Anda di halaman 1dari 12

TUGAS VI

REVIEW ARTIKEL JURNAL


PSYCHOLOGY FROM THE PHENOMENOLOGICAL STANDPOINT OF
HUSSERL

Disusun oleh :

Tsabit Bisma Yunas 18915058

PROGRAM STUDI PROFESI PSIKOLOGI


FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2018
Judul : Psychology from the phenomenological standpoint of husserl
Penulis : Jacob Golomb
Sumber : Filsafat dan Penelitian Fenomenologi
Tahun : 1976
Volume : 36
Nomor :4
Halaman : 451-471

I. Pendahuluan
Diskusi dalam jurnal ini mengingatkan pada karya Brentano yang secara tersirat
mengupayakan untuk melihat dan mencermati hubungan antara fenopatologi dan
psikologi dari sudut pandang tunggal dan konsisten. Pada prinsipnya sulit untuk
menemukan satu sudut pandang yang konsisten dalam karya-karya yang telah dibuat
Husserl. Sebagai contoh, tokoh Ricoeur dan Farber menetapkan empat tahap dalam
pemikiran Husserl yang menjadi istilah Hegelian. Husserl cenderung menghilangkan
beberapa ide sebelumnya untuk menambahkan elemen baru dan mempertahankan
beberapa motif utama. Penulis Jacob Golomb akan konsentrasi membahas periode
pemikiran fenomenologis yang mana menekankan pada aspek deskriptif sehingga
mengubah fenomenologi menjadi metode filosofis yang bebas dari asumsi metafisik.
Husserl dalam periode ini diarahkan untuk menguraikan keprihatinan fenomenologi
yang bertentangan dengan ilmu psikologi.
Penulis Jacob Golomb berusaha mencoba klaim yang mengatakan bahwa
sangat sulit untuk menghubungkan fenomenologi dengan psikologi. Golomb
menggunakan analisis tekstual dan menunjukkan kesulitan tersebut dapat
menyebabkan posisi ambivalen Husserl dengan psikologi ilmiah. Ambivalen ini
ditunjukkan dengan penolakan stimulant terhadap psikologi kontemporer dan berusaha
menguraikan system hubungan positif antara sains dan fenomenologi. Disisi lain,
Husserl berupaya untuk memberikan status ilmu yang melibatkan kecenderungan
bahwa psikologi sangat berbeda dengan ilmu alam positivistic. Husserl berupaya untuk
melihat dominansi ilmiah sebagai disiplin yang dapat menentukan subjeknya sendiri dan
metode yang tepat.
Penulis Jacob Golomb untuk kedepannya akan membahas apakah psikologi itu
sebagai ilmu pengetahuan yang bebas dari kesadaran?. Pembahasan berikutnya,
Golomb mencari perbedaan yang dapat menjelaskan perbedaan antara kritik meta-
ilmiah sains dan kritik meta-filosofis dari filsafat sains. Filsafat ilmu pengetahuan
menunjukkan asumsi-asumsi meta-ilmiah yang disebut juga dengan metafisika ilmiah.
Konsepsi Golomb tentang filsafat fenomenologis sebagai filsafat sains dalam arti luas
sesuai dengan tujuan dasar.

II. Brentano
Husserl dalam memberikan status psikologi yang khusus bertentangan dengan
fisika yang berasal dari eksposisi struktur kesadaran yang disengaja. Brentano
merupakan motif dalam pemikiran Husserl (pembebasan penyelidikan psikologis dari
fisikisme positifisme). Brentano berusaha membuat kesimpulan yang lebih konsisten
dan menempatkan psikologi pada tingkat diskursus yang berbeda dari ilmu alam.
Husserl mengikuit pola yang dibuat Brentano, yaitu menciptakan motif baru diferensiasi
teoritis yang sesuai dengan struktur tematik khusus. Secara teoritis, ada perbedaan
antara psikologi deskriptif dan genetik. Psikologi deskriptif berhubungan dengan totalitas
unsur-unsur psikologi mendasar dan secara ketat menentukan sifat hubungan yang
disengaja antara elemen-elemen dari fenomena psikis. Psikologi genetika dapat disebut
juga dengan psikofisik. Psikologi genetika berhubungan kausal antara fenomena mental
dan fisik-fisiologis.
Brentano menjelaskan bahwa keunggulan psikologi genetika adalah psikolog
tidak dapat memperbaiki hukum psiko-fisik dari berbagai fenomena mental tanpa
menetapkan fenomena dan memastikan batas-batas yang ada. Oleh karena itu,
psikologi empiris ditempatkan dalam psikologi deskriptif. Hal ini dijadikan preseden
penting bagi Husserlian untuk membebaskan psikologi murni dari unsur-unsur non-
psikologi alami seperti psikofisik dan fisiologi. Brentano memiliki kesamaan dengan
Husserl dalam hal mencari solusi untuk masalah hubungan psikologi eidetic dan
psikofisik. Brentano masih menegaskan keutamaan dasar fisiologis yang didasarkan
fenomena.

III. Kritik psikolog di Logische Untersuchungen


Husserl mencoba membuat domain filosofi otonom dengan membatasi objek
aplikasi terhadap metode lainnya ke data fenomenologinya. Husserl bertentangan
dengan salah satu domain intervensi. Husserl menyerang psikologi dengan cara
melawan kesadaran alami dan prevalensi fisikisme psikologi dalam filsafat sebagai ilmu
yang ketat. Psikologi menghalangi fenomenologi dalam investigasi struktur logika
berpikir dan logika psikologi. Psikologi berusaha untuk mengurangi logika objektif untuk
proses mental dan untuk memperoleh hukum normative dari suatu psikologi empiris.
Pemisahan psikologi dari logika tidak berarti bahwa yang terakhir menjadi otonomi
sepenuhnya.
Selanjutnya, Husserl menyerang usaha Frege dalam menempatkan logika
sebagai kebebasan dan disiplin yang terisolasi. Husserl menolak tuntutan Frege yang
berbunyi bahwa logika hanya berdasarkan hukum normative dan klaim yang perlu untuk
disiplin formal dengan dasar teoritis, kebutuhan ilmu normatif (sebuah ilmu teoritis
dasar). Sudut pandang Husserl dalam menyikapi psikologi adalah Husserl berusaha
membebaskan positivisme alami dan menemukan logika pada ilmu filsafat baru.
Menurut penulis Golomb, analogi ini mudah dimengerti jika keduanya mempunyai
objektivitas logika ideal dan proses mental dari kesadaran empiris untuk sudut pandang
fenomenologi. Sudut pandang ini berarti bahwa hubungan logika fenomenologi
merupakan hubungan yang identik dengan psikologi kepada fenomenologi, logika
dibebaskan oleh fenomenologi dari psikologi, sementara psikologi dibebaskan dari fisik.
Penulis Golomb selanjutnya membahas mengenai sikap Husserl melihat
psikologi dari investigasi logika untuk filsafat sebagai ilmu yang ketat. Husserl
menyerang psikologi tidak langsung pada psikologi empiris tetapi pada ilmu dasar
filsafat. Husserl mengklaim bahwa Husserl berjanji akan mengembangkan ilmu psikologi
meskipun faktanya Husserl tidak berharap untuk tersedianya klarifikasi filsafat secara
spesifik dengan kata lain, Husserl sudah membedakan antara psikologi empiris dan
fenomenologi empiris dalam investigasi logika. Akan tetapi, dalam perbedaan ini,
Husserl mengikuti Brentano dalam membuat prioritas dan keutamaan fenomenologi.
Husserl juga menyerang Hence yang faktanya sudut pandang meta-psikologis
dan identitas tidak menentu dengan psikologi sebagai ilmu actual-empiris.
Penyerangannya tersebut berusaha untuk membentuk logika bebas dari ilmu filsafat.
Naturalisme Husserl memberikan pola konstitutif fenomenologi yang biasa disebut
“logika murni” ketika berfungsi sebagai pondasi untuk logika dan “psikologi eidetik”
ketika berfungsi sebagai pondasi untuk psikologi. Ada dua tujuan Husserl, yaitu untuk
melepaskan psikologi dari positivism dan logika yang sifatnya tidak hanya cocok tetapi
juga saling melengkapi dan untuk membebaskan psikologi dari fisikisme positif dan
logika dari fisikisme positif yang berarti bahwa membebaskan mereka dari naturalisme
ekstrim dalam klaim Husserl pada filsafat sebagai ilmu ketat.

IV. Fenomenologi dan psikologi dalam filsafat sebagai ilmu yang ketat

1. Sikap yang ditunjukkan Husserl kepada ilmu psikologi menyebabkan munculnya


fenomenologi sebagai “ilmu yang ketat”. Usahanya dalam meletakkan psikologi dan
fenomenologi secara tidak langsung melawan eksperimen psikologi itu sendiri. Kritik
yang dibuat Husserl terkait keilmuan psikologi lebih banyak daripada kritik yang
diajukan untuk keilmuan eksperimen. Kritik tersebut melawan metode psikologi.
Penolakan metode tersebut mengatur seluruh domain merupakan kritikan Husserl
dalam ilmu filsafat tertentu. Kritikan Husserl dimulai dari alternatif ilmu filsafat dan
tujuan untuk menggantikan dan membentuk ulang suatu ilmu. Sebenarnya, essai
filsafat sebagai ilmu yang ketat ini ditulis dengan metode fenomenologis dan
metodologi itu sendiri.
2. Husserl mengkritisi konflik antara dua rival metodolis filsafat. Hal ini merupakan
posisi psikologistik dengan musuh permanen fenomenologi. Psikologi ditempatkan
sebagai meta-keilmuan posisi filsafat yang berusaha memberikan invetigasi
psikologis kepada status utama filsafat. Husserl mengatakan bahwa psikologi yang
tegas adalah kejelasan pondasi untuk semua ilmu manusia dan tidak lebih
menekankan pada metafisika. Pernyataan Husserl ini didukung oleh kutipan Wundt
yang menjelaskan formulasi posisi psikologis yang dibuat olehnya. Kutipan Wundt
mengatakan bahwa hanya psikologi yang merupakan ilmu empiris lengkap dangan
ilmu alaminya dan meletakkan fondasinya kepada ilmu manusia, jadi ini adalah
sebuah alasan untuk mempersiapkan imu filsafat. Ilmu yang ketat disini termasuk
dalam perkembangan transcendental yang dijelaskan sebagai dasar teoritis-
subjektif dari semua ilmu manusia dan semua posisi teoritis seperti ilmu alami dan
psikologi. Filsafat sebagai ilmu yang ketat tidak hanya mengenai logika ekstensi dari
investigasi logika saja tetapi juga hubungan perantara dengan perkembangan yang
lalu dari pemikiran Husserl yang ditemukan di dalam Crisis.
3. Poin ketiga ini, dapat kita lihat perkembangan pemikiran Husserl adalah karateristik
ekstensi bertahap dari perlawanannya melawan naturalisme. Crisis Husserl dalam
sudut positivistik sudah lengkap dan semua bentuk positivism dan manifestasi
benar-benar ditolak. Husserl terus menyerang naturalisme yang didukung oleh
perkembangan fenomenologi sampai datangnya filsafat transcendental yang
merupakan noemata kesadaran yang disengaja daripada metode deskriptif dan
metodologi. Perkembangan terakhir adalah dikatan tercapai ketika tidak ada ruang
untuk sudut pandang kebebasan naturalistik yang diatur oleh “sikap objektif yang
eksklusif” dan digantikan oleh filsafat transendental.
4. Poin keempat, penulis Golomb membahas penyerangan pertama Husserl. Husserl
menyerang pretensi positvisme yang mendasarkan filsafat pada sains. Ilmu alam
membutuhkan dasar epistemologis filosofis untuk memberikan sebuah makan yang
sebenarnya. Ilmu membutuhkan filsafat. Ilmu tidak dapat menjadi ilmu yang ketat
dan tepat serta tidak dapat diinterpretasikan kedalam arti sesungguhnya. Validitas
dan konsisten filsafat ilmu adalah radikal dan teori pengetahuan yang jelas yang
terbebas dari semua presuposisi. Jadi, secara garis besar psikologi membutuhkan
filsafat untuk landasan yang tepat dan penjelasan yang bagus.

5. Husserl memandang psikologi eksperimen kontemporer sebagai sebuah ilmu.


Dalam kasus ini, kesadaran manusia adalah setiap pertimbangan psikologi
melibatkan eksistensi positif dari fisik alami baik diekspresikan ataupun tidak.
Keilmuan psikologi setuju dengan objek yang diasumsikan kedalam konteks alami.
Husserl menggunakan legitimasi objektif yang memperlakukan fenomena fisik
sebagai fakta psikologi dalam konteks alaminya. Husserl mengklaim bahwa
psikologi adalah ilmu fakta dan ilmu realita. Husserl memperhatikan ilmu praktik
yang memerlukan objektivitas dan penerimaan universal fakta untuk membuat
replikasi, rekognisi dan kemungkinan reputasi. Husserl mengatakan bahwa untuk
mengeliminasi hubungan alamiah akan menghilangkan fisik pada karakter
objektivitas dan fakta yang ditentukan secara temporal alami, singkatnya hal ini
merupakan karakter sebagai fakta psikologi.
6. Husserl tidak mengubah kealamian ilmu alamiah yang termasuk psikologi yang
diartikan sebagai ilmu fakta dalam kesadaran alami. Husserl lebih suka
menggunakan kata “ilmu” dalam menjelaskan ilmu kesadaran yang bukan psikologi.
Husserl mengacu pada fenomenologi yang menginvestigasi esensi ideal dari
kesadaran intensional oleh metode yang berbeda dari ilmu. Ilmu alami dan ilmu
fenomenologis memerlukan perbedaan antara perspektif objeknya. Sejak Husserl
mengatakan bahwa psikologi adalah ilmu alami dari kesadaran dan fenomenologi
fokus dengan objek yang sama, nama kesadaran sangat dekat dengan relasi antar
keduanya. Hal ini sangat penting tetapi tidak ada penjelasan lebih terkait hubungan
antar kedua disiplin ilmu. pertanyaan fundamental yang diajukan mengenai arti
“kesadaran” sebagai objek investigasi umum dari dua ilmu. Penulis Golomb
mencoba menguraikan dua disiplin ilmu berkenaan membahas sikap mereka
terhadap sudut pandang objektivitas. Prinsip fenomenologis fokus pada korelasi
antara objek dan mode spesifik subjek dari pengetahuan sedangkan psikologi fokus
pada kesadaran yang pada dasarnya berbeda dari fenomenologis. Disini, Husserl
mendapatkan poin penting, yaitu perbedaan aspek dari suatu kesadaran. Husserl
melihat fakta dari dua kesadaran yang berasal dari dua ilmu yang berbeda.
Psikologi setuju dengan kesadaran eksperimental dalam konteks alami dimana
fenomenologi fokus dengan kesadaran murni dari sudut pandang fenomenologis
dengan pengurangan eidetic dari alamiah ke esensi yang ditunjukkan.
7. Poin ke tujuh ini membahas tentang dua kemungkinan posisi Husserl. Kemungkinan
pertama, pendekatan yang terdiri dari dua macam kesadaran yang pada dasarnya
berbeda dengan lainnya. Tipe pertama kesadaran berasal dari psikologi yang
menyebutkan kesadaran seseorang sebagai psikofisik saat ini dan sekarang,
mengandung tindakan factual dan kejadian-kejadian dalam suatu waktu, sesuatu
yang datang dan pergi menurut hukum kasual psikofisik. Tipe kedua kesadaran
berasal dari fenomenologi yang mengartikan kesadaran sebagai esensi yang
disengaja. Kemungkinan kedua, antara kesadaran murni dengan sudut pandang
positifistik-naif dan kesadaran murni dari fenomenologi hanya satu kesadaran yang
sama, esensi permanen menopang struktur intensional dan korelasi noetik-
noematik. Menurut argumen mayor Husserl, hal ini secara mutlak diabaikan dari
struktur intensional kesadaran tanpa temuan eksperimen yang tak berarti.
8. Kesimpulan yang jelas dalam diskusi sudut pandang Husserl ini terletak pada
kebimbangan antara dua pendekatan yang mempunyai perbedaan ambivalen dari
filsafat sebagai ilmu yang ketat. Husserl tidak konsisten dalam memilih tetapi terlihat
komitmen terhadap keduanya dalam waktu yang sama. keadaan ambivalen ini
diungkapkan dalam kritikan kuat terhadap psikologi dan ilmu filsafat yang berdasar
dan berusaha untuk memberikan psikologi status special dan diatas ilmu alami.
Husserl menolak psikologi kontemporer empiris secara bersamaan dan berusaha
untuk meletakkan piskologi fenomenologis pada tempatnya yang berhubungan
dengan filsafat ketatnya. Tetapi untuk pembahasan ini tidak ada resolusi dari
Husserl karena Husser sedang membicarakan hubungan antara fenomenologi dan
psikologi eksperimen.
9. Poin Sembilan ini, Husserl mengikuti beberpa pernyataan, diantaranya:
a. Ketika Husserl membahas kedekatan hubungan antara psikologi dan
fenomenologi, Husserl tidak mengacu pada keilmuan psikologi yang
menenmpatkan objeknya dalam konteks alami tetapi mengacu pada macam-
macam psikologi baru yang menunjukkan analisis langsung dan murni melalui
pandangan immanen pada isinya.
b. Husserl tidak menolak psikolog modern yang tepat. Menurutnya, hal tersebut
valid dan mungkin terjadi pada kondisi tertentu (fakta-fakta psikologi dan norma
mungkin bernilai). Disini, Husserl menyerang psikologis positivistik yang
menegaskan bahwa metode eksperimen sendiri dapat membuat psikologi
menjadi ilmu yang nyata.
c. Husserl menolak ilmu filsafat yang merupakan metodologi dari metode
eksperimen dan usaha untuk mewujudkan metode fenomenologi “melihat
esensi” Fenomenologi kembali pada ilmu filsafat dari metode baru fenomenologi
dan menaruh perhatian dengan mengklarifikasi hubungan internal antara
epistemology dan eidetis psikologi, berarti ini membahas antara filsafat
fenomenologis dan psikologi fenomenologis.

10. Poin ini kembali melihat klaim yang diajukan Husserl bahwa arus psikologi sebagai
ilmu asing untuk filsafat fenomenologi sebagai fisik karena keduanya menempatkan
objek kedalam konteks alami. Husserl tidak menolak psikologi melainkan Husserl
justru menolak ilmu filsafat yang berusaha untuk dianggap sebagai status eksklusif
dengan menganggap filsafat. Selanjutnya, Husserl melihat adanya kontradiksi pada
sebuah pendapat berikut, “psikologi eksperimen berhubungan dengan psikologi
orisinal dalam cara statistik sosial yang berhubungan dengan ilmu sosial orisinal.”
Jika psikologi orisinal Husserl yang berarti filsafat fenomenologi, kemudian usaha
Huseerl untuk menelusuri sistem struktural hubungan antara psikologi eksperimen
dan filsafat atau sama halnya dengan antara psikologi modern yang tepat dan
filsafat. Menurut penulis Golomb, sebaiknya ilmu sosial orisinal bukan untuk melihat
fenomenologi tetapi melihat fenomenologi sosial.
11. Pada awalnya, Husserl mengkritik ilmu filsafat. Husserl berangkat dari filsafat
fenomenologi untuk menyerang ilmu filsafat positivitik, untuk membangun metode
fenomenologi sebagai metode legitimasi untuk ilmu baru, yaitu psikologi
fenomenologi. Husserl lebih mengarah ke kritikan ilmu-meta yang secara umum
menganalisis metode praktis dan mode penjelasan dalam ilmu psikologi
kontemporer. Husserl tidak tertarik untuk membahas kritik ilmu pada investigasi ilmu
actual yang mengkritik bahwa ketidakjelasan logika pada konsep psikologi
eksperimen dari sudut pandang psikologi dan sistem temuan dan klaim. Kritikan
Husserl tentang ilmu ekstra adalah serangan yang luas pada prosedur eksperimen
yang mana Husserl tidak mampu memberikan arti “sebenarnya” pada penjelasan
ilmu. Padahal setiap status metodologi mempunyai kriteria sendiri untuk sebuah
“kebenaran” dari penjelasan ilmu. Husserl menyerang ketidakjelasan konsep
psikologi eksperimen dari sudut pandang fenomenologi termasuk hukum dan
prediktabilitas yang bukan termasuk kriteria untuk penjelasan yang benar. Husserl
menegakkan psikologi eksperimen dan memberikan metode eksperimen dan
meneliti korelasi relatif statistik autonomi dan menetapkan penemuan posteriori
yang diinterpretasi menurut metode fenomenologi priori.
12. Penulis Golomb menemukan kesulitan pada kemungkinan efektivitas tansisi dari
temuan priori kesadaran intensional pada temuan posteriori yang diraih oleh
psikologi eksperimen terlepas dari pembentuk pertama. Sebagai contoh, bagaimana
seseorang dapat menghubungkan konsep sensasi yang terungkap dalam esensi
idealnya sebagai eidos noematic yang dimaksudkan oleh kesadaran "murni",
terhadap sensasi yang dirujuk oleh psikologi ilmiah dalam penyelidikan
psikofisiknya?. Husserl kemudian menegaskan prioritas logis dan epistemologis dari
penyelidikan eidetik atas penyelidikan psikologis untuk temuan yang bermakna
dalam arti fenomenologis dari kata "makna" atau "penjelasan". Selanjutnya, penulis
Golomb menunjukkan sikap ambivalen Husserl terhadap psikologi ilmiah. jika
hubungan psikologi fenomenologis dengan psikologi ilmiah dapat dipastikan, ilmu
psikis eksperimental ini akan menjadi sah, seperti eksperimen positivistik dalam
fisika. Fisika teori akan dalam kasus itu analog dengan psikologi eidetik, dan fisika
eksperimental untuk psikologi eksperimental. Tapi Husserl menghilangkan
kemungkinan analogi seperti itu tidak hanya dengan menyatakan secara eksplisit
bahwa psikologi eksperimental tidak diambil dari sudut padang status ilmiahnya
dengan analog fisika tetapi menggunakan kata “empirisme” yang penggunaanya
berbeda dengan psikologi. Husserl menggunakan istilah" analisis empiris "untuk
penyelidikan fenomenologis kesadaran yang disengaja dan untuk penentuan dari
esensi fenomena psikis.
13. Alasan Husserl bersikap ambivalen terhadap psikologi ilmiah adalah perbedaan
mendasar antara pengertian "sains", "kesadaran", dan "empirisme", dalam filsafat
sains positivistik, dan konotasinya dalam filsafat fenomenologis. Kebingungan dan
ketidakjelasan ini berakar pada keinginan Husserl untuk mempertahankan ilmu
psikis dalam arti positivistik, untuk menempatkan ilmu fenomenologis dari psikis dan
untuk menentukan hubungan positif antara dua bidang tersebut. Terdapar dua
kesulitan dalam upaya tersebut, yaitu memiliki dua filosofi ilmu yang berbeda dan
konsep-konsep seseorang tidak dapat digunakan untuk menjembatani kesenjangan
karena ini akan mengubah yang lain sehingga itu akan berhenti menjadi ilmu disiplin
awalnya dan kemungkinan transisi dari deskripsi ideal dari struktur yang disengaja
ke peristiwa-peristiwa psikis konkret, yang merupakan fakta-fakta pengalaman
aktual dan yang hanya bisa ditangani oleh sains eksperimental. Husserl belum
memecahkan dua permasalahan tersebut, tetapi Husserl mencoba memecahkan
masalah ini dalam Krisis dengan menyatakan bahwa sains secara keseluruhan tidak
lain hanyalah sikap sintetik berdasarkan pada sintesis sebelumnya. Jadi jarak
antara idealitas isi kesadaran-kesadaran transendental dan abstraksi dan idealisasi
ilmu empiris berkurang.
14. Husserl berusaha mengatasi kesulitan-kesulitan yang ada dalam transisi dari ranah
ideal ke ranah empiris dengan melenyapkan sains eksperimental psikis, tetapi ia
juga ingin menjunjung sains semacam itu. Ambivalensi ini kadang-kadang terang-
terangan negatif: psikologi ilmiah dihilangkan. Namun ada juga upaya untuk
menentukan hubungan positif antara psikologi dan fenomenologi dengan
mengaitkan makna dengan psikofisik melalui metode fenomenologis. Penentuan
esensi objek umum-psikis dengan berbagai komponennya adalah kondisi yang
diperlukan, menurut Husserl, untuk anggapan arti "ilmiah" untuk psikofisik; dan
diskusi sebelumnya memperjelas bahwa dengan makna "ilmiah" Husserl berarti
makna fenomenologis, yaitu, "melihat esensi," dan bukan makna positivistik dari
menganggap hukum hubungan dan prediksi. Husserl mengatakan bahwa "itu adalah
kesalahan mendasar dari psikologi modern ... bahwa ia belum mengenali dan
mengembangkan metode fenomenologis ini," "yaitu, dia benar-benar menuntut
psikologi ilmiah mengambil metode fenomenologis" melihat esensi "dan bahwa
metode eksperimental, bersama dengan metodologi positivistik yang didasarkan,
digantikan oleh metode dan metodologi fenomenologis.Tetapi juga mungkin bahwa
Husserl ingin mempertahankan metode eksperimental, yang akan berkomitmen
padanya untuk reformasi mendasar dalam psikologi ilmiah, termasuk yang baru.
hubungan positif antara dua "metode." Dan, memang, Husserl memang menuntut
reformasi radikal, di mana "psikologi dibangun atas dasar fenomenologi sistematis."
"Husserl mencoba untuk mengubah psikologi ilmiah sepenuhnya dan
menetapkannya kembali pada dasar fenomenologis, dengan mencoba menjadikan
fenomenologi sebagai ilmu normatif untuk yang eksperimental. Akibatnya, psikologi
baru akan menggantikan psychophysics: psikologi eksperimental asli berdasarkan
fondasi fenomenologis sistematis. Hubungan ambivalen Husserl terhadap psikologi
ilmiah dapat dipecahkan sementara dengan cara ini. Hanya setelah munculnya ilmu
psikologi baru "akan kita lagi dapat mengakuinya — apa yang tidak dapat kita akui
sehubungan dengan psikologi masa kini — psikologi itu berdiri dekat, bahkan
hubungan yang paling dekat dengan filsafat." Psikologi ilmiah baru akan "berdiri
dalam kaitan erat dengan filsafat" melalui psikologi fenomenologis, yang merupakan
cabang filosofi fenomenologis tertentu.
15. Penulis Golomb meringkas diskusi jurnal ini dengan menyebutkan tiga psikologi
yang muncul, antara lain:
a. Psikologi ilmiah psikofisik dihilangkan, karena eksperimennya tidak mengacu
pada hasil (norma) penyelidikan fenomenologis dari jiwa yang disengaja, dan
karena "naturalisasi kesadaran" nya
b. psikologi ilmiah fenomenologis secara konsisten dan sistematis menerapkan
hasil penyelidikan fenomenologis. Tidak jelas bagaimana psikologi ilmiah ini
dapat bertahan di dalam domain ilmiah eksperimental tanpa "kesadaran
kesadaran". Satu-satunya cara yang bisa dilakukan adalah dengan merujuk
pada kesadaran semata-mata sebagai kesadaran yang disengaja tetapi
kemudian akan melakukan "eksperimen" fenomenologis yang secara mendasar
berbeda dari eksperimen yang menggunakan metodologi induktif-positivistik.
Tetapi, jika psikologi ilmiah ini berurusan dengan struktur psikiatri, akan sangat
sulit membedakannya dari psikologi fenomenologis dan kedua psikologi ini akan
sama. Memang, kemudian menjadi jelas bahwa dalam mendirikan psikologi baru
ini
c. Psikologi fenomenologis, yang objek penyelidikan spesifiknya adalah psikis
dengan semua fenomena dan struktur yang disengaja, dan yang merupakan
bagian dari filsafat fenomenologis yang, tidak seperti psikologi fenomenologi,
memiliki universal noema sebagai objeknya. Psikologi ini mengungkapkan
sistem elemen struktural dan tidak berubah dalam tindakan kesadaran. Jadi,
tidak seperti psikologi eksperimental, psikologi ini bersifat a priori dan normatif.
Arti apriori yang melekat pada fakta bahwa itu tidak berhubungan dengan
peristiwa-peristiwa psikologis yang sebenarnya posteriori, tetapi dengan esensi
yang termasuk dalam cara yang apriori dan perlu ke lingkup tindakan yang
mungkin. Dengan demikian, psikologi ini mencapai norma ideal dan eidetik, di
mana semua tindakan nyata harus sesuai, karena tindakan-tindakan konkret ini
bergantung pada a priori untuk properti dan strukturnya meskipun bukan karena
kejadian aktualnya.
Komentar kritis

1. Kekurangan
Penjelasan terkait tokoh Brentano kurang dijabarkan secara luas. Hal ini membuat
pembaca ingin mengetahui lebih lanjut peran Brentano dalam sudut pandang
Husserl terhadap psikologi.

2. Kelebihan
Penulis Jacob Golomb membantu meringkas pembahasan sudut pandang
fenomenologis dari Husserl pada sub bab terakhir yang terdiri dari 15 poin. Hal
tersebut membantu pembaca untuk memahami secara garis besar gambaran sudut
pandang Husserl terhadap psikologi.

Anda mungkin juga menyukai