FAKULTAS FARMASI
OLEH :
STAMBUK : 15020200038
KELAS : C5C6
KELOMPOK : 2 (DUA)
2. Penyiapan bahan :
a. Larutan NaCMC 1%
Timbang serbuk NaCMC sebanyak 1 gram dan larutkan dengan
aquadest 100 mL yang telah dipanaskan.
b. Larutan Obat
1. Timbang 10 tablet obat amlodipin dan hitung berat rata- ratanya.
2. Lakukan perhitungan bahan obat amlodipin untuk larutan stok 10 mL.
3. Gerus tablet amlodipin hingga menjadi serbuk
4. Sejumlah serbuk obat amlodipine ditimbang sesuai perhitungan pada
timbangan analitik.
5. Bahan obat tersebut di larutkan dengan NaCMC 1% sebanyak 10 mL.
6. Diulangi cara yang sama untuk larutan obat lainnya.
3. Penyiapan hewan uji :
Timbang hewan uji pada timbangan hewan dan tentukan volume
pemberian masing-masing hewan uji.
4. Perlakuan :
a. Hewan uji 9 ekor yang telah dipuasakan dibagi menjadi 3 kelompok @ 3
ekor
b. Disiapkan semua alat bahan yang telah disiapkan sebelumnya
3.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini, kita melakukan pengujian aktivitas obat
antihipertensi terhadap hewan coba, dimana disini kita menggunakan mencit (Mus
Musculus) sebagai hewan percobaan. Sebelum hewan coba mendapatkan
perlakuan maka terlebih dahulu dipuasakan selam 18 jam.
Menurut Brunner dan Suddarth hipertensi dapat diartikan sebagai tekanan
darah persisten dimana tekanan darahnya diatas 140/90 mmHg. Dari uraian
tersebut dapat disimpulkan bahwa hipertensi merupakan peningkatan tekanan
darah sistolik yang persisten diatas 140 mmHg sebagai akibat dari kondisi lain
yang kompleks dan saling berhubungan (Bianti Nuraini, 2015). Antihipertensi
adalah obat-obatan yang digunakan untuk menurunkan tekanan darah tinggi hingga
mencapai tekanan darah normal (Rohman, 2018).
Penginduksian adrenalin pada hewan coba bertujuan untuk memberikan
efek hipertensi pada mencit sehingga pembuluh darah mengalami konstriksi akibat
aktivasi reseptor oleh adrenalin. Dimana vasokonstriksi (penyempitan pembuluh
darah) ini dapat diamati pada pembuluh darah telinga hewan coba mencit yang
ditandai oleh warna pucat. Untuk mengobati hipertensi, maka diberikan obat
antihipertensi agar terjadi vasodilatasi (pelebaran pembuluh darah) yang ditandai
dengan warna kemerahan pada telinga hewan coba. Obat yang digunakan dalam
praktikum kali ini adalah amlodipin dan furosemide, kemudian Na-CMC juga
diberikan tetapi hanya sebagai kontrol negatif terhadap obat yang lain. Furosemid
merupakan obat antihipertensi golongan diuretik dan amlodipin merupakan obat
golongan antihipertensi golongan penghambat kanal kalsium.
Langkah awal yang dilakukan pada praktikum kali ini adalah pemberian
agen penginduksi yaitu adrenalin (epinefrin atau norepinferin) sebanyak volume
pemberian yang telah dihitung secara intraperitonial. Disini digunakan 3 kelompok
hewan coba mencit. Dimana kelompok 1 diberikan Na CMC 1 % sebagai kontrol
negatif, kelompok 2 diberikan obat furosemid dan kelompok 3 diberikan obat
amlodipin. Ketiga perlakuan diberikan secara oral sesuai dengan volume
pemberian dari masing-masing mencit yang telah dihitung. Obat furosemide dan
amlodipin dibuat dengan melarutkan obat tersebut dalam NaCMC 1% sebanyak 10
mL. Selanjutnya diamati warna telinga mencit segera setelah pemberian obat
sebagai T0. Hal ini juga dilakukan pengamatan pada menit ke 15, 30, 45 dan 60.
Hasil yang diperoleh pada mencit kelompok I untuk berat mencit 28 g tidak
dilakukan pengujian atau perlakuan lebih lanjut karena hewan coba tersebut mati
sedangkan untuk mencit dengan berat 38 g diperoleh hasil yaitu warna daun
telinga pada mencit setelah pemberian adrenalin dan NaCMC 1% menunjukkan
telinga mencit berwarna pucat. Hal ini karena terjadi vasokontriksi (penyempitan
pembuluh darah) akibat tekanan darah meningkat karena pemberian adrenalin
(epinefrin). Pada dosis rendah epinefrin hanya bekerja pada reseptor β adrenergik
yang menghasilkan efek berupa peningkatan denyut jantung dan kekuatan
kontraksi jantung, sedangkan dengan dosis yang lebih tinggi epinefrin ini bekerja
pada reseptor α adrenergik di pembuluh darah perifer yang menyebabkan
vasokonstriksi (pelebaran pembuluh darah) sehingga pada akhirnya dapat
menyebabkan peningkatan tekanan darah (Wijaya et al, 2018). Kemudian
dilakukan pengamatan pada menit ke 15, 30, 45 dan 60. Jadi diperoleh hasil bahwa
pada pengujian ini telah sesuai dengan literatur, sehingga NaCMC 1% dapat
dikatakan bukan merupakan obat antihipertensi yang dapat menurunkan tekanan
darah pada hewan coba melainkan hanya sebagai kontrol negatif sehingga tidak
memberikan efek farmakologi. Hal ini ditunjukkan dengan warna telinga mencit
yang terus berwarna pucat sejak pemberian adrenalin hingga menit ke-60 setelah
pemberian NaCMC 1%.
Selanjutnya hewan coba kelompok II dengan perlakuan pemberian
suspense furosemid secara oral sebanyak volume pemberian mencit yang telah
dihitung. Hasil yang diperoleh untuk mencit berat 28 g adalah warna telinga
mencit pucat pada menit ke-0 setelah pemberian adrenalin dan obat. Hal ini karena
terjadi vasokontriksi akibat pemberian adrenalin. Selanjutnya pada menit ke- 15
hingga menit ke -60 menunjukkan terjadi perubahan dari warna telinga yang
awalnya pucat menjadi merah pucat. Hal ini berarti obat furosemide bekerja
dengan memberikan efek farmakologi yaitu penurunan tekanan darah karena kita
lihat pada warna telinga mulai memerah yang berarti terjadi vasodilatasi (pelebaran
pembuluh darah) walaupun belum maksimal. Sedangkan untuk mencit berat badan
22 g memberikan hasil warna daun telinga pada mencit berwarna merah pucat
setelah pemberian adrenalin pada menit ke-0 dan berubah menjadi merah pada
menit ke 30 hingga 60. Hal ini menunjukkan obat furosemide memberikan efek
farmakologi berupa penurunan tekanan darah akibat vasodilatasi yang ditandai
dengan warna telinga mencit yang berubah merah. Hal ini karena obat furosemide
merupakan salah satu obat golongan diuretik yang bekerja dengan cara
menurunkan tekanan darah dengan meningkatkan asupan natrium dan ekskresi air,
meningkatkan kandungan Ca2+ dalam urine menyebabkan penurunan resistensi
vaskular ginjal dan peningkatan aliran darah dan menurunkan kehilangan kalium
pada urin (Harvey, 2013).
Kemudian untuk hewan coba kelompok III dengan perlakuan pemberian
obat amlodipine secara oral sejumlah volume pemberian masing-masing hewan
coba. Hasil yang diperoleh untuk mencit berat 35 g yaitu diperoleh hasil warna
telinga mencit pucat pada menit ke-0 setelah pemberian adrenalin dan obat. Hal ini
karena terjadi vasokontriksi akibat pemberian adrenalin. Selanjutnya pada menit
ke-15 hingga menit ke-60 menunjukkan terjadi perubahan dari warna telinga yang
awalnya pucat menjadi warna merah pucat lalu menjadi merah. Hal ini berarti obat
amlodipin bekerja dengan memberikan efek farnakologi yaitu penurunan tekanan
darah karena warna telinga mulai memerah yang berarti terjadi vasodilatasi dan
bekerja maksimal pada menit ke-45 setelah obat dikonsumsi oleh hewan coba.
Sedangkan untuk mencit berat badan 21 g memberikan hasil warna telinga mencit
berwarna merah pucat setelah pemberian adrenalin pada menit ke-0 hingga menit
ke-30 dan berubah merah pada menit ke-45 hingga 60. Berdasarkan pengamatan,
obat amlodipin bekerja maksimal memberikan efek farmakologi secara maksimal
pada menit ke-45 setelah dikonsumsi oleh hewan coba mencit. Hal ini
menunjukkan obat amlodipin memberikan efek farmakologi berupa penurunan
tekanan darah akibat vasodilatasi (pelebaran pembuluh darah) yang ditandai
dengan warna telinga mencit yang berubah merah. Hal ini karena obat amlodipin
merupakan obat golongan penghambat kanal Ca2+ yang bekerja dengan cara
menghambat gerakan kalsium masuk melalui pengikatan dengan kanal kalsium
tipe-L dalam jantung dan otot polos pembuluh darah coroner dan perifer sehingga
terjadi penurunan cardiac output yang menyebabkan penurunan tekanan darah dan
terjadi vasodilatasi. (Harvey, 2013).
IV. KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa
praktikum yang dilakukan pada pengujian aktivitas obat antihipertensi diperoleh hasil
bahwa untuk pengujian menggunakan obat furosemide dan obat amlodipine efektif
menurunkan teknan darah pada hewan coba setelah dilakukan pemberian induksi
adrenalin yang dimana disini yang digunakan yaitu epinefrin dan norepinefrin secara
intraperitonial. Hasil pengujian menunjukkan obat furosemid akan bekerja maksimal
pada menit ke-30 dan amlodipine pada menit ke-45. Untuk NaCMC 1% sebagai
kontrol negatif juga menunjukkan hasil yang sesuai karena warna telinga mencit tidak
berubah menjadi warna normal setelah pemberian.
DAFTAR PUSTAKA
Ditjen, POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Ditjen, POM. 1997. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Ditjen, POM. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Ditjen, POM. 2020. Farmakope Indonesia Edisi VI. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Gunawan, Gan, Sulistia. 2007. Farmakologi Dan Terapi, Edisi V. Gaya Baru : Jakarta
Harvey, RA dan Pamela CC, 2013. Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi 4. EGC : Jakarta.
Mirfaidah Nadjamuddin, dkk. 2019. Efek penggunaan antihipertensi pasien storek iskemik.
Yogyakarta : Airlangga University press
MS, Gede Doddy Tisna. 2013. Prevalensi Hipertensi Berdasarkan Indeks Massa Tubuh Pada
Dosen Umur 40-59 Tahun Di Lingkungan Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja.
Gladi Jurnal Ilmu Keolahragaan. Volume 7 (2).
Mycek MJ, Harvey RA, Champe PC. 2013. Farmakologi: Ulasan Bergambar Edisi. Alih bahasa
Azar Agoes. Jakarta: Widya Medika
Pikir, BS., dkk. 2015. Hipertensi Manajemen Komprehensif. Surabaya: Airlangga University
Press.
Purwidyaningrum, I. 2021. Mekanisme Kerja Antihipertensi Matoa. Jakarta: CV. Azka Pustaka.
Siswandono. 2016. Kimia medisinal. Surabaya : Universitas Airlangga
Tambayong, jan . 2019. Patofisiologi untuk keperawatan. Jakarta : EGC
Paraf asisten