Anda di halaman 1dari 12

A.

ARTI PENTING IKHLAS


Menurut Imam al-Ghazali dalam Buku Ikhlas Tanpa Batas (2010), Ikhlas
merupakan perbuatan membersihkan dan memurnikan. Allah SWT memerintahkan
kepada manusia untuk beribadah kepada Allah dengan penuh keikhlasan dan beramal
semata – mata mengharapkan ridho-Nya.
Allah Berfirman :
َ ِ‫الز َكا َة ۚ َو ٰ َذل‬
‫ك دِينُ ْال َق ِّي َم ِة‬ َّ ‫صاَل َة َويُْؤ ُتوا‬ َ ِ‫َو َما ُأ ِمرُوا ِإاَّل لِ َيعْ ُبدُوا هَّللا َ م ُْخلِص‬
َ ‫ين لَ ُه ال ِّد‬
َّ ‫ين ُح َن َفا َء َو ُيقِيمُوا ال‬
“Pada mereka tidak disuruh kecuali supaya beribadah kepada Allah dengan
mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama dengan lurus.” (Q.S. Al
– Bayyinah 98 :5)
َ ‫اي َو َم َماتِي هَّلِل ِ َربِّ ْال َعالَم‬
‫ِين‬ َ ‫صاَل تِي َو ُن ُسكِي َو َمحْ َي‬
َ َّ‫قُ ْل ِإن‬
“Katakanlah : “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanya untuk
Allah, Tuhan semesta alam.” (Q.S. Al – An’am 6 : 162)

Hanya dengan keikhlasan semua amal ibadah termasuk bekerja, belajar, dan lain –
lain yang baik akan diterima oleh Allah SWT (Ilyas, 2001). Rasullah mengucapkan
selamat kepada para “mukhlishin” (orang – orang yang ikhlas), beliau bersabda :
“Selamatlah para mukhlishin. Yaitu orang – orang yang bila hadir tidak dikenal, bila tidak
hadir dicari-cari. Mereka pelita hidayah, mereka selalu selamat dari fitnah kegelapan..”
(H.R Baihaqi)
Imam al – Ghazali (2010) mengatakan bahwa Ma’ruf (Al – Karkhi) pernah memukul
dirinya sendiri dan berkata : “Hai diri, Ikhlaslah, agar kau selamat.”
Seorang mukhlish tidak akan pernah sombong jika berhasil dan tidak putus asa jika
mengalami kegagalan. Dia tidak akan lupa diri ketika menerima pujian dan tidak akan
mundur ketika menerima cacian. Sebab orang – orang yang ikhlas hanya berbuat
sesuatu semata – mata mencari keridhoan Allah SWT. (Ibrahim, 2007).

B. DEFINISI IKHLAS
Ikhlas menurut bahasa arab berasal dari “khalasha” yang berarti bersih, murni, tidak
bercampur. Misalkan kata “ma’u khalish” yang berarti air murni atau air yang tidak
bercampur dengan teh, kopi, ataupun zat-zat yang lainnya. Ketika kata “khalasha”
dibentuk menjadi “ikhlas” maka artinya membersihkan atau memurnikan (Ilyas, 2001).
Menurut Imam al-Ghazali (2010), Ikhlas merupakan perbuatan membersihkan dan
memurnikan.
Menurut Sayyid Sabiq (dalam Ilyas, 2001) mendefinisikan ikhlas : “Seseorang
berkata, beramal dan berjihad mencari Ridha Allah SWT, tanpa mempertimbangkan
harta, pangkat, status, popularitas, kemajuan atau kemunduran; supaya dia dapat

1
memperbaiki kelemahan – kelemahan amal dan kerendahan akhlaqnya serta dapat
berhubungan langsung dengan Allah SWT.”
Menurut Qalami (2003, dalam Chizanah & Hadjam, 2013) : Ikhlas secara bahasa
berarti suci. Secara istilah, ikhlas diartikan sebagai niat yang murni semata-mata
mengharap penerimaan dari Tuhan dalam melakukan suatu perbuatan, tanpa
menyekutukan Tuhan dengan yang lain. Secara terminologis yang dimaksud dengan
ikhlas adalah melakukan amalan baik semata – mata mengaharapkan ridho Allah SWT.
(Ilyas, 2001). Dalam Penelitian Chizanah & Hadjam, 2011, Chizanah menyatakan bahwa
ikhlas merupakan suatu kondisi mental yang berkaitan dengan proses berideologi
sebagai hamba Tuhan.
Menurut Syekh Abu Thalib al – Makki (Ghazali, 2010) mendifinisikan ikhlas sebagai
“inti amal dan penentu diterima tidaknya suatu amal di sisi Allah Yang Maha Tahu. Amal
tanpa ikhlas bagaikan kelapa tanpa isi, raga tanpa nyawa, pohon tanpa buah, awan
tanpa hujan, anak tanpa garis keturunan, dan benih yang tidak tumbuh. Sedangkan,
Sehingga, penulis menyimpulkan bahwa ikhlas merupakan suatu perbuatan atau
amalan baik yang dilakukan dengan niat semata – mata hanya mencari dan
mengharapkan ridho Allah SWT.

C. ASPEK - ASPEK / CIRI – CIRI IKHLAS


1) Ciri – Ciri Ikhlas Menurut Syekh Abd’ Hamid al Anquri
Ghazali dkk (2010), seorang ahli hikmah pernah ditanya, “Siapakah orang yang
ikhlas itu?” Jawabnya, orang ikhlas adalah orang yang menyembunyikan amal
kebaikannya sebagaimana ia menutupi amal keburukannya.
Bisyr ibn Al-Harits al-Hafi berkata, “seseorang tak akan pernah merasakan manisnya
ketaatan jika amalannya ingin diketahui orang.”
Seorang ahli hikmah menuturkan, “Siapa mengganggap dirinya telah
menguasai tiga hal, tanpa menghilangkan tiga hal lainnya, ketahuilah bahwa setan
telah memperdayainya. Pertama, orang yang mengaku dirinya telah merasakan
manisnya ketaatan, tetapi ia tidak dapat menghilangkan rasa cinta dunia. Kedua,
orang yang mengaku dirinya telah rida dengan Penciptanya, tetapi ia tidak mengelak
dari kekesalan terhadap dirinya. Ketiga, orang yang mengaku telah mampu beramal
dengan ikhlas, tetapi masih senang dengan pujian orang lain.”
Dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri ikhlas menurut Syekh Abd’ Hamid al Anquri
(Al-Ghazali, 2010) yakni, seseorang yang menyembunyikan amal kebaikannya, taat
kepada Allah dengan tidak mementingkan kepentingan dunia, mampu mengelola
emosi, dan tidak mengharapkan pujian dari orang lain.

2
2) Ciri – Ciri Ikhlas Menurut Rizal Ibrahim
Ibrahim (2007) menjelaskan bahwa terdapat ciri – ciri seseorang yang berpegang
pada rasa ikhlas terbagi menjadi tiga bagian oleh para ulama akhirat atau sufi,
diantaranya :
a) Perasaan takut pada Allah SWT
Perasaan takut terhadap ancaman siksaan di akhirat nanti. Ibrahim (2007)
berpendapat bahwa jika ibadah yang dilakukan dengan hanya karena rasa
takut kepada Allah SWT belum termasuk dalam kesempurnaan ikhlas.
b) Perasaan mengharap imbalan dari Allah SWT atas nikmat surga dan sebagai
kenikmatan yang sudah di janjikan-Nya.
Menurut Ibrahim (2007) perasaan seperti ini belum termasuk dalam golongan
kesempurnaan ikhlas. Akan tetapi, lebih kepada syirik yang halus, karena
cenderung memiliki kepentingan diri dalam berkhitmat kepada Allah SWT.
c) Perasaan bahwa ibadah hanya kepada Allah SWT
Segala amalan baik dari lahir dan batin dipersembahkan hanya untuk Allah
SWT. menurut Ibrahim (2007), perasaan seperti ini yang termasuk dalam
kesempurnaan ikhlas.

3) Aspek – Aspek Ikhlas Menurut Yunahar Ilyas


Terdapat tiga unsur keikhlasan menurut Ilyas (2001), diantaranya :
a) Niat yang Ikhlas (Ikhlash an-niyah)
Faktor niat sangatlah penting di dalam islam. Apapun yang dikerjakan
setiap orang harus berdasarkan niat mecari keridhoan Allah SWT., bukan
karena motivasi yang lain. Niat mampu menentukan diterima atau tidaknya
amalan seseorang di sisi Allah SWT. Walaupun pekerjaan yang dilakukannya
baik, jika dilakukan bukan dengan niat karena Allah SWT, pekerjaan tersebut
akan sia – sia. Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya Allah tidak memandang
bentuk tubuh dan rupamu, tapi memandang hatimu” (H.R. Muslim)
b) Beramal dengan sebaik – baiknya (Itqan al-amal)
Seseorang yang mengaku bahwa dirinya ikhlas dalam melakukan suatu
pekerjaan, maka dia harus membuktikan dengan bekerja sebaik – baiknya.
Kualitas pekerjaan seseorang tidak ada kaitannya dengan honor atau
imbalan materi. Ketika seseorang sudah memiliki niat yang ikhlas melakukan
suatu pekerjaan karena Allah SWT, maka dia akan bekerja secara optimal
tanpa memikirkan imbalan yang akan diterimanya. Rasulullah bersabda :
“Sesungguhnya Allah SWT menyukai, bila seseorang beramal, dia
melakukannya dengan sebaik – baiknya...” (H.R. Baihaqi)

3
c) Pemanfaatan hasil usaha dengan tepat (Jaudah al – ada)
Ilyas (2001) menjelaskan bahwa unsur ketiga dari keikhlasan adalah
pemanfaatan hasil yang diperoleh. Misalnya, pada pedagang. Ketika seorang
pedagang telah meluruskan motivasinya dalam berdagang karena Allah SWT
dan berusaha secara profesional, lalu setelah dia berhasil dan memperoleh
kekayaan, harta tersebut akan digunakannya untuk kepentingan yang baik,
seperti mengamalkan sebagian hartanya atau untuk membeli sesuatu yang
tidak berguna. Ini menentukan keikhlasan seseorang dalam beramal.

4) Aspek – Aspek Ikhlas Menurut Chizanah dan Hadjam


Terdapat tiga aspek ikhlas menurut Chizanah dan Hadjam (2013), diantaranya :
a) Kerelaan atas situasi
Ikhlas merupakan suatu bentuk reaksi pasif terhadap kenyataan, baik
yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan. Ikhlas dihubungkan
dengan suatu strategi untuk dapat terbebas dari rasa penyesalan, kesedihan
atas peristiwa kehilangan, musibah, kekecewaan, dan kelemahan diri.
b) Ketiadaan pamrih
Ikhlas dihubungkan dengan bentuk perilaku aktif, yaitu menolong atau
memberi secara sukarela tanpa mengharap imbalan. Perilaku yang didasari
keikhlasan dilakukan dengan senang hati, tanpa beban, dan tidak ada
harapan akan mendapat balasan di kemudian hari.
c) Pengharapan akan ridho Allah
Ikhlas dihubungkan dengan motif dalam berperilaku yang diarahkan
untuk mencapai ridho Tuhan. Ikhlas merupakan bentuk kedekatan spiritual
dengan Tuhan, artinya Tuhan menjadi pendorong dalam berperilaku.

D. ALAT UKUR VARIABEL IKHLAS

ASPEK INDIKATOR ITEM

Kerelaan atas (F) Saya merasa profesi guru ABK ini adalah
situasi amanah dari Allah yang harus dipertanggung
jawabkan
Segala sesuatu
(F) Bertemu dengan anak anak ABK adalah
datang dari Tuhan
takdir Allah yang harus disyukuri
(UF) Saya mampu bertahan menjadi guru
ABK karena saya memiliki kemampuan
Tidak terpaksa (F) Saya menjadi guru ABK atas keinginan

4
sendiri
(UF) Saya menjadi guru ABK atas desakan
orang lain
(UF) Saya menjadi guru ABK semata untuk
kesejahteraan finansial
Ketiadaan pamrih (F) Tujuan saya mengajar anak ABK semata
Lillahi Taala
untuk beribadah kepada Allah
(F) Saya mengajar anak ABK bukan
Tanpa Pamrih mengharap gaji besar
(UF) Saya merasa gaji yang didapatkan tidak
sesuai dengan kinerja menjadi guru ABK
(F) Saya bahagia menjadi guru ABK
(F) Saya bersemangat saat mengajar anak
ABK
(F) Saya dapat mengendalikan emosi saat
Perasaaan Positif menghadapi perilaku anak ABK
(UF) Saya mudah kesal saat mengajar pada
anak ABK
(UF) Sikap anak ABK yang susah diatur
membuat saya merasa sangat lelah
(F) Saya ingin meningkatkan potensi anak
Kepedulian sosial ABK adalah tujuan utama saya
tinggi (UF) Saya mengajar hanya karena kewajiban
sebagai guru
Pengharapan (F) Saya mengajar anak ABK bukan untuk
akan ridho Allah Tidak pamer mencari pujian
(UF) Saya ingin orang lain melihat usaha saya
yang mampu mengajar anak ABK
(F) Saya mengajar hanya mengharapkan
pahala dari Allah
Motif Tunggal
(UF) Saya ingin mendapat pujian dari orang
lain karena mampu mengajar anak ABK

E. KRITIK TERHADAP VARIABEL IKHLAS

5
Ikhlas berasal dari kata “Kholasho” yang artinya murni. Maka, ikhlas berarti
perbuatan memurnikan. Kata “murni” itu masih dalam lingkup luas. Namun, jelas bahwa
ikhlas adalah kata kerja dan merupakan bentuk perilaku yang aktif.
Dari definisi beberapa ahli dan penelitian, dapat disimpulkan bahwa ikhlas
merupakan suatu perbuatan atau amalan baik yang dilakukan manusia sebagai hamba
Allah dengan niat semata – mata hanya mencari dan mengharapkan ridho Allah SWT.
sedangkan, kebanyakan masyarakat/ awam mengenal kata ikhlas sebagai suatu
perilaku di mana seseorang tidak berusaha melakukan perubahan terkait kondisinya
yang membuatnya menjadi bersikap lebih pasif.

F. PENGERTIAN DAN ASPEK VARIABEL TERKAIT


1) Pengertian dan Aspek Kesejahteraan Subjektif
a. Pengertian kesejahteraan subjektif
Kesejahteraan subjektif yaitu sesuatu yang berkaitan dengan perasaan puas
seseorang terhadap hidupnya, adanya emosi positif, serta jarang mengalami
emosi negatif. Kepuasan yang dialami seseorang berbeda-beda, ada orang yang
merasa puas dengan penghasilan yang didapat sehingga dapat merasakan
kesenangan dan ketenangan dalam hidupnya, namun ada juga yang merasa tidak
puas dengan penghasilan yang didapat, sehingga tidak dapat merasakan
kesenangan dan ketenangan dalam hidupnya (Lubis, 2011). Kesejahteraan
subjektif menurut (Minkov, 2009) adalah persepsi seseorang tentang pengalaman
hidupnya, yang terdiri dari penilaian kognitif dan afeksi terhadap hidup dan
merepresentasikan dalam kesejahteraan psikologis.
Emosi positif yang dialami individu dapat berfungsi sebagai pertanda bahwa
dalam diri individu telah tercapai kesejahteraan yang optimal. Karakteristik hidup
individu yang memiliki pengalaman positif meliputi suka cita, terlibat dalam
kegiatan yang menarik, merasakan cinta dan kepuasan. Emosi positif ini dapat
terjadi ketika individu tidak terganggu oleh emosi negatif seperti kecemasan,
sedih, marah dan putus asa. Keseimbangan antara emosi positif dan negatif yang
dialami individu telah terbukti dapat memprediksi penilaian individu terhadap
kesejahteraan subjektif (Fredrickson, 2001).
Kesejahteraan subjektif merupakan suatu penilaian yang dilakukan individu
berdasarkan aspek kognitif dan afektif individu (Diener E. , 2000). Kesejahteraan
subjektif menunjukkan kualitas hidup individu.Kualitas hidup individu merupakan
evaluasi positif dari aspek kognitif dan afektif individu.Kualitas hidup yang
dirasakan individu dari waktu ke waktu relatif konsisten (Diener, 1994).
Kesejahteraan subjektif dalam kehidupan sehari–hari lebih dikenal dengan istilah

6
kebahagiaan (Diener E. , 2000). Individu yang memiliki tingkat kesejahteraan
subjektif yang tinggi adalah individu yang seringkali mengalami emosi positif dan
jarang mengalami emosi negatif. Individu tersebut juga merasakan banyak
pengalaman yang menyenangkan dan merasakan kepuasan atas hidup yang
dimiliki (Diener E. ,2000).

b. Aspek kesejahteraan subjektif


Diener (1984) berpendapat bahwa kesejahteraan subjektif berfokus mengenai
bagaimana individu merasakan pengalaman hidup dalam sudut pandang yang
positif. Sudut pandang positif dalam kesejahteraan subjektif dibagi menjadi dua,
yaitu :
a) Aspek Kognitif
Aspek kognitif dalam kesejahteraan subjektif berfokus pada bagaimana
individu menilai kehidupan yang dialami. Penilaian individu menentukan
tingkat kualitas hidup individu tersebut. Kualitas hidup individu merupakan
persepsi individu dalam menilai pengalamanpengalaman yang telah
dirasakan individu. Penilaian individu terkait dengan kualitas hidup disebut
dengan kepuasan hidup individu. Tingkat kepuasan hidup individu ini yang
menentukan seberapa besar kesejahteraan subjektif yang telah dicapai oleh
individu (Diener E. ,1984).
b) Aspek Afektif
Aspek afektif kesejahteraan subjektif merupakan bentuk reaksi individu
dalam menilai pengalaman–pengalaman hidup yang dialami oleh individu.
Penilaian individu dari aspek afektif lebih menekankan pada reaksi emosional
yang dialami individu. Reaksi emosional terkait dengan adanya pengalaman
yang menyenangkan dan pengalaman tidak menyenangkan. Pengalaman
menyenangkan dapat memunculkan suasana hati dan emosi positif. Emosi
positif meliputi perasaan senang, ceria, antusias dan merasakan cinta.
Pengalaman tidak menyenangkan dapat memunculkan emosi–emosi negatif,
seperti marah, cemas, sedih dan mudah putus asa (Diener E. , 1984).

2) Pengertian dan Aspek Motivasi Kerja


a. Pengertian Motivasi Mengajar
Menurut Uno, (2014) mendefinisikan motivasi sebagai kekuatan, baik dari
dalam maupun dari luar yang mendorong seseorang untuk mencapai tujuan
tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Sementara itu, Hasibuan (2003)
menyatakan bahwa motivasi adalah pemberian daya penggerak yang

7
menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerjasama,
bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai
kepuasan. Schermerhorn, dkk (dalam Winardi, 2004) menyatakan bahwa motivasi
untuk bekerja merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk menerangkan
kekuatan-kekuatan yang terdapat pada diri seorang individu, yang menjadi sebab
timbulnya tingkat, arah, dan persistensi upaya yang dilaksanakan dalam hal
bekerja. Maslow (dalam Siagian, 2004) mengemukakan bahwa motivasi adalah
tenaga pendorong dari dalam yang menyebabkan manusia berbuat sesuatu atau
berusaha untuk memenuhi kebutuhannya.
Salah satu tugas yang harus dilaksanakan oleh guru di sekolah ialah
memberikan pelayanan kepada para siswa agar mereka menjadi siswa atau anak
didik yang selaras dengan tujuan sekolah. Rusman (2011), menyatakan guru
adalah profesi yang mengaharuskan me-miliki sifat atau tabiat profesional.
Sebagaimana lazimnya istilah profesional, maka guru menurutnya mesti memiliki
keahlian keguruan dengan pemahaman mendalam terhadap landasan
kependidikan dan memiliki keterampilan untuk dapat menerapkan teori
kependidikan tersebut.
Dalam melakukan pekerjaan, biasanya seseorang tidak selamanya hanya
dipengaruhi oleh motivasi ekstrinsik seperti pemenuhan uang semata, tetapi
motivasi intrinsik merupakan hal yang tidak dapat diabaikan. Motivasi intrinsik
tersebut antara lain kebanggaan akan dirinya dapat melakukan suatu pekerjaan.
Guru sebagai manusia, sebagaimana kebutuhan yang telah dikemukakn oleh
Maslow merupakan sumber motivasi dalam rangka meningkatkan semangat
mengajarnya. Namun yang paling penting bagi seorang guru adalah motivasi
yang dimulai dari dalam dirinya sendiri (motivasi instrinsik), sesuai dengan
pendapat G.R Terry (dalam Winardi, 2004) bahwa motivasi yang paling berhasil
adalah pengarahan diri sendiri oleh pekerja yang bersangkutan. Keinginan atau
dorongan tersebut harus datang dari individu itu sendiri dan bukanlah dari orang
lain dalam bentuk kekuatan dari luar. Salah satu tugas yang harus dilaksanakan
oleh guru di sekolah ialah memberikan pelayanan kepada para siswa agar
mereka menjadi siswa atau anak didik yang selaras dengan tujuan sekolah.
Dengan demikian maka motivasi mengajar guru adalah serangkaian daya
penggerak yang ada pada guru yang menjadi sebab timbulnya tingkat, arah, dan
persistensi upaya yang dilaksanakan dalam hal mengajar yang dapat dilihat dari
prestasi, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, dan tanggungjawab.

8
b. Aspek Variabel Motivasi Kerja
Menurut Uno (2014), dimensi dan indikator motivasi kerja dapat
dikelompokan sebagai berikut:
a) Motivasi internal, diantaranya : tanggung jawab dalam melaksanakan tugas,
melaksanakan tugas dengan target yang jelas, memiliki tujuan yang jelas
dan menantang, ada umpan balik atas hasil pekerjaannya, memiliki rasa
senang dalam bekerja, selalu berusaha mengungguli orang lain, diutamakan
prestasi dari apa yang dikerjakannya.
b) Motivasi eksternal, diantaranya: selalu berusaha memenuhi kebutuhan
hidup dan kebutuhaan kerjanya, senang memperoleh pujian dari apa yang
dikerjakannya, bekerja dengan ingin memperoleh insentif, bekerja dengan
harapan ingin memperoleh perhatian dari teman dan atasan.

G. HUBUNGAN ANTAR TIGA VARIABEL


Berdasarkan penelitian Balkis dan Masykur (2016) terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi kesejahteraan subjektif, diantaranya : (a) harga diri, (b) kepribadian, (c)
pekerjaan, (d) penghasilan, (e) keyakinan (agama), (f) dukungan sosial, (g) motivasi
kerja, dan (h) pandangan positif. Berdasarkan faktor agama dapat dikaitkan dengan
variabel keikhlasan dengan dasar Allah berfirman dalam QS. Albayyinah ayat 5 yang
artinya : “padahal mereka tidak perintahkan kecuali menyembah Allah dengan
memurnikan (mengikhlaskan) ketaatan kepadanya dalam menjalankan agama yang
lurus.”
Belum banyak jurnal yang membahas tentang keikhlasan. Terdapat penelitian
Chizanah (2011) mengenai studi komparasi antara ikhlas dengan prososial. Hasil yang
didapatkan yaitu terdapat perbedaan antara ikhlas dan prososial disamping adanya
kesamaan yaitu, (a) melibatkan unsur kognisi dan afeksi, (b) mengusung wacana
idealisme, dan (c) merupakan konstruk yang normatif. Akan tetapi, menurut chizanah
(2011) dalam penerapannya dalam konteks sosial, ikhlas dapat diwujudkan melalui
perilaku menolong atau prososial. Seperti studi dari Sutarmanto, Chizanah, dan Khaliq
(2011, dalam Chizanah 2011) dengan teori grounded menunjukkan bahwa indikator
substansi ikhlas adalah penyatuan dengan kehendak Tuhan yang dapat diwujudkan pada
bentuk kerelaan terhadap stuasi dan ketulusan dalam melakukan perbuatan karena
Allah, misalnya menolong secara tulus. Sehingga, belum tentu berbeda pula bisa jadi
konteks praktisnya walaupun konstruk teoretisnya berbeda. Menolong dalam penelitian
ini akan disama dengankan mengajar.
Dalam penelitian Sartika dkk (2017) dengan judul kesejahteraan subjektif ditinjau dari
perilaku prososial dan motivasi prososial pada mahasiswa berstatus relawan. Hal

9
menunjukkan bahwa kesejahteraan subjektif individu yang melakukan prososial lebih baik
dari yang tidak prososial dan mahasiswa yang memiliki motivasi internal dalam perilaku
prososial memiliki kesejahteraan subjektif yang lebih baik daripada motivasi terkontrol
(eksternal). Mengacu pada penelitian di atas dan faktor yang mempengaruhi
kesejahteraan subjektif terdapat agama dan motivasi kerja, maka penulis akan meneliti
kesejahteraan subjektif ditinjau dari ikhlas mengajar dan motivasi mengajar. Ketika guru
ABK memiliki keikhlasan dan motivasi dalam mengajar maka akan mempengaruhi
kesejateraan subjektif pada guru ABK tersebut.

10
DAFTAR PUSTAKA

Balkis, A.S., Masykur, A.M. (2016). Memahami Subjektive Well Being Guru Honorer Sekolah
Dasar Negeri. Jurnal Empati, 5 (2). Hal. 223 – 228.
Chizanah, L. (2011). Ikhlas sama dengan Prososial (Studi Komparasi Berdasar Caps).
Psikoislamika. 8 (2). Hal. 145 - 164
Chizanah, L., & Hadjam, M. (2011). Validitas konstruk ikhlas: Analisis faktor eksploratori
terhadap instrumen skala ikhlas. Jurnal Psikologi, 38 (02). Hal. 199 – 214.
Chizanah, L., & Hadjam, M. (2013). Penyusunan istrumen pengukuran ikhlas. Psikologika,
18 (01). Hal. 39 – 49.
Diener, E. (1984). Subjective well-being. Psychological Bulletin, 95 (3), 542-575.
Diener, E. (2000). Subjective wellbeing: The science of happiness and a proposal for a
national index. Journal Article of American Psychologist, 55 (1), 3443.DOI:
10.1037//0003-066X.55.1.34.
Diener, E. (2000). Subjective wellbeing: The science of happiness and a proposal for a
national index. Journal Article of American Psychologist, 55 (1), 34 43.DOI:
10.1037//0003-066X.55.1.34.
Diener. (1994). Assessing subjective well-being: progress and opportunities. Social
Indicators Research, 31 (2), 103-157.DOI: 10.1007/BF01207052.
Fredrickson, B. L. (2001). The role of positive emotions in positive psychology: The broaden-
and-bulid theory of positive emotions. Journal Article of American Psychologist, 56
(3), 218-226.DOI: 10.1O37//0OO3O66X.56.3.218.
Ghazali, dkk. (2010). Ikhlas tanpa batas. Jakarta: Zaman.
Hamzah. B. U. (2014). Teori motivasi & pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara.
Hasibuan, M. (2003). Organisasi dan motivasi. Jakarta: BumiAksara.
Ibrahim, R. (2007). Keajaiban hati. Yogyakarta: Diva Press.
Ilyas, Y. (2001). Kuliah akhlaq. Yogyakarta: LPPI.
Lubis, S. H. B. (2011). Hubungan antara self-esteem dengan subjective well-being karyawan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Mardiana., & Hapsari, I.I. (2016). Empati dan motivasi kerja guru sekolah luar biasa. Jurnal
Penelitian dan Pengukuran Psikologi. 5 (1). Hal. 48 – 56.
Minkov, M. (2009). Predictors of Differences in Subjective Well-Being Across 97 Nations.
Cross-Cultural Research,43(2),152179.https://doi.org/10.1177/1069397109332239.
Rusman. (2011). Model-model pembelajaran: Mengembangkan profesionalitas guru.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

11
Sartika, A., dkk. (2017). Kesejahteraan Subjektif Ditinjau Dari Perilaku Prososial dan
Motivasi Perilaku Prososial Pada Mahasiswa Berstatus Relawan.

Siagian, S. P. (2004). Teori motivasi dan aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta.


Winardi. (2004). Motivasi dan Pemotivasian Dalam Manajemen. Cetakan ketiga. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.

12

Anda mungkin juga menyukai