ukhrawi, dan
sebagainya. Islam menyeimbangkan peranan wahyu Ilahi dengan akal manusia
dan memberikan ruang sendiri-sendiri bagi wahyu dan akal. Dalam kehidupan
pribadi, Islam mendorong terciptanya kesimbangan antara ruh dengan akal, antara
akal dengan hati, antara hak dengan kewajiban, dan lain sebagainya. Kesimbangan
atau tawazun menyiratkan sikap dan gerakan moderasi. Sikap tengah ini
mempunyai komitmen kepada masalah keadilan,kemanusiaan dan persamaan dan
bukan berarti tidak mempunyai pendapat.Kesimbangan merupakan suatu bentuk
pandangan ynag melakukan sesuatu secukupnya, tidak berlebihan dan juga tidak
kurang, tidak ekstrim dan tidak liberal. Keseimbangan juga merupakan sikap
seimbang dalam berkhidmat demi terciptanya keserasian hubungan antara sesama
ummat manusia dan antara manusia dengan Allah.Tawazun berasal dari kata
tawaza yatazanu tawazunan berarti seimbang Juga mempunyai arti memberi
sesuatu akan haknya, tanpa ada penambahan dan pengurangan. Dan keseimbangan
tidak tercapai tanpa kedisiplinan.

3. Toleransi (Tasamuh)

Toleransi harus dideskripsikan secara tepat, sebab toleransi beragama yang


diamal secara awur justru malah akan merusak agama itu sendiri. Islam sebagai
ajaran yang total, tentu telah mengatur dengan sempurna batas-batas antara
Muslim dan nonMuslim, sebagaimana Islam mengatur batas antara lakilaki dan
perempuan, dan lain sebagainya. Seorang yang mengerti bahwa agama bukanlah
semata ajaran tetapi juga aturan itu (jika ia pemeluk agama tersebut), atau
menghormati aturan itu (jika ia bukan pemeluk agama tersebut). Dalam
kebahasan, tentunya bahasa Arab bahwa tasamuh adalah yang paling umum
digunakan dewasa ini untuk arti toleran. Tasamuh berakar dari kata samhan yang
memiliki arti mudah. kemudahan atau memudahkan, Mu’jam Maqayis AlLughat
menyebut bahwa kata tasamuh secara harfiahberasal dari kata samhan yang
memiliki arti kemudahan dan memudahkan. Sementara itu, Kamus Besar Bahasa
Indonesia memaknai kata toleran sebagai berikut: bersifat atau bersikap
menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan), pendirian (pendapat,
pandangan, kepercayaan kebiasaan, kelakuan, dsb.) yang berbeda atau
bertentangan dengan pendirian sendiri. Toleransi bukan hanya sikap tunduk secara
daif tanpa prinsip yang meniangi. Seorang Muslim haruslah kuat dalam imannya
dan mulia dengan syariatnya. Dalam Islam, toleransi tidak dibenarkan jika
diterapkan pada ranah teologis. Peribadatan harus dilakukan dengan tata ritual dan
di tempat ibadah masingmasing. Agama adalah keyakinan, sehingga beribadah
dengan cara agama lain akan merusak esensi keyakinan tersebut. Tolerasi hanya
bisa diterapakan pada ranah sosialis, upaya upaya membangun toleransi melalui
aspek teologis, seperti doa dan ibadah bersama, adalah gagasan yang sudah
muncul sejak era jahiliah dan sejak itu pula telah ditolak oleh Alquran melalui
surat Al-Kafirun.Tegas, surat Al-kafirun ini menolak sinkretisme. Sebagai agama
yang suci akidah dan syariah. Islam tidak akan mengotorinya dengan mencampur
dengan akidah dan syariah lain. Dan ini bukan bentuk intoleransi, sebab ranah
toleransi adalah menghargai bukan membenarkan dan mengikuti. Justru
sinkretisme adalah bagian dari sikap intoleransi pemeluk agama pada agamanya
sendiri. Sebab pelaku sinkretisme, seolah tidak lagi meyakini kebenaran
agamanya sendiri. Sedangkan agama adalah keyakinan. Toleransi pun merupakan
sebuah keniscayaan bagi masyarakat yang majemuk, baik dari segi agama, suku,
maupun bahasa. Toleransi baik paham maupun sikap hidup, harus memberikan
nilai positif untuk kehidupan masyarakat yang saling menghormati dan
menghargai perbedaan dan keragaman tersebut. Menurut UNESCO bidang
pendidikan PBB, toleransi adalah sikap saling menghormati, Saling menerima,
dan saling menghargai di tengah keragaman budaya, kebebasan berekspresi dan
karakter manusia.

E. Implementasi Moderasi Beragama Di Indonesia


Pengertian Implementasi adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah
rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci. Selain itu secara bahasa
pengertian implementasi menurut KKBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
didefinisikan sebagai “pelaksanaan” dan “penerapan”. Sedangkan pengertian
umum Implementasi adalah suatu tindakan atau pelaksanaan suatu
rencana/kegiatan yang telah disusun secara sistematis untuk mencapai suatu
tujuan. Menurut Para ahli Impementasi dapat diartikan sebagai berikut ;
 Menurut Nurdin Usman dalam bukunya yang berjudul Konteks
Implementasi Berbasis Kurikulum mengemukakan pendapatnya mengenai
implementasi atau pelaksanaan sebagai berikut : “Implementasi adalah
bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan, atau adanya mekanisme suatu
sistem. Implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang
terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan”96 Pengertian
implementasi yang dikemukakan di atas, dapat dikatakan bahwa
implementasi adalah bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang
terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan
norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan. Oleh karena itu
implementasi tidak berdiri sendiri tetapi dipengaruhi oleh objek
berikutnya.
 Menurut Guntur Setiawan dalam bukunya yang berjudul Implementasi
Dalam Birokrasi Pembangunan mengemukakan pendapatnya mengenai
implementasi atau pelaksanaan sebagai berikut : “Implementasi adalah
perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan proses interaksi antara
tujuan dan tindakan untuk mencapainya serta memerlukan jaringan
pelaksana, birokrasi yang efektif”. Pengertian implementasi yang
dikemukakan di atas, dapat dikatakan bahwa implementasi yaitu
merupakan proses untuk melaksanakan ide, proses atau seperangkat
aktivitas baru denganharapan orang lain dapat menerima dan melakukan
penyesuaian dalam tubuh birokrasi demi terciptanya suatu tujuan yang
bisa tercapai dengan jaringan pelaksana yang bisa dipercaya.
 Menurut Hanifah Harsono dalam bukunya yang berjudul Implementasi
Kebijakan dan Politik mengemukakan pendapatnya mengenai
implementasi atau pelaksanaan sebagai berikut : “Implementasi adalah
suatu proses untuk melaksanakan kebijakan menjadi tindakan kebijakan
dari politik ke dalam administrasi. Pengembangan kebijakan dalam rangka
penyempurnaan suatu program”.
 Menurut Pan Meter dan Van Horn Implementasi dapat diartikan yaitu
pelaksanaan tindakan oleh individu, pejabat, instansi pemerintah atau
kelompok swasta yang bertujuan untuk mencapai tujuan yang telah
digariskan dalam keputusan tertentu.
 Solihin Abdul wahab mengemukakan bahwa Implementasi adalah
tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu individu, pejabat-
pejabat, atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan
pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan
kebijakan.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Moderasi beragama adalah cara pandang kita dalam beragama secara


moderat, yaknimemahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak
ekstrem, baik ekstrem kananmaupun ekstrem kiri. Ekstremisme, radikalisme,
ujaran kebencian, hinggaretaknya hubungan antar umat beragama, merupakan
masalah yang dihadapi oleh bangsaIndonesia saat ini. Moderasi beragama
mengajarkan bagaimana cara pandang kita dalamkehidupan beragama yang
baik dan benar, tidak ekstrem baru radikal. Moderasi beragamapun beri tahu
kita sebagai seorang muslim untuk bertoleransi antar sesama umatberagama,
tidak diskriminasi antar ras, suku, agama, juga mengajarkan bagaimana cara
kitaberpikir dinamis dan inovatif. Dalam menghadapi kemajemukan dan
keragamanmasyarakat, senjata yang paling ampuh untuk mengatur agar tidak
terjadi bentrokan danradikalisme, adalah melalui pendidikan Islam yang
moderat dan inklusif. Selain itu ajaranIslam sebagai rahmatan lil alamin ,
rahmat bagi alam semesta. Islam Wasathiyahatau yang berarti “Islam Tengah”
adalah suatu yang menjadi terwujudnya umat terbaik( khairu ummah ). Allah
SWT menjadikan umat Islam pertengahan ( wasath ) dalam segalaurusan
agama, seperti dalam hal kenabian, syariat dan lainnya. Pemahaman dan
praktikamaliyah keagamaan Islam Wasathiyah memiliki beberapa
karakteristik, seperti berikut:

1. Tawassuth (moderat)
2. Tawazun (ber keseimbangan)

3. I'tidâl (lurus dan tegas)

4. Tasamuh (toleransi)

5. Musawah (egaliter dan non diskriminasi)

6.Aulawiyah (mendahulukan yang prioritas)

7. Tahaddhur (berkeadaban)

8. Tathawwur wa Ibtikar (dinamis, kreatif, dan inovatif).

Konsep tersebut diharapkan mampu diterapkan dalam kehidupan bernegara


danberbangsa. Sehingga dengan konsep moderasi ini akan membawa Indonesia ke
arah yang lebih baik, sehingga tidak ada diskriminasi dalam keberagaman dan
menimbulkan rasa amandan nyaman.

7
DAFTAR PUSTAKA

(Yulianto, 2020)Yulianto, R. (2020). Implementasi Budaya Madrasah dalam


MembangunSikap Moderasi Beragama. Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran , 1
(1), 111–123.
Rahayu, luh riniti, & Lesmana, putu surya wedra. (2019). Moderasi Beragama di
Indonesia.Intizar , 25 (2), 95–100.
(Karim, 2019)Karim, HA (2019). Implementasi Moderasi Pendidikan Islam
Rahmatallil'Alamin dengan Nilai-Nilai Islam. Ri'ayah: Jurnal Sosial Dan
Keagamaan , 4 (01), 1.https://doi.org/10.32332/riayah.v4i01.1486
(Akhmadi, 2019)Akhmadi, A. (2019). Moderasi Beragama Dalam Keragaman
IndonesiaModerasi Beragama dalam Keberagaman Indonesia. Jurnal Diklat
Keagamaan , 13 (2), 45–55.

Anda mungkin juga menyukai