Hanya dengan keikhlasan semua amal ibadah termasuk bekerja, belajar, dan lain –
lain yang baik akan diterima oleh Allah SWT (Ilyas, 2001). Rasullah mengucapkan
selamat kepada para “mukhlishin” (orang – orang yang ikhlas), beliau bersabda :
“Selamatlah para mukhlishin. Yaitu orang – orang yang bila hadir tidak dikenal, bila tidak
hadir dicari-cari. Mereka pelita hidayah, mereka selalu selamat dari fitnah kegelapan..”
(H.R Baihaqi)
Imam al – Ghazali (2010) mengatakan bahwa Ma’ruf (Al – Karkhi) pernah memukul
dirinya sendiri dan berkata : “Hai diri, Ikhlaslah, agar kau selamat.”
Seorang mukhlish tidak akan pernah sombong jika berhasil dan tidak putus asa jika
mengalami kegagalan. Dia tidak akan lupa diri ketika menerima pujian dan tidak akan
mundur ketika menerima cacian. Sebab orang – orang yang ikhlas hanya berbuat
sesuatu semata – mata mencari keridhoan Allah SWT. (Ibrahim, 2007).
B. DEFINISI IKHLAS
Ikhlas menurut bahasa arab berasal dari “khalasha” yang berarti bersih, murni, tidak
bercampur. Misalkan kata “ma’u khalish” yang berarti air murni atau air yang tidak
bercampur dengan teh, kopi, ataupun zat-zat yang lainnya. Ketika kata “khalasha”
dibentuk menjadi “ikhlas” maka artinya membersihkan atau memurnikan (Ilyas, 2001).
Menurut Imam al-Ghazali (2010), Ikhlas merupakan perbuatan membersihkan dan
memurnikan.
Menurut Sayyid Sabiq (dalam Ilyas, 2001) mendefinisikan ikhlas : “Seseorang
berkata, beramal dan berjihad mencari Ridha Allah SWT, tanpa mempertimbangkan
harta, pangkat, status, popularitas, kemajuan atau kemunduran; supaya dia dapat
1
memperbaiki kelemahan – kelemahan amal dan kerendahan akhlaqnya serta dapat
berhubungan langsung dengan Allah SWT.”
Menurut Qalami (2003, dalam Chizanah & Hadjam, 2013) : Ikhlas secara bahasa
berarti suci. Secara istilah, ikhlas diartikan sebagai niat yang murni semata-mata
mengharap penerimaan dari Tuhan dalam melakukan suatu perbuatan, tanpa
menyekutukan Tuhan dengan yang lain. Secara terminologis yang dimaksud dengan
ikhlas adalah melakukan amalan baik semata – mata mengaharapkan ridho Allah SWT.
(Ilyas, 2001). Dalam Penelitian Chizanah & Hadjam, 2011, Chizanah menyatakan bahwa
ikhlas merupakan suatu kondisi mental yang berkaitan dengan proses berideologi
sebagai hamba Tuhan.
Menurut Syekh Abu Thalib al – Makki (Ghazali, 2010) mendifinisikan ikhlas sebagai
“inti amal dan penentu diterima tidaknya suatu amal di sisi Allah Yang Maha Tahu. Amal
tanpa ikhlas bagaikan kelapa tanpa isi, raga tanpa nyawa, pohon tanpa buah, awan
tanpa hujan, anak tanpa garis keturunan, dan benih yang tidak tumbuh. Sedangkan,
Sehingga, penulis menyimpulkan bahwa ikhlas merupakan suatu perbuatan atau
amalan baik yang dilakukan dengan niat semata – mata hanya mencari dan
mengharapkan ridho Allah SWT.
2
2) Ciri – Ciri Ikhlas Menurut Rizal Ibrahim
Ibrahim (2007) menjelaskan bahwa terdapat ciri – ciri seseorang yang berpegang
pada rasa ikhlas terbagi menjadi tiga bagian oleh para ulama akhirat atau sufi,
diantaranya :
a) Perasaan takut pada Allah SWT
Perasaan takut terhadap ancaman siksaan di akhirat nanti. Ibrahim (2007)
berpendapat bahwa jika ibadah yang dilakukan dengan hanya karena rasa
takut kepada Allah SWT belum termasuk dalam kesempurnaan ikhlas.
b) Perasaan mengharap imbalan dari Allah SWT atas nikmat surga dan sebagai
kenikmatan yang sudah di janjikan-Nya.
Menurut Ibrahim (2007) perasaan seperti ini belum termasuk dalam golongan
kesempurnaan ikhlas. Akan tetapi, lebih kepada syirik yang halus, karena
cenderung memiliki kepentingan diri dalam berkhitmat kepada Allah SWT.
c) Perasaan bahwa ibadah hanya kepada Allah SWT
Segala amalan baik dari lahir dan batin dipersembahkan hanya untuk Allah
SWT. menurut Ibrahim (2007), perasaan seperti ini yang termasuk dalam
kesempurnaan ikhlas.
3
c) Pemanfaatan hasil usaha dengan tepat (Jaudah al – ada)
Ilyas (2001) menjelaskan bahwa unsur ketiga dari keikhlasan adalah
pemanfaatan hasil yang diperoleh. Misalnya, pada pedagang. Ketika seorang
pedagang telah meluruskan motivasinya dalam berdagang karena Allah SWT
dan berusaha secara profesional, lalu setelah dia berhasil dan memperoleh
kekayaan, harta tersebut akan digunakannya untuk kepentingan yang baik,
seperti mengamalkan sebagian hartanya atau untuk membeli sesuatu yang
tidak berguna. Ini menentukan keikhlasan seseorang dalam beramal.
Kerelaan atas (F) Saya merasa profesi guru ABK ini adalah
situasi amanah dari Allah yang harus dipertanggung
jawabkan
Segala sesuatu
(F) Bertemu dengan anak anak ABK adalah
datang dari Tuhan
takdir Allah yang harus disyukuri
(UF) Saya mampu bertahan menjadi guru
ABK karena saya memiliki kemampuan
Tidak terpaksa (F) Saya menjadi guru ABK atas keinginan
4
sendiri
(UF) Saya menjadi guru ABK atas desakan
orang lain
(UF) Saya menjadi guru ABK semata untuk
kesejahteraan finansial
Ketiadaan pamrih (F) Tujuan saya mengajar anak ABK semata
Lillahi Taala
untuk beribadah kepada Allah
(F) Saya mengajar anak ABK bukan
Tanpa Pamrih mengharap gaji besar
(UF) Saya merasa gaji yang didapatkan tidak
sesuai dengan kinerja menjadi guru ABK
(F) Saya bahagia menjadi guru ABK
(F) Saya bersemangat saat mengajar anak
ABK
(F) Saya dapat mengendalikan emosi saat
Perasaaan Positif menghadapi perilaku anak ABK
(UF) Saya mudah kesal saat mengajar pada
anak ABK
(UF) Sikap anak ABK yang susah diatur
membuat saya merasa sangat lelah
(F) Saya ingin meningkatkan potensi anak
Kepedulian sosial ABK adalah tujuan utama saya
tinggi (UF) Saya mengajar hanya karena kewajiban
sebagai guru
Pengharapan (F) Saya mengajar anak ABK bukan untuk
akan ridho Allah Tidak pamer mencari pujian
(UF) Saya ingin orang lain melihat usaha saya
yang mampu mengajar anak ABK
(F) Saya mengajar hanya mengharapkan
pahala dari Allah
Motif Tunggal
(UF) Saya ingin mendapat pujian dari orang
lain karena mampu mengajar anak ABK
5
Ikhlas berasal dari kata “Kholasho” yang artinya murni. Maka, ikhlas berarti
perbuatan memurnikan. Kata “murni” itu masih dalam lingkup luas. Namun, jelas bahwa
ikhlas adalah kata kerja dan merupakan bentuk perilaku yang aktif.
Dari definisi beberapa ahli dan penelitian, dapat disimpulkan bahwa ikhlas
merupakan suatu perbuatan atau amalan baik yang dilakukan manusia sebagai hamba
Allah dengan niat semata – mata hanya mencari dan mengharapkan ridho Allah SWT.
sedangkan, kebanyakan masyarakat/ awam mengenal kata ikhlas sebagai suatu
perilaku di mana seseorang tidak berusaha melakukan perubahan terkait kondisinya
yang membuatnya menjadi bersikap lebih pasif.
6
kebahagiaan (Diener E. , 2000). Individu yang memiliki tingkat kesejahteraan
subjektif yang tinggi adalah individu yang seringkali mengalami emosi positif dan
jarang mengalami emosi negatif. Individu tersebut juga merasakan banyak
pengalaman yang menyenangkan dan merasakan kepuasan atas hidup yang
dimiliki (Diener E. ,2000).
7
menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerjasama,
bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai
kepuasan. Schermerhorn, dkk (dalam Winardi, 2004) menyatakan bahwa motivasi
untuk bekerja merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk menerangkan
kekuatan-kekuatan yang terdapat pada diri seorang individu, yang menjadi sebab
timbulnya tingkat, arah, dan persistensi upaya yang dilaksanakan dalam hal
bekerja. Maslow (dalam Siagian, 2004) mengemukakan bahwa motivasi adalah
tenaga pendorong dari dalam yang menyebabkan manusia berbuat sesuatu atau
berusaha untuk memenuhi kebutuhannya.
Salah satu tugas yang harus dilaksanakan oleh guru di sekolah ialah
memberikan pelayanan kepada para siswa agar mereka menjadi siswa atau anak
didik yang selaras dengan tujuan sekolah. Rusman (2011), menyatakan guru
adalah profesi yang mengaharuskan me-miliki sifat atau tabiat profesional.
Sebagaimana lazimnya istilah profesional, maka guru menurutnya mesti memiliki
keahlian keguruan dengan pemahaman mendalam terhadap landasan
kependidikan dan memiliki keterampilan untuk dapat menerapkan teori
kependidikan tersebut.
Dalam melakukan pekerjaan, biasanya seseorang tidak selamanya hanya
dipengaruhi oleh motivasi ekstrinsik seperti pemenuhan uang semata, tetapi
motivasi intrinsik merupakan hal yang tidak dapat diabaikan. Motivasi intrinsik
tersebut antara lain kebanggaan akan dirinya dapat melakukan suatu pekerjaan.
Guru sebagai manusia, sebagaimana kebutuhan yang telah dikemukakn oleh
Maslow merupakan sumber motivasi dalam rangka meningkatkan semangat
mengajarnya. Namun yang paling penting bagi seorang guru adalah motivasi
yang dimulai dari dalam dirinya sendiri (motivasi instrinsik), sesuai dengan
pendapat G.R Terry (dalam Winardi, 2004) bahwa motivasi yang paling berhasil
adalah pengarahan diri sendiri oleh pekerja yang bersangkutan. Keinginan atau
dorongan tersebut harus datang dari individu itu sendiri dan bukanlah dari orang
lain dalam bentuk kekuatan dari luar. Salah satu tugas yang harus dilaksanakan
oleh guru di sekolah ialah memberikan pelayanan kepada para siswa agar
mereka menjadi siswa atau anak didik yang selaras dengan tujuan sekolah.
Dengan demikian maka motivasi mengajar guru adalah serangkaian daya
penggerak yang ada pada guru yang menjadi sebab timbulnya tingkat, arah, dan
persistensi upaya yang dilaksanakan dalam hal mengajar yang dapat dilihat dari
prestasi, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, dan tanggungjawab.
8
b. Aspek Variabel Motivasi Kerja
Menurut Uno (2014), dimensi dan indikator motivasi kerja dapat
dikelompokan sebagai berikut:
a) Motivasi internal, diantaranya : tanggung jawab dalam melaksanakan tugas,
melaksanakan tugas dengan target yang jelas, memiliki tujuan yang jelas
dan menantang, ada umpan balik atas hasil pekerjaannya, memiliki rasa
senang dalam bekerja, selalu berusaha mengungguli orang lain, diutamakan
prestasi dari apa yang dikerjakannya.
b) Motivasi eksternal, diantaranya: selalu berusaha memenuhi kebutuhan
hidup dan kebutuhaan kerjanya, senang memperoleh pujian dari apa yang
dikerjakannya, bekerja dengan ingin memperoleh insentif, bekerja dengan
harapan ingin memperoleh perhatian dari teman dan atasan.
9
menunjukkan bahwa kesejahteraan subjektif individu yang melakukan prososial lebih baik
dari yang tidak prososial dan mahasiswa yang memiliki motivasi internal dalam perilaku
prososial memiliki kesejahteraan subjektif yang lebih baik daripada motivasi terkontrol
(eksternal). Mengacu pada penelitian di atas dan faktor yang mempengaruhi
kesejahteraan subjektif terdapat agama dan motivasi kerja, maka penulis akan meneliti
kesejahteraan subjektif ditinjau dari ikhlas mengajar dan motivasi mengajar. Ketika guru
ABK memiliki keikhlasan dan motivasi dalam mengajar maka akan mempengaruhi
kesejateraan subjektif pada guru ABK tersebut.
10
DAFTAR PUSTAKA
Balkis, A.S., Masykur, A.M. (2016). Memahami Subjektive Well Being Guru Honorer Sekolah
Dasar Negeri. Jurnal Empati, 5 (2). Hal. 223 – 228.
Chizanah, L. (2011). Ikhlas sama dengan Prososial (Studi Komparasi Berdasar Caps).
Psikoislamika. 8 (2). Hal. 145 - 164
Chizanah, L., & Hadjam, M. (2011). Validitas konstruk ikhlas: Analisis faktor eksploratori
terhadap instrumen skala ikhlas. Jurnal Psikologi, 38 (02). Hal. 199 – 214.
Chizanah, L., & Hadjam, M. (2013). Penyusunan istrumen pengukuran ikhlas. Psikologika,
18 (01). Hal. 39 – 49.
Diener, E. (1984). Subjective well-being. Psychological Bulletin, 95 (3), 542-575.
Diener, E. (2000). Subjective wellbeing: The science of happiness and a proposal for a
national index. Journal Article of American Psychologist, 55 (1), 3443.DOI:
10.1037//0003-066X.55.1.34.
Diener, E. (2000). Subjective wellbeing: The science of happiness and a proposal for a
national index. Journal Article of American Psychologist, 55 (1), 34 43.DOI:
10.1037//0003-066X.55.1.34.
Diener. (1994). Assessing subjective well-being: progress and opportunities. Social
Indicators Research, 31 (2), 103-157.DOI: 10.1007/BF01207052.
Fredrickson, B. L. (2001). The role of positive emotions in positive psychology: The broaden-
and-bulid theory of positive emotions. Journal Article of American Psychologist, 56
(3), 218-226.DOI: 10.1O37//0OO3O66X.56.3.218.
Ghazali, dkk. (2010). Ikhlas tanpa batas. Jakarta: Zaman.
Hamzah. B. U. (2014). Teori motivasi & pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara.
Hasibuan, M. (2003). Organisasi dan motivasi. Jakarta: BumiAksara.
Ibrahim, R. (2007). Keajaiban hati. Yogyakarta: Diva Press.
Ilyas, Y. (2001). Kuliah akhlaq. Yogyakarta: LPPI.
Lubis, S. H. B. (2011). Hubungan antara self-esteem dengan subjective well-being karyawan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Mardiana., & Hapsari, I.I. (2016). Empati dan motivasi kerja guru sekolah luar biasa. Jurnal
Penelitian dan Pengukuran Psikologi. 5 (1). Hal. 48 – 56.
Minkov, M. (2009). Predictors of Differences in Subjective Well-Being Across 97 Nations.
Cross-Cultural Research,43(2),152179.https://doi.org/10.1177/1069397109332239.
Rusman. (2011). Model-model pembelajaran: Mengembangkan profesionalitas guru.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
11
Sartika, A., dkk. (2017). Kesejahteraan Subjektif Ditinjau Dari Perilaku Prososial dan
Motivasi Perilaku Prososial Pada Mahasiswa Berstatus Relawan.
12