Anda di halaman 1dari 58

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

berkat dan rahmat-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini

dengan judul “Penerapan Tindakan Menghardik Halusinasi Pada Keluarga Pasien

Tn.M Dengan Asuhan Keperawatan Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi Di

RSUD Madani Provinsi Sulawesi Tengah”.

Dalam proses penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, saya mendapat banyak

bantuan, bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak baik itu materi maupun

nonmateri. Oleh karena itu pada kesempatan ini saya menyampaikan rasa terima

kasih yang tulus kepada kedua orang tua tercinta, Ayahanda Sabarudin K.Mustapa

dan Ibunda Azizah yang telah memberi dukungan serta doa agar selalu diberi

kelancaran dalam segala urusan. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada

Adik saya Ariel Sandi yang selama ini telah memberi dukungan dan doa kepada

saya. Tak lupa pula saya berterima kasih kepada:

1. Nasrul, SKM, M.Kes, Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes Palu

2. dr. Nirwansyah Parampasi, Sp.PA, Direktur RSUD Madani Provinsi Sulawesi

Tengah.

3. Selvi Alfrida, M, S.Kp, M.Si, Ketua Jurusan Keperawatan Politeknik

Kesehatan Kemenkes Palu

4. I Wayan Supetran, S.Kep, Ns, M.Kes, Ketua Program Studi D-III

Keparawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palu.

5. Ni Ketut Suharyani, Kepala ruangan salak yang telah mengizinkan saya

melakukan penelitian.

1
6. Zainul, SKM.,M.Kes, dosen pembimbing akademik sekaligus pembimbing I

yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan saya

dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

7. Lindanur Sipatu, S.Kep.Ns.,MM, dosen pembimbing kedua yang telah

menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam

penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

8. Nurlailah Umar, S.Kep, Ns, M.Kes, penguji pertama yang telah memberikan

banyak masukkan untuk kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini.

9. Hj. Azizah Saleh, SKM, MM, penguji kedua yang telah memberikan banyak

masukkan untuk kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini.

10. Lenny, SKM, M.Kes,penguji ketiga yang telah memberikan banyak masukkan

untuk kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini.

11. Dosen dan Staf Politeknik Kesehatan Kemenkes Palu Jurusan Keperawatan

yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada saya selama

penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

12. Kepada teman-teman mahasiswa DIII keperawatan angkatan 2015 yang sama-

sama berjuang dan saling membantu dalam menyelesaikan studi.

Semoga bantuan serta budi baik yang telah diberikan kepada saya

mendapat balasan dari Allah SWT. Besar harapan saya agar Karya Tulis Ilmiah

akhir ini dapat bermanfaat.

Palu, September 2018.

Peneliti

2
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU
JURUSAN KEPERAWATAN PRODI DIII KEPERAWATAN PALU

Vivi Hapsari, 2018. Penerapan Tindakan Menghardik Halusinasi Pada Keluarga


Paien Tn.M Dengan Asuhan Keperawatan Gangguan Persepsi Sensori
Halusinasi Penglihatan Diruang Salak RSUD Madani Provinsi
Sulawesi Tengah. Karya Tulis Ilmiah Prodi DIII Keperawatan Palu
Jurusan Keperawatan Palu Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes
Palu. Pembimbing (1) Zainul (2) Lindanur Sipatu

ABSTRAK

( V + 55 halaman + 3 gambar + 6 lampiran)

Berdasarkan data yang didapatkan di Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi


Tengah pada tahun 2016 penderita gangguan jiwa sebanyak 7.147 jiwa.
Halusinasi adalah dimana pasien mendengar atau melihat sesuatu yang sebenarnya
tidak terjadi dan tidak ada bendanya. Penelitian ini bertujuan untuk
menggambarkan penerapan tindakan menghardik halusinasi pada keluarga pasien
dengan asuhan keperawatan gangguan persepsi sensori halusinasi penglihatan
diruang salak RSUD Madani Provinsi Sulawesi Tengah.
Metode yang digunakan dalam penulisan adalah studi kasus dengan Jenis
penelitian yaitu studi kasus deskriptif. Penelitian ini telah dilaksanakan di RSUD
Madani Provinsi Sulawesi Tengah dimulai sejak tanggal 6 Agustus-8 Agustus
2018. Subyek penelitian adalah Tn.M yang dirawat di ruang Salak RSUD Madani
Provinsi Sulawesi Tengah dengan diagnosa Schizofrenia.
Hasil penelitian didapatkan bahwa tindakan keperawatan SP 1 K dilakukan
sebanyak 3x pertemuan yaitu Pada pertemuan pertama keluarga tampak
kebingungan memperagakan cara menghardik halusinasi, kemudian diulangi lagi
sampai keluarga mampu melakukan cara menghardik halusinasi dan mampu
menerapkan tindakan tersebut langsung kepada pasien.
Kesimpulan dari penelitian yang dilakukan telah sesuai dengan teori dan
tidak ada kesenjangan dimana pemberian tindakan keperawatan SP 1 K dapat
membantu keluarga dalam melakukan perawatan pasien dirumah. Diharapkan
dengan penelitian ini perawat memiliki tanggung jawab dan keterampilan yang
baik serta selalu berkomunikasi dengan tim kesehatan yang lain dalam
memberikan asuhan keperawatan khususnya pada pasien dengan kasus gangguan
persepsi sensori halusinasi.

Kata Kunci : Halusinasi, Asuhan Keperawatan, Keluarga


Daftar Pustaka : 2010-2018

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sehat jiwa adalah suatu kesehatan emosional yang diperoleh dari

kemampuan seseorang dalam mengendalikan diri dengan selalu berfikir

positif dalam menghadapi stressor lingkungan tanpa adanya tekanan fisik,

psikologis baik secara internal maupun eksternal (Meryana, 2016).

Data World Health Organization (WHO), masalah gangguan

kesehatan jiwa di seluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang sangat

serius. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia yang

mengalami gangguan kesehatan jiwa (Dermawan & Adriyani 2014).

Data WHO terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta

orang bipolar, 21 juta terkena skizofrenia, serta 4,5 juta terkena dimensia.

Data Riskesdes 2013 menunjukkan prevalensi gangguan mental emosional

yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk usia 50

tahun ke atas mencapai 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk

Indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat seperti skizofrenia

mencapai 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk (Kemenkes

2016).

Di Indonesia prevalensi gangguan mental emosional yang ditunjukkan

dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan adalah sebesar 6% untuk usia 15

tahun ke atas atau sekitar 14 juta orang. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa

berat sehingga skizofrenia di Indonesia sebesar 1,7 per 1000 penduduk atau

4
sekitar 400.000 orang. Prevalensi gangguan jiwa berat berdasarkan tempat

tinggal dan indeks kepemilikan dipaparkan pada buku Riskesdes 2013 dalam

angka. Angka prevalensi seumur hidup schizophrenia di dunia bervariasi

berkisar 4 permil sampai dengan 1,4%. Beberapa kepustakaan menyebutkan

secara umum prevalensi schizophrenia sebesar 1% penduduk. (Riskesdes,

2013).

Gangguan jiwa di Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan data yang

didapatkan di Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah pada tahun 2016

penderita gangguan jiwa sebanyak 7.147 jiwa. Data dari rekam medik Rumah

Sakit Daerah Madani Provinsi Sulawesi Tengah penderita gangguan jiwa

tahun 2016 sebanyak 745 jiwa. Pada tahun 2017 meningkat menjadi 1990

jiwa. Sedangkan penderita gangguan jiwa dengan diagnosis keperawatan

Gangguan persepsi sensori : Halusinasi sebanyak 704 jiwa.

Berdasarkan pengamatan pada praktik klinik keperawatan jiwa peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian di Rumah Sakit Umum Daerah Madani

Provinsi Sulawesi Tengah di karenakan peneliti menemukan kasus halusinasi

pada salah satu pasien yang dirawat dan melihat ada keluarga pasien datang

menjenguk. Keluarga tersebut belum memahami halusinasi dan cara

menghardik halusinasi. Maka peneliti tertarik untuk melakukan penerapan

tindakan Menghardik Halusinasi pada keluarga pasien Gangguan Persepsi

Sensori : Halusinasi, karena sebelumnya tindakan ini dilakukan langsung

kepada pasien, namun dari data yang didapatkan jumlah pasien jiwa tidak juga

berkurang sehingga peneliti tertarik untuk melakukan Tindakan menghardik

5
halusinasi kepada keluarga agar keluarga dapat menerapkan kepada pasien

untuk melatih pasien mengendalikan halusinasinya baik dirumah sakit

maupun dirumah sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan pasien.

Berdasarkan data diatas peneliti tertarik melakukan penelitian tentang

"Penerapan Tindakan Menghardik Halusinasi pada keluarga pasien Tn.M

dengan Asuhan Keperawatan Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi

Penglihatan Diruang Salak Rumah Sakit Umum Daerah Madani Provinsi

Sulawesi Tengah"

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah bagaimana penerapan tindakan Menghardik Halusinasi pada

keluarga pasien Tn.M dengan Asuhan Keperawatan Gangguan Persepsi

Sensori Halusinasi Penglihatan Diruang Salak RSUD Madani Provinsi

Sulawesi Tengah ?

C. Tujuan Studi Kasus

1. Tujuan Umum

Mengajarkan penerapan tindakan menghardik halusinasi pada keluarga

pasien dengan Asuhan Keperawatan Gangguan Persepsi Sensori :

Halusinasi di RSUD Madani Palu.

2. Tujuan Khusus

a. Melakukan pengkajian penerapan tindakan menghardik halusinasi

pada keluarga pasien dengan Asuhan Keperawatan Gangguan Persepsi

Sensori : Halusinasi di RSUD Madani Palu.

6
b. Menentukan diagnosis keperawatan penerapan tindakan menghardik

halusinasi pada keluarga pasien dengan Asuhan Keperawatan

Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi di RSUD Madani Palu.

c. Melakukan perencanaan keperawatan penerapan tindakan menghardik

halusinasi pada keluarga pasien dengan Asuhan Keperawatan

Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi di RSUD Madani Palu.

d. Melakukan implementasi keperawatan penerapan tindakan

menghardik halusinasi pada keluarga pasien dengan Asuhan

Keperawatan Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi di RSUD

Madani Palu.

e. Melakukan evaluasi keperawatan penerapan tindakan menghardik

halusinasi pada keluarga pasien dengan Asuhan Keperawatan

Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi di RSUD Madani Palu.

D. Manfaat Studi Kasus

1. Bagi masyarakat

Memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai halusinasi

sehingga dapat mengetahui tanda-tanda awal halusinasi dan melakukan

pengobatan secara dini ke dokter.

2. Bagi institusi Poltekkes Kemenkes Palu

Diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi bagi institusi pendidikan

untuk mengembangkan ilmu tentang asuhan keperawatan dengan tindakan

menghardik halusinasi pada asuhan keperawatan gangguan persepsi

sensori : halusinasi.

7
3. Bagi peneliti lain

Dapat mengaplikasikan dan menambah wawasan ilmu pengetahuan dan

kemampuan dalam penerapan tindakan menghardik halusinasi pada

asuhan keperawatan gangguan persepsi sensori halusinasi penglihatan.

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Penyakit

1. Definisi Halusinasi

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana pasien

mengalami perubahan sensori persepsi : persepsi klien terhadap

lingkungan tanpa stimulus yang nyata, artinya klien menginterpretasikan

sesuatu yang nyata tanpa stimulus / rangsangan dari luar. Sebagai contoh

merasakan sensori palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan

atau penciuman.

Beberapa pendapat menurut ahli :

a. Halusinasi adalah penginderaan tanpa rangsangan eksternal yang

berhubungan dengan salah satu jenis indera tertentu yang khas

(Kapplan dan Saddock, dalam Dermawan, 2013).

b. Halusinasi adalah gerakan penyerapan (persepsi) panca indera yang

tanpa ada rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua system

panca indera terjadi pada saat kesadaran individu penuh/baik (Depkes,

dalam Dermawan, 2013).

c. Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptive individu yang

berada dalam rentang neuro biologi (Stuart dan Laraia, dalam

Dermawan, 2013).

d. Halusinasi adalah Suatu pencerapan panca indera tanpa ada

rangsangan dari luar (Maramis, dalam Dermawan, 2013).

9
2. Etiologi

Menurut (Rawlins & Heacock, dalam Dermawan, 2013) Etiologi

halusinasi dapat dilihat dari 5 dimensi, yaitu :

a. Dimensi Fisik

Halusinasi dapat meliputi kelima indera, tapi yang paling

sering ditemukan adalah halusinasi pendengar, halusinasi dapat

ditimbulkan dari beberapa kondisi seperti kelelahan yang luar biasa.

Penggunaan obat-obatan demam tinggi hingga terjadi Delirium

Intoksikasi, alcohol, dan kesulitan-kesulitan untuk tidur dan dalam

jangka waktu yang lama.

b. Dimensi Emosional

Terjadi halusinasi karena ada perasaan cemas yang berlebihan

yang tidak dapat diatasi.Isi Halusinasi perintah memaksa dan

menakutkan tidak dapat dikontrol dan menentang. Sehingga

menyebabkan klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.

c. Dimensi Intelektual

Penunjukkan penurunan fungsi ego. Awalnya halusinasi

merupakan usaha ego sendiri melawan impuls yang menekan

menimbulkan kewaspadaan mengontrol perilaku dan mengambil

seluruh perhatian klien.

d. Dimensi Sosial

10
Halusinasi dapat disebabkan oleh hubungan interpersonal yang

tidak memuaskan sehingga koping yang digunakan untuk menurunkan

kecemasan akibat hilangnya control terhadap diri, harga diri, maupun

interaksi social dalam dunia nyata sehingga klien cenderung

menyendiri dan hanya bertuju pada diri sendiri.

e. Dimensi Spiritual

Klien yang mengalami halusinasi yang merupakan makhluk

sosial, mengalami ketidakharmonisan berinteraksi. Penurunan

kemampuan untuk menghadapi stress dan kecemasan serta

menurunnya kualitas untuk menilai keadaan sekitarnya. Akibat saat

halusinasi menguasai dirinya, klien akan kehilangan kontrol terhadap

kehidupannya.

Terjadi halusinasi dapat disebabkan karena :

1) Teori Psikoanalisa

Halusinasi merupakan pertahanan ego untuk melawan rangsangan

dari luar yang mengancam, ditekan untuk muncul akan sabar.

2) Teori Biokimia

Halusinasi terjadi karena respon metabolism terhadap stress yang

mengakibatkan dan melepaskan zat halusinogenik neurokimia

seperti bufotamin dan dimetyltransferase.

Sedangkan Mc. Forlano dan Thomas mengemukakan beberapa teori

yaitu:

a) Teori Psikofisiologi

11
Terjadi akibat ada fungsi kognitik yang menurun karena

terganggunya fungsi luhur otak, oleh karena kelelahan, keracunan

dan penyakit.

b) Teori Psikodinamik

Terjadi karena ada isi alam sadar dan akan tidak sabar yang masuk

dalam alam tak sabar merupakan sesuatu / respon terhadap konflik

psikologi dan kebutuhan yang tidak terpenuhi sehingga halusinasi

adalah gambaran / proyeksi dari rangsangan keinginan dan

kebutuhan yang dialami oleh klien.

c) Teori Interpersonal

Teori ini menyatakan seseorang yang mengalami kecemasan berat

dalam situasi yang penuh dengan stress akan berusaha untuk

menurunkan kecemasan dengan menggunakan koping yang biasa

digunakan.

3. Jenis Halusinasi

a. Halusinasi Non Patologis

Menurut NAMI (National Alliance For Mentally III)

Halusinasi dapat terjadi pada seseorang yang bukan penderita

gangguan jiwa. Pada umumnya terjadi pada klien yang mengalami

stress yang berlebihan atau kelelahan bias juga karena pengaruh obat-

obatan (Halusinasinogenik).

Halusinasi anatara lain :

12
1) Halusinasi Hipnogenik : persepsi sensori yang palsu yang terjadi

sesaat sebelum seseorang jatuh tertidur.

2) Halusinasi Hipnopomik : persepsi sensori yang palsu yang terjdi

pada saat seseorang terbangun tidur.

b. Halusinasi Patologis

1) Halusinasi Pendengar (auditory)

Klien mendengar suara dan bunyi tidak berhubungan dengan

stimulasi nyata dan orang lain tidak mendengarnya.

2) Halusinasi Penglihat (visual)

Klien melihat gambar yang jelas atau samar tanpa stimulus yang

nyata dan orang lain tidak melihat.

3) Halusinasi Pencium (olfactory)

Klien mencium bau yang muncul dari sumber tentang tanpa

stimulus yang nyata dan orang lain tidak mencium.

4) Halusinasi Pengecap (Gusfactory)

Klien merasa makan sesuatu yang tidak nyata. Biasa merasakan

makanan yang tidak enak.

5) Halusinasi Perabaan (Taktil)

Klien merasakan sesuatu pada kulit tanpa stimulus yang nyata.

4. Rentang Respon Halusinasi

Respon Adaptif Respon Psikososial Respon

Maladaptif

13
Pikiran logis Pikiran kadang menyimpang Kelainan

pikiran

Persepsi akurat Ilusi Halusinasi

Emosi konsisten Reaksi emosional

Ketidakmampuan

Perilaku sesuai Perilaku tidak lazim Emosi

Hubungan sosial mengalami Isolasi Sosial

Ketidak teraturan Menarik diri

Gambar 2.1 Rentang Respon Halusinasi

a. Respon Adaptif

Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma social

budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas

normal jika menghadapi sesuatu masalah akan dapat memecahkan

masalah tersebut. respon adaptif :

1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.

2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.

3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul

dari pengalaman ahli.

4) Perilaku Sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam

batas kewajaran.

5) Hubungan Sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang dan

lingkungan.

b. Respon Psikososial

14
1) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan

gangguan.

2) Ilusi adalah missinterprestasi atau penilaian yang salah tentang

penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena

rangsangan panca indra.

3) Emosi berlebih atau berkurang.

4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi

batas kewajaran.

5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan

orang lain.

c. Respon Maladaptif

Respon maladaptive adalah respon individu dalam menyelesaikan

masalah yang menyimpang dari norma-norma social budaya dan

lingkungan, adapun respon maladaptive antara lain :

1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh

dipertahankan walaupun tidak yakin oleh orang lain dan

bertentangan dengan kenyataan social.

2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi

eksternal yang tidak realita atau tidak ada.

3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul

dari hati.

4) Perilaku tidak terorganisasi merupakan sesuatu yang tidak teratur.

15
5) Isolasi Sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh

individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan

sebagai suatu kevelakaan yang negative mengancam.

5. Fase-fase Halusinasi

Berikut ini akan diuaraikan empat fase halusinasi, karakteristik dan

perilaku klien menurut (Depkes RI, dalam Dermawan 2013) :

Fase I : Comforting

a. Menyenangkan atau memberi rasa nyaman.

b. Tingkat ansietas sedang secara umum halusinasi merupakan suatu

kesenangan.

Karakteristik

a. Mengalami ansietas kesepian, rasa bersalah dan ketakutan.

b. Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan ansietas.

c. Pikiran dan pengalaman sensori masalah ada dalam control kesadaran

Non Psikotik.

Perilaku Klien

a. Tertawa/tersenyum yang tidak sesuai.

b. Menggerakkan bibir tanpa suara.

c. Pergerakkan mata yang cepat.

d. Respon verbal yang lambat.

e. Diam dan dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan.

Fase II : Condeming, Halusinasi menjadi menjijikan

a. Menyalahkan

16
b. Tingkat kecemasan berat

c. Secara umum halusinasi menyebabkan rasa antipasti.

Karakteristik

a. Pengalaman sensorik menakutkan.

b. Merasa dilecehkan oleh alam sensorik tersebut.

c. Mulai merasa kehilangan control.

d. MD dari orang Non Psikotik.

Perilaku Klien

a. Ansietas : terjadi peningkatan denyut jantung RR dan TD.

b. Perhatian dengan ligkungan kurang.

c. Penyempitan kemampuan konsentrasi.

d. Kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan realita.

Fase III : Controling

a. Tingkat kecemasan berat

b. Mengontrol/mengendalikan

c. Pengalaman sensori (halusinasi) tidak dapat ditolak lagi

Karakteristik

a. Klien menyerahkan menerima pengalaman sendiri (halusinasi).

b. Isi halusinasi menjadi atraktif.

c. Kesepian bila pengalaman sensori berakhir psikotik.

Perilaku Klien

a. Perintah halusinasi ditaati.

b. Sulit berhubungan dengan orang lain.

17
c. Perhatian terhadap lingkungan kurang/hanya beberapa detik.

d. Gejala fisik ansietas berat : berkeringat, tremor, ketidakmampuan

mengikuti petunjuk.

Fase IV : Conquering

a. Klien panik.

b. Menakutkan.

c. Klien sudah dikuasai oleh halusinasi

Karakteristik

a. Pengalaman sensorik menakutkan jika klien tidak mengikuti perintah

halusinasi.

b. Bisa berlangsung dalam beberapa jam atau hari apabila tidak ada

interaksi terapeutik.

c. Psikotik berat

Perilaku Klien

a. Perilaku panik.

b. Resiko tinggi menciderai : bunuh diri/membunuh orang lain

c. Refleks isi halusinasi : amuk, agitasi, menarik diri atau katatonik

d. Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks.

e. Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.

Akibat yang dapat ditimbulkan pada klien halusinasi berlanjut :

a. Klien dapat melakukan kekerasan seperti mencederai diri sendiri,

orang lain maupun lingkungan. Hal ini disebabkan bila halusinasi yang

dialami merupakan ancaman bagi diri.

18
b. Klien mengalami intoleransi aktivitas sehingga perawatan diri klien

menjadi kurang, hal ini disebabkan oleh halusinasi telah

mempengaruhi/memfokuskan pikirang klien ke hal yang tidak realitas

sehingga klien hanya sibuk dengan dunia non realitas dan lupa akan

keadaan realitas.

c. Keputus asaan

d. Ketidak berdayaan

e. Gerakkan Interaksi Sosial

6. Tanda dan gejala

Perilaku pasien yang berkaitan dengan halusinasi adalah sebagai berikut :

a. Bicara, senyum dan ketawa sendiri

b. Menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakkan mata cepat, dan respon

verbal lambat

c. Menarik diri dari orang lain, dan berusaha untuk menghindari diri dari

orang lain

d. Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan keadaan yang

tidak nyata

e. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah

f. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik

dan berkonsentrasi dengan pengalaman sensorinya

g. Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan

lingkungann) dan takut

h. Sulit berhubungan dengan orang lain

19
i. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung, jengkel dan marah

j. Tidak mampu mengikuti perintah

k. Tampak tremor dan berkeringat, perilaku panic, agitasi dan kataton

(Prabowo, 2014)

7. Akibat halusinasi

Akibat dari halusinasi adalah resiko mencederai diri sendiri, orang

lain dan lingkungan. Ini diakibatkan karena klien berada di bawah

halusinasinya yang meminta dia untuk melakukan sesuatu hal diluar

kesadarannya (Prabowo, 2014)

8. Mekanisme Koping

a. Regresi : menjadi malas beraktivitas sehari-hari

b. Proyeksi : menjelaskan perubahan suatu persepsi dengan berusaha

untuk mengalihkan tanggung jawab dengan orang lain

c. Menarik diri : sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus

internal (Prabowo, 2014)

9. Penatalaksanaan

Pengobatan harus secepat mungkin diberikan, disini peran keluarga

sangat penting karena setelah mendapatkan perawatan di RSJ pasien

dinyatakan boleh pulang sehingga keluarga mempunyai peranan yang

sangat penting didalam hal merawat pasien, menciptakan lingkungan

keluarga yang kondusif dan sebagai pengawas minum obat.

a. Farmakoterapi

20
Neuroleptika dengan dosis efektif bermanfaat pada penderita

Skizofrenia yang menahun, hasilnya lebih banyak jika mulai diberi

dalam dua tahun penyakit. Neuroleptika dengan dosis efek tertinggi

bermanfaat pada penderita psikomotorik yang meningkat.

b. Terapi Kejang Listrik

Terapi Kejang Listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan

kejang secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui

electrode yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang

listrik dapat diberikan pada Skizofrenia yang tidak mempan dengan

terapi Neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5

Joule/Detik.

c. Psikoterapi dan Rehabilitas

Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat

membantu karena berhubungan dengan praktis dengan maksud

mempersiapkan pasien kembali kemasyarakat, selain itu terapi kerja

sangat baik untuk mendorong pasien bergaul dengan orang lain,

perawat dan dokter. Maksudnya supaya pasien tidak mengasingkan

diri karena dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik, dianjurkan

untuk mengadakan permainan atau latihan bersama, seperti terapi

modalitas yang terdiri dari :

Terapi aktivitas.

1) Terapi Musik

21
Fokus : mendengar, memainkan alat musik, bernyanyi, yaitu

menikmati dengan relaksasi musik yang disukai pasien.

2) Terapi Seni

Fokus : untuk mengekspresikan perasaan melalui beberapa

pekerjaan seni.

3) Terapi Menari

Fokus : ekspresi perasaan melalui gerakan tubuh

4) Terapi Relaksasi

Belajar dan praktik relaksasi dalam kelompok

Rasional : untuk koping/perilaku maladaptive/deskriptif

meningkatkan pastisipasi dan kesenangan pasien dalam kehidupan.

5) Terapi Sosial

Pasien belajar bersosialisasi dengan pasien lain.

6) Terapi Kelompok

a) Terapi group (kelompok terapeutik)

b) Terapi aktivitas kelompok (adjuctive group activity therapy)

c) TAK Stimulus Persepsi : Halusinasi

Sesi 1 : Mengenal Halusinasi

Sesi 2 : Mengontrol Halusinasi dengan Menghardik

Sesi 3 : Mengontrol Halusinasi dengan melakukan kegiatan

Sesi 4 : Mencegah Halusinasi dengan bercakap-cakap

Sesi 5 : Mengontrol Halusinasi dengan patuh minum obat.

22
7) Terapi Lingkungan

Suasana rumah sakit dibuat seperti suasana didalam keluarga

(Home Like Atmosphere) (Prabowo, 2014).

B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Predisposisi

1) Faktor Biologis

Adanya hambatan dalam perkembangan otak khusus

konteks lobus provital, temporal dan limbik yang disebabkan

gangguan perkembangan dan fungsi susunan saraf pusat. Sehingga

menyebabkan hambatan dalam belajar, berbicara, daya ingat dan

mungkin perilaku menarik diri, perilaku menarik diri dapat

menyebabkan orang tidak mau bersosialisasi sehingga kemampuan

dalam menilai dan berespon dengan realita dapat hilang dan sulit

membedakan rangsang internal dan eksternal.

2) Faktor Psikologis

Halusinasi dapat terjadi pada orang yang mempunyai

keluarga overprotektif sangat cemas. Hubungan dalam keluarga

yang dingin dan tidak harmonis, perhatian dengan orang lain yang

sangat berlebih ataupun yang sangat kurang sehingga

menyebabkan koping individu dalam menghadapi stress tidak

adaptif.

3) Faktor Sosial Budaya

23
Kemiskinan dapat sebagai faktor terjadi halusinasi bila

individu mempunyai koping yang tidak efektif maka ia akan suka

berkhayal menjadi orang hanya dan lama kelamaan.

b. Faktor Presipitasi

1) Sosial Budaya

Teori ini mengatakan bahwa stress lingkungan dapat

menyebabkan terjadi respon neurobiologis yang maladaptive,

misalnya lngkungan yang penuh dengan kritik (bermusuhan);

kehilangan kemandirian dalam kehidupan; kehilangan harga diri;

kerusakan dalam hubungan interpersonal dan gangguan dalam

hubungan interpersonal; kesepian; tekanan dalam pekerjaan, dan

kemiskinan. Teori ini mengatakan bahwa stress yang menumpuk

dapat menunjang terhadap terjadi gangguan psikotik tetapi tidak

diyakini sebagai penyebab utama gangguan.

2) Biokimia

Dopamine, norepineprin, zat halusinagen dapat

menimbulkan persepsi yang dingin oleh klien sehingga klien

cenderung membenarkan apa yang dikhayal.

c. Perilaku

Pengkajian pada klien dengan halusinasi perlu ditekankan pada

fungsi kognitif (proses pikir), fungsi persepsi, fungsi emosi, fungsi

motorik dan fungsi sosial.

1) Fungsi Kognitif

24
Pada fungsi kognitif tejadi perubahan daya ingat, klien mengalami

kesukaran dalam menilai dan mengguanakan memorinya atau klien

mengalami gangguan daya ingat jangka panjang / pendek. Klien

menjadi pelupa dan tidak berminat.

a) Cara berpikir magis dan primitif : klien menganggap bahasa

diri dapat melakukan sesuatu yang mustahil bagi orang lain,

misalnya dapat berubah menjadi spiderman. Cara berpikir klien

seperti anak pada tingkat perkembangan anak pra sekolah.

b) Perhatian : klien tidak mampu mempertahankan perhatiannya

atau mudah teralih, serta konsentrasi buruk, akibat mengalami

kesulitan dalam menyelesaikan tugas dan berkonsentrasi

terhadap tugas.

c) Isi pikir : klien tidak mampu memproses stimulus interna dan

eksterna dengan baik sehingga terjadi curiga, siar pikir,

somatic.

d) Bentuk dan pengorganisasian Bicara : klien tidak mampu

mengorganisasian pikiran dan menyusun pembicaraan yang

logis serta kohern. Gejala yang sering ditimbulkan adalah

kehilangan asosiasi, kongensial, inkoheren / neologisme,

sirkumfansial, tidak masuk akal. Hal ini dapat diidentifikasikan

dari pembicaraan klien yang tidak relevan, tidak logis bicara

yang berbelit.

2) Fungsi Emosi

25
Emosi digambarkan dengan istilah mood adalah suasana

emosi sedangkan efek adalah mengacu kepada ekspresi emosi yang

dapat diamati dalam ekspresi wajah. Gerakan tangan, tubuh dan

nada suara ketika individu menceritakan perasaannya.

Pada proses neurologis yang maladaptive terjadi gangguan

emosi yang dapat dikaji melalui perubahan afek :

a) Afek Tumpul : kurangnya respon emosional terhadap pikiran,

orang lain atau pengalaman klien tampak apatis.

b) Afek Datar : tidak tampak ekspresi aktif, suara menahan dan

wajah datar, tidak ada keterlibatan perasaan.

c) Afek tidak sesuai : afek tidak sesuai dengan isi pembicaraan.

d) Reaksi Berlebihan : reaksi emosi yang berlebihan terhadap

suatu kejadian.

e) Ambivalen : timbulnya dua perasaan yang bertentangan pada

saat yang bersamaan.

3) Fungsi Motorik

Respon Neeurologis Maladaptive menimbulkan perilaku

yang aneh, membingungkan dan kadang Nampak tidak kenal

dengan orang lain. Perubahan tersebut adalah :

a) Impulsif : cenderung melakukan gerakan yang tiba-tiba dan

spontan.

b) Manerisme : dilihat melalui gerakan dan ucapan seperti

grimasentik.

26
c) Stereobipik : Gerakan yang diulang tidak bertujuan dan tidak

dipengaruhi oleh stimulus yang jelas.

d) Katatonia : kekacauan psikomotor pada skizofrenia tipe

katatonik (eq : catatonic excitement, stupor, catalepsy,

flexibilitascerea), imobilitas karena faktor psikologis,

kadangkaladitandai oleh periode agitasiatau gembira, klien

tampak tidak bergerak, seolah-olah dalam keadaan setengah

sadar.

4) Fungsi Sosial

Perilaku yang terkait dengan hubungan sosialsebagai akibat

orang lain respon neurobiologis yang maladaptive adalah sebagai

berikut :

a) Kesepian

Perasaan terisolasi dan terasing, perasaan kosong dan merasa

putus asa sehingga klien terpisah dengan orang lain.

b) Isolasi Sosial

Terjadi ketika klien menarik diri secara fisik dan emosional

dari lingkungan. Isolasi diri klien tergantung pada tingkat

kesedihan dan kecemasan yang berkaitan dalam hubungan

dengan orang lain. Rasa tidak percaya pada orang lain

merupakan inti masalah pada klien. Pengalaman hubungan

27
yang tidak menyenangkan menyebabkan klien menganggap

hubungan saat ini berbahaya. Klien merasa terancam setiap

ditemani orang lain karena ia menganggap orang tersebut akan

mengontrolnya, mengancam, menuntutnya oleh karena itu

klien tetap mengisolasi diri dari pada pengalaman yang

menyedihkan terulang kembali.

c) Harga diri rendah.

Proses pengkajian, data penting yang perlu didapatkan adalah :

a. Jenis Halusinasi

Berikut ini memuat jenis halusinasi, data objektif dan subjektif

yang bisa didapatkan berdasarkan pemeriksaan dan anamnesis :

1) Halusinasi Dengar/suara

Data Obyektif : Bicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa

sebagian, menyedengkan telinga kearah tertentu, menutup telinga.

Data Subyektif : Mendengar suara-suara atau kegaduhan,

mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap, mendengar suara

menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.

2) Halusinasi Penglihatan

Data Obyektif : Menunjuk-nunjuk kearah tersebut, ketakutan pada

sesuatu yang tidak jelas.

Data Subyektif : Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris,

bentuk kartoon, melihat hantu atau monster.

3) Halusinasi Penciuman

28
Data Obyektif : Seperti sedang membau-baui bau-bauan tertentu,

menutup hidung.

Data Subyektif : Membaui bau-bauan seperti bau darah, urine

feses, kadang besuk kadang bau itu menyengankan.

4) Halusinasi pengecapan

Data Obyektif : Sering meludah muntah.

Data Subyektif : Merasakan rasa seperti darah, atau feses sakit.

5) Halusinasi perubahan

Data Obyektif : Menggaruk-menggaruk permukaan kulit.

Data Subyektif : Mengatakan ada serangga di permukaan kulit,

merasa seperti tersengat listrik.

b. Isi Halusinasi

Data tentang isi halusinasi dapat diketahui dari hasil pengkajian

tentang jenis halusinasi misalnya : melihat sapi yang sedang

mengamuk, padahal sesungguhnya adalah pamannya yang sedang

bekerja di ladang. Bias juga mendengar suara yang menyuruh untuk

melakukan sesuatu, sedangkan sesungguhnya hal tersebut tidak ada.

c. Waktu,ferkuensi dan situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi

Perawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi dan situasi

munculnya halusinasi yang dialami oleh pasien. Kapan halusinasi

terjadi? Frekuensi terjadinya apakah terus-menerus atau hanya sekali-

kali saja?. Situasi terjadinya apakah kalau sendiri, atau setelah terjadi

29
kejadian tertentu. Hal ini dilakukan untuk menentukan itervensi

khusus pada waktu terjadinya halusinasi, sehingga pasien tidak larut

dengan halusinasinya. Dengan mengetahui ferkuensi terjadinya

halusinasi dapat direncanakan frekuensi tindakan untuk mencegah

terjadinya halusinasi.

d. Respon Halusinasi

Untuk mengetahui apa yang dilakukan pasien ketika halusinasi

itu muncul. Perawat dapat menanyakan pada pasien hal yang dirasakan

atau dilakukan saat halusinasi timbul. Perawat dapat juga menanyakan

kepada keluarga atau orang terdekat dengan pasien. Selain itu dapat

juga dengan mengobservasi perilaku pasien saat halusinasi timbul.

Kecermatan perawat akan meningkatkan kualitas asuhan terhadap

pasien dengan gangguan ini.

2. Pohon Masalah

Affect Resiko Tinggi Perilaku Kekerasan

Core problem Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi

Ceusa Isolasi Sosial

Harga diri rendah Kronis

Gambar 2.2 Pohon Masalah

3. Diagnosa Keperawatan

30
Diagnose keperawatan ditetapkan berdasarkan data subyektif dan objektif

yang ditemukan pada pasien adalah Gangguan Persepsi Sensori :

Halusinasi (sesuai dengan Jenis Halusinasinya).

4. Rencana asuhan keperawatan

Tujuan Umum : pasien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya.

Tujuan Khusus :

a. TUK 1 : Pasien dapat membina hubungan saling percaya.

Kriteria hasil

Setelah 1x interaksi, pasien mempu membina hubungan saling percaya

dengan perawat dengan kriteria hasil :

1) Ekspresi wajah bersahabat.

2) Menunjukan rasa senang.

3) Ada kontak mata.

4) Mau duduk berdampingan dengan perawat, mau mengungkapkan

perasaannya.

Intervensi

1) Sapa pasien dengan ramah baik verbalmaupun non verbal.

2) Perkenalkan nama lengkap dan nama panggilan perawat.

3) Tanya nama lengkap dan panggilan yang disukai pasien.

4) Jelaskan tujuan pertemuan.

5) Tunjukan sikap empati dan menerima pasien apa adanya.

6) Beri perhatian pada pasien dan perhatikan kebutuhan dasar pasien.

7) Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaannya.

31
8) Dengarkan ungkapan pasien dengan penuh perhatian ada ekspresi

perasaan pasien.

b. TUK 2 : Pasien dapat mengenal halusinasinya

Kriteria hasil

Setelah 2x interaksi, pasien dapat menyebutkan :

1) Isi

2) Waktu

3) Frekuensi

4) Situasi dan kondisi yang menimbulkan halusinasi.

Intervensi

1. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap.

2. Observasi tingkah laku pasien terkait dengan halusinasinya (verbal

dan non verbal).

3. Bantu pasien mengenali halusinasinya

4. Diskusikan dengan pasien situasi yang menimbulkan atau tidak

menimbulkan halusinasinya, isi, waktu dan frekuensi terjadinya

halusinasi baik pagi, siang, sore, malam atau sering, jarang.

5. Tanyakan kepada pasien apa yang dirasakan saat halusinasi

muncul (marah, takut, sedih, senang)

6. Diskusikan tentang dampak yang akan dialami jika pasien

menikmati halusinasi.

c. TUK 3 : Pasien dapat mengontrol halusinasinya

Kriteria hasil

32
Setelah 2x interaksi pasien menyebutkan tindakan yang biasanya

dilakukan untuk mengendalikan halusinasinya.

Intervensi

1. Indentifikasi bersama pasien tentang cara tindakan yang dilakukan

jika terjadi halusinasi.

2. Diskusikan manfaat cara yang dilakukan jika pasien bermanfat beri

pujian.

3. Diskusikan cara baru untuk memutus atau mengontrol halusinasi.

4. Bantu pasien memilih dan melatih cara memutus halusinasi secara

bertahap.

5. Pantau pelaksanaan tindakan yang telah dipilih dan dilatih, jika

berhasil beri pujian.

d. TUK 4 : Pasien dapat menggunakan obat dengan benar

Kriteria hasil

Setelah 2x interaksi pasien mendemonstrasikan penggunaan obat

dengan benar.

Intervensi

1. Diskusikan dengan pasien dan keluarga tentang manfaat dan

kerugian tidak minum obat, dosis, nama, frekuensi, efek samping

dan manfaat obat.

2. Pantau saat pasien minum obat.

3. Anjurkan pasien minta sendiri obat pada perawat dan merasakanS

manfaatnya.

33
4. Anjurkan pasien bicara dengan dokter tentang manfat dan efek

samping obat yang dirasakan.

5. Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan

Dokter.

6. Anjurkan pasien berkonsultasi dengan Dokter/Perawat jika terjadi

hal-hal yang tidak diinginkan.

7. Bantu pasien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar

e. TUK 5 : Pasien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol

halusinasi

Kriteria hasil

Setelah 2x interaksi keluarga menyatakan setuju untuk mengikuti

pertemuan dengan perawat.

Intervensi

1) Buat kontak pertemuan dengan keluarga pasien (waktu, topik,

tempat)

2) Diskusikan dengan keluarga : pengertian halusinasi, tanda gejala,

proses terjadi, cara yang bisa dilakukan oleh pasien dan keluarga

untuk memutus halusinasi, obat-obat halusinasi, cara merawat

pasien halusinasi dirumah, beri informasi waktu follow up atau

kapan perlu mendapat bantuan.

3) Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga (Prabowo,

2014).

5. Tindakan Keperawatan Pasien Halusinasi

34
a. Tindaka keperawatan untuk pasien

1) Tujuan tindakan untuk pasien meliputi :

a) Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya

b) Pasien dapat mengontrol halusinasinya

c) Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal

2) Tindakan keperawatan

a) Membantu pasien mengenali halusinasi

Untuk membantu pasien mengenali halusinasi, saudara

dapat melakukannya dengan cara berdiskusi dengan pasien

tentang isi halusinasi (apa yang didengar/dilihat), waktu terjadi

halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang

menyebabkan halusinasi muncul dan respon pasien saat

halusinasi muncul.

b) Melatih pasien mengontrol halusinasi

Untuk membantu pasien agar mampu mengontrol

halusinasi, saudara dapat melatih empat cara yang sudah

terbuksi dapat mengendalikan halusinasi. keempat cara tersebut

meliputi :

(1) Menghardik halusinasi

Menghardik halusinasi adalah upaya mengendalikan

diri terhadap halusinasi dengan cara menolak halusinasi

yang muncul. Pasien dilatih untuk mengatakan tidak

terhadap halusinasi yang muncul atau tidak memperdulikan

35
halusinasinya. Kalau ini dapat dilakukan, pasien akan

mampu mengendalikan diri dan tidak mengikuti halusinasi

yang muncul.

Kemungkinan muncul lagi halusinasi tetap ada,

namun dengan kenanpuan ini pasien tidak akan larut untuk

mengikuti apa yang ada dalam halusinasi nya. Tahapan

tindakan keperawatan meliputi : (a) Menjelaskan cara

menghardik halusinasi, (b) Memperagaka cara menghardik,

(c) Meminta pasien memperagakan ulang dan (d)

Memantau penerapan cara ini, menguatkan perilaku pasien.

(2) Bercakap-cakap dengan orang lain

Untuk mengontrol halusinasi dapat juga dengan

bercakap-cakap dengan orang lain. Ketika pasien bercakap-

cakap dengan orang lain maka terjadi distraksi. Fokus

perhatian pasien akan beralih dari halusinasi ke percakapan

yang dilakukan dengan orang lain tersebut. Sehingga salah

satu cara yang efektif untuk mengontrol halusinasi adalah

menganjurkan pasien untuk bercakap-cakap dengan orang

lain.

(3) Melakukan aktivitas yang terjadwal

Untuk mengurangi resiko halusinasi muncul lagi

adalah dengan menyibukkan diri dengan aktivitas yang

teratur. Dengan beraktivitas secara terjadwal, pasien tidak

36
akan mengalami banyak waktu luang sendiri yang sering

sekali mencetuskan halusinasi. Untuk itu pasien yang

mengalami halusinasi bisa dibantu untuk mengatasi

halusinasinya dengan cara beraktivitas secara teratur dari

bangun pagi sampai tidur malam, tujuh hari dalam

seminggu.

Tahapan intervensinya sebagai berikut : (a) Menjelaskan

pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi

halusinasi, (b) Mendiskusikan aktivitas yang biasa

dilakukan pasien, (c) Melatih pasien melakukan aktivitas,

(d) Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan

aktivitas yang telah dilatih. Upayakan pasien mempunyai

aktivitas dari bangun pagi sampai tidur malam, 7 hari

dalam seminggu dan (e) Memantau pelaksanaan jadwal

kegiatan; memberikan penguatan terhadap perilaku pasien

yang positif.

(4) Menggunakan obat secara teratur

Untuk mampu mengontrol halusinasi juga harus

dilatih untuk menggunakan obat secara teratur sesuai

dengan program.pasien gangguan jiwa yang dirawat di

rumah sering sekali mengalami putus obat sehingga

akibatnya pasien mengalami kekambuhan. Bila

kekambuhan terjadi maka untuk mencapai kondisi seperti

37
semula akan lebih sulit. Untuk itu pasien perlu dilatih

menggunakan obat sesuai program dan berkelanjutan.

Berikut ini tindakan keperawatan agar pasien patuh

menggunakan obat : (a) Jelaskan juga obat, (b) Jelaskan

akibat bila putus obat, (c) Jelaskan cara mendapatkan

obat/berobat dan (d) Jelaskan cara menggunakan obat

dengan prinsip 5 benar (benar obat, benar pasien, benar

cara, benar waktu, benar dosis).

C. Konsep Keluarga

1. Definisi

Keluarga merupakan faktor yang menentukan keberhasilan asuhan

keperawatan pada pasien dengan halusinasi. Dukungan keluarga selama

pasien dirawat di rumah sakit sangat dibutuhkan sehingga pasien

termotivasi untuk sembuh.

Demikian juga saat pasien tidak lagi dirawat di rumah sakit (di

rumah). Keluarga yang mendukung pasien secara konsisten akan membuat

pasien mampu mempertahankan program pengobatan secara optimal.

Namun demikian jika keluarga tidak mampu merawat pasien,

pasien akan kambuh bahkan untuk memulihkannya lagi akan sangat sulit.

Untuk itu perawat harus memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga

agar keluarga mampu menjadi pendukung yang efektif bagi pasien

dengan halusinasi baik saat di rumah sakit maupun di rumah.

38
Tindakan keperawatan yang dapat diberikan untuk keluarga pasien

halusinasi adalah :

a. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien.

b. Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis

halusinasi yang dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi, proses

terjadinya halusinasi, dan cara merawat pasien halusinasi.

c. Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara

merawat pasien dengan halusinasi langsung dihdapan pasien.

d. Buat perencanaan pulang dengan keluarga.

2. Rencana asuhan keperawatan

Tujuan : Keluarga dapat terlibat dalam perawatan pasien baik di rumah

sakit maupun di rumah dan dapat menjadi sistem pendukung yang efektif

untuk pasien.

a. SP 1 : Pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis

halusinasi yang dialami anggota keluarganya (pasien), tanda dan gejala

halusinasi dan cara-cara merawat pasien halusinasi.

Kriteria hasil

Setelah 1x interaksi keluarga mampu menjelaskan tentang halusinasi

Intervensi

1) Identifikasi masalah keluarga dalam merawat pasien

2) Jelaskan tentang halusinasi, pengertian, jenis halusinasi, tanda dan

gejala

39
3) Cara merawat pasien halusinasi (cara berkomunikasi pemberian

obat, dan pemberian aktivitas kepada pasien)

4) Sumber-sumber palayanan kesehatan yang bisa dijangkau

5) Bermain peran cara merawat

6) Rencana tindak lanjut keluarga, jadwal keluarga untuk merawat

pasien

b. SP 2 : melatih keluarga praktik merawat pasien langsung dihadapan

pasien

Kriteria hasil

Setelah 2x interaksi keluarga mampu menyelesaikan kegiatan yang

sudah dilakukan, memperagakan cara merawat pasien

Intervensi

1) Evaluasi kemampuan keluarga (SP 1)

2) Latih keluarga merawat pasien

3) RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawat pasien

c. SP 3 : membuat perencanaan pulang bersama keluarga

Kriteria Hasil

Setelah 3x interaksi keluarga mampu menyebutkan kegiatan yang

sudah dilakukan, memperagakan cara merawat pasien serta mampu

membuat RTL, melaksanakan follow up dan rujukan

Intervensi

1) Evaluasi kemampuan keluarga (SP2)

2) Latih keluarga merawat pasien

40
3) RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawat pasien

4) Evaluasi kemampuan pasien

5) RTL keluarga follow up dan rujukan.

D. Evaluasi

Format evaluasi untuk menilai kemampuan pasien dan perawat dalam

memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan persepsi

sensori : Halusinasi.

41
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian kuantitatif dengan pendekatan

studi kasus dengan Jenis penelitian yaitu studi kasus deskriptif. Penelitian

studi kasus ini adalah mengeksplorasi suatu masalah keperawatan.

(Sibagariang, 2010).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian studi kasus ini dilakukan pada tanggal 6 September sampai 8

September 2018 di RSUD Madani Provinsi Sulawesi Tengah, dilakukan sejak

pengkajian sampai minimal 3 hari perawatan. Jika sebelum 3 hari pasien

pulang maka akan dilakukan pergantian pasien lainnya yang sejenis.

C. Subyek Studi Kasus

Subyek penelitian adalah keluarga pasien halusinasi yang mengalami

gangguan Persepsi Sensori Halusinasi.

D. Fokus Studi

Fokus studi pada penelitian ini adalah Model 2 (Tindakan

Keperawatan) yaitu penerapan tindakan menghardik halusinasi pada keluarga

pasien dengan asuhan keperawatan gangguan persepsi sensori halusinasi di

RSUD Madani Provinsi Sulawesi Tengah.

42
E. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah pembuatan variabel atas dasar apa yang

akan dikerjakan di lapangan. Tiap penelitian mempunyai definisi operasional

variable yang berbeda-beda, meskipun variabelnya sama (Sibagariang, 2010).

1. Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan yang dipahami dalam penelitian ini adalah suatu

proses kegiatan dalam praktik keperawatan yang diberikan langsung

kepada pasien, untuk membuat perencanaan perawatan untuk proses

penyembuhan pasien.

2. Tindakan menghardik

Tindakan menghardik adalah cara mengendalikan halusinasi dimana

pasien diajarkan untuk tidak memperdulikan dan menolak halusinasinya.

3. Halusinasi

Halusinasi adalah dimana pasien mendengar atau melihat sesuatu yang

sebenarnya tidak terjadi dan tidak ada bendanya.

F. Pengumpulan Data

1. Wawancara : hasil anamneses tentang identitas pasien, keluhan utama,

riwayat penyakit sekarang dan dahulu. Wawancara bisa dengan pasien,

keluarga dan perawat, penelitian ini dilakukan pada satu pasien yang

mengalami gangguan persepsi sensori halusinasi dengan tindakan

menghardik halusinasi dan dilakukan selama tiga hari perawatan di RSD

Madani Palu.

43
2. Observasi dilakukan dengan cara pengamatan secara langsung, untuk

memastikan kondisi nyata dari kasus tersebut.

G. Analisa Data

Analisa data dilakukan sejak pengumpulan data sampai semua data

terkumpul. Analisa dilakukan dengan cara menggunakan fakta dan

membandingkan dengan teori. Teknik yang digunakan adalah dengan

menarasikan jawaban-jawaban dari hasil pengumpulan data (wawancara dan

observasi) yang dilakukan untuk menjawab rumusan masalah dan tujuan

penelitian. Urutan dalam analisis data adalah :

1. Pengumpulan data

Data yang dikumpulkan dari hasil wawancara, observasi studi dokumen

ditulis dalam bentuk catatan lapangan yang selanjutnya disalin dalam

bentuk transkip.

2. Mereduksi data dengan membuat koding dan kategori : data yang sudah

dibuat bentuk transkip dibuat koding oleh penelitian sesuai dengan topik

penelitian. Data objektif dianalisis berdasarkan hasil pemeriksaan

diagnostic dan dibandingkan dengan nilai norma.

3. Penyajian data

Penyajian data dibuat dalam bentuk table, gambar, bagan disertai narasi.

Kerahasiaan responden tetap harus diperhatikan.

4. Kesimpulan

Data yang disajikan selanjutnya dibahas dan dibandingkan dengan hasil-

hasil penelitian sebelumnya dan teori-teori yang mendukung.penarikan

44
kesimpulan dilakukan dengan metode induktif. Pembahasan dilakukan

sesuai dengan tahapan asuhan keperawatan pengkajian, diagnose,

perencanan, tindakan dan evaluasi (Sibagariang, 2010).

H. Etika Penelitian

Ethical clearance merupakan ijin etika. Ethical clearance adalah

pernyataan, bahwa rencana kegiatan penelitian yang tergambar dalam

protokol, telah dilakukan kajian yang telah memenuhi kaidah etik sehingga

layak dilaksanakan. Seluruh peneliti/riset yang menggunakan manusia sebagai

subyek penelitian harus mendapatkan Ethical clearance, baik penelitian yang

melakukan specimen. Terdapat tiga etika penelitian yang harus dipenuhi:

1. informed consent

Yaitu suatu lembar persetujuan yang diberikan oleh peneliti kepada

responden untuk menjalankan suatu kegiatan atau tindakan yang

berhubungan dengan penelitian.

2. Anominity

Yaitu jika nama responden tidak ingin dicantumkan pada lembar alat ukur

dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil

penelitian yang disajikan.

3. Confidentiality

Yaitu menjaga kepercayaan responden dengan menjaga kerahasian

(Sibagariang, 2010).

45
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Biodata Klien

Pengkajian dimulai pada hari Senin 6 Agustus 2018 di Ruang

Salak RSUD Madani Provinsi Sulawesi Tengah dengan metode

wawancara kepada keluarga klien, observasi langsung pada keluarga klien,

Sehingga peneliti mendapatkan data sebagai berikut.

Klien bernama Tn.M, alamat desa kaleke kecamatan dolo barat,

umur 29 tahun, berjenis kelamin laki-laki, klien bekerja sebagai kuli

bangunan, pendidikan terakhir SMA, beragama islam, masuk di RSUD

Madani Provinsi Sulawesi Tengah dengan diagnosa schizophrenia, dengan

nomor rekam medik 030XXX.

Penanggung jawab Tn.M adalah Ny.N umur 57 tahun yang

merupakan ibu klien, pekerjaan sebagai IRT dan tinggal bersama dengan

klien.

2. Pengkajian

a. Keluhan Utama Saat Pengkajian

Keluarga klien mengatakan belum memahami halusinasi, jenis

halusinasi, gejala halusinasi, dan tindakan yang akan diterapkan

kepada klien.

46
b. Alasan Masuk

Klien masuk RS diantar keluarga, karena ketakutan, klien

melihat pocong, pocong itu mengikutinya, pocong itu muncul saat

klien sendirian didalam kamar, pocong itu muncul 2 kali dalam sehari

saat malam dan subuh, dan klien berteriak-teriak memanggil ibunya,

susah tidur kurang lebih 5 hari.

c. Faktor Predisposisi

Keluarga klien mengatakan klien pernah dirawat di RSUD

Madani Provinsi Sulawesi Tengah 3 Tahun yang lalu dengan gangguan

jiwa, pernah mengikuti terapi pengobatan sebelumnya tetapi

pengobatannya kurang berhasil, klien tidak pernah mengalami

penganiayaan fisik, keluarga klien mengatakan ada anggota keluarga

yang mengalami sakit yang sama dengan yang dialami oleh klien yaitu

adik dari ibu klien, pengalaman klien yang tidak menyenangkan yaitu

berhenti dari pekerjaannya, klien tidak pernah melakukan tindakan

bunuh diri.

d. Ukur

Pada pemeriksaan fisik pada Tn.M didapatkan hasil tekanan

darah 130/90 mmHg, nadi 80x/menit, suhu 36,5oC, respirasi

20x/menit, tinggi badan 160 cm, berat badan 58 kg, klien tidak

mengalami gangguan fisik.

47
e. Psikososial

1) Genogram

Klien anak kedua dari enam bersaudara mengalami

gangguan jiwa, keluarga klien mengatakan ada anggota keluarga

yang mengalami sakit yang sama dengan klien yaitu adik dari ibu

klien.

2) Konsep diri

Keluarga klien mengatakan klien menyukai semua yang ada

pada dirinya, klien adalah anak laki-laki, klien anak kedua dari 6

bersaudara, klien mempunyai satu orang anak, klien tidak mampu

menjalankan perannya sebagai seorang ayah, klien ingin

secepatnya sembuh dan pulang kerumah bertemu keluarganya,

klien tidak merasa malu dengan keadaannya.

3) Hubungan sosial

Orang yang paling berarti adalah anaknya dan kedua orang

tuanya, klien tidak pernah ikut serta dalam kelompok apa saja

dimasyarakat, setelah sakit klien sudah tidak berkomunikasi

dengan orang yang ada dilingkungannya.

4) Spiritual

Klien beragama islam, sebelum sakit dia sering

melaksanakan shalat lima waktu dan saat sakit tidak pernah lagi

melaksanakan shalat.

48
f. Status Mental

Pakaian klien rapi, kondisi badan bau, nada bicara dan suara

klien keras, dapat menjawab pertanyaan yang diberikan kepada klien,

klien tampak gelisah dan mondar-mandir didalam ruangan, klien

tampak ketakutan, merasa pocong itu masih ada disekitarnya, afek

klien datar dan berinteraksi jika tidak ada yang mengajak bicara,

selama wawancara klien menatap lawan bicaranya, klien mengatakan

melihat pocong, pocong itu mengikutinya, pocong itu muncul saat

klien sendirian didalam kamar, pocong itu muncul 2 kali dalam sehari

saat malam dan subuh selama 2 menit, saat pocong itu muncul klien

ketakutan dan memanggil ibunya, klien dapat menjawab dengan baik

pertanyaan yang diberikan, isi pikir klien realistis dan tidak mengalami

gangguan isi piker, kesadaran klien baik, tidak ada gangguan orientasi

terhadap waktu, tempat dan orang, klien tidak mengalami gangguan

daya ingat jangka panjang.Klien hanya kadang lupa dengan orang yang

baru dikenalnya, klien mampu berkonsentrasi dengan baik dan dapat

melakukan perhitungan dengan benar, klien mampu menilai mana

yang benar dan mana yang salah, klien menyadari bahwa dirinya saat

ini mengalami gangguan jiwa, namum klien tidak merasa sakit saat ini.

g. Kebutuhan Persiapan Pulang

Klien makan 2x sehari, klien mampu menyiapkan makanan,

membersihkan alat-alat makan tanpa bantuan, klien mandi secara

mandiri 2x dalam sehari, klien mampu mengontrol untuk BAK/BAB

49
di tempat WC, keluarga klien mengatakan bahwa klien susah tidur,

klien gelisah saat tidur malam, klien dapat mengenakan pakaian

sendiri dengan rapi, menyisir rambut, dan memakai sandal, klien dapat

menjaga diri sendiri, klien tidak pernah memukul orang disekitarnya,

klien mendapat perawatan lanjut dirumah sakit dan mendapat

dukungan dari keluarganya, klien minum obat sesuai petunjuk dokter

(frekuensi, jenis, dosis, waktu, dan cara pemberian) secara rutin

dengan bimbingan perawat.

h. Mekanisme Koping

Saat klien mendapat masalah klien selalu menceritakan

masalanya kepada keluarganya.

i. Masalah Psikososial dan Lingkungan

Selama di rumah sakit klien tidak mempunyai masalah dalam

hubungan sesama pasien.

j. Aspek Medik

Klien didiagnosa skizofrenia, mendapat terapi Haloperidal 2,5,

Trihexpinaidil 1 mg, Crozapine 100 g, Codeine, Neurodex.

3. Analisa Data

Dari hasil pengumpulan data didapatkan data, Keluarga klien

mengatakan belum memahami halusinasi, jenis halusinasi, gejala

halusinasi, dan tindakan yang akan diterapkan kepada klien. Keluarga

klien mengatakan klien ketakutan, klien melihat pocong, pocong itu

mengikutinya, pocong itu muncul saat klien sendirian didalam kamar,

50
pocong itu muncul 2 kali dalam sehari saat malam dan subuh, dan klien

berteriak-teriak memanggil ibunya, dan susah tidur.

4. Diagnosa Keperawatan

Dari data pengkajian dan observasi yang dilakukan peneliti pada

Keluarga Tn.M pada tanggal 6 Agustus 2018 diruang Salak didapatkan

masalah keperawatan gangguan persepsi sensori halusinasi penglihatan.

5. Perencanaan

Diagnosa keperawatan yang didapatkan adalah gangguan persepsi

sensori halusinasi penglihatan, dengan tujuan setelah dilakukan 3x

pertemuan diharapkan keluarga mengetahui halusinasi, cara merawat

pasien halusinasi dan dapat memperagakan cara menghardik halusinasi,

dengan tindakan keperawatan yang dilakukan SP 1 Keluarga yaitu

pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang

dialami keluarganya (pasien), tanda dan gejala halusinasi, cara merawat

pasien halusinasi.

6. Pelaksanaan dan Evaluasi

Dalam pelaksanaan Tindakan SP 1 Keluarga di ruang Salak


dilakukan 3x pertemuan yaitu pada hari senin, selasa, dan rabu, dan
dilakukan pada salah satu anggota keluarga pasien halusinasi dan
diobservasi.
Pelaksanan tindakan SP 1 Keluarga pada pertemuan pertama yaitu
Pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang
dialami keluarganya (pasien), tanda dan gejala halusinasi, cara merawat
pasien halusinasi dilakukan pada hari senin 6 agustus 2018 dan didapatkan
hasil keluarga belum memahami halusinasi dan keluarga tampak
kebingungan memperagakan cara menghardik halusinasi.

51
Pelaksanan tindakan SP 1 Keluarga pada pertemuan kedua yaitu
Pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang
dialami keluarganya (pasien), tanda dan gejala halusinasi, cara merawat
pasien halusinasi dilakukan pada hari selasa 7 agustus 2018 dan
didapatkan hasil keluarga dapat memperagakan walaupun kadang lupa
caranya.
Pelaksanan tindakan SP 1 Keluarga pada pertemuan ketiga yaitu

Pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang

dialami keluarganya (pasien), tanda dan gejala halusinasi, cara merawat

pasien halusinasi dilakukan pada hari rabu 8 agustus 2018 dan didapatkan

hasil keluarga mampu melakukan cara menghardik halusinasi dan mampu

menerapkan tindakan tersebut langsung kepada pasien sehingga memenuhi

target sesuai tujuan yang ada.

B. Pembahasan

Penelitian membahas tentang Penerapan Tindakan Menghardik

Halusinasi Pada Keluarga Pasien Tn.M Dengan Asuhan Keperawatan

Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi Penglihatan Diruang Salak RSUD

Madani Provinsi Sulawesi Tengah.

1. Pengkajian

Dalam pengkajian terhadap keluarga klien didapatkan hasil bahwa

klien masuk RS karena ketakutan melihat pocong, pocong itu

mengikutinya berteriak-teriak memanggil ibunya, susah tidur kurang lebih

5 hari, klien terlihat gelisah dan sesekali mondar mandir dalam ruangan.

Keluarga klien mengatakan belum memahami halusinasi, jenis halusinasi,

gejala halusinasi, dan tindakan yang akan diterapkan kepada klien. Klien

52
mempunyai riwayat mengalami gangguan jiwa dan pengobatannya kurang

berhasil karena putus obat. Data tersebut sejalan dengan teori yang

dikemukakan oleh Dermawan, 2013 yaitu salah satu gejala gangguan jiwa

dimana pasien mengalami perubahan sensori persepsi : persepsi klien

terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata, artinya klien

menginterpretasikan sessuatu yang nyata tanpa stimulus/rangsangan dari

luar. Sebagai contoh merasakan sensori palsu berupa suara, penglihatan,

pengecapan, perabaan atau penciuman.

2. Diagnosa Keperawatan

Dari data pengkajian dan observasi yang dilakukan peneliti pada

keluarga Tn.M pada tanggal 6 Agustus 2018 diruang salak didapatkan

masalah keperawatan gangguan persepsi sensori halusinasi penglihatan.

Masalah keperawatan tersebut sejalan dengan pohon masalah yang

dikemukakan oleh Budi Ana, 2015 yaitu :

Affect Resiko Tinggi Perilaku Kekerasan

Core problem Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi

Ceusa Isolasi Sosial

Harga diri rendah Kronis

Gambar 4.1 Pohon Masalah

Dalam pohon masalah menurut Budi Ana, 2015 menjelaskan

bahwa dari harga diri rendah dapat menyebabkan masalah isolasi sosial

53
dan akibatnya individu dapat mengalami perubahan persepsi sensori

halusinasi serta dapat berujung pada resiko tinggi perilaku kekerasan. Pada

kasus Tn.M peneliti menetapkan prioritas masalah yaitu gangguan

persepsi sensori halusinasi karena saat dilakukan pengkajian keluarga

klien mengatakan klien ketakutan melihat pocong dan pocong itu

mengikutinya sampai klien berteriak-teriak memanggil ibunya.

3. Perencanaan

Setelah didapatkan diagnosa keperawatan, kemudian peneliti

menentukan rencana keperawatan yang akan di implementasikan yaitu

tindakan keperawatan SP 1 Keluarga. Tindakan ini bertujuan agar

keluarga mengetahui halusinasi, cara merawat pasien halusinasi dan dapat

memperagakan cara menghardik halusinasi langsung dihadapan pasien.

Menurut Dermawan, 2015 Keluarga merupakan faktor yang menentukan

keberhasilan asuhan keperawatan pada pasien dengan halusinasi.

Dukungan keluarga selama pasien dirawat di rumah sakit sangat

dibutuhkan sehingga pasien termotivasi untuk sembuh. Demikian juga saat

pasien tidak lagi dirawat di rumah sakit (di rumah) keluarga yang

mendukung pasien secara konsisten akan membuat pasien mampu

mempertahankan program pengobatan secara optimal.

4. Pelaksanaan dan Evaluasi

54
Dalam pelaksanaan tindakan keperawatan SP Keluarga terdapat 3

SP yang terdiri dari SP 1 K pendidikan kesehatan tentang pengertian

halusinasi, jenis halusinasi yang dialami keluarganya (pasien), tanda dan

gejala halusinasi, cara merawat pasien halusinasi. SP 2 K melatih keluarga

praktik merawat pasien langsung dihadapan pasien. SP 3 K membuat

perencanan pulang bersama keluarga.

Pada kasus Tn.M diberikan tindakan keperawatan SP 1 K sebanyak

3x pertemuan dikerenakan tujuan pencapaian peneliti adalah keluarga

mampu melakukan SP 1 K dengan baik dan benar. Pada pertemuan

pertama keluarga belum memahami halusinasi dan tampak kebingungan

memperagakan cara menghardik halusinasi, kemudian diulangi pada

pertemuan kedua keluarga dapat memperagakan walaupun kadang lupa

caranya, sehingga diulangi kembali pada pertemuan ketiga keluarga

mampu melakukan cara menghardik halusinasi dan mampu menerapkan

tindakan tersebut langsung kepada pasien sehingga memenuhi target

sesuai tujuan yang ada.

Dalam pelaksanan tindakan keperawatan SP 1 K peran keluarga

sangat penting karena keluarga adalah sistem pendukung dan menjadi

pengganti perawat saat pasien pulang kerumah.

55
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah peneliti melakukan tindakan keperawatan SP 1 K pada

keluarga Tn.M yang mengalami gangguan persepsi sensori halusinasi

penglihatan dapat ditarik kesimpulan bahwa :

1. Pengkajian

Saat dilakukan pengkajian keperawatan didapatkan data Keluarga

klien mengatakan belum memahami halusinasi, jenis halusinasi, gejala

halusinasi, dan tindakan yang akan diterapkan kepada klien. Pasien masuk

rumah sakit dengan keluhan klien ketakutan, klien melihat pocong, pocong

itu mengikutinya, pocong itu muncul saat klien sendirian didalam kamar,

pocong itu muncul 2 kali dalam sehari saat malam dan subuh, dan klien

berteriak-teriak memanggil ibunya, susah tidur kurang lebih 5 hari.

2. Diagnosa Keperawatan

Dari data yang telah didapatkan, masalah keperawatan yang

diangkat adalah gangguan persepsi sensori halusinasi penglihatan.

3. Perencanaan

Setelah didapatkan masalah keperawatan, rencana keperawatan

yang diimplementasikan adalah melakukan tindakan keperawatan SP 1 K

yang bertujuan agar keluarga dapat menjadi pengganti perawat saat pasien

pulang kerumah.

56
4. Pelaksanaan dan Evaluasi

Pada pelaksanaan tindakan keperawatan dilakukan selama 3x

pertemuan, pada pertemuan pertama keluarga pasien belum memahami

tindakan yang akan dilakukan, pada pertemuan kedua keluarga pasien

sudah bisa memperagakan walaupun kadang lupa caranya, sampai pada

pertemuan ketiga keluarga pasien mampu melakukan tindakan menghardik

dan mampu menerapkan langsung kepada pasien.

B. Saran

1. Bagi Masyarakat

Diharapkan untuk dapat mengetahui halusinasi, jenis halusinasi,

tanda dan gejala halusinasi, dapat memperagakan cara menghardik

halusinasi dan melakukan pengobatan secara dini ke Rumah Sakit.

2. Bagi Institusi Poltekkes Kemenkes Palu

Diharapkan selalu memberikan mutu pelayanan yang lebih

berkualitas sehingga dapat menghasilkan lulusan perawat profesional,

terampil, inovatif, dan bermutu dalam memberikan pelayanan asuhan

keperawatan secara komprehensif.

3. Bagi Peneliti Lain

Diharapkan untuk dapat dilanjutkan dan dikembangkan kepenelitian

analitik.

57
DAFTAR PUSTAKA

Ana, B. 2015. Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Dermawan, D, & Rusdi. 2013. Konsep Dan Kerangka Kerja Asuhan Keperawatan
Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Dermawan, & Adriyani. 2014. Hubungan tingkat pengetahuan perawatan


kesehatan jiwa. Surakarta: Kusuma Husada.

Dinkes Provinsi Sulawesi Tengah. 2016. Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi


Tengah. Palu.

Fitria, N. 2010. PRINSIP Dasar Dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan


Dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta:
Salemba Medika

Hartono, Y. 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Aditama.

Kemenkes. 2016. Keperawatan kesehatan jiwa teori. Jakarta: EGC

Meryana. 2016. Buku Ajar Konsep Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika

Ndama, M., Adiono, S., Amiyadin, & Zainul. 2018. Panduan Penulisan Karya
Tulis Ilmiah Bagi Mahasiswa Prodi D-III Keperawatan Jurusan
Keperawatan Poltekkes Kemenkes Palu. Palu

Prabowo, E. 2014. Konsep Dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:


Nuha Medika.

Riset Kesehatan Dasar. 2013. http://www.depkes.go.id. Di unduh tanggal 28


Februari 2018.

RSUD Madani Palu. 2016. Profil Rumah Sakit Daerah Madani Palu. Palu.

Sibagariang, E., Juliane., Rismalinda, Dan Nurzannah, S. 2010. Buku Saku


Metodologi Penelitian Suntuk Mahasiswa Diploma Kesehatan. Jakarta:
TIM.

58

Anda mungkin juga menyukai