Anda di halaman 1dari 71

PENERAPAN STRATEGI PELAKSANAAN HALUSINASI PADA PASIEN

SKIZOFRENIA DENGAN MASALAH GANGGUAN PERSEPSI


SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh


Gelar Ahli Madya Keperawatan (A.Md.Kep)
Program Diploma III Keperawatan

Disusun Oleh:

SALSABILA UMUL MUTI’AT


NIM 20.040

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN RUMAH SAKIT DUSTIRA


CIMAHI
2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Gangguan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan

utama di negara-negara maju, modern dan industri yaitu penyakit degeneratif,

kanker, gangguan jiwa dan kecelakaan (Halawa, 2017). Hal ini berkaitan

dengan ketidak mampuan serta invaliditas tidak baik secara individu maupun

kelompok akan menghambat pertumbuhan lingkungan, karena mereka tidak

produktif dan tidak efisien. Salah satu jenis gangguan jiwa psikososial

fungsional yang terbanyak adalah Skizofrenia (Davidson, 2015)

World Health Organization (WHO) (2019) menyatakan bahwa sekitar

264 juta jiwa menderita depresi, sekitar 45 juta jiwa diseluruh dunia

mengalami gangguan bipolar, 20 juta jiwa menderita skizofrenia, dan sekitar

50 juta jiwa menderita demensia yang disebabkan karena berbagai faktor

seperti biologis, psikologis dan sosial. Hal ini mengakibatkan jumlah kasus

gangguan jiwa terus bertambah serta dapat memberikan dampak pada

penambahan beban negara dan penurunan produktivitas manusia dalam

jangka panjang (WHO, 2019).

Laporan Nasional Rikesdas tahun 2018 di Indonesia terdapat pasien

gangguan skizofrenia mencapai 6,7% atau 282.654 orang jiwa. Jawa Barat
menempati posisi pertama mencapai 55.133 orang atau 5,0% penduduk

mengalami gangguan jiwa yaitu skizofrenia (Rikesdas, 2018;221).

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Tahun 2018

di Jawa Barat, prevalensi skizofrenia sebesar 4,97 dengan proporsi tempat

tinggal 4,61% daerah perkotaan dan 5,29% daerah pedesaan. Prevalensi

depresi pada penduduk umur diatas 15 tahun sebesar 7,8 dengan prevalensi

tertinggi berada direntan usia 65-74 sebesar 12,11 dengan prevalensi tertinggi

berada direntan usia 75 tahun keatas. (Profil Kesehatan Jawa Barat, 2020).

Permasalahan gangguan jiwa terlihat sangat signifikan, khususnya di

Indonesia karena kurangnya kesadaran masyarakat terhadap gejala dari

gangguan jiwa. Di Indonesia dengan berbagai faktor keanekaragaman dari

bio-psiko dan sosial berdampak pada kenaikan kasus penambahan gangguan

jiwa yang berdampak pada penurunan produktivitas dan beban negara untuk

jangka panjang. (KEMENKES RI, 2016:1)

Gangguan jiwa berat salah satunya adalah Skizofrenia. Skizofrenia

adalah gangguan psiikotik yang mengganggu fondasi kepribadian, terkadang

memiliki pengertian bahwa penyakit mental yang serius adalah gangguan

yang didefinisikan oleh penurunan kemampuan untuk menilai realistis

(Samudro, 2020) Gejala yang paling sering muncul pada pasien skizofrenia

adalah halusinasi. Halusinasi yang paling banyak terjadi adalah halusinasi

pendengaran sekitar 70% penderita mengalami halusinasi pendengaran.

(Dermawan D. &., 2013)


Halusinasi pendengaran merupakan kondisi dimana klien mendengar

suara-suara jelas maupun tidak jelas. Hal tersebut yang biasanya ditandai

dengan klien berbicara sendiri atau melakukan sesuatu tetapi tidak

berhubungan dengan hal nyata yang orang lain tidak mendengarnya, selain itu

klien tertawa-tawa sendiri, marah-marah, menutup telinga ketika hal tersebut

menganggap bahwa ada yang berbicara dengannya (Aulia, 2021).

Dampak yang timbul pada klien dengan halusinasi adalah kehilangan

kontrol dirinya. Akibat daripada masalah halusinasi yang ditimbulkan klien

perlu mendapatkan tindakan keperawatan yang tepat salah satu intervensi

yang diberikan adalah memberikan strategi pelaksanaan SP 1 hingga 4 yakni

dari mengidentifikasi jenis halusinasi hingga mengevaluasi hasil akhir. Hal

ini dilakukan sebagai salah satu implementasi mandiri keperawatan dalam

mengatasi permasalahan yang berhubungan dengan halusinasi. Dari hasil

implementasi tersebut, peran seorang perawat jiwa harus mampu melakukan

analisis dan melakukan evaluasi sesuai hasil yang diharapkan oleh pasien

terutama dalam menjalankan perannya sebagai pemberi asuhan keperawatan.

(Pratiwi, 2017)

Berdasarkan penelitian oleh Widianto (2016) terkait “Pengaruh

penerapan Strategi Pelaksanaan pada pasien Halusinasi di Rumah Sakit Jiwa

Menur Surabaya”, terhadap 2 pasien skizofrenia dengan halusinasi hasilnya

menunjukan mengalami penurunan halusinasi, pasien dapat mengontrol

halusinasinya ditandai dengan kondisi lebih tenang dan nyaman serta pasien
sudah tidak menyendiri ditempat tidur, sudah tidak mendengarkan suara-suara

dan sudah mau berinteraksi dengan orang lain.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Bate (2013) di Rumah Sakit Jiwa

Soeharto Heerdjan Jakarta dengan judul “Pengaruh penerapan strategi

pelaksanaan halusinasi terhadap kemampuan pasien mengontrol halusinasi

dengar” Penelitian yang dilakukan mencakup semua pasien skizofrenia

dengan halusinasi dengar yang dirawat di RS Jiwa Soeharto Heerdjan Jakarta

sebanyak 39 responden. Hasil penelitian menunjukan kemampuan kognitif

dan psikomotor pasien setelah diterapkan strategi pelaksanaan halusinasi

meningkat secara bermakna. Perawat menerapkan strategi pelaksanaan secara

berkesinambungan sebagai terapi generalis untuk mengontrol halusinasi

dengar pada pasien skizofrenia.

Sebagai bagian dari tempat rehabilitasi untuk klien gangguan jiwa,

Panti Rehabilitasi Bumi Kaheman berada di Soreang Kecamatan Cangkuang

Kabupaten Bandung, panti ini merupakan tempat rehabilitasi bagi penderita

gangguan jiwa dan rehabilitasi orang yang ketergantungan narkoba,

Psikotropika dan zat adiktif (NAPZA) yang bekerjasama dengan Kementrian

Sosial (Kemensos). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Panti

Rehabilitasi Bumi Kaheman data yang diperoleh sebanyak 42 orang, dan

penderita dengan halusinasi sebanyak 26 orang dijabarkan dalam tabel 1.1

dibawah ini
Table 1.1 Data Klien Halusinasi Di Panti Rehabilitasi Bumi Kaheman

Diagnosa Jumlah
Halusinasi Pendengaran dan 11
Penglihatan
Halusinasi Pendengaran 8
Halusinasi Penglihatan 7
Halusinasi Penciuman -
Halusinasi Pengecapan -
Halusinasi Sentuhan -
Halusinasi Temporer -
Jumlah 26

Sumber : Data Panti Rehabilitasi Bumi Kaheman

Berdasarkan kajian literatur belum adanya Studi Kasus penerapan

SPTK di Panti Rehabilitasi Bumi Kaheman, padahal klien dengan halusinasi

banyak. Maka peneliti tertarik untuk menggambarkan “Penerapan Strategi

Pelaksanaan Halusinasi Pada Pasien Skizofrenia Dengan Masalah Gangguan

Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran”.


B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan

masalah karya tulis ilmiah ini adalah: “Bagaimanakah Penerapan

Strategi Pelaksanaan Halusinasi Pada Pasien Skizofrenia Dengan

Masalah Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran?”

C. Tujuan Studi Kasus

1. Tujuan Umum

Strategi Pelaksanaan Halusinasi Pada Pasien Skizofrenia

Dengan Masalah Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

Pendengaran.

2. Tujuan Khusus

Dalam penelitian karya ilmiah ini, diharapkan peneliti mampu:

a. Melakukan pengkajian pada klien dengan Halusinasi;

b. Menegakkan diagnosa keperawatan berdasarkan

prioritas masalah pada klien dengan Gangguan Persepsi

Sensori Halusinasi;

c. Merencanakan tindakan asuhan keperawatan yang akan

diberikan pada klien dengan Gangguan Persepsi

Sensori Halusinasi;
d. Melakukan implementasi atau tindakan keperawatan

implementasi strategi pelaksaan (SP) halusinasi pada

klien dengan Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi;

e. Melakukan evaluasi hasil asuhan keperawatan pada

klien dengan Gangguan Persepsi Sensoru Halusinasi

setelah dilakukan tindakan;

f. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada klien

dengan Halusinasi;

D. Manfaat Studi Kasus

1. Manfaat teoritis

Menambah sumber pengetahuan dan peningkatan

pengembangan ilmu dan teori keperawatan mengenai

implementasi keperawatan pemberian strategi pelaksanaan

halusinasi pada klien skizofrenia.

2. Manfaat praktis

a. Bagi Mahasiswa

Diharapkan dapat menambah dan meningkatkan

keterampilan serta literatul dalam memberikan

implementasi strategi pelaksanaan halusinasi pada klien

skizofrenia
b. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan dapat memberi gambaran pelaksanaan

implementasi strategi pelaksanaan halusinasi pada klien

skizofrenia untuk bahan kajian teori dan kenyataan

dilapangan sehingga dapat mengukur kualitas

keberhasilan mahasiswa dalam mengaplikasikan teori

yang sudah didapat dalam proses pembelajaran.

c. Bagi Institusi Panti Rehabilitasi Bumi Kaheman

Diaharapkan dapat menambah literatur dalam

meningkatkan pemeberian implementasi strategi

pelaksanaan halusinasi pada klien skizofrenia dengan

lebih baik.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Teori

1. Skizofrenia

a. Pengertian Skizofrenia

Direja, (2016) menyatakan bahwa skizofrenia adalah suatu

bentuk psikosa fungsional dengan gangguan utama pada proses pikir

serta disharmoni (keretakan, perpecahan) antara proses pikir, efek atau

emosi, kemauan dan psikomotor disertai distorsi kenyataan, terutama

karena waham dan halusinasi, asosiasi terbagi-bagi sehingga timbul

inkoherensi.

Skizofrenia adalah suatu penyakit yang mempengaruhi otak

dan menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan,

perilaku yang aneh dan terganggu, (videbeck 2018)

b. Tanda dan Gejala Skizofrenia

Gejala-gejala skizofrenia dapat dibagi dalam 2 (dua) kelompok yaitu

gejala positif dan gejala negative. Selengkapnya seperti pada uraian

berikut hawari 2018

1) Gejala positif skizofrenia

Gejala positif merupakan gejala yang mencolok, mudah

dikenali, mengganggu keluarga dan masyarakat serta merupakan


salah satu motivasi keluarga untuk membawa pasien berobat

hawari. Gejala-gejala positif yang diperlihatkan pada pasien

skizofrenia yaitu:

a) Delusi atau waham, yaitu suatu keyakinan yang tidak rasional

(tidak masuk akal). Meskipun telah dibuktikan secara obyektif

bahwa keyakinan itu tidak rasional, namun pasien tetap

meyakini kebenarannya.

b) Halusinasi, yaitu pengalaman panca indera tanpa rangsangan

(stimulus). Misalnya pasien mendengar suara-suara atau

bisikan-bisikan ditelinganya padahal tidak ada sumber dari

suara atau bisikan itu.

c) Kekacauan alam pikir, yang dapat dilihat dari isi

pembicaraannya. Misalnya bicaranya kacau, sehingga tidak

dapat diikuti alur pikirannya.

d) Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif,

bicara dengan semangat dan gembira berlebihan, yang

ditunjukan dengan perilaku kekerasan.

e) Merasa dirinya “orang besar”, merasa serba mampu, serba

hebat dan sejenisnya.

f) Pikiran penuh dengan ketakutan sampai kecurigaan atau

seakan-akan ada ancaman terhadap dirinya.

g) Menyimpan rasa permusuhan.


2) Gejala negatif skizofrenia

Gejala negatif skizofrenia merupakan gejala yang tersamar dan

tidak mengganggu keluarga ataupun masyarakat, oleh karenanya

pihak keluarga seringkali terlambat membawa pasien berobat

(hawari 2018). Gejala-gejala negatif yang diperlihatkan pada

pasien skizofrenia yaitu:

a) Alam perasaan (affect) “tumpul dan “mendatar”. Gambaran

alam perasaan ini dapat terlihat dari wajahnya yang tidak

menunjukkan ekspresi.

b) Isolasi sosial atau mengasingkan diri (withdrawn) tidak mau

bergaul atau kontak dengan orang lain, suka melamun (day

dreaming).

c) Kontak emosional amat “miskin”, sukar diajak bicara,

pendiam.

d) Pasif dan apatis, menarik diri dari pergaulan sosial.

e) Sulit dalam berpikir abstrak.

f) Pola pikir stereotip.

c. Etiologi

Menurut Gamayanti, (2016) menyatakan bahwa penyebab skizofrenia

diantaranya adalah :
1) Faktor Biologis

a) Komplikasi kelahiran

Pada komplikasi ini bayi laki-laki yang memiliki komplikasi

sejak lahir, hipoksia perintal akan memiliki kerentanan

terhadap skizofrenia

b) Infeksi perubahan anatomi pada susunan syaraf pusat yang

disebabkan oleh infeksi virus hal ini dilaporkan yang terjadi

terhadap orang-orang yang memiliki riwayat skizofrenia.

Terpaparnya infeksi virus pada saat trimester kedua pada

kehamilan merupakan penyebab seseorang mengalami

skizofrenia.

c) Hipotesis Dopamine

Dopamine merupakan neurotransmitter pertama yang dapat

berkontribusi terhadap gejala skizofrenia. Hampir semua obat

antipsikotik tipikal maupun antipikal menyerat reseptor

dopamine D2, dengan terhalangnya transmisi sinyal di sistem

dopaminergic maka gejala psikotik diredakan.

d) Struktur Otak

Daerah otak yang mendapatkan banyak perhatian adalah sistem

limbic dan ganglia basalis. Otak pada penderita skizofrenia

terlihat sedikit berbeda dengan orang normal. Ventrikel terlihat


melebar, penurunan massa abu-abu dan beberapa area terjadi

peningkatan maupun penurunan aktifitas metabolic.

2) Faktor Genetik

Bawasanya skizofrenia diturunkan 1% populasi umum dan 10%

pada masyarakat yang mempunyai hubungan keluarga derajat

pertama (sekandung) seperti orang tua, kakak laki-laki ataupun

saudara perempuan dengan skizofrenia. Masyarakat yang

mempunyai hubungan derajat kedua seperti paman, bibi,

kakek/nenek/ dan sepupu dikatakan lebih sering dibandingkan

populasi umum. Kembar identic 40% sampai 65% berpeluang

menderita skizofrenia, sedangkan kembar digotik sebanyak 12%.

Anak dan kedua berpeluang 40%, untuk keluarga satu kandung

dapat berpeluang 12%.

2. Halusinasi

a. Pengertian Halusinasi

Halusinasi adalah masalah perawatan bagi orang dengan

gangguan mental. Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan

jiwa pada manusia yang ditandai dengan perubahan persepsi sensori,

yaitu persepsi sensasi palsu berupa suara, penglihatan, rasa, sentuhan

atau penciuman (Meliza, 2017).

Halusinasi adalah hal-hal yang dijelaskan tanpa terdeteksi oleh

rangsangan eksternal. Meskipun mungkin tampak seperti sesuatu yang


tidak nyata, halusinasi adalah bagian dari kehidupan mental yang

dirasakan pasien (Kusumawaty, 2021).

Berubahnya dalam jumlah atau pola rangsangan yang datang

diikuti gangguan respon yang sedikit atau kurang, berlebihan, atau

distorsi terhadap rangsangan tersebut (Patimah, 2021).

b. Jenis-jenis Halusinasi

Berikut adalah jenis-jenis halusinasi Menurut (Afnuhazi, 2017)

1) Halusinasi pendengaran (auditory)

Mendengar suara seperti ada yang membicarakan,

menghina, menertawakan, mengancam, menuruh untuk

melakukan hal yang berbahaya untuk dilakukan,perbuatan

yang muncul yakni mengarahkan indera pendengar ke sumber

suara, berbicara atau tertawa sendiri, menggerutu tanpa sebab,

menutup indera pendengar, mulut komat-kamit, dan adanya

gerakan tangan.

2) Halusinasi penglihatan (visual)

Stimulasi penglihatan berupa cahaya, gambar, orang

dapat menyenangkan atau tidak menyenangkan. Tingkah laku

yang muncul adalah melihat ke suatu tempat, menunjuk kea

rah tertentu, dan takut dengan apa yang dilihat.


3) Halusinasi penciuman (olfactory)

Rangsangan indera penciuman dengan mencium bau

busuk, amis, dan menjijikan, seperti darah, urin, feses, atau

parfum. Perilaku yang muncul adalah ekspresi wajah, seperti

berciuman dengan gerakan hidung, seperti mengendus bau,

mengarahkan hidung pada posisi tertentu, menutup hidung.

4) Halusinasi pengecapan (gustatory)

Rangsangan ini biasanya terjadi pada indera perasa

untuk hal-hal yang berbau busuk, amis, dan menjijikan, seperti

rasa darah, urin, atau feses. Perilaku yang muncul antara lain

mengecap, mengunyah di mulut, sering meludah atau muntah.

5) Halusinasi perabaan (taktil)

Indera peraba mengalami rasa sakit atau tidak nyaman

tanpa adanya rangsangan yang tampak, seperti merasakan

adanya aliran listrik dari tanah, objek mati atau orang, merasa

seperti ada yang merayap pada tubuh seperti tangan, binatang

kecil dan makhluk yang tak kasat mata. Perbuatan yang timbul

yakni mengusap, menggaruk-garuk atau meraba-raba

permukaan indera peraba yakni kulit, terlihat gerakan badan

seperti merasakan suatu rabaan.


6) Halusinasi sinestetik

Fungsi tubuh yang dirasakan seakan-akan nyata dirasakan,

seperti darah yang mengalir melalui pembuluh darah kecil dan

pembuluh darah besar, makanan yang diproses dalam system

pencernaan atau proses pembentukan urine, merasa tubuhnya

terbang di atas permukaan bumi. Perbuatan yang timbul ialah

klien tampak menatap tubuhnya dan tampak seperti merasakan

sesuatu yang aneh tentang tubuhnya.

c. Etiologi

Faktor predisposisi klien halusinasi menurut (Oktaviani, 2020)

1. Faktor predisposisi

a. Faktor perkembangan

Tugas perkembangan klien terganggu misalnya

rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan

klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang

percaya diri.

b. Faktor sosialkultural

Seseorang yang merasa tidak diterima di lingkungan

sejak bayi akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak

percaya pada lingkungan.


c. Biologis

Faktor biologis mempunyai pengaruh terhadap

terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebihan

dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu

zat yang dapat bersifat halusinogen neurokimia. Akibat stress

berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter

otak.

d. Psikologis

Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab

mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini

berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam mengambil

keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih

memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju

alam khayal.

e. Sosial Budaya

Meliputi klien mengalami interaksi sosial dalam fase

awal dan comforting, klien menganggap bahwa hidup

bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan. Klien asyik

dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk

memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, control diri dan

harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata.


2. Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi merupakan stimulus yang dipersiapkan oleh

individu sebagai tantangan, ancaman, atau tuntutan yang

memerlukan energy ekstra untuk menghadapinya. Seperti adanya

rangsangan dari lingkungan, misalnya partisipasi klien dalam

kelompok, terlalu lama tidak diajak komunikasi, objek yang ada

dilingkungan dan juga suasana sepi atau terisolasi, sering menjadi

pencetus terjadinya halusinasi. Hal tersebut dapat meningkatkan

stress dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat

halusinorgenik. Penyebab Halusinasi dapat dilihat dari lima

dimensi (Oktaviani, 2020) yaitu:

a. Dimensi Fisik: Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa

kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan

obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alcohol dan

kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.

b. Dimensi Emosional: Perasaan cemas yang berlebihan atas

dasar problem yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab

halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah

memaksa dan menakutkan, klien tidak sanggup lagi menentang

perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat

sesuatu terhadap ketakutan tersebut.


c. Dimensi Intelektual: Dalam dimensi intelektual ini

menerangkan bahwa individu dengan halusinasi akan

memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya

halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan

impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang

menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh

perhatian klien dan tidak jarang akan mengontrol semua

perilaku klien.

d. Dimensi Sosial: Klien mengalami interaksi sosial dalam fase

awal dan comforting, klien menganggap bahwa hidup

bersosialisasi dialam nyata sangat membahayakan. Klien asyik

dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk

memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, control diri dan

harga diri yang didapatkan dalam dunia nyata.

e. Dimensi Spiritual: Secara spiritual klien halusinasi mulai

dengan kehampaan hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya

aktifitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk

menyucikan diri. Saat bangun tidur klien merasa hampa dan

tidak jelas tujuan hidupnya. Individu sering memaki takdir

tetapi lemah dalam upaya menjemput rezeki, menyalahkan

lingkungan dan orang lain yang menyebabkan takdirnya

memburuk.
d. Rentang Respon Halusinasi

Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individual yang

berbeda, rentang respon neurobiology dalam hal ini merupakan

persepsi maladaptif. Jika klien yang sehat persepsinya akurat, mampu

mengidentifikasikan dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan

informasi yang diterima melalui panca indera (pendengaran,

penglihatan, penciuman, pengecapan, dan perabaan), sedangkan klien

halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indera walaupun

stimulus tersebut tidak ada. Diantara kedua respon tersebut adalah

respon individu yang karena suatu hal mengalami kelainan pensensif

yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya, yang tersebut

sebagai ilusi. Klien mengalami jika interpresentasi yang dilakukan

terhadap stimulus panca indera tidak sesuai stimulus yang

diterimanya, rentang respon tersebut sebagai berikut (Simatupang,

2021)

Bagan 2. 1 Rentang respon Halusinasi

Respon adaftif Respon Maladaptif

Pikiran Logis Kadang-kadang - Waham


proses pikir - Halusinasi
- Persepsi akurat terganggu (distorsi - Sulit berespon
- Emosi konsisten pikiran) - Perilaku
dengan disorganisasi
pengalaman - Ilusi - Isolasi sosial
- Perilaku sesuai - Menarik diri
- Hubungan sosial - Reaksi emosi
harmonis - Perilaku tidak
biasa
Rentang respon neurobiologist halusinasi (Muhiht, 2016)

1. Respon Adaptif

Respon adaptif adalah rrespon yang dapat diterima oleh norma-

norma sosial budaya yang berlaku.dengan kata lain individu

tersebut dalam batas normal jika mengahdapi suatu maslah akan

dapat memecahkan masalah tersebut, respon adaptif:

a. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada

kenyataan. persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada

kenyataan

b. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang

timbul dari pengalaman

c. Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih

dalam batas kewajaran.

d. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi fengan orang

lain dan lingkungan.

2. Respon Maladaptif

Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan

masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan

lingkungan, adapun respon maladatif meliputi:


a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh

dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan

bertentangan dengan kenyataan sosial.

b. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah satu persepsi

eksternal yang tidak realita atau tidak ada.

c. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul

dari hati.

d. Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur.

e. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh

individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan

sebagai suatu kecelakaan yang negative mengancam.

e. Fase Halusinasi

Proses terjadinya halusinasi ada beberapa fase menurut (Dermawan D.

&., 2018) adalah:

1) Fase I Comforting (Halusinasi menyenangkan)

Klien mengalami kecemasan, kesepian, rasa bersalah, ketakutan,

sehingga mencoba untuk menghilangkan kecemasan dengan

berfokus pada pikiran menyenangkan. Individu mengakui bahwa

jika kecemasan dapat dikendalikan, pikiran dan pengalaman

sensorik dapat dikendalikansecara sadar. Gejala yang dapat dilihat

anatar lain senyum atau tawa yang tidak tepat, bibir bergerak tanpa

mengeluarkan suara, gerakan mata yang cepat, keasyikan, diam,


dan respons bicara yang lambat saat asyik dengan diri sendiri (non-

psikotik).

2) Fase II Condeming (Halusinasi menjadi menjijikan)

Klien mulai lepas kendali dan mencoba menjaga jarak dengan

sumber yang dipersepsikan, menarik diri dari orang lain, tidak

kontrol, tingkat kecemasan berat. Gejala yang muncul seperti

meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom akibat kecemasan,

rentang perhatian menyempit, asyik dengan pengalaman sensori

dan kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan

kenyataan, menyalahkan , menarik diri dengan orang lain dan

konsentrasi terhadap pengalaman sensori kerja (non psikotik)

3) Fase III Controling (Pengalaman sensori jadi menguasai)

Klien berhenti dan menyerah pada halusinasi tersebut, isi

halusinasi menjadi menarik, klien mungkin mengalami

pengalaman kesepian jika sensori halusinasi berhenti. Gejala yang

muncul seperti kemauan yang dikendalikan halusinasi akan diikuti,

sulit berhubungan dengan orang lain, rentang perhatian hanya

beberapa detik atau menit, adanya tanda-tanda fisik kecemasan

berat: berkeringat, gemetar, dan tidak mampu mematuhi perintah

dan isi halusinasi menjadi antraktif (psikotik)


4) Fase IV Conquering (mengikuti perintah halusinasinya)

Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti

perintah halusinasinya, halusinasi berakhir dari beberapa jam atau

hari. Gejala yang muncul seperti kesalahan akibat panik, potensi

kuat aktivitas fisik mereflekasikan isi halusinasi seperti perilaku

kekerasan, agitasi, menarik diri, atau katatonik, dan tidak mampu

merespon lebih dari satu orang (psikotik)

f. Tanda dan gejala

Tanda dan gejala halusinasi berbeda tergantung jenis halusinasi

yang diderita. Menurut (Rohmani, 2020), menjelaskan jenis dan tanda-

tanda halusinasi, diantaranya:

Tabel 2.2 Tanda dan gejala


Jenis Data Data
Halusinasi Subyektif Obyektif
Halusinasi dengar Mendengar suara Mengarahkan telinga
(Auditory hearing menyuruh. Mendengar ke sumber suara.
voices or sound) suara atau bunyi. Bicara atau tertawa
Mendengar suara yang sendiri. Marah-marah
mengancam diri klien tanpa sebab.
atau orang lain atau Menutup telinga,
suara lain yang mulut komat-kamit.
membahayakan.
Mendengar seseorang
yang sudah
meninggal.
Mendengar suara yang
mengajak bercakap-
cakap.
Halusinasi Melihat seseorang Ada gerakan tangan
penglihatan (Visual- yang sudah tatapan mata pada
seeing persons or meninggal, melihat tempat tertentu.
things) makhluk tertentu, Menunjuk kea rah
melihat bayangan, tertentu. Ketakutan
cahaya, monster yang pada obyek yang
memasuki perawat dilihat.
Halusinasi Mencium bau seperti Ekspresi wajah
penciuman bau mayat, darah, seperti mencium
(Olfactory-smelling bayi, feses, atau bau sesuatu dengan
odors) masakan, parfum yang gerakan cuping
menyenangkan. Klien hidung, mengarahkan
mengatakan mencium hidung pada tempat
bau sesuatu. Tipe tertentu.
halusinasi ini sering
menyertai klien
dimensia, kejang, atau
penyakit
serebrovaskuler.
Halusinasi perabaan Klien mengatakan ada Meraba-raba
(Tactile-feeing sesuatu yang permukaan kulit.
bodily sensations) menyerangi tubuh Terlihat menggerak-
seperti tangan, gerakan badan seperti
binatang kecil, merasakan sesuatu
makhluk halus. rabaan
Merasakan sangat
panas atau dingin
merasakan tersengat
aliran listrik.
Halusinasi Klien mengatakan Seperti mengecap
pengecapan sedang merasakan sesuatu. Gerakan
(Gustatory- makanan tertentu, rasa mengunyah,
experiencing taste) tertentu, atau meludah, atau
mengunyah sesuatu. muntah

g. Mekanisme koping

Mekanisme koping umumnya pada klien dengan halusinasi

menurut (Syah, 2019), meliputi:

1) Regresi berhubungan dengan proses informasi serta upaya untuk

menanggulangi kecemasan.

2) Proyeksi upaya untuk menjelaskan ketidakjelasan persepsi.

3) Menarik diri merupakan sulit mempercayai orang lain

4) Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh klien.

h. Penatalaksanaan Halusinasi

Menurut (Wulandari, 2019) penatalaksanaan klien halusinasi dengan

pemberian obat-obatan anti psikosis dan tindakan lain adalah:

1) Terapi Farmakologi

a) Haloperidol

(1) Antipsikotik, neuroleptic, butirofenon


(2) Indikasi

Penatalaksanaannya pada psikosis kronik dan akut,

pengendalian hiperaktivitas dan masalah perilaku berat

pada anak-anak.

(3) Mekanisme Kerja

Bekerja sebagai anti psikotik yang belum terpenuhi

sepenuhnya, menekan susunan saraf pusat pada tingkat

subkrotikal formasi retricular otak, mesenfalon dan batang

otak.

(4) Kontraindikasi

Hipersensitivitas obat pada klien dengan depresi SSP dan

sumsum tulang belakang, kerusakan otak subkrotikal,

penyakit Parkinsondan anak dibawah usia 3 tahun.

(5) Efek samping

Sedasi, sakit kepala, kejangm insomnia, pusing, mulut

kering dan anoreksia.

b) Clorpromazin

(1) Antipsikotik, antiemetic.

(2) Indikasi

Penanganan untuk gangguan psikotik seperti skizofrenia,

fasemania gangguan bipolar, ansietas dan agitasi, anak

hiperaktif yang menunjukan aktivitas motoric berlebih.


(3) Mekanisme kerja

Sebagai antipsikotik yang belum terpenuhi sepenuhnya,

tapi berhubungan dengan efek antidopaminergik.

Antipsikotik dapat menyekat reseptor dopamine post sinaps

pada ganglia basa, hipotalamus, sistem limbic, batang otak

dan medulla.

(4) Kontraindikasi

Hipersensitivitas pada klien koma atau depresi sumsum

tulang, penyakit Parkinson, potensi kekurangan fungsi hati,

ginjal dan jantung, anak usia dibawah 6 tahun dan wanita

selama masa kehamilan dan laktasi.

(5) Efek samping

Sakit kepala, kejang, insomnia, pusing, hipertensi,

ortostatik, mulut kering, mual dan muntah.

2) Terapi Non Farmakologis

a) Terapi kejang listrik (Electro Compulsive Therapy)

Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan

kejang grandma secara artifisial dengan melewatkan aliran

listrik melalui electrode yang dipasang pada satu atau dua

teples, terapi kejang listrik dapat diberikan pada skizofrenia

yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau

injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 jole/detik (Putra, 2020)


b) Psikoterapi dan rehabilitasi

Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangan

membantu karena berhubungan dengan praktis dengan maksud

mempersiapkan pasien kembali ke masyarakat, selain itu terapi

kerja sangat baik untuk mendorong pasien bergaul dengan

orang lain, pasien lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya

pasien tidak mengasingkan diri karena dapat membentuk

kebiasaan yang kurang baik, dianjurkan untuk mengadakan

permainan atau latihan bersama, seperti terapi modalitas yang

terdiri dari (Rossyda, 2019 dalam (Manullang, 2021)

1. Terapi aktivitas

a) Terapi music

Fokus: mendengar, memainkan alat music, bernyanyi.

Yaitu menikmati dengan relaksasi music yang disukai

pasien.

b) Terapi seni

Fokus: untuk mengekspresikan perasaan melalui

berbagai pekerjaan seni.

c) Terapi menari

Fokus: ekspresi perasaan melalui gerakan tubuh.

2. Terapi relaksasi

Belajar dan praktek relaksasi dalam kelompok


Rasional: untuk koping/perilaku maladaptive/deskriptif,

meningkatkan partisipasi dan kesenangan pasien dalam

kehidupan.

3. Terapi sosial

Pasien belajar bersosialisasi dengan pasien lain.

4. Terapi kelompok:

TAK Stimulus Persepsi : Halusinasi

a) Sesi 1 : mengenal halusinasi (jenis, isi, frekuensi,

waktu, situasi, perasaan dan respon)

b) Sesi 2 : mengontrol halusinasi dengan menghardik

c) Sesi 3 : mengontrol halusinasi dengan melakukan

kegiatan terjadwal

d) Sesi 4 : mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap

dan denklasi

e) Sesi 5 : mengontrol halusinasi dengan patuh minum

obat secara teratur.

5. Terapi lingkungan

Suasana di rumah sakit dibuat seperti suasana di dalam

keluarga (home like atmosphere)


3. Konsep Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

a. Definisi

Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan (SPTK) adalah

susunan rencana perawat dengan klien saat akan melakukan tindakan

keperawatan. SPTK bertujuan melatih kemampuan yang terintegrasi

antara intelektual, psikomotor dan afektif.

SPTK terdiri dari dua bagian, yaitu yang pertama: proses

keperawatan meliputi kondisi klien, diagnosis keperawatan, tujuan,

dan tindakan keperawatan. Kedua: strategi komunikasi pada saat

melaksanakan tindakan keperawatan.

1) Proses keperawatan

Pada SPTK dari proses keperawatan merupakan pembuktian

secara ilmiah dari mana sumber tindakan keperawatan yang akan

dilakukan. Tidak disarankan hanya melakukan tindakan tanpa

mengetahui diagnosa dan tujuan dari tindakan tersebut.

2) Strategi Komunikasi dalam pelaksanaan tindakan keperawatan

Strategi komunikasi adalah tahapan komunikasi terapeutik

antara perawat dan klien, yaitu pra interaksi, perkenalan, orientasi,

kerja dan terminasi.

a) Tahap pra interaksi

Pra interaksi dilakukan sebelum berinteraksi dengan klien.

Setiap akan berinteraksi dengan klien, pola SPTK sudah ada


baik dalam satu shift dinas perawat merawat 5 orang klien dan

masing-masing klien membutuhkan 3 tindakan keperawatan,

maka 15 SPTK yang perlu dipersiapkan secara tertulis/pola

pikir.

b) Tahap perkenalan/Orientasi

Tahapan ini dapat dibagi menjadi tiga bagian sepanjang

merawat klien, yaitu pertemuan awal (kontrak pertama),

pertemuan kedua dan seterusnya (kontrak selama proses

keperawatan) dan pertemuan akhir (kontrak diakhir

perawatan).

Tahapan ini berisikan yaitu salam teraputik, evaluasi

dan atau validasi dan kontrak.

c) Tahap kerja

Tahap kerja ini meliputi tindakan keperawatan yang telah

direncanakan pada diagnosa keperawatan. Tindakan

keperawatan dapat berupa observasi dan monitoring, terapi

modalitas, pendidikan kesehatan pada klien dan keluarga,

tindakan kolaborasi dengan berbagai tim kesehatan jiwa.

d) Tahap terminasi

Tahap terminasi dibagi menjadi dua macam, yaitu terminasi

sementara dan terminasi akhir. Terminasi sementara dilakukan

pada setiap akhir pertemuan, sedangkan terminasi akhir pada


saat klien pulang. Bagian dari terminasi adalah evaluasi

obyektif dan subyektif, rencana tindak lanjut dan kontrak yang

akan datang berupa topic, waktu dan tempat yang terkait

dengan rencana tindakan keperawatan selanjutnya.

b. Strategi Pelaksanaan Halusinasi


Tabel 2.3 Strategi Pelaksanaan Halusinasi
SP 1
Bantu klien mengenali halusinasi dengan cara :
- Mengidentifikasi isi halusinasi klien
- Mengidentifikasi waktu halusinasi klien
- Mengidentifikasi frekuensi halusinasi klien
- Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
klien
- Mengidentifikasi perasasaan klien saat terjadi
halusinasi
- Latih mengontrol halusinasi dengan cara mengahardik
SP 2
- Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1)
- Tanyakan program pengobatan
- Jelaskan pentingnya penggunaan obat pada gangguan
jiwa
- Jelaskan akibat bila tidak digunakan sesuai program
- Jelaskan akibat bila putus obat
- Jelaskan cara mendapatkan obat/berobat
- Jelaskan pengobatan (5B)
- Latih klien minum obat
Masukan dalam jadwal harian
SP 3
- Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 2)
- Latih berbicara/bercakao-cakap dengan orang lain saat
halusinasi muncul
Masukan dalam jadwal kegiatan klien
SP 4
- Evaluasi kegiatan yang lalu ( SP 1,2 dan 3)
- Latih kegiatan agar halusinasi tidak muncul dengan
cara :
- Jelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk
mengatasi halusinasi
- Diskusikan aktivitas yang biasa dilakukan oleh pasien
- Latih klien melakukan aktivitas
- Susun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan
aktivitas yang telah dilatih (dari bangun pagi sampai
tidur malam
- Pantau pelaksanaan jadwal kegiatan, berikan
penguatan terhadap perilaku klien yang (+)

B. Konsep Asuhan Keperawatan Halusinasi

1. Pengkajian

Pengkajian yang dilakukan pada klien dengan halusinasi pendengaran

menurut (Anggraini, 2018)


a. Identitas

1) Identitas Klien

Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, pekerjaan,

suku/bangsa, agama, pendidikan, status maternal, nomor rekam

medis, diagnosa medis, tanggal masuk rumah sakit, tanggal

pengkajian, alamat.

2) Identitas Penanggung Jawab

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat.

b. Alasan Masuk Rumah Sakit

Alasan masuk pada klien dengan halusinasi umumnya merasa

gelisah, melamun, bingung, kesepian, konsentrasi mudah beralih,

tidak dapat mengambil keputusan, kehilangan kemampuan dalam

membedakan kondisi nyata atau tidak nyata, dan menarik diri.

c. Faktor Predisposisi

Faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang

meningkatkan seseorang saat menghadapi stress. Didapat dari

klien dan anggota keluarga, yang melibatkan perkembangan faktor

sosial budaya, biokimia, psikologis, genetic serta faktor resiko

yang mempengaruhi jenis dan sumber stress.


1) Faktor Perkembangan

Pada umumnya tugas perkembangan berupa hambatan dan

hubungan interpersonal terganggu, sehingga individu akan

merasakan tekanan dan kecemasan.

2) Faktor Sosial Budaya

Beberapa faktor yang terjadi dalam masyarakat dapat membuat

seseorang merasa menyendiri, menjauhkan diri dari

lingkungannya, merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak

percaya pada lingkungannya.

3) Faktor Biokimia

Adanya stress yang berlebihan dialami individu maka tubuh

akan menghasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik

neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP)

yang menyebabkan halusinasi.

4) Faktor Psikologis

Hubungan yang tidak harmonis antar masyarakat yang

menyebabkan stress, kecemasan yang tinggi, dan pada

akhirnya menimbulkan hambatan orientasi realitas seperti

halusinasi.
5) Faktor Genetik

Penelitian menunjukkan bahwa anak yang diasuh oleh

orangtua dengan gangguan skizofrenia cenderung akan

mengalami gangguan skizofrenia juga.

d. Faktor Presipitasi

Faktor prepitasi terhadap klien dengan halusinasi pendengaran

yang dikemukakan oleh (Mirza, 2019), diantaranya:

1) Biologis

Stressor biologis yang berhubungan dengan respon

neurobiologik yang maladaptif termasuk gangguan dalam otak

yang mengatur proses informasi dan adanya abnormalitas yang

mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif

menanggapi rangsangan.

2) Lingkungan

Adanya rangsangan pada lingkungan seperti waktu yang terlalu

lama untuk berkomunikasi dengan benda-benda

dilingkungannya, suasana yang sepi/terisolasi, sehingga

menimbulkan halusinasi karena meningkatkan stress dan

kecemasan serta merangsang tubuh untuk mengeluarkan zat

halusinogen.
3) Pemicu Gejala

Pemicu atau stimulus yang sering menimbulkan tahapan baru

suatu penyakit yang biasanya terdapat pada respon

neurobiologis yang maladaptive berhubungan dengan

kesehatan, lingkungan, sikap dan perilaku individu.

e. Aspek fisik/biologis (Pemeriksaan Fisik)

Pada umumnya dilakukan pengkajian meliputi tanda-tanda vital

(Tekanan Darah, Nadi, Pernafasan dan suhu), Tinggi badan, serta

keluhan fisik lainnya.

f. Aspek psikososial

Aspek sosial pada klien dengan halusinasi pendengaran menurut

(Supardi, 2018).

1) Genogram

Pada umumnya genogram dibuat 3 generasi diantaranya

menggambarkan garis keturunan keluarga klien, apakah

anggota keluarga ada yang mengalami gangguan jiwa seperti

yang dialami oleh klien atau tidak, pola komunikasi klien, pola

asuh serta siapa pengambilan keputusan dalam keluarga.

2) Konsep diri

Konsep diri menurut (Bagyono, 2019), meliputi:

a) Gambaran Diri
Persepsi klien halusinasi terhadap tubuhnya, bagian tubuh

yang disukai dan tidak disukai. Pada umumnya klien tidak

mengeluhkan mengenai persepsi klien terhadap tubuhnya

jika tidak ada kecacatan.

b) Identitas diri

Pada klien dengan halusinasi cenderung merasa tidak puas

akan dirinya, tidak puas akan status ataupun posisi sebagai

anggota keluarga dan masyarakat.

c) Peran diri

Pada umumnya klien kurang dapat melakukan peran dan

tugasnya dengan baik sebagai anggota keluarga dan

masyarakat serta dapat terjadi perubahan atau penghentian

fungsi disebabkan oleh penyakit, menarik diri dari

lingkungan ataupun trauma masa lalu.

d) Ideal diri

Klien dengan halusinasi memiliki harapan terkait dengan

sekolah, pekerjaan, keluarga, penyakit dan cita-citanya.

Namun klien merasa tidak mampu untuk mencapai harapan

tersebut.

e) Harga diri

Klien dengan halusinasi memiliki perasaan malu terhadap

dirinya sendiri, merasa tidak nyaman, tidak berguna, rasa


bersalah, gangguan berhubungan sosial dengan

lingkungannya, merendahkan martabat, mencederai diri

dan kurang percaya diri mengenai kondisi gambaran diri,

identitas diri, peran dan ideal diri.

3) Hubungan sosial

Hubungan sosial pada klien dengan halusinasi pendengaran

yang dikemukakan oleh halawa, dalam penelitiannya adalah:

Klien dengan halusinasi tidak memiliki teman dekat, tidak

berpartisipasi dalam kegiatan di masyarakat, lebih sering

menyendiri dan nyaman dengan dunia tidak nyatanya, karena

disebabkan klien yang cenderung sering marah-marah tanpa

sebab, bicara kasar, teriak-teriak, melempar atau memukul

orang lain, klien yang tidak pernah berkunjung kerumah

tetangga dan tidak pernah mengikuti kegiatan yang ada

dilingkungan masyarakat.

4) Spiritual

klien dengan halusinasi cenderung kehilangan keinginan untuk

beribadah dan tidak ingin mendekatkan diri kepada Tuhan.

g. Status mental

Status mental pada klien dengan halusinasi pendengaran menurut

(Muhiht, 2016), sebagai berikut:


1) Penampilan

Pada klien halusinasi berpenampilan baju tidak rapi, tercium

bau, menggunakan pakaian tidak sesuai, mandi harus dipaksa,

rambut terlihat tidak pernah disisir, kebingungan, cemas,

kancing baju tidak tepat, resleting tidak dikunci, memakai baju

terbalik, baju tidak diganti-ganti, mulut dan gigi kotor, serta

bau badan.

2) Pembicaraan

Klien dengan halusinasi tidak mampu memulai pembicaraan

terlebih dahulu dan saat diajak berbicara klien terlihat tampak

lambat.

3) Aktivitas motorik

Pada klien halusinasi terlihat gelisah, lesu, tegang, agitasi,

tremor. Klien terlihat sering menutup telinga, menunjuk-

nunjuk kearah tertentu, menggaruk-garuk kulit, sering meludah

menutup hidung, berjalan mondar-mandir dan gerakan mulut

yang berkomat-kamit.

4) Alam perasaan

Klien halusinasi alam perasaannya sedih, khawatir, takut akan

isi halusinasinya, merasakan sedih, bahagia yang berlebihan,

serta marah tanpa sebab.


5) Afek

Klien dengan halusinasi memiliki efek tumpul. Mempunyai

emosi labil tanpa sebab, tiba-tiba menangis dan tampak sedih

lalu diam menundukan kepala.

6) Interaksi selama wawancara

Klien memperlihatkan perilaku yang tidak kooperatif, lebih

banyak diam, pandangan mata melihat kearah lain ketika diajak

bicara.

7) Persepsi

a) Jenis Halusinasi

Ada beberapa jenis halusinasi (Halusinasi pendengaran,

penciumsn, penglihatan, perabaan, pengecapan,

cenesthetik, dan kinesthetic).

b) Waktu

Kapan halusinasi bisa terjadi? Apakah muncul waktu pagi,

siang, sore, malam? Jika muncul pukul berapa?

c) Frekuensi

Klien dengan halusinasi umumnya mengalami halusinasi

disaat klien tidak melakukan kegiatan seperti saat melamun

atau menyendiri.
d) Keadaan yang dapat menyebabkan halusinasi

Dalam keadaan bagaimana halusinasi bisa terjadi, apakah

sedang melamun dan menyendiri?

e) Respon terhadap stimulasi

Klien dengan halusinasi umumnya marah, mudah

tersinggung, dan merasa curiga kepada orang lain.

8) Proses pikir

Proses pikir klien dengan halusinasi menunjukan cara berpikir

yang lambat, dapat mengalami blocking yaitu ketidakmampuan

dalam mengingat apa yang telah, yang ingin dikatakan atau

pembicaraan berhenti tiba-tiba, sirkumtansial atau pembicaraan

yang berbelit-belit namun sampai pada tujuan, kehilangan

asosiasi adalah pembicaraan yang tidak memiliki hubungan

antara kalimat satu dengan lainnya tetapi klien tidak

menyadari.

9) Isi pikir

Isi pikir klien dengan halusinasi mengarah pada apa yang

dipikirkan seseorang. Isi pikir dapat berupa waham, obsesi,

depersonalisasi, fobia, hipokondria, ide yang terkait, dan

pikiran magis.
10) Tingkat kesadaran

Mengobservasi tingkat kesadaran klien dengan halusinasi

tingkat kesadarannya yaitu stupor dengan gangguan motoric

seperti kekakuan, gerakan yang diulang-ulang, anggota tubuh

klirn dengan sikap yang canggung serta klien terlihat kacau.

11) Memori

a) Daya ingat jangka panjang

Klien mengalami gangguan pada saat ditanya klien terlihat

bingung, melamun dan mengatakan sudah tidak ingat.

b) Daya ingat jangka pendek

Klien masih mengingat kejadian sekitar 1 minggu yang

lalu.

c) Daya ingat memori saat ini

Klien tidak mengalami gangguan pada memori saat ini,

biasanya klien dapat menyebutkan kegiatan hari ini dan

mampu menyebutkan nama perawat.

12) Tingkat konsentrasi dan berhitung

Klien halusinasi pada umumnya cenderung tidak mampu

berkonsentrasi, tidak dapat menjelaskan kembali

pembicaraannya, konsentrasi mudah beralih, terkadang tidak

mampu berkonsentrasi. Klien mampu berhitung sederhana

contohnya 1-10.
13) Kemampuan penilaian

Klien halusinasi memiliki keampuan penelitian yang baik,

seperti jika disuruh untuk memilih mana yang dilakukan

dahulu antara mencuci tangan dengan makan, maka klien akan

menjawab mencuci tangan terlebih dahulu.

14) Daya tilik diri

Klien dengan halusinasi selalu berpikir bahwa mereka baik-

baik saja, tidak mengetahui apa yang terjadi pada mereka, dan

selalu menyangkal keadaannya.

h. Mekanisme koping

Mekanisme koping pada klien dengan halusinasi pendengaran

meurut (Sari., 2020), bahwa pada klien dengan halusinasi terdapat

perilaku maladaptif, seperti klien malas untuk beraktivitas, dan

berkonsentrasi dengan stimulus internal dan reaksi lambat yang

dilakukan klien.

i. Masalah psikososial dan lingkungan

Pada klien dengan halusinasi meiliki masalah dengan psikososial

dan lingkungannya, tidak dapat berinteraksi dengan keluarga aotau

masyarakat karena perilaku klien yang membuat disekitarnya

merasa ketakutan (Afnuhazi, 2017)


j. Aspek medis

Klien dengan gangguan halusinasi biasanya mendapatkan

pengobatan seperti: Chlorpromazine (CPZ) 2 x 10 mg,

Trihexipendil (THF) 2 x 2 mg, dan Risperidol 2 x 2 mg mahindu

2019.

2. Analisa Data Keperawatan

Menurut (Fresa, 2015), pengkajian klien halusinasi sebagai berikut

Tabel 2.4 Data obyektif dan subyektif


Data obyektif Data subyektif
1) Bicara sendiri 1) Mendengar suara orang
2) Tertawa sendiri bicara tanpa ada orangnya
3) Melihat ke satu arah 2) Melihat benda, orang,
4) Mengarahkan telinga kea atau sinar tanpa ada
rah tertentu obyeknya
5) Tidak dapat memfokuskan 3) Menghirup bau-bauan
pikiran yang tidak sedap, seperti
6) Diam sambil menikmati bau badan padahan tidak
halusinasinya 4) Merasakan rabaan atau
7) Konsentrasi buruk gerakan badan
8) Disorientasi waktu, 5) Sulit tidur
tempat, orang, atau situasi 6) Merasa khawatir
9) Afek datar 7) Merasa takut
10) Curiga
11) Menyendiri
12) Mondar-mandir
13) Kurang mampu merawat
diri

3. Diagnosa keperawatan

Menurut (Safitri, 2019), diagnosa keperawatan antara lain:

a. Halusinasi

b. Resiko perilaku kekerasan

c. Isolasi sosial

d. Harga diri rendah

e. Defisit perawatan diri


4. Intervensi
Tabel 2.5 Intervensi keperawatan
Diagnosa Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Keperawatan
Halusinasi -Membantu pasien Setelah dilakukan tindakan SP 1
mngenali halusinasi keperawatan selama 8 hari - Bantu klien mengenal
yang dialaminya dengan menerapkan halusinasi (isi, waktu
-Melatih cara Strategi pelaksanaan (SP) terjadinya, frekuensi, situasi
mengontrol 1-4 dan setiap SP dilakukan pencetus, perasaan saat terjadi
halusinasi dengan 2 hari pertemuan. halusinasi)
cara menghardik Diharapkan klien dapat - Latih mengontrol halusinasi
memenuhi kriteria hasil dengan cara menghardik
sebagai berikut: Tahapan tindakannya meliputi :
-Klien mampu mengenali - Jelaskan cara menghardik
halusinasi dengan halusinasi
menyebutkan isi, waktu, - Peragakan cara menghardik
frekuensi, situasi, pencetus - Minta klien memperagakan
perasaan ulang
-Klien mampu mengontrol - Pantau penerapan cara ini, beri
halusinasi dengan penguatan perilaku pasien
memperagakan cara - Masukan dalam jadwal
menghardik halusinasinya kegiatan klien

-Mengevaluasi Setelah dilakukan tindakan SP 2


kegiatan yang sudah keperawatan selama 8 hari - Evaluasi kegiatan yang lalu
dilakukan dengan menerapkan (SP 1)
-Menjelaskan Strategi pelaksanaan (SP) - Tanyakan program
pentingnya minum 1-4 dan setiap SP dilakukan pengobatan
obat pertemuan selama 2 hari - Jelaskan pentingnya
-Melatih klien dengan SP yang berurutan. penggunaan obat pada
minum obat Diharapkan klien dapat gangguan jiwa
memenuhi kriteria hasil - Jelaskan akibat bila tidak
sebagai berikut: digunakan sesuai program
-Klien mampu - Jelaskan akibat bila putus obat
menyebutkan kegiatan yang - Jelaskan cara mendapatkan
lalu (SP 1) obat/berobat
-Klien mau mengikuti - Jelaskan pengobatan (5B)
program pengobatan - Latih klien minum obat
dibuktikan dengan klien Masukan dalam jadwal harian
mampu menyebutkan klien
manfaat pengobatan dan
pentingnya minum obat
Mengevaluasi Setelah dilakukan tindakan SP 3
kegiatan yang sudah keperawatan selama 8 hari - Evaluasi kegiatan yang lalu
dilakukan dengan menerapkan (SP 2)
-Membantu melatih Strategi pelaksanaan (SP) - Latih berbicara/bercakap
klien cara bercakap- 1-4 dan setiap SP dilakukan dengan orang lain saat
cakap dengan orang pertemuan selama 2 hari halusinasi muncul
lain dengan SP yang berurutan. Masukan dalam jadwal
Diharapkan klien dapat kegiatan klien
memenuhi kriteria hasil
sebagai berikut:
-Klien mampu
menyebutkan kegiatan yang
lalu (SP 2)
-Klien mampu
memperagakan cara
bercakap-cakap dengan
orang lain
-Mengevaluasi Setelah dilakukan tindakan SP 4
kegiatan yang sudah keperawatan selama 8 hari - Evaluasi kegiatan yang lalu
dilakukan dengan menerapkan (SP 1, 2 dan 3)
-Membantu Strategi pelaksanaan (SP) - Latih kegiatan agar halusinasi
menerapkan 1-4 dan setiap SP dilakukan tidak muncul
kegiatan agar pertemuan selama 2 hari Tahapannya :
halusinasi tidak dengan SP yang berurutan. - Jelaskan pentingnya aktivitas
muncul Diharapkan klien dapat yang teratur untuk mengatasi
-Menyusun jadwal memenuhi kriteria hasil halusinasi
aktivitas sehari-hari sebagai berikut: - Diskusikan aktivitas yang
sesuai dengan yang -Klien mampu biasa dilakukan oleh klien
telah dilatih menyebutkan kegiatan yang - Latih klien melakukan
lalu (SP 1, 2, 3) aktivitas
-Klien mampu melakukan - Susun jadwal aktivitas sehari-
kegiatan aktivitas sehari- hari sesuai dengan aktivitas
hari dengan teratur untuk yang telah dilatih (dari bangun
membantu mengurangi pagi sampai tidur malam)
halusinasi yang muncul Pantau pelaksanaan jadwal kegiatan,
berikan penguatan terhadap perilaku
klien yang (+)
5. Implementasi Keperawatan

Menurut Febryanty (2015) Implementasi merupakan mengaplikasian

dari rencana tindakan keperawatan. Pelaksanaan tindakan keperawatan

jiwa dilakukan berdasarkan sesuai dengan masing-masing masalah

utama. Pada saat akan dilakukan tindakan keperawatan maka kontrak

dengan klien dilaksanakan dengan menjelaskan, apa yang akan

dilakukan, peran serta klien yang diharapkan, dokumentasikan semua

tindakan yang telah dilaksanakan serta respon klien.

Strategi pelaksanaan 1-4 untuk klien :

SP 1:

a. Membantu klien mengenal halusinasi (isi, waktu terjadinya,

frekuensi, situasi, pencetus, perasaan saat terjadi halusinasi)

b. Melatih mengontrol halusinasi dengan cara menghardik

SP 2 :

a. Mengevaluasi kegiatan yang lalu (SP 1)

b. Menanyakan program pengobatan

c. Menjelaskan pentignya penggunaan obat pada gangguan jiwa

d. Menjelaskan akibat bila tidak digunakan sesuai program

e. Menjelaskan akibat bila putus obat

f. Menjelaskan cara mendapatkan obat/berobat


g. Menjelaskan pengobatan (5B)

h. Melatih pasien minum obat

Memasukan dalam jadwal harian klien

SP 3 :

a. Mengevaluasi kegiatan yang lalu (SP 2)

b. Melatih berbicara/bercakap dengan orang lain saat halusinasi

muncul

Memasukan dalam jadwal harian

SP 4 :

a. Mengevaluasi kegiatan yang lalu (SP 1,2 dan 3)

b. Melatih kegiatan agar halusinasi tidak muncul

6. Evaluasi Keperawatan

Menurut Dalami (2014), evaluasi dapat dilakukan dengan

menggunakan pendekatan SOAP sebagai pola pikir, dimana masing-

masing huruf tersebut akan diuraikan sebagai berikut:

S : Respon dari klien terhadap tindakan keperawatan yang telah

dilakukan

O : Evaluasi dari perawat atas respon klien terhadap tindakan

keperawatan yang telah dilakukan


A : Kesimpulan apakah masalah masih ada atau muncul masalah baru,

atau tidak sesuai dengan masalah yang ada

P : Merencanakan atau menindaklanjuti berdasarkan hasil analis

respon

Sesuai kriteria hasil yang sudah ditentukan maka evaluasi pada studi

kasus ini diuraikan sebagai berikut :

S:

- Klien mampu mengenali halusinasi


- Klien mampu mengontrol halusinasi
- Klien mau mengikuti program pengobatan
- Klien mampu memperagakan cara bercakap-cakap dengan
orang lain
- Klien mampu melakukan kegiatan aktivitas sehari-hari dengan
teratur untuk membantu mengurangi halusinasi yang muncul

O:

- Klien menyebutkan isi halusinasi, waktu terjadinya halusinasi,


frekuensi halusianasi, situasi pencetus, perasaan saat terjadi
halusinasi
- Klien memperagakan cara menghardik halusinasi dengan cara
menutup mata dan telinga dan menyebutkan kalimat berulang
dalam hatinya
- Klien meminum obat secara teratur sesuai yang telah
dianjurkan
- Klien tampak sudah mampu bercakap-cakap dengan orang lain
- Klien tampak melakukan aktivitas sehari-hari yang biasa
dilakukan

A : Masalah teratasi jika kriteria hasil subjektif dan objektif terpenuhi

P : Intervensi dihentikan
BAB III

METODE STUDI KASUS

A. Jenis Studi Kasus

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode deskriptif dengan

tujuan untuk mengetahui implementasi penerapan strategi pelaksanaan (SP)

pada klien skizofrenia dengan masalah halusinasi di Panti Rehabilitasi Bumi

Kaheman.

B. Rancangan Studi Kasus

Rancangan studi kasus dimulai dengan melakukan pengkajian

terhadap klien. Setelah dilakukan pengkajian dan didapatkan diagnosis

dilanjutkan dengan intervensi. Setelah menyusun intervensi, dilanjutkan

dengan melakukan implementasi strategi pelaksanaan halusinasi (SP) 1-4

yang akan dilakukan selama 6 hari dengan masing-masing SP dilakukan saat

jam kerja secara bertahap.

Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan mengumpulkan

informasi secara lengkap dengan prosedur pengumpulan data pada studi

pendahuluan. Analisa yang sudah dikerucutkan menjadi suatu masalah akan

dilakukan penegakkan diagnosa yang sesuai dengan data tanda dan gejala

yang didapatkan, selanjutnya akan melakukan perencanaan tindakan atau

intervensi yang sesuai dengan diagnosa yang ditegakkan. Lalu akan dilakukan

implementasi tindakan yang telah direncanakan yaitu implementasi Strategi


Pelaksanaan dimulai dari SP 1 hingga SP 4 untuk klien halusinasi. Setelah

dilakukan implementasi Strategi Pelaksaan 1-4, peneliti akan melakukan

evaluasi respon klien dan mengevaluasi akhir apakah intervensi tercapai atau

belum tercapai (Kusuma, 2021)

Bagan 3.1 Rancangan Studi Kasus

PENGKAJIAN DIAGNOSA

Berfokus pada konsep Halusinasi


dasar pengkajian
Resiko perilaku kekerasan
halusinasi
Isolasi sosial

Harga diri rendah


INTERVENSI DAN Defisit perawatan diri
IMPLEMENTASI

Penerapan Strategi
Pelaksanaan (SP) 1-4
yang dilakukan selama 8
hari dengan setiap SP EVALUASI
dilakukan 2 hari
pertemuan SP 1 : - Mengenali halusinasi dengan cara
menyebutkan isi, waktu, frekuensi,situasi
pencetus, perasaan. Mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik

SP 2 : Patuh minum obat sesuai yang telah


dianjurkan

SP 3 : Memperagakan cara bercakap-cakap


sebagai ditraksi dalam mengalihkan
halusinasi

SP 4: Melakukan aktivitas sehari-hari yang


biasa dilakukan secara teratur untuk
mengalihkan agar halusinasi tidak muncul
Keterangan :

: Hasil dari pengkajian

: Intervensi dan implementasi yang akan dilakukan terhadap

diagnosa yang telah ditetapkan

: Evaluasi kriteria hasil yang diharapkan

: Diagnosa utama untuk dilakukan implementasi

C. Subjek Studi Kasus

Subjek yang digunakan dalam studi kasus ini adalah klien dengan masalah

keperawatan halusinasi yang sedang menjalani rawat inap di Panti

Rehabilitasi Bumi Kaheman

1. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu

target yang terjangkau dan akan diteliti. Dalam penelitian ini, yang

termasuk kriteria inklusi adalah (Supardi, 2018).

a) Klien yang mengalami masalah keperawatan halusinasi

b) Klien yang bersedia menjadi subjek penelitian

c) Klien yang kooperatif

2. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi adalah subjek yang tidak memenuhi syarat atau

kriteria inklusi dari studi karena berbagai alasan. Kriteria eksklusi dalam

penelitian ini adalah (Dermawan D. &., 2018) :


a) Klien yang tidak mengalami tanda dan gejala halusinasi

b) Klien yang menolak untuk menjadi subjek penelitian

c) Klien yang belum mampu mengidentifikasi halusinasi, mengontrol

halusinasi dengan cara menghardik dan minum obat sesuai prosedur

pengobatan

d) Klien yang dalam waktu dekat akan direncanakan untuk pulang

D. Fokus Studi

Asuhan keperawatan pada klien halusinasi dengan implementasi

penerapan Strategi Pelaksaan 1-4.

E. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional Studi Kasus Halusinasi

Variabel Definisi Operasional


Halusinasi 1. Kognitif
a. Menyebutkan penyebab halusinasi
b. Menyebutkan karakteristik halusinasi
c. Menyebutkan akibat yang ditimbulkan dari
halusinasi
d. Menyebutkan cara yang selama ini
digunakan untuk mengendalikan halusinasi
e. Menyebutkan cara mengendalikan halusinasi
yang tepat
2. Psikomotor
3. Afektif
a. Merasakan manfaat cara-cara mengatasi
halusinasi
b. Membedakan perasaan sebelum dan sesudah
latihan
Strategi SP 1
Pelaksanaan - Bantu pasien mengenal halusinasi (isi, waktu
Halusinasi terjadinya, frekuensi, situasi pencetus, perasaan
saat terjadi halusinasi)
- Latih mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik
Tahapan tindakannya meliputi :
- Jelaskan cara menghardik halusinasi
- Peragakan cara menghardik
- Minta pasien memperagakan ulang
- Pantau penerapan cara ini, beri penguatan
perilaku pasien
- Masukan dalam jadwal kegiatan pasien
SP 2
- Evaluasi kegiatan yang lalu
(SP 1)
- Tanyakan program pengobatan
- Jelaskan pentingnya penggunaan obat pada
gangguan jiwa
- Jelaskan akibat bila tidak digunakan sesuai
program
- Jelaskan akibat bila putus obat
- Jelaskan cara mendapatkan obat/berobat
- Jelaskan pengobatan (5B)
- Latih pasien minum obat
Masukan dalam jadwal harian pasien
SP 3
- Evaluasi kegiatan yang lalu
(SP 2)
- Latih berbicara/bercakap dengan orang lain saat
halusinasi muncul
Masukan dalam jadwal kegiatan pasien
SP 4
- Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1, 2 dan 3)
- Latih kegiatan agar halusinasi tidak muncul
Tahapannya :
- Jelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk
mengatasi halusinasi
- Diskusikan aktivitas yang biasa dilakukan oleh
pasien
- Latih pasien melakukan aktivitas
- Susun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan
aktivitas yang telah dilatih (dari bangun pagi
sampai tidur malam)
Pantau pelaksanaan jadwal kegiatan, berikan penguatan
terhadap perilaku pasien yang (+)

F. Instrument Studi Kasus

Instrumen penelitian merupakan alat atau metode yang digunakan

untuk mengumpulkan data agar mempermudah dan hasilnya lebih baik, lebih
cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah. Pada penelitian

ini instrumen penelian studi kasus yang digunakan yaitu lembar wawancara

dan lembar observasi. Lembar wawancara adalah sejumlah pertanyaan yang

diajukan secara langsung kepada subyek studi kasus atau disampaikan secara

lisan oleh peneliti. Sedangkan lembar observasi adalah pengukuran untuk

mengumpulkan data dengan mengadakan pengamatan secara langsung kepada

responden penelitian untuk mencari perubahan atau hal-hal yang akan diteliti

(saputra et al., 2018:28).

Instrumen penelitian yang akan digunakan pada studi kasus ini

meliputi format asuhan keperawatan jiwa, strategi pelaksanaan halusinasi

(SP), dan formulir observasi.

G. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat digunakan oleh

peneliti untuk mengumpulkan data murni.

1. Metode observasi partisipatif

Metode observasi merupakan suatu prosedur penelitian yang terencana

antaralain melihat, mendengar dan mencatat sejumlah dan jenis aktivitas

atau situasi tertentu yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti

(Rohmani, 2020)

Pada kasus ini data objektif yang dilakukan yaitu mengamati langsung

pada partisipan untuk mengetahui perkembangan dan perawatan yang

telah dilakukan dengan lembar observasi (Saritri, 2019)


2. Metode wawancara

Wawancara merupakan salah satu metode pengumpulan data yang

mengambarkan sebuah interaksi yang melibatkan anatar pewawancara

dengan yang diwawancarai bertujuan mendapatkan informasi yang relevan

dan dapat dipercaya. Pewawancara menggunakan startegi pelaksanaan

halusinasi menggunakan komunikasi terapeutik (Apriliani, 2020)

3. Metode dokumentasi

Dokumentasi keperawatan merupakan bukti pencatatan perkembangan

klinis klien serta pelaporan hasil yang dimiliki perawat dalam melakukan

catatan keperawatan yang berguna untuk kepentingan klien, perawat dan

tim kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan dengan dasar

komunikasi yang akurat dan lengkap secara tertulis dengan tanggung

jawab perawat.

4. Metode kepustakaan

Metode kepustakaan merupakan kajian teoritis dan referensi yang

berkaitan dengan norma yang berkembang pada situasi sosial yang akan

dilakukan penelitian

H. Lokasi dan Waktu Studi Kasus

1. Tempat studi kasus

Tempat studi kasus merupakan lokasi pengambilan studi kasus yang

dilaksanakan. Tempat penelitian atau pengambilan kasus dilakukan di

Panti Rehabilitasi Bumi Kaheman.


2. Waktu studi kasus

Waktu studi kasus merupakan tanggal bulan dan tahun dimana

dilaksanakan pengambilan kasus (Saritri, 2019). Waktu penelitian ini

dilaksanakan pada bulan April tahun 2023.

I. Analisis Data dan Penyajian Data

Analisa data adalah suatu interpretasi data untuk memperoleh arti dari

hasil penelitian, tidak hanya menjelaskan hasil penelitian untuk dapat

memberikan kontribusi dan pengembangan keilmuan (Kusuma, 2021)

Analisa data pada penelitian ini menggunakan analisis secara induktif

yaitu kumpulan data-data yang diperoleh dari data yang telah dikelompokkan.

Data yang diperoleh dari wawancara terbuka dan observasi disajikan dalam

bentuk tabel dan narasi. Data yang disajikan dalam bentuk teks/narasi

dijelaskan secara rinci disetiap paragraf yang ditulis, sedangkan data yang

disajikan dalam bentuk tabel dicatat dalam lembar wawancara (Luhasri, 2018)

Metode analisis data yaitu dengan mengadakan perbandingan antara

data subjektif dan data objektif kasus dengan hasil penelitian terdahulu

ataupun sumber-sumber lain seperti buku, jurnal, artikel, dan lain-lain

(Meliza, 2017)

J. Etika Studi Kasus

1. Informed consent (persetujuan)

Memberikan informasi dan persetujuan kepada subjek atau partisipan

tentang tujuan dan sifat keikutsertaan dalam penelitian. Lembar


permohonan menjadi responden yang bersedia diminta untuk

menandatangani lembar persetujuan bila kondisi klien memungkinkan dan

tnpa paksaan (Dermawan D. &., 2018)

2. Anonytimy (tanpa nama)

Pada penelitian etika yang diterapkan yaitu tidak mencantumkan nama

responden pada lembar asuhan keperawatan hanya menuliskan inisial

subjek atau partisipan (Mirza, 2019)

3. Confidentiality ( kerahasiaan)

Kerahasiaan informasi penelitian dijaga dengan cara tidak

mencantumkan nama subjek atau partisipan dalam asuhan keperawatan

dalam bentuk file setelah 5 tahun harus dilakukan pemusnahan (Prabowo,

2019)

4. Self determination (otonomy)

Berupa hak klien untuk membuat keputusan secara sadar dan dipahami

dengan baik, bebas dari paksaan atau tidak dalam penelitian ini atau

mengundurkan diri dari penelitian.

5. Fair handling (penanganan yang adil)

Tindakan penanganan yang adil, hak yang sama untuk dipilih atau

terlibat dalam penelitian tanpa adanya diskriminasi, menghormati seluruh

persetujuan yang disepakati, dan masalah yang muncul selama partisipan

dalam penelitian (Kusumawati, 2018)


6. The right to get protection (hak mendapat perlindungan)

Hak klien mendapatkan perlindungan dari ketidaknyamanan dan

kerugian, melindungan dari eksploitasi dan untuk meminimalkan bahaya

atau kerugian dari suatu penelitian, serta memaksimalkan manfaat dari

penelitian (Sari., 2020)


DAFTAR PUSTAKA

Afnuhazi, R. (2017). Komunikasi Terapeutik Dalam Keperawatan Jiwa. Gosyen


Publishing .

Anggraini, D. (2018). Pengaruh Bercakap-cakap Terhadap Penurunan Tingkat


Halusinasi Dengar Pada Klien Skizofrenia Di RSJD Dr.Aminogondohutomo
Semarang. Kesehatan Jiwa.

Apriliani, Y. .. (2020). Pemberian Komunikasi Terapeutik Pada Klien Skizofrenia


Dalam Mengontrol Halusinasi Di RS Jiwa Menur Surabaya .

Bagyono, T. (2019). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa. CV. Trans
Info Media .

BATE, A. R. (2013). Pengaruh penerapan strategi pelaksanaan halusinasi terhadap


kekampuan pasien mengontrol halusinasi dengar dirumah sakit jiwa Soeharto
Heerdjan Jakarta.

Davidson, N. &. (2015). Psikologi Abnormal. Edisi ke 9.

Dermawan, D. &. (2013). Keperawatan Jiwa; Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan
Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Gosyen Publishing.

Dermawan, D. &. (2018). Keperawatan Jiwa: Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan
Keperawatan Jiwa. Gosyen Publishing .

Fresa, O. R. (2015). Efektivitas Terapi Individu Bercakap-cakap Dalam


Meningkatkan Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pda Klien Halusinasi
Pendengaran Di Rsj Dr. Aminogondohutomo Provinsi Jawa Tengah.
Efektivitas Terapi Individu Bercakap-cakap Dalam Meningkatkan.. 1-10.

Kusuma, U. S. (2021). HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT


DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA KELUARGA KLIEN HALUSINASI
DI IGD RSJD dr.ARIF ZAINUDIN SURAKARTA.

Kusumawati, F. &. (2018). Buku Ajar Kesehatan Jiwa. Salemba Medika. .

Kusumawaty, L. Y. (2021). MELATIH BERCAKAP-CAKAP PADA ORANG


DENGAN. I(2). 59-64.
Larasaty, L. &. (2019). Jurnal Kesehatan, vol. 8, 2019, ISSN: 2301-783X Akademi
Keperawatan Ngesti Waluyo. Jurnal Kesehatan Akademi Keperawatan Ngesti
Waluyo, 8, . 2-8.

Luhasri, N. H. (2018). Asuhan Keperawatan Jiwa Perubahan Persepsi Sensori


Halusinasi Dan Latihan Bercakap-cakap dengan orang lain. 25(3),. 1-23.

Manullang, E. M. (2021). Aplication Of Mental Nursing Care On Mrs. P With


Perceptual Sensory Disorders: Auditory Hallucinations.

Meliza, C. P. (2017). Analisis Komunikasi Terapeutik Perawat dalam Pemulihan


Klien Gangguan Jiwa di Rumah Sakit Jiwa Aceh.

Mirza, D. (2019). Hubungan Lamanya Perawatan Klien Skizofrenia Dengan Stress


Keluarga. Portal Garuda Medika.

Muhiht, A. (2016). Pendidikan Keperawatan Jiwa: Teori Dan Aplikasi, Jakarta:CV


Andi Offest .

Oktaviani, D. (2020). Asuhan Keperawatan Jiwa Tn. K Dengan Masalah Gangguan


Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran Diruang Rokan Rumah Sakit Jiwa
Tampan Poltekes Kemenkes Riau.

Patimah, S. (2021). Aplikasi Terapi Bercakap-cakap Pada Tn. N dengan Gangguan


Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran di Jampang Kulon Abstrak
Pendahuluan. 4.

Prabowo, E. (2019). Konsep dan Aplikasi Auhan Keperawatan Jiwa. Nuha Medika.
Pusdiklatnakes. (2020). Modul Pelatihan Keperawatan Kesehatan Jiwa
Masyarakat. Badan BPSDM Kesehatan.

Pratiwi, W. &. (2017). Teknik Distraksi Sebagai Strategi Menurunkan Kekambuhan


Halusinasi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Putra, A. S. (2020). Penerapan Terapi Musik Klasik Terhadap Tingkat Halusinasi


Pada Pasien Halusinasi Dengar Di Desa Sei. Kapitan Kalimantan Tengah (
Doctoral Dissertation, Universitas Muhammadiyah Semarang). .

Rikesdas. (2018). Laporan Provinsi Jawa Barat. Rikesdas 2018. Lembaga Penerbit
Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan. 140-151.
Rohmani, R. L. (2020). Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Terhadap Kemampuan
Komunikasi Verbal Klien Halusinasi Di Rumah Sakit Jiwa Abepura. Jurnal
Keperawatan Tropis Papua, 3(1). 151-156.

Safitri, I. N. (2019). Pengelolaan Keperawatan Gangguan Persepsi Sensori:


Halusinasi Pendengaran Pada Tn. M Dengan Skizofrenia Prof. Dr. Soerojo
Magelang. Fakultas Keperawatan Universitas Ngudi Waluyo . 1-6.

Samudro, B. L. (2020). Hubungan Peran Keluarga Terhadap Kesembuhan Pada


Pasien Rawat Jalan Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Banda Aceh Tahun
2019. Sel Jurnal Penelitian Kesehatan, 7(2), . 61-69.

Sari. (2020). Tingkat Pengetahuan Keluarga Tentang Perawatan Klien Halusinasi


Dengan Frekuensi Kekambuhan Klien Halusinasi Di Rumah. Portal Medika.

Saritri, I. N. (2019). Pengelolaan Keperawatan Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi


Pendengaran Pada Tn. M dengan Skizofrenia Prof. Dr. Soerojo Magelang.
Fakultas Keperawatan Universitas Ngudi Waluyo. 1-6.

Simatupang, S. M. (2021). Studi Kasus: Auhan Keperawatan Jiwa Pada Ny. S


Dengan Masalah Halusinasi Pendengaran.

Supardi, S. &. (2018). Buku Ajar Metodologi Riset Keperawatan. TIM.

Syah, A. P. (2019). Universitas Muhammadiyah Magelang. 4-11.

Widianto, B. E. (2016). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Persepsi


Sensori: Halusinasi Pendengaran Pada Penderita Skizofrenia Di Rumah Sakit
Jiwa Menur Surabaya.

Wulandari, A. Y. (2019). Upaya Mengontrol Halusinasi Dengan Bercakap-cakap


Pada Klien Dengan Gangguan Persepsi Sensori . 10.

Anda mungkin juga menyukai