Bagian 51
ٰ
َ اَللّهُ َّم
ِ صلِّ َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى
آل َسيِّ ِدنَا ُم َح َّمد
Sepeninggal Abu Thalib, Abu Lahab terpilih sebagai ketua Bani Hasyim. Segera setelah ia terpilih, Abu
Lahab menyatakan melepas perlindungan terhadap diri Rasulullah ﷺdengan memberikan
pengumuman secara terbuka di Pasar Ukazh dan di Ka'bah. Ini adalah tindakan yang amat kejam, sampai
Rasulullah ﷺsempat minta perlindungan dari keluarga selain Bani Hasyim.
Bani Hasyim adalah satu di antara sekian banyak kabilah. Pemimpin sebuah kabilah dipilih karena bijak,
berani, dan tegas. Pemimpin kabilah menduduki kedudukan terhormat. Pemimpin kabilah biasanya
dipilih setelah berusia 40 tahun.
Dalam pertempuran, kaum muda berjuang di garis depan melindungi pemimpin kabilah dan sesepuh di
garis belakang.
1. Mengumpulkan orang.
*Tha'if*
Rasulullah ﷺberdakwah ke Tha'if pada tahun 10 kenabian (akhir Mei 619). Tha'if terletak 100 kilometer
sebelah Tenggara Mekah. Tha'if adalah kota pegunungan dengan ketinggian hampir 2.000 meter diatas
permukaan laut. Tha'if adalah kota dagang dengan hasil bumi dan perkebunan buah seperti anggur.
Rasulullah ﷺmencoba mengalihkan dakwah langsung keluar Kota Mekah. Bersama Zaid bin Haritsah,
Rasulullah ﷺpergi ke kota Tha'if. Tiba di kota itu, Rasulullah ﷺmenemui tiga orang pembesar kota dan
menawarkan Islam kepada mereka. Apa tanggapan mereka?
"Bahkan akan kusobek-sobek selubung Ka'bah untuk membuktikan bahwa demikian tidak percayanya
aku padamu!" ujar seseorang.
Mendengar temannya bicara seperti itu, yang lain tersenyum mengejek sambil berkata,
"Apakah Tuhan tidak mendapatkan orang yang lebih baik daripada kamu? Kalau engkau seorang nabi,
pastilah engkau terlalu mulia untuk menjadi teman bicaraku. Kalau bukan, maka engkau terlalu rendah
kulayani."
Rasulullah ﷺmeminta tiga pembesar Tha'if yaitu Mas'ud, Abdu Yalail, dan Habib, tidak mengumumkan
kepada masyarakat penolakan mereka terhadap beliau. Akan tetapi, ketiga pembesar itu tidak
mengabulkan permintaan Rasulullah ﷺ. Mereka malah menghasut agar para pemuda mengolok-olok
Rasulullah ﷺ.
"Wahai penduduk Tha'if! Lihat orang ini! Ia mencoba mengganti para berhala kita dengan satu Tuhan
baru yang tidak terlihat!"
Para pemuda mulai datang bergerombol dengan wajah memerah karena murka.
"Orang ini rupanya berniat menipu dan membodohi kalian! Apa yang akan kalian perbuat?"
"Usir dia!"
"Jangan cuma diusir, lempar dia dengan batu agar jera dan tidak berani membawa kegilaannya kemari!"
Kemudian, mulailah para pemuda melempari Rasulullah ﷺdengan batu. Melihat hal itu, orang-orang
kaya tidak mau ketinggalan. Mereka menyuruh budak-budaknya,
"Hei, tunggu apalagi? Ambil batu dan lempari dia! Sekaranglah saatnya kalian bersenang-senang!"
Rasulullah ﷺdan Zaid berlari di sepanjang jalan ke luar Kota Tha'if. Mereka diikuti hujan batu disertai
gemuruh caci maki dan cemooh gerombolan pemuda dan budak. Batu-batu terbang berbunyi debag-
debug menghantam seluruh tubuh Rasulullah ﷺmeski sudah dilindungi Zaid. Darah suci Rasulullah ﷺ
berceceran di sepanjang jalan.
Setelah jauh keluar dari kota, gerombolan orang yang mengejar Rasulullah ﷺpun membubarkan diri
dengan senyum puas dan mengejek. Saat itu Rasulullah ﷺbertemu dengan seorang istri pembesar
Tha'if dari Bani Jumah yang sedang lewat. Perempuan itu memandang Rasulullah ﷺdengan rasa
kasihan bercampur heran.
"Lihatlah, apa yang ditimpakan kepada kami oleh rakyat suamimu," sabda Rasulullah ﷺ.
Mendengar orang Tha'iflah yang menganiaya beliau, perempuan itu berlalu dengan perasaan takut jika
diketahui orang bahwa ia menunjukkan belas kasihan kepada Rasulullah ﷺ.
Untuk melepas lelah dan membasuh luka, Rasulullah ﷺdan Zaid berlindung di sebuah kebun anggur
milik Utbah dan Syaibah. Keduanya anak Rabi'ah, seorang pembesar Quraisy. Saat itu, keluarga Rabi'ah
memerhatikan Rasulullah ﷺdari jauh, tetapi mereka tidak berbuat apa pun.
Setelah napasnya kembali normal, Rasulullah ﷺmengangkat kepala dan menengadah ke langit. Beliau
memanjatkan doa yang amat mengharukan.
"Allahuma ya Allah, kepada-Mu juga aku mengadukan kelemahanku, kurangnya kemampuanku, serta
kehinaanku di hadapan manusia."
"Kepada siapa hendak Engkau serahkan aku? Kepada orang jauh yang berwajah muram, kepadaku, atau
kepada musuh yang akan menguasai diriku?"
"Asalkan Engkau tidak murka kepadaku, aku tidak peduli, karena sungguh luas kenikmatan yang Engkau
limpahkan kepadaku."
"Aku berlindung kepada nur wajah-Mu yang menyinari kegelapan, dunia, dan akhirat."
"Kepada-Mu lah aku menghamba sampai Engkau puas sesuai kehendak-Mu. Tiada yang lebih kuat dan
kuasa dari pada-Mu."
Bersambung
-
*KISAH RASULULLAH *ﷺ
Bagian 52
ٰ
َ اَللّهُ َّم
ِ صلِّ َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى
آل َسيِّ ِدنَا ُم َح َّمد
Melihat penderitaan yang begitu buruk dialami Rasulullah ﷺ, Utbah dan Syaibah merasa iba. Mereka
menyuruh seorang budak mereka untuk memberikan buah anggur kepada Rasulullah ﷺ.
"Kata-kata itu tidak pernah diucapkan oleh penduduk negeri ini." ujarnya.
Kemudian, Rasulullah ﷺbertanya kepada sang budak siapa namanya dan dari negeri mana dia berasal,
serta apa agamanya.
"Namaku Addas, aku berasal dari Niniveh di Mesopotamia. Aku beragama Nasrani."
Rasulullah ﷺkemudian berkata lagi, "Dari negeri baik-baik, Yunus bin Matta."
Dengan rasa heran yang lebih besar daripada sebelumnya, Addas bertanya, "Darimana Tuan tahu nama
Yunus bin Matta?"
"Dia saudaraku," jawab Rasulullah, "dia seorang nabi dan aku juga seorang nabi."
Mendengar itu, hati Addas dipenuhi rasa haru yang menyengat. Tanpa berkata apa-apa lagi, dia
mencium kepala, tangan, dan kaki Rasulullah ﷺ.
"Mengapa pula engkau cium kepala, tangan, dan kaki orang itu?"
"Addas, jangan sampai orang itu memalingkan engkau dari agamamu. Agamamu itu lebih baik daripada
agamanya."
Jibril dan Malaikat Penjaga Gunung, menawarkan diri untuk menghancurkan Tha'if. Namun, Rasulullah
ﷺmenolak, beliau bahkan mendoakan kebaikan bagi penduduk Tha'if.
*Kembali ke Mekah*
Setelah Abu Thalib meninggal, Abu Lahab lah yang terpilih sebagai pemimpin kabilah Bani Hasyim. Abu
Lahab langsung mengumumkan kepada khalayak bahwa Bani Hasyim kini tidak lagi melindungi
Rasulullah ﷺ. Hal itu berarti Rasulullah ﷺboleh dianiaya, bahkan sampai dibunuh oleh siapa pun tidak
akan ada yang menuntut balas kematiannya.
Dalam perjalanan kembali ke Mekah, keadaan Nabi yang tanpa perlindungan ini merisaukan Zaid. Zaid
pun bertanya,
"Wahai Rasulullah, apa yang akan kita lakukan jika kita kembali ke Mekah tanpa perlindungan? Aku
khawatir jika orang akan berbuat sewenang-wenang kepada Anda."
Rasulullah ﷺmenatap Zaid dengan pandangan menghibur sambil berkata dengan keyakinan penuh,
Tiba-tiba di luar Mekah, melalui seorang penduduk, Rasulullah ﷺmenghubungi Al Akhnas bin Syariq
untuk menanyakan apakah ia mau memberi perlindungan. Namun, Al Akhnas menolak.
Rasulullah ﷺkemudian menghubungi Suhail bin Amr dari Bani Amr bin Lu'ay, tetapi ia juga menolak.
Esok paginya, Al Muth'im menuju Ka'bah dan memgumumkan perlindungannya. Abu Lahab datang dan
memprotes dengan ejekan,
"Kami memberi perlindungan kepada orang yang seharusnya engkau lindungi", jawab Al Muth'im.
Suatu hari, Rasulullah ﷺpergi ke Ka'bah, Abu Jahal melihatnya dan berseru kepada sekumpulan orang
Quraisy dengan nada menghina,
"Wahai keturunan Abdu Manaf, inilah Nabi kalian."
"Peduli apa pula engkau, apakah kita ini mempunyai seorang nabi atau raja?"
"Wahai Utbah, demi Allah ucapanmu adalah tanggunganmu sendiri. Sementara untukmu, Abu Jahal,
nasib jelek akan menimpamu sehingga kelak engkau akan sedikit tertawa dan banyak menangis."
Setelah Abu Thalib meninggal ruang gerak dakwah Rasulullah ﷺdi Mekah semakin sempit. Beliau pun
mencoba mengalihkan dakwah Islam ke suku-suku Arab lain yang sering berdatangan ke Mekah pada
bulan-bulan haji.
Setiap hari Rasulullah ﷺmengunjungi perkemahan Badui, setiap kali itu pula Abu Lahab mengikuti
beliau. Setelah beliau beranjak pergi, Abu Lahab mendekat dan berkata,
"Orang yang tadi hanya ingin menukar kepercayaan Anda kepada Latta dan Uzza, serta jin-jin sekutu
Anda, dengan agama sesat yang dibawanya."
"Kalau kami jadi pengikutmu dan Tuhan memberimu kemenangan menghadapi lawanmu, apakah kami
akan berkuasa setelah Anda?"
Rasulullah ﷺmenjawab,
"Dugaan saya, Anda ini mengharap kami melindungi Anda dari orang Badui dengan dada kami, lalu kalau
Anda menang orang lain akan memetik untung! Tidak, terima kasih."
Bersambung
Bagian 53
ٰ
َ اَللّهُ َّم
ِ صلِّ َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى
آل َسيِّ ِدنَا ُم َح َّمد
Walau keadaan semakin berat, Rasulullah ﷺtetap berjuang dengan gigih. Namun demikian, semakin
gigih pula suku-suku pengembara Arab menolak beliau.
Pada saat penuh perjuangan itulah, Rasulullah ﷺmenikah dengan Aisyah, putri Abu Bakar. Pernikahan
itu bertujuan mempererat tali persaudaraan dengan para pendukung Islam yang setia. Tali persaudaraan
yang erat itu sangat penting pada saat-saat sulit seperti itu.
Pernikahan Rasulullah ﷺdengan Aisyah merupakan penghargaan setingi-tingginya bagi Abu Bakar, ayah
Aisyah sekaligus sahabat Rasulullah ﷺ. Pernikahan ini merupakan suatu bentuk kemenangan dalam
persaudaraan yang penuh cinta kasih antara Abu Bakar dan Rasulullah ﷺsejak masa sebelum diangkat
menjadi Rasul.
Sebelumnya Rasulullah ﷺmenikahi Saudah. Saat itu Saudah telah menjadi janda setelah suaminya
meninggal di Habasyah. Tujuan pernikahan itu adalah untuk menolong Saudah yang hampir hidup
terlunta-lunta setelah suaminya wafat. Saudah adalah wanita yang pertama dinikahi Rasulullah ﷺ
sepeninggal Khadijah.
Setelah berduka ditinggal Abu Thalib dan Khadijah, kesukaran yang dihadapi Rasulullah ﷺbertambah
dengan semakin kerasnya orang Quraisy memusuhi beliau. Pada saat itulah, Allah ﷻmenghibur
Rasulullah ﷺdengan sebuah perjalanan luar biasa yang tidak pernah kita temui lagi kedasyatannya
dalam sejarah.
*Isra'*
Pada suatu malam yang hening, Malaikat Jibril mendatangi Rasulullah ﷺ. Wajahnya putih berseri dan
berkilau seperti salju. Demikian heningnya saat itu sampai tidak terdengar suara burung malam,
gemericik air, dan siulan angin.
Rasulullah ﷺbangun. Saat itu, beliau sedang tidur di rumah sepupunya, Ummu Hani binti Abu Thalib.
Jibril membawa Buraq kehadapan Rasulullah ﷺ. Buraq adalah hewan yang bentuknya lebih kecil dari
kuda tapi lebih besar dari keledai dengan sayap dikedua sisi tubuhnya. Warnanya putih. Setiap kali ia
melangkah, jauhnya sama dengan jarak pandang.
Setelah Rasulullah ﷺnaik ke punggungnya. Buraq pun meluncur seperti anak panah, sedangkan Jibril
terbang mengiringi dalam jarak yang dekat sekali. Mereka terbang melintasi padang-padang pasir
menuju ke utara.
*Ifrit*
Dalam perjalanan Isra', satu Ifrit mengejar Rasulullah ﷺsambil membawa obor. Ifrit adalah bangsa jin
yang amat jahat. Jibril mengajarkan sebuah doa kepada Rasulullah ﷺyang membuat obor Ifrit padam
dan Ifrit tersungkur jatuh.
Akhirnya Rasulullah ﷺtiba di Baitul Maqdis, Yerusalem, Palestina. Di atas Baitul Maqdis Rasulullah
bertemu Nabi Ibrahim, Nabi Musa, dan Nabi Isa. Ketiga nabi mulia itu ditemani nabi-nabi lain. Rasulullah
ﷺkemudian memimpin shalat semua nabi dan rasul itu.
Selesai shalat, dibawakan kehadapan Rasulullah ﷺtiga buah bejana. Satu berisi khamr, satu berisi air,
dan satu lagi berisi susu.
*Mi'raj*
Rasulullah ﷺmendengar sebuah suara berkata, "Kalau ia memgambil air, ia akan tenggelam dan begitu
juga umatnya. Kalau ia mengambil khamr, ia akan tersesat dan begitu pula umatnya. Kalau dia
mengambil susu, ia akan dibimbing dan begitu juga umatnya."
Oleh karena itu, Rasulullah ﷺmengambil bejana berisi susu dan meminumnya dengan menyebut nama
Allah ﷻ. Jibril pun berkata kepada Rasulullah ﷺ, "Anda telah diberkati dan begitu pula umat Anda,
Muhammad."
Setelah itu, beliau dibawa naik sampai ke langit. Tangga dipancangkan di atas batu Yaqub.
Mi'raj berarti tangga. Saat naik ke langit, Rasulullah ﷺmeniti Mi'raj, bukan lagi menaiki Buraq. Buraq
menunggu di bawah ditambatkan di pintu Baitul Maqdis. Oleh Jibril, tangga ini diletakkan di atas batu
besar dan ujungnya terus menjulang sampai ke langit.
Dengan tangga itu, Rasulullah ﷺnaik ke atas langit berlapis tujuh. Setiap tingkatan langit di jaga oleh
malaikat agar tidak ada setan yang bisa mencuri-dengar rahasia-rahasia langit.
Di langit pertama, Rasulullah ﷺmelihat semua malaikat tersenyum, kecuali satu saja. Rasulullah ﷺ
bertanya kepada Jibril, lalu Jibril menjawab bahwa itu adalah Malik, malaikat penjaga neraka, Rasulullah
ﷺbertanya lagi kepada Jibril,
Lalu Malik mengangkat penutup neraka dan api berkobar tinggi sampai Rasulullah ﷺmengira bahwa ia
akan membakar segalanya.
Illiyyin adalah nama suatu tempat di surga tertinggi. Sementara itu, Sijjin adalah tempat yang terletak di
bawah Neraka Jahanam.
Rasulullah ﷺmeminta agar Jibril memerintahkan Malik mengendalikan kobaran api yang sangat dasyat
itu. Malaikat Malik pun melakukannya dan menutup kembali pintu neraka.
Setelah itu, Rasulullah ﷺmelihat seorang laki-laki sedang duduk melihat roh-roh manusia yang lewat
dihadapannya. Jika roh itu baik, ia akan mengucapkan selamat seraya berkata,
Jika yang lewat itu roh yang buruk, wajah laki-laki itu jadi keruh sambil berkata,
"Huh! Roh yang jelek dari tubuh yang jelek!"
Jibril menjelaskan bahwa itu adalah Nabi Adam yang sedang menilai roh keturunannya. Roh orang yang
beriman membuat Nabi Adam gembira, sedangkan roh orang kafir dan murtad membuat beliau kesal
dan murung.
Bersambung
Bagian 54
ٰ
َ اَللّهُ َّم
ِ صلِّ َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى
آل َسيِّ ِدنَا ُم َح َّمد
Rasulullah ﷺmelanjutkan perjalanannya bersama Jibril. Beliau melihat orang-orang berbibir seperti
bibir unta. Di mulut mereka ada potongan api berbentuk batu yang mereka telan lalu keluar lagi lewat
duburnya, kemudian ditelan lagi begitu seterusnya.
"Orang-orang itu adalah para pemakan riba. Mereka biasa meminjamkan uang kepada orang lain, tetapi
meminta uang pinjaman itu dikembalikan dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan uang yang
dipinjam."
Setelah itu, Rasulullah ﷺmelihat orang-orang yang di hadapan mereka ada dua jenis daging, satu
empuk dan lezat, sedang yang satu lagi kesat dan busuk. Akan tetapi, orang-orang itu memakan daging
yang busuk.
Dijelaskan kepada beliau bahwa orang-orang itu menelantarkan istrinya dan mendekati perempuan lain
yang tidak halal.
Dalam perjalanan berikutnya, Rasulullah ﷺdibawa ke langit kedua. Beliau berjumpa dengan Nabi Isa
dan Nabi Yahya (Putra Nabi Zakaria). Keduanya adalah saudara sepupu dari garis ibu.
Di langit ketiga, beliau berjumpa dengan seorang nabi yang wajahnya begitu tampan seperti bulan
purnama.
Di langit keempat, Rasulullah ﷺbertemu dengan Nabi Idris yang telah dimuliakan Allah dengan
diangkat dari dunia ke tempat yang tinggi.
Di langit kelima, Rasulullah ﷺbertemu Nabi Harun (putra Imran). Nabi Harun adalah nabi yang dikasihi
kaumnya.
"Belum pernah saya bertemu orang segagah dia," demikian sabda Rasulullah ﷺtentang Nabi Harun.
Lalu, di langit ketujuh, beliau bertemu dengan seorang laki-laki yang sedang duduk di atas singgasana
gerbang surga (Baitul Makmur). Setiap hari, 70 ribu malaikat masuk lewat gerbang itu dan tidak keluar
lagi sampai Hari Kebangkitan.
Kemudian, ia membawa saya ke surga dan disitu saya melihat seorang gadis berbibir merah gelap, dan
saya tanyakan dia, milik siapa ia sebab ia begitu gembira ketika berjumpa dengan saya, dan jawabnya,
Kemudian Rasulullah ﷺdibawa ke hadapan Arasy sehingga bertemu Allah ﷻ. Segalanya tidak dapat
dilukiskan dengan lidah dan di luar jangkauan daya otak manusia. Bertemu dengan Allah ﷻYang Maha
Agung membuat Rasulullah ﷺmerasakan kesejukan sampai ke tulang punggungnya. Kemudian, rasa
tenang dan damai membanjiri perasaan beliau, begitu terasa nikmat. Pada saat itulah, Rasulullah ﷺ,
Allah ﷻmemerintahkan agar setiap Muslim melakukan shalat lima puluh kali sehari semalam.
Begitu Rasulullah ﷺturun dari Arasy, beliau bertemu Nabi Musa yang berkata,
"Bagaimana engkau mengharap pengikut-pengikutmu akan melakukan shalat lima puluh kali setiap hari?
Sebelum engkau, aku sudah punya pengalaman, sudah kucoba terhadap Bani Israil sekuat daya.
Percayalah dan kembalilah kepada Allah, minta supaya dikurangi jumlah shalat itu."
Kemudian Rasulullah ﷺkembali menemui Allah ﷻ. Kemudian jumlah shalat dikurangi jadi empat puluh
kali setiap hari.
Namun, Nabi Musa menganggap masih di luar kemampuan orang. Dia sarankannya lagi Rasulullah ﷺ
kembali meminta keringanan. Demikianlah, beberapa kali Rasulullah ﷺbolak-balik menemui Allah
sampai akhirnya jumlah shalat ditetapkan menjadi lima kali sehari semalam.
Kemudian, Rasulullah ﷺkembali ke Bumi dengan menuruni tangga. Buraq pun membawa Rasulullah ﷺ
kembali ke Mekah.
"seperti engkau maklum, semalam aku shalat malam terakhir bersama kamu. Kemudian aku ke Baitul
Maqdis dan shalat di sana. Baru saja, saat ini, kita shalat subuh bersama."
Rasulullah ﷺkemudian bangkit, meninggalkan Ummu Hani yang masih terperangah. Ummu Hani tahu
beliau akan keluar dan mengabarkan Isra' dan Mi'raj kepada orang banyak. Rasulullah ﷺberdiri dan
berjalan ke pintu begitu cepat seolah-olah tidak sabar lagi untuk mengabarkan perjalanan ini. Padahal,
beliau tahu apa akan dikatakan orang Quraisy yang selama ini memusuhinya. Namun, semangat
Rasulullah ﷺtidak terhalangi oleh hal-hal semacam itu.
Rasa khawatir Ummu Hani menggunung seketika. Begitu cepatnya langkah Rasul sehingga Ummu Hani
terpaksa menarik jubah Rasul dengan tergesa-gesa.
"Ya Rasulullah, jangan mengatakannya pada khalayak ramai. Nanti mereka menuduh engkau berdusta
dan mereka akan menghinamu."
Ummu Hani tidak bisa berkata apa-apa lagi melihat tekad Rasulullah ﷺyang sudah demikian kuat.
Ketika Rasulullah ﷺpergi, dilihatnya beliau dengan pandangan khawatir. Ummu Hani segera memanggil
seorang hamba sahayanya, seorang perempuan dari Habasyah.
"Pergilah, ikuti Rasulullah dan dengar yang dikatakan kaumnya terhadap beliau."
Bersambung
Bagian 55
ٰ
َ اَللّهُ َّم
ِ صلِّ َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى
آل َسيِّ ِدنَا ُم َح َّمد
*Quraisy Gempar*
Saat itu, di dekat Ka'bah telah berkumpul para pembesar Quraisy. Mereka melihat Rasululllah ﷺ, Abu
Jahal bertanya dengan congkak,
"Ke Baitul Maqdis dan pagi-pagi begini sudah kembali tiba disini?"
"Apakah kamu berani menyatakan hal ini di muka kaumku? Kalau memang berani, saya akan memanggil
mereka. Ceritakanlah kepada mereka hal yang telah kamu katakan kepadaku tadi!"
Seketika itu juga, Abu Jahal pergi memanggil semua pembesar Quraisy dan orang-orang biasa.
"Katakanlah kepada kaumku sekarang seperti yang kamu katakan tadi kepadaku!"
Orang-orang terperangah. Semua orang yang hadir disitu bersikap seolah-olah kurang jelas mendengar
kata-kata Rasulullah ﷺ.
Seketika itu, gemparlah suasana. Suara tawa dan cemooh menggemuruh. Mengalahkan suara-suara itu
Abu Jahal berteriak,
Olok-olok makin terdengar riuh. Ada yang mengejek. Ada yang tertawa. Ada yang bertepuk tangan.
Bagi bangsa Arab, tepuk tangan adalah bukan tanda semangat. Tepuk tangan atau menaruh tangan
diatas kepala adalah tanda mengejek dan hinaan bagi seseorang yang kata-katanya dianggap tidak bisa
dipercaya.
Orang-orang itu memanggil Abu Bakar. Mereka ingin tahu yang akan dikatakan Abu Bakar, orang yang
selama ini begitu kukuh kepercayaannya kepada Rasulullah ﷺ.
*Abu Bakar Membenarkan Cerita Rasulullah *ﷺ
"Kalian berdusta," kata Abu Bakar kepada orang-orang yang datang kepadanya.
"Sungguh, Muhammad kini berada di Ka'bah sedang berbicara dengan orang banyak."
"Tentu dia bicara yang sebenarnya. Dia mengatakan kepadaku bahwa ada berita dari Tuhan, dari langit
ke bumi pada waktu malam atau siang aku percaya. Padahal tadi itu lebih mengherankan daripada
berita sekarang ini."
Abu Bakar kemudian mendatangi Rasulullah ﷺ. Saat itu, orang-orang Quraisy sedang meminta
Rasulullah ﷺmenggambarkan bentuk Baitul Maqdis. Mereka tahu, Rasulullah ﷺbelum pernah satu
kali pun berkunjung ke tempat itu. Sementara itu, beberapa orang dari mereka telah terbiasa berdagang
sampai ke Syam dan melewati Baitul Maqdis berkali-kali. Abu Bakar adalah salah seorang yang pernah
berdagang ke sana.
Mendengar Rasulullah ﷺbegitu tepat menggambarkan keadaan Baitul Maqdis, Abu Bakar berkata di
hadapan semua orang,
Bahkan, orang-orang kafir sekali pun menggeleng-geleng kepala, heran bercampur kagum mendengar
kata-kata Abu Bakar. Mereka menghormati kesetiaan dan tingginya rasa percaya Abu Bakar kepada
Rasulullah ﷺ.
Rasulullah ﷺsendiri sangat gembira mendengar perkataan Abu Bakar. Padahal saat itu, semua orang
dihadapannya tengah bertanya-tanya, mengejek, dan mencaci. Bahkan yang lebih menyakitkan,
beberapa orang yang sudah memeluk Islam kembali murtad karena tidak percaya dengan apa yang
Rasulullah ﷺsampaikan.
Sejak saat itu Rasulullah ﷺmemberi julukan kehormatan dan kesayangan "As-Shiddiq" kepada Abu
Bakar. Artinya adalah "yang tulus hati", "yang sangat jujur."
Merasa belum cukup mendengar betapa tepat gambaran Rasulullah ﷺtentang Baitul Maqdis, orang-
orang Quraisy meminta bukti yang lain.
Rasulullah ﷺmengatakan, bahwa dalam perjalanan, beliau melewati beberapa kafilah yang sedang
dalam perjalanan menuju Mekah atau ke arah Syam. Rasulullah ﷺmengatakan bahwa di salah satu
kafilah, seekor unta terjerembab karena terkejut oleh kehadiran Buraq. Rasulullah ﷺjuga mengatakan
tempat kafilah itu berada.
"sampai tiba di Dhajanan, melewati sebuah kafilah bani fulan. Kutemukan mereka semua sedang
tertidur. Mereka mempunyai sebuah guci yang tertutup. Saya membuka tutupnya dan meminum air itu
lalu menutupnya kembali."
Sudah menjadi kebiasaan kafilah Arab untuk menyediakan guci minum yang bisa dinikmati oleh siapa
pun tanpa perlu izin lagi. Bahkan biasanya yang disediakan adalah susu.
"Sebagai bukti kafilah itu sekarang sedang menuruni dataran tinggi Baydha di celah Tan'im. Kafilah itu
dipimpin seekor unta berwarna kelabu dengan muatan dua kantong, yang satu hitam dan yang lain
belang."
Orang-orang kemudian bergegas menuju celah itu. Mereka menemukan bahwa unta pertama yang
mereka jumpai sedang memimpin kafilah memang persis seperti yang digambarkan Rasulullah ﷺ.
Orang-orang juga bertanya kepada anggota kafilah itu tentang guci air.
"Ketika kami bangun pada pagi hari tadi, guci itu masih tertutup, tetapi isinya kosong. Padahal semalam
guci itu penuh berisi air," jawab anggota kafilah.
Orang-orang saling berpandangan mengakui yang Rasulullah ﷺkatakan. Terlebih lagi setelah itu,
mereka bertanya pada rombongan kafilah lain tentang unta yang terjerembab.
"Kami memang terkejut mendengar sesuatu seperti apa yang bergerak cepat di langit. Sesuatu itu
membuat seekor unta kami terkejut dan terjerembab."
Demikian bukti-bukti kebenaran Isra' Mi'raj sudah begitu kuat. Namun, orang-orang seperti Abu Jahal
tidak bisa berubah menjadi orang beriman.
Bersambung
Bagian 56
ٰ
َ اَللّهُ َّم
ِ صلِّ َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى
آل َسيِّ ِدنَا ُم َح َّمد
Selain terus-menerus berdakwah kepada orang-orang Mekah, Rasulullah ﷺjuga menyampaikan ajaran
Islam kepada orang-orang yang datang ke Mekah. Bangsa Arab berkumpul di Mekah pada pekan-pekan
tertentu beberapa kali dalam setahun, misalnya di Pasar Ukazh, yang diadakan selama bulan Syawal,
kemudian Pasar Mujannah, yang berlangsung setelah bulan Syawal selama dua puluh hari.
Jika Rasulullah ﷺtahu ada rombongan datang, Beliau segera pergi mendatangi mereka sambil berkata,
"Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah memerintahkan kamu sekalian supaya menyembah
kepada-NYA dan janganlah kamu menyekutukan Dia dengan sesuatu."
"Wahai sekalian manusia ucapkanlah olehmu, Tiada Tuhan melainkan Allah, supaya kamu berbahagia!"
Namun, di mana pun Rasulullah ﷺdatang pasti di belakang beliau Abu Lahab datang mengikuti sambil
berseru keras-keras,
"Hai sekalian manusia, sesungguhnya orang ini memerintahkan kamu sekalian supaya meninggalkan
agama orangtua-orangtuamu terdahulu! Hai sekalian manusia, janganlah kamu dengarkan perkataan
orang ini karena dia itu pendusta!"
Bahkan sesekali jika marahnya sudah memuncak, Abu Lahab melempar kepala Rasulullah ﷺdari
belakang dengan batu!
Akibat tindakan Abu Lahab ini, sangat sedikit orang yang mau menerima seruan Islam. Orang-orang
Islam pun bahkan belum berani menunjukkan keislamannya secara terang-terangan. Kebanyakan orang
mencaci, mencemooh, mengusir, dan mendustakan Rasulullah ﷺ.
Akan tetapi, beliau tidak pernah berputus asa. Beliau terus berdakwah semakin gencar dan semakin
bersemangat. Berkat kegigihan yang luar biasa inilah, Allah ﷻmulai menunjukkan tanda-tanda
kemenangan dari sebuah kota bernama Yatsrib.
Selain Abu Lahab, salah seorang yang memusuhi Rasulullah adalah Utbah bin Rabi'ah. Namun, Utbah
lebih lembut. Utbah memberi Rasulullah ﷺanggur ketika beliau diusir dari Tha'if.
*Orang-Orang Yatsrib*
(Suatu saat kelak, Rasululllah ﷺmengubah nama Yatsrib menjadi Madinah). Orang-orang Yatsrib
termasuk rombongan orang Arab yang sering datang ke Mekah. Mereka terpecah menjadi dua
golongan orang Aus dan orang Khazraj.
Kedua suku ini saling berperang satu sama lain selama 120 tahun. Suatu saat kaum Aus menang. Pada
saat lain, orang Khazraj yang mengalahkan Aus.
Suatu malam di Bukit Aqabah, Mina, Rasulullah ﷺbertemu dengan enam orang Khazraj. Mula-mula
beliau mengajukan pertanyaan, kemudian orang-orang itu menjawab dengan sopan. Kemudian
Rasulullah ﷺmemperkenalkan diri dan bertanya,
Sesudah itu beliau mengajak mereka duduk bersama dan memenuhi ajakan itu dengan penuh rasa ingin
tahu. Sesudah saling bertanya, Rasulullah ﷺmengajak mereka ke tempat yang sunyi, sedikit jauh dari
penglihatan orang. Di tempat itu, Rasulullah ﷺmembacakan ayat-ayat Al-Qur'an. Keenam orang
Khazraj itu mengerti dan tertarik segala apa yang beliau serukan.
Setelah Rasulullah ﷺyakin dengan kesungguhan orang-orang ini, beliau mengajak berpindah tempat
lagi ke bawah Bukit Aqabah. Tempat itu benar-benar terlindung dari jangkauan penglihatan orang. Di
tempat aman itulah, Rasulullah mengajak mereka mendukung kenabian beliau. Rasulullah ﷺmeminta
agar mereka ikut menyebarkan ajaran Islam di kota asal mereka, Yatsrib.
"Rupanya ini adalah jalan yang diberikan Tuhan," demikian salah satu dari mereka berkata,
"Aku sudah bosan berperang dengan Aus, mudah-mudahan ajaran Islam ini akan menyatukan kita dan
Aus dalam perdamaian."
Setelah selesai, mereka menyatakan percaya dan sungguh-sungguh mendukung penyebaran Islam di
Yatsrib. Rasulullah ﷺkemudian menasihati agar mereka seiya sekata, tolong-menolong, dan bantu-
membantu dalam menjalankan tugas mulia ini.
Keenam orang itu kembali ke Yatsrib dan menyerukan Islam kepada seluruh penduduknya.
"Muhammad adalah nabi terakhir utusan Tuhan yang didustakan kaumnya sendiri," demikian kata
mereka.
Pada musim haji berikutnya, lima dari enam orang itu kembali ke Mekah bersama tujuh orang rekan
mereka. Dua berasal dari Aus dan sepuluh orang berasal dari Khazraj. Mereka menemui Rasulullah ﷺdi
Bukit Aqabah. Saat itu, sudah dua belas tahun lamanya Rasulullah ﷺmenyebarkan Islam.
Setelah Rasulullah ﷺmembacakan ayat-ayat Al-Qur'an mereka menyatakan percaya akan seruan
beliau. Rasulullah ﷺpun kemudian membaiat (sumpah setia) mereka.
2. Tidak mencuri
7. Hendaknya selalu mengikuti Rasulullah ﷺ, baik saat senang maupun susah
9. Jangan begitu saja merebut suatu perkara kecuali Allah ﷻmemberikan bukti tanda-tanda kekafiran
kepada orang yang mengerjakannya
10. Hendaklah mengatakan kebenaran di mana pun berada dan tidak takut akan celaan orang
"Hendaklah kalian menepati janji-janji ini, kelak kalian akan menerima balasan Allah berupa surga.
Namun, jika ada yang menyalahi janji ini, aku serahkan urusannya kepada Allah semata."
*Ucapan Baiat*
Ucapan baiat atau sumpah setia ini sebenarnya adalah menjulurkan tangan kanan ke depan telapak
tangan menghadap keatas, sedangkan pembaiat menjabat dengan posisi tangan disebelah atas.
Baiat Aqabah yang pertama dikenal dengan nama baiat wanita sebab Rasulullah ﷺbelum meminta
mereka membela beliau dengan berperang.
Bersambung
Bagian 57
ٰ
َ اَللّهُ َّم
ِ صلِّ َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى
آل َسيِّ ِدنَا ُم َح َّمد
Setelah baiat terlaksana dengan sempurna, semua orang kembali ke perkemahan masing-masing sambil
menyimpan kejadian itu baik-baik di dalam hati.
Musim haji pun segera selesai. Ketika rombongan Muslim Yatsrib berangkat pulang. Rasulullah ﷺ
menyertakan seorang duta pertama. Tugas duta ini adalah mengajarkan syariat Islam dan pengetahuan
agama kepada kaum Muslimin. Selain itu, ia juga berkewajiban menyebarkan ajaran Islam kepada orang-
orang yang masih menyembah berhala.
Rasulullah ﷺmemilih Mush'ab bin Umair untuk melaksanakan tugas ini. Mush'ab termasuk pemeluk
Islam pertama dan terpercaya dalam pengetahuan tentang hukum-hukum Allah ﷻ, bacaan Al-Qur'an,
serta ketaatannya.
Setelah sahabat Rasulullah ﷺitu datang, semakin banyak orang Yatsrib memeluk Islam. Seiring dengan
itu, persatuan Aus dan Khazraj semakin kuat sampai akhirnya hilanglah rasa permusuhan di hati mereka
masing-masing.
*Jum'at Pertama*
Melihat Islam berkembang demikian pesat, orang-orang Yahudi Yastrib amat khawatir. Mereka takut
agamanya lenyap terdesak oleh Islam. Oleh karena itu, setiap hari Sabtu mereka berkumpul di suatu
tempat dan mengadakan keramaian untuk menunjukkan keagungan agama mereka.
Ketika mendengar hal ini, Rasulullah ﷺmemerintahkan Umair untuk mengumpulkan kaum Muslimin
setiap hari Jum'at untuk mengerjakan shalat dua rakaat berjamah. Mush'ab segera mengumpulkan
kaum Muslimin di Hazmun-Nabit.
Itulah shalat jum'at pertama dalam sejarah Islam. Shalat pertama itu diikuti oleh empat puluh orang.
Rasulullah ﷺjuga pernah memerintahkan Abdurrahman bin Auf secara diam-diam pergi ke daerah
Damatul Jandal untuk berdakwah. Selama tiga hari, Abdurrahman bin Auf berdakwah sampai akhirnya
pemimpin mereka Al Ashbag pun masuk Islam.
Satu tahun berikutnya, jumlah jama'ah haji dari Yatsrib lebih banyak, termasuk dalam rombongan itu
tujuh puluh lima muslim. Dua di antaranya kaum perempuan.
Saat itu tahun 622 Masehi, tiga belas tahun sudah Rasulullah ﷺberdakwah dengan lemah lembut,
mengalah terhadap segala siksaan, serta menanggung semua kesakitan dengan kesabaran dan
pengorbanan.
Tidak selamanya Allah ﷻmengajarkan umat-NYA untuk terus mengalah. Suatu saat pukulan harus
dibalas pukulan, serangan pun harus dibalas serangan. Dengan tujuan inilah Rasulullah ﷺmengadakan
pertemuan dengan ketujuh puluh lima Muslim itu.
Mereka bersepakat bertemu tengah malam di bukit Aqabah pada hari-hari tasyriq. Hari Tasyriq adalah
tiga hari berturut-turut setelah hari Raya Qurban (Idhul Adha).
Kali ini mereka tidak bertemu di kaki bukit, tetapi di puncaknya. Semua orang mendaki lereng-lereng
Aqabah yang curam, termasuk kedua Muslimah tersebut. Saat itu, Rasulullah ﷺdisertai pamannya,
Abbas bin Abdul Muthalib. Abbas menyadari bahwa pertemuan ini dapat berakibat perang terhadap
orang yang memusuhi keponakannya.
"Saudara-saudara dari Khazraj," demikian Abbas berkata, "posisi Muhammad di tengah-tengah kami
sudah diketahui bersama. Kami dan mereka yang sepaham dengannya telah melindunginya dari
gangguan masyarakat kami sendiri. Dia adalah orang yang terhormat di kalangan masyarakatnya dan
mempunyai kekuatan di negerinya sendiri. Namun, dia ingin bergabung dengan Tuan-Tuan juga. Jadi,
kalau memang Tuan-Tuan merasa dapat menepati janji seperti yang Tuan-Tuan berikan kepadanya dan
dapat melindungi dari mereka yang menentangnya, silahkan Tuan-Tuan laksanakan. Akan tetapi kalau
Tuan-Tuan akan menyerahkan dia dan membiarkannya terlantar sesudah berada di tempat Tuan-Tuan,
dari sekarang lebih baik tinggalkan saja."
Orang-orang Yatsrib pun menjawab, "Sudah kami dengar yang Tuan katakan. Sekarang silahkan
Rasulullah bicara. Kemukakanlah yang Tuan senangi dan disenangi Allah."
Setelah membaca ayat Al-Qur'an dan memberi semangat Islam, Rasulullah ﷺbersabda,
"Saya minta ikrar Tuan-Tuan untuk membela saya seperti membela istri-istri dan anak-anak Tuan-Tuan
sendiri."
Saad bin Ubadah, seorang pemimpin Anshar berkata kepada Rasulullah ﷺ,
"Hanya kepada kamilah Rasulullah menghendaki sesuatu. Demi jiwaku yang ada ditangan-NYA, andaikan
engkau menyuruh agar kami menceburkan diri ke dalam samudra, tentulah kami akan melakukannya."
Seorang pemuka masyarakat yang tertua disitu, Al Bara' bin Ma'rur, berkata,
"Rasulullah, kami sudah berikrar. Kami adalah orang peperangan dan ahli bertempur yang sudah kami
warisi dari leluhur kami."
Namun, sebelum Al Bara' selesai bicara, Abu Haitham bin Tayyihan menyela,
"Rasulullah, kami memutuskan perjanjian dengan orang-orang Yahudi. Namun, apa jadinya kalau apa
yang kami lakukan ini lalu kelak Allah memberikan kemenangan kepada Tuan, apakah Tuan akan
kembali kepada masyarakat Tuan dan meninggalkan kami?"
"Tidak, saya sehidup semati dengan Tuan-Tuan. Tuan-Tuan adalah saya dan saya adalah Tuan-Tuan. Saya
akan memerangi siapa saja yang Tuan-Tuan perangi dan saya akan berdamai dengan siapa saja yang
Tuan-Tuan ajak berdamai."
"Saudara-saudara dari Khazraj, untuk apakah kalian memberikan ikrar kepada orang ini? Kamu
menyatakan ikrar dengan dia untuk melakukan perang terhadap yang hitam dan yang merah (perang
habis-habisan melawan siapa pun). Kalau Tuan-Tuan merasa bahwa jika harta benda Tuan-Tuan binasa
dan para pemuka Tuan-Tuan terbunuh, Tuan-Tuan hendak menyerahkan dia kepada musuh, lebih baik
dari sekarang tinggalkan saja dia. Kalau pun itu yang Tuan-Tuan lakukan, ini adalah perbuatan hina dunia
dan akhirat.
Sebaliknya, jika Tuan-Tuan dapat menepati seperti yang Tuan-Tuan berikan kepadanya itu, sekali pun
harta benda Tuan-Tuan habis dan para pemimpin Tuan-Tuan terbunuh, silahkan saja Tuan-Tuan terima
dia. Itulah suatu perbuatan yang baik, dunia dan akhirat."
"Akan kami terima, sekali pun harta benda kami habis dan bangsawan kami terbunuh. Namun,
Rasulullah, kalau dapat kami tepati semua ini, apa yang akan kami peroleh?"
Kesetiaan kaum Anshar pada saat baiat menunjukkan begitu dalamnya kepercayaan yang tertanam
dalam hati mereka kepada Rasulullah ﷺ. Rasulullah ﷺmemiliki kepribadian yang daya pesonanya tidak
dapat dijangkau kedalamannya. Siapa pun yang bergaul dengan beliau, pasti akan luluh dalam pesona
itu.
Bersambung
Bagian 58
ٰ
َ اَللّهُ َّم
ص ِّل َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى آ ِل ُم َح َّمد
*Ikrar*
Mereka mengulurkan tangan kepada Rasulullah ﷺdan berikrar. Inilah yang tercatat dalam sejarah
sebagai Baiat Aqabah kedua. Dalam Ikrar kedua ini, mereka berkata,
"Kami berikrar mendengar dan setia pada waktu suka dan duka, pada waktu bahagia dan sengsara, kami
hanya akan berkata yang benar di mana saja kami berada, dan kami tidak takut kritik siapa pun atas
jalan Allah ini."
Rasulullah ﷺmenjabat tangan para lelaki, tetapi tidak menyentuh tangan wanita. Setelah itu, beliau
berkata,
"Pilihlah dua belas orang pemimpin dari kalangan Tuan-Tuan yang akan menjadi penanggung jawab
masyarakatnya."
Mereka lalu memilih sembilan orang Khazraj dan tiga orang Aus. Kepada para pemimpin itu, Rasulullah
ﷺberkata,
Peristiwa ini selesai tengah malam di celah Gunung Aqabah, jauh dari masyarakat ramai. Saat itu,mereka
berharap hanya Allah ﷻsaja yang mengetahui urusan mereka. Namun, ternyata ada orang lain yang
kebetulan sedang lewat dan merasa curiga dengan suara-suara dari puncak bukit. Orang itu memanjati
lereng gunung dan menyaksikan baiat Aqabah kaum Muslimin.
*Ketentuan Perang*
Salah satu isi penting ikrar Aqabah kedua ini adalah dicantumkannya ketentuan tentang perang. Pihak
Anshar berjanji akan membela Rasulullah ﷺsekali pun harus berperang dan mengorbankan jiwa.
Semua itu dilakukan kaum Anshar tanpa pamrih sama sekali tidak mengharapkan apa pun dari Rasul
kecuali keridhaan Allah ﷺ.
*Quraisy Terkejut*
Orang yang mengintai peristiwa ikrar tadi berteriak, memberi tahu penduduk Quraisy yang tinggal di
Mina, tidak jauh dari Aqobah.
"Muhammad dan orang-orang yang pindah agama itu sudah berkumpul! Mereka akan memerangi
kamu!"
Walau cuma mendengar selintas, orang itu mengetahui maksud kaum Muslimin. Dengan berteriak
keras-keras, ia bermaksud mengacaukan baiat kaum Muslimin. Orang itu berharap kaum Muslimin jadi
takut, gelisah, dan membatalkan perjanjian mereka dengan Rasulullah ﷺ.
Namun, tekad kaum Muslimin sudah tidak lagi tergoyahkan. Bahkan, dengan semangat menyala, Abbas
bin Ubadah berkata kepada Rasulullah ﷺ,
"Demi Allah yang telah mengutus Tuan atas dasar kebenaran, kalau sekiranya Tuan berkenan, penduduk
Mina itu besok akan kami habiskan dengan pedang kami!"
Rasulullah ﷺmenjawab, "Kami tidak diperintahkan untuk itu. Kembalilah ke kemah Tuan-Tuan."
Dengan cepat dan diam-diam, kaum Muslimin kembali ke kemah mereka dan tidur sampai pagi, seolah-
olah tidak pernah terjadi apa pun.
Akan tetapi, pagi itu, orang Quraisy sudah mengetahui berita adanya ikrar. Mereka benar-benar sangat
terkejut. Para pemuka Quraisy berkumpul dengan cepat dan segera bertindak. Mereka mendatangi para
pemimpin rombongan Aus dan Khazraj.
"Apa yang terjadi? Kami dengar tadi malam kalian menjanjikan sesuatu kepada Muhammad!" ujar
pemimpin Quraisy setengah menuduh.
Tidak semua rombongan Aus dan Khazraj adalah Muslim. Kebetulan para pemimpin rombongan adalah
mereka yang belum beriman.
"Tidak! Kalian pasti salah! Tidak seorang pun dari rombongan kami keluar perkemahan tadi malam!"
bantah para pemimpin rombongan dari Yatsrib itu.
Tadi malam, kaum Muslimin memang bergerak diam-diam. Mereka tidak memberi tahu anggota
rombongan yang belum beriman tentang perjanjian mereka dengan Rasulullah ﷺ. Akhirnya, orang-
orang Quraisy kembali dengan hati ragu. Sementara itu, dengan tenang, anggota rombongan dari Yatsrib
berkemas dan berangkat pulang.
*Hijrah*
Kaum Anshar atau 'para penolong', demikianlah Rasulullah ﷺmenjuluki para sahabat barunya dari kota
Yatsrib.
Sebelum kaum Anshar datang, rasanya dakwah Islam akan berputar di sekitar Mekah saja. Padahal,
seluruh penduduk Mekah sudah diancam habis-habisan oleh para pemimpin Quraisy agar tidak menjadi
pengikut Rasulullah ﷺ. Di mata orang Quraisy, tiba-tiba saja Islam sudah menjadi kuat nun jauh di
Yatsrib sana dan itu di luar jangkauan mereka.
Tanpa membuang waktu lagi, Rasulullah ﷺmemerintahkan para sahabatnya menyusul kaum Anshar ke
Yatsrib. Dengan sangat cerdik, beliau memerintahkan kaum Muslimin hijrah dengan berpencar-pencar
dan diam-diam agar tidak menimbulkan kepanikan Quraisy.
Mulailah mereka berhijrah sendiri-sendiri dalam kelompok-kelompok kecil. Cara seperti itu berbeda
dengan yang dilakukan Nabi Musa yang membawa kaumnya berhijrah dalan kelompok besar sekaligus.
Ketika orang Quraisy tahu, mereka mulai panik.
"Tahan mereka yang mencoba mengungsi itu! Kurung orang yang mencoba pergi!" perintah seorang
pemimpin.
"Apa kamu sudah tidak waras? Kalau kita bunuh, kabilahnya akan menuntut balas!
Quraisy akan dipecah dalam perang saudara! Itu sudah pasti akan menguntungkan Muhammad! Tidak,
tidak ada yang di bunuh. Bujuk saja supaya mereka kembali kepada sesembahan lama. Iming-imingi
dengan harta kalau perlu. Jika tidak mau juga, siksa dengan keras!"
Demikian keras orang Quraisy bertindak, sampai-sampai ada istri yang dipisahkan dari suaminya. Kalau
istrinya orang Quraisy, ia tidak boleh ikut suaminya hijrah. Jika tidak menurut, wanita itu akan mereka
kurung.
Semua itu rela dijalani kaum Muslimin. Mereka rela berpisah dari keluarga bahkan meninggalkan harta
untuk berhijrah demi kebebasan menyembah Allah ﷺ.
Bersambung
Bagian 59
ٰ
َ اَللّهُ َّم
ِ صلِّ َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى
آل َسيِّ ِدنَا ُم َح َّمد
Yang tinggal di Mekah saat itu hanyalah Rasulullah ﷺ, Abu Bakar, Ali bin Abi Thalib, Hamzah, Umar bin
Khattab, dan beberapa gelintir orang yang tidak menemukan cara untuk meloloskan diri. Ketika Abu
Bakar meminta izin untuk berhijrah, Rasulullah ﷺmenjawab, "Jangan tergesa-gesa, mungkin saja Allah
memerintahkan aku berhijrah dengan disertai seorang kawan."
Akhirnya, Hamzah pun berangkat bersama beberapa orang. Namun, beda dengan saudara-saudara
Muslimnya yang berangkat dengan sembunyi-sembunyi. Hamzah bin Abdul Mutthalib berangkat terang-
terangan sambil menyandang pedang. Sorot matanya seolah-olah berkata,
"Siapa pun yang berani mencegahku pergi, akan menghadapi tebasan pedang!"
Melihat sorot mata itu, tidak seorang Quraisy pun yang berani bertanya-tanya.
Setelah itu, Umar bin Khattab pun menyusul. Ia pergi bersama beberapa orang lemah dan miskin yang
tidak mungkin dibiarkan pergi jika dikawal seorang pelindung yang disegani Quraisy.
Sambil menyandang pedang, meletakkan busurnya di pinggang. Umar bin Khattab pergi melewati
Ka'bah. Tangannya menggenggam anak-anak panah. Di hadapan para pembesar Quraisy yang sedang
duduk-duduk disitu, ia berkata,
"Siapa di antara kalian yang ingin ibunya merasakan kematian anaknya, yang ingin anaknya menjadi
yatim, dan istrinya menjadi janda, temuilah aku di belakang lembah ini."
Namun, tidak seorang pun beranjak memenuhi tantangan itu. Melihat tantangannya tidak terjawab,
Umar bin Khattab melompat ke atas kuda dan pergi memimpin rombongan hijrah. Kepergiannya diikuti
tatapan penuh rasa takut sekaligus benci orang-orang yang memusuhi Islam.
Kini, tinggallah Rasulullah ﷺ, Abu Bakar, dan Ali bin Abu Thalib yang belum berhijrah. Melihat Rasulullah
ﷺsendirian, para pemuka Quraisy merencanakan sesuatu yang jahat untuk mencelakakan beliau.
Pada sebuah pertemuan bernama Darun Nadwah, para pemimpin Quraisy berkumpul untuk
menentukan sikap terhadap Rasulullah ﷺ.
"Sudah berkali-kali kita membicarakan kepergian Muhammad dan pengikutnya ke Yatsrib, tetapi sampai
saat ini tidak ada satu pun tindakan yang bisa kita lakukan!" ujar seseorang.
"Betul, padahal persoalan ini begitu gawat buat kita. Sadarilah oleh kalian, jika Muhammad dan
pengikutnya berkumpul di Yatsrib, suatu saat bisa saja mereka datang ke sini untuk menyerang kita!"
"Dan kafilah-kafilah dagang kita!" jerit yang lain. "Kafilah-kafilah dagang kita harus melalui daerah
pinggiran Yatsrib untuk bisa sampai ke Syam! Apa jadinya jika perdagangan kita mereka tutup? Kita akan
kelaparan dan menderita! Persis seperti kita mengurung Muhammad dan keluarganya selama beberapa
tahun di Syi'ib Abu Thalib!"
Semua orang bergidik ngeri membayangkan kemungkinan itu. Sejenak tidak seorang pun tahu harus
berkata apa. Sampai akhirnya, seseorang memecahkan keheningan,
"Kita harus segera bertindak! Kemukakan usul kalian tentang apa yang harus kita lakukan!"
"Masukkan dia dalam kurungan besi dan tutup pintunya rapat-rapat, kemudian kita awasi biar dia
mengalami nasib seperti penyair-penyair semacamnya sebelum dia, seperti Zuhair dan Nabighah!"
"kita ambil seorang anak muda yang tangguh dan terpandang dari setiap suku. Kemudian suruh mereka
menusuk Muhammad secara bersama-sama dengan pedang-pedang yang telah diasah setajam
mungkin. Bani Abdu Manaf dan Bani Hasyim tidak akan bisa membalas kematian Muhammad karena
seluruh suku di sini terlibat pembunuhan itu! Paling-paling kita hanya harus membayar ganti rugi yang
bisa kita tanggung bersama-sama!"
*Persiapan Hijrah Rasulullah *ﷺ
Pada hari dilaksanakannya rapat untuk membunuh Rasulullah ﷺ. Jibril turun dan menyampaikan firman
Allah ﷻyang membongkar rencana Quraisy tersebut. Setelah itu, Jibril berkata,
"Ya Rasulullah! Jangan Anda tidur malam ini di atas tempat tidur yang biasa, sesungguhnya Allah
menyuruh Anda agar berangkat hijrah ke Yatsrib."
Jibril juga menyampaikan bahwa kawan hijrah Rasulullah ﷺadalah Abu Bakar. Setelah mendengar
perintah tersebut, tanpa membuang waktu lagi, Rasulullah ﷺpergi ke rumah Abu Bakar.
Saat itu, tengah hari. Panas matahari terasa membakar kepala. Rasulullah ﷺberjalan sambil menutup
muka dan kepala. Begitu tiba di depan rumah Abu Bakar, beliau segera memanggil-manggil sahabatnya
itu.
"Rasulullah sampai memerlukan datang di tengah panas yang amat menyengat begini, pasti ada sesuatu
yang penting."
Tergesa-gesa Abu Bakar keluar menyambut Rasulullah ﷺdan menyilakan beliau masuk. Rasulullah ﷺ
duduk dan berkata,
Saat itu juga, Abu Bakar menangis karena begitu bahagia. Sudah berbulan-bulan lamanya ia berharap
agar Allah ﷻmemberinya kehormatan untuk menemani hijrah Rasulullah ﷺ. Saat ini, impiannya itu
menjadi kenyataan.
Abu Bakar bangkit dan menunjukkan dua ekor unta yang sangat bagus,
"Ya Rasulullah ambillah salah satu dari kedua ekor unta ini untuk kendaraan Tuan."
Rasulullah ﷺkemudian memilih seekor unta dan beliau namakan Al-Qushwa. Abu Bakar segera
berkemas. Beliau memerintahkan kedua putrinya, yaitu Aisyah dan Asma, untuk membantu menyiapkan
bekal.
Rasulullah ﷺcepat-cepat kembali ke rumah dan memanggil Ali bin Abi Thalib. Beliau berpesan agar Ali
mengembalikan semua barang orang-orang yang sebelumnya dititipkan kepada Rasulullah ﷺ.
*Pemandu*
Rasulullah ﷺdan Abu Bakar menyewa seorang pemandu atau penunjuk jalan bernama Abdullah bin
Uraiqith. Ia termasuk orang Quraisy yang tinggal di luar kota Mekah. Ia hafal benar jalan-jalan dan situasi
di daerah itu. Ia masih seorang musyrik, tetapi dapat dipercaya.
Hijrah menandai berakhirnya periode Mekah dalam dakwah Rasulullah ﷺ. Selama 13 tahun berdakwah
di Mekah, Rasulullah ﷺtelah menunjukkan daya tahan, kesabaran, dan ketabahan yang luar biasa.
Beliau menerima semua perlakuan buruk orang kafir selama bertahun-tahun tanpa amarah, apalagi
hingga patah semangat.
Bersambung
Bagian 60
ٰ
َ اَللّهُ َّم
ِ صلِّ َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى
آل َسيِّ ِدنَا ُم َحمد
*Dikepung*
Abu Bakar berpesan kepada putranya, Abdullah, agar setiap hari mendengarkan rencana-rencana
Quraisy saat mereka tahu Rasulullah ﷺtelah berangkat hijrah:
"Abdullah, setiap petang pergilah ke Gua Tsur tempat Rasulullah ﷺdan aku bersembunyi. Ajaklah
adikmu, Asma. Suruh ia membawa makanan untuk kami."
Abu Bakar juga menugasi pembantunya, Amir bin Fuhaira, agar menggembalakan kambing-kambingnya
di dekat Gua Tsur selama Rasulullah dan Abu Bakar sembunyi di situ. Amir bertugas memerah susu
kambing untuk minum Rasulullah ﷺdan Abu Bakar, sekaligus memberi peringatan jika orang-orang
Quraisy itu mendekat.
Malam pun tiba, Rasulullah ﷺtelah besiap-siap. Beliau meminta Ali bin Abu Thalib untuk tidur di atas
tempat tidur beliau dan menggunakan selimut yang biasa beliau kenakan.
Kemudian, datanglah para pembunuh ke rumah Rasulullah ﷺ. Mereka adalah para pemuda kekar yang
berasal dari berbagai kabilah. Pembunuh-pembunuh itu bersenjata lengkap dan mengepung rumah
Rasulullah ﷺdari segala penjuru: depan, belakang, dan samping. Disertai para ketua kabilah, jumlah
semuanya hampir seratus orang. Tampaknya tidak ada celah sedikit pun untuk meloloskan diri.
Menurut sebuah riwayat, salah seorang dari mereka mengintai ke dalam rumah Rasulullah ﷺdengan
memanjat. Konon, setiap kali ia memanjat, terdengarlah suara tangis seorang anak perempuan. Orang
itu pun segera turun. Begitulah yang terjadi berkali-kali.
Menurut adat kesopanan Quraisy, terhinalah seorang ksatria yang memasuki rumah orang yang akan
dibunuhnya dan hinalah seorang ksatria yang sampai merusak keamanan seorang perempuan. Anak
perempuan tadi adalah seorang keluarga Rasulullah ﷺyang terbangun dari tidurnya.
Demikianlah, para pembunuh terus berusaha mengintai untuk memastikan apakah Rasulullah ﷺmasih
berada di rumah atau tidak. Ketika melihat Ali bin Abu Thalib yang tidur dengan berselimut, mereka
menyangka itu adalah Rasulullah ﷺ. Dengan demikian, tenanglah mereka.
Ketika saatnya tiba, Rasulullah ﷺkeluar rumah dengan sangat perlahan. Beliau mengambil segenggam
pasir dan menaburkannya ke kepala para pengepung sambil membaca doa. Dengan pertolongan Allah,
para pengepung itu tidak dapat melihat Rasulullah ﷺke luar rumah. Bahkan semuanya jadi mengantuk
dan tertidur. Rasulullah ﷺpun pergi.
Tidak lama kemudian, Abu Bakar datang. Setelah tahu apa yang terjadi, Abu Bakar segera menyusul
Rasulullah ﷺdan berhasil menemui beliau di tengah perjalanan menuju Gua Tsur. Pagi hampir tiba
ketika tiba-tiba muncul seorang laki-laki tua yang tidak seorang pun pernah melihatnya. Orang tua itu
berseru nyaring untuk membangunkan para pengepung, "Hai orang banyak! Kamu semua di sini sedang
menunggu apa? Mengapa kalian tertidur demikian pulas?"
"Kasihan .... kasihan .... kasihan sekali kalian! Muhammad sudah pergi dari tadi setelah menaburkan
pasir di kepala kalian!"
Para pemuda gagah itu bangkit, sambil membersihkan pasir di kepala mereka,
Salah seorang dengan gemas menggedor-gedor pintu rumah Rasulullah ﷺ. "Muhammad! Muhammad!
Muhammad!"
Mereka kemudian menyerbu masuk dengan pedang terhunus. Hanya dalam waktu beberapa detik,
mereka mengelilingi tempat tidur Rasulullah ﷺ.
Dengan kasar, selimut ditarik dan pedang-pedang terangkat siap untuk dihujamkan. Namun, Ali bin Abu
Thalib yang tidur di tempat Rasulullah itu segera melompat bangun dan siap menghadapi maut.
Wajah para pemuda itu membeku pucat melihat bukan Rasulullah ﷺyang berbaring.
Para pemuda itu kemudian menggiring Ali bin Abu Thalib ke dekat Ka'bah. Di sana mereka memukul,
menendang, dan menampar wajah beliau. Namun, Ali lebih baik mati daripada mengatakan di mana
Rasulullah ﷺberada. Dengan putus asa, mereka pun melepaskan Ali bin Abu Thalib yang telah bertahan
demikian berani.
"Abu Bakar, saya tidak mengerti perbuatanmu ini?" ucap Rasulullah ﷺ.
"Ya Rasulullah, saya takut kita diikuti pengintai. Untuk mengelabuhi mereka, saya berpindah-pindah
berjalan di dekat Anda."
Saat itu Rasulullah ﷺberjalan dengan kaki telanjang. Padahal beliau tidak biasa berjalan tanpa alas kaki.
Akibatnya, kaki Rasulullah ﷺdipenuhi luka. Tiba di Gua Tsur, Abu Bakar meminta Rasulullah ﷺ
menunggu sebentar di luar. Abu Bakar tahu Gua Tsur banyak dihuni binatang-binatang liar, buas, dan
berbisa seperti ular dan kalajengking. Tidak seorang manusia pun berani masuk ke dalamnya.
Abu Bakar pun masuk dan membersihkan gua tanpa menghiraukan bahaya yang mengancam. Ia
merobek pakaiannya secarik demi secarik untuk menutup semua lubang yang terlihat. Setelah itu,
dengan pakaian terkoyak-koyak, ia menyingkirkan batu-batu. Mendadak seekor ular yang bersembunyi
di balik bebatuan itu menggigit kakinya dengan keras. Sakit sekali bekas gigitan itu seperti hendak
meledakkan kepalanya. Namun, Abu Bakar menahan rasa sakit itu dan terus bekerja tanpa bersuara.
Setelah selesai, Rasulullah ﷺpun masuk. Demikian lelahnya beliau hingga tertidur dengan meletakkan
kepala di pangkuan Abu Bakar. Saat itu, rasa sakit bekas gigitan ular semakin terasa menyengat sampai-
sampai air mata Abu Bakar menetes-netes. Setitik air mata itu menetes di muka Rasulullah ﷺ. Beliau
bangun dengan terkejut.
Rasulullah ﷺmemeriksa luka Abu Bakar dan mengusapnya. Seketika itu juga, bengkak dan rasa sakitnya
lenyap. Kemudian, Rasulullah ﷺbertanya,
"Kemana pakaianmu?"
Abu Bakar menceritakan semua yang terjadi. Rasulullah ﷺterharu. Beliau pun berdoa, "Ya Allah,
letakkan Abu Bakar kelak pada hari Kiamat pada derajatku!"
Bersambung
Bagian 61
ٰ
َ اَللّهُ َّم
ِ صلِّ َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى
آل َسيِّ ِدنَا ُم َح َّمد
Di Mekah, musyrikin Quraisy tampak panik. Para pembesar berkumpul sepagi mungkin. Dengan segera,
pasukan berkuda disebar ke beberapa perkampungan seputar Mekah, untuk mencari Rasulullah ﷺ.
"Mengapa Muhammad bisa lolos? Bukankah kita telah mengepung begitu rapat sampai tidak seekor ular
gurun pun dapat lolos?" teriak seorang pembesar.
Semua orang terdiam. Mereka berusaha mencari jawabannya. Namun, tidak seorang pun bisa
menjelaskan apa yang terjadi.
"Sudahlah, itu tidak penting!" akhirnya seseorang berseru.
"Sekarang yang paling mendesak adalah menemukan Muhammad secepat mungkin! Ada yang punya
usul?"
"Panggil pencari jejak paling ahli! Suruh dia melacak jejak Muhammad!"
Usul itu segera dijalankan. Pencari jejak yang amat ahli itu mengikuti jejak yang ditinggalkan Rasulullah
ﷺ. Pasukan bersenjata lengkap mengikuti di belakangnya dengan wajah tidak sabar. Sebagian besar dari
mereka adalah para pemuda yang semalam ditugaskan menyergap Rasulullah ﷺ.
Setelah bekerja dengan teliti, pencari jejak itu menarik napas sambil menggeleng, "Jejaknya sudah
terhapus oleh orang yang lalu lalang tadi pagi!"
"Gawat!" gemas seseorang. "Apa kau punya usul lain, pencari jejak?"
"Siapa sahabatnya? Kita bisa bertanya kepada sahabat Muhammad yang paling dekat!"
Dipimpin Abu Jahal, pasukan pencari itu tiba di rumah Abu Bakar. Asma binti Abu Bakarlah yang keluar
membukakan pintu.
"Dia pergi dan saya tidak tahu ke mana perginya," jawab Asma dengan berani.
"Jangan berdusta! Katakan ke mana perginya?"
"Saya tidak tahu! Di rumah hanya ada ibu dan saudari saya."
"Ah, terlalu!" sambil bersungut, Abu Jahal menampar wajah Asma keras-keras.
*Sarang Laba-Laba*
Ketika mereka keluar kota dan menjajaki beberapa jalan, sang pencari jejak menemukan jejak
mencurigakan. Kemudian, satu kelompok pasukan berkuda mengikuti jejak itu sampai tiba di kaki
Gunung Tsur. Namun, di situ jejak terputus. Mereka kebingungan.
"Ke mana arah kita? Ke kanan atau ke kiri?" tanya komandan pasukan. "Apakah Muhammad masuk ke
dalam gua itu atau terus mendaki ke puncak?"
"Bagaimana kalau mereka sampai masuk ke dalam sini? Bukan keselamatanku yang aku khawatirkan,
melainkan keselamatan Rasulullah!" kata Abu Bakar dalam hati.
Beberapa pemuda naik dan melongok-longok ke mulut gua. Jantung Abu Bakar hampir lepas. Ia berbisik,
"Ya Rasulullah, kalau ada yang menengok ke bawah, pasti kita akan terlihat."
Rasulullah ﷺmenjawab mantap, "jangan takut Abu Bakar, sesungguhnya Allah bersama kita."
"Mengapa kalian tidak masuk ke dalam gua?" tanya komandan mereka dingin.
"Gua itu tertutup sarang laba-laba! Tidak mungkin Muhammad masuk ke dalam tanpa merusaknya!"
"Lagi pula ada dua ekor merpati hutan bersarang tepat di mulut gua!" lapor yang lain. "Jika Muhammad
ﷺmasuk ke dalam, sarang itu juga pasti akan rusak."
Komandan pasukan mengalihkan mukanya ke arah lain sambil menghela napas, "Baiklah, naik kudamu!
Kita cari ke arah lain!" Pasukan pun menjauh.
Sarang laba-laba dan burung merpati yang menutupi gua itu adalah pertolongan yang diberikan Allah
ﷻ. Padahal sebelum Rasulullah ﷺdan Abu Bakar masuk, tidak ada laba-laba dan burung merpati yang
bersarang.
Selain laba-laba dan burung merpati, di mulut gua juga mendadak tumbuh sebatang pohon yang
menghalangi sebagian jalan masuk.
Di dalam, Abu Bakar menarik napas lega. Keimanannya kepada Allah ﷻdan Rasul-Nya ﷺsemakin
bertambah kuat.
*Menenteramkan Kakek*
Abu Quhafah adalah ayah Abu Bakar. Dia buta. Setelah Abu Bakar hijrah, Abu Quhafah mendatangi
Asma. Sang kakek khawatir Abu Bakar tidak meninggalkan sepeser pun untuk putrinya.
Memang demikian, karena Abu Bakar membawa semua uangnya untuk perjuangan Islam di Madinah.
Asma membungkus batu dan berkata, Ayah telah meninggalkan banyak uang untuk kami. Abu Quhafah
meraba batu itu dan hatinya tentram karena ia menyangka Abu Bakar memang meninggalkan uang yang
banyak.
Bersambung
Bagian 62
ٰ
َ اَللّهُ َّم
ِ صلِّ َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى
آل َسبِّ ِدنَا ُم َح َّمد
*Menuju Yatsrib*
Tiga hari tiga malam lamanya, Rasulullah ﷺdan Abu Bakar tinggal di Gua Tsur. Selama tiga hari itu pula,
musyrikin Quraisy kelabakan. Abdullah bin Abu Bakar menjalankan tugasnya dengan sangat baik. Setiap
hari ia memata-matai pembicaraan orang Quraisy dan menyampaikan ke Gua Tsur ketika petang tiba.
Asma binti Abu Bakar setiap sore mengantarkan makanan bersama Abdullah. Sementara itu, Amir bin
Fuhairah yang menggembalakan kambing di luar Gua Tsur selalu memerah susu kambing agar Rasulullah
ﷺdan Abu Bakar tidak kehausan sekaligus memberi tahu jika ada orang yang mendekat. Ketiga orang
itu menjalankan tugasnya dengan tenang sehingga tidak satu pun orang Quraisy yang mencurigai gerak-
gerik mereka.
Setelah tiga hari, kepanikan di kota Mekah sudah agak mereda. Saat itu lah Rasulullah ﷺdan Abu Bakar
berangkat ke Madinah. Mereka diiringi Abdullah bin Uraiqith, seorang penunjuk jalan yang saat itu
masih kafir. Ketika akan berangkat, ternyata tidak ada tali yang dapat digunakan untuk menggantungkan
makanan dan minuman di pelana unta. Asma memecahkan masalah itu. Dengan sigap ia merobek
sabuknya menjadi dua helai kain panjang. Sejak saat itu, Asma dikenal dengan Dzatun Nithaqain (yang
bersabuk dua).
Dengan cerdik Rasulullah ﷺmemilih jalan yang sulit dan tidak bisa dilalui orang. Beliau memilih jalan
memutar ke tepi laut. Mereka berusaha secepatnya menjauhi Mekah dan menghindari daerah
pemukiman.
"Siapa pun yang dapat menemukan Muhammad dan membawanya sampai ke Mekah, akan mendapat
hadiah 100 ekor unta."
Dengan cepat, berita itu menyebar sampai ke dusun-dusun yang jauh. Suraqah bin Malik, kepala kabilah
Bani Mudlij, turut mendengar berita itu.
"Tuan, tadi saya melihat dari jauh ada beberapa unta lewat di tepi pantai. Mungkin itulah Muhammad!"
Dengan cepat, Suraqah telah berada di belakang rombongan Rasulullah ﷺ. Abu Bakar yang selalu
waspada menoleh dan melihat musuh mendekat,
"Ya Rasulullah, ada orang mengejar kita! Kita tentu akan tertangkap!"
Kemudian, Rasulullah ﷺberdoa, "Ya Allah, cukupkanlah kami akan dia (Suraqah) sekehendak Engkau."
Saat itu juga, kuda Suraqah tergelincir dan penunggangnya terpelanting. Suraqah terdiam sejenak. Ia
merasa ada yang tidak beres. Suraqah pun memaksa kudanya bangkit dan mengejar lagi.
Dengan keras kepala, Suraqah memaksa berdiri kudanya yang hampir tidak mampu bangkit. Ia lalu
kembali mengejar. Untuk ketiga kalinya, namun Suraqah terjatuh lagi. Saat itu hilanglah niat jahat dalam
hatinya. Ia memanggil-manggil Rasulullah ﷺ.
"Tahukah Anda bahwa orang-orang Quraisy menjanjikan 100 ekor unta bagi siapa pun yang dapat
membawa Anda kembali" ucap Suraqah.
Dengan penuh semangat, Suraqah menawarkan bekal dan peralatan untuk perjalanan jauh. Namun,
Rasulullah ﷺmenolaknya dengan halus. Beliau hanya berpesan agar Suraqah merahasiakan pertemuan
ini.
"Ya Suraqah, suatu saat kelak engkau akan berpakaian dan memakai perhiasan, gelang, serta emas yang
biasa di pakai raja-raja Persia."
Dengan hati dipenuhi rasa bahagia, Suraqah memandang wajah Rasulullah ﷺyang pergi menjauh.
*Memerah Susu*
Tidak lama kemudian, rombongan Rasulullah ﷺmelewati kemah seorang ibu yang bernama Ummu
Ma'bad. Mereka pun berhenti untuk membeli kurma, daging, dan susu. Tempat seperti itu memang
biasa menyediakan perbekalan untuk para musyafir yang lewat. Namun sayang, apa yang mereka
inginkan ternyata sudah habis. Ummu Ma'bad yang baik hati merasa iba.
"Demi Allah, seandainya ada sesuatu yang Tuan-Tuan butuhkan, silahkan mengambilnya,Tuan-Tuan
tidak perlu membayar."
"Bagaimana keadaan kambing itu, Ummu Ma'bad? Apakah ia bisa mengeluarkan susu?"
"Kambing itu adalah kambing yang sakit-sakitan Tuan. Ia sama sekali tidak menghasilkan susu."
Dengan izin Allah ﷻ, kambing sakit-sakitan itu menghasilkan susu ketika Rasulullah ﷺmemerahnya.
Susu itu beliau berikan kepada Abu Bakar, lalu Abdullah bin Uraiqith, dan terakhir untuk beliau sendiri.
Sesudah itu, beliau memerahkan susu untuk Ummu Ma'bad. Dan, beliau memerahkan segelas lagi untuk
suami Ummu Ma'bad.
"Ambillah ini satu gelas buat Abu Ma'bad jika nanti ia datang."
Setelah itu, Rasulullah ﷺdan rombongannya pun meneruskan perjalanan. Sesudah matahari terbenam,
datanglah Abu Ma'bad. Melihat segelas susu telah disediakan untuknya, ia keheranan dan bertanya
pada istrinya, dari mana segelas susu ini Ummu Ma'bad?"
Kemudian Ummu Ma'bad bercerita panjang lebar. Abu Ma'bad segera keluar dan memerah susu
kambing yang kurus itu.
Ternyata sejak saat itu sampai mati kambing kurus itu selalu menghasilkan banyak susu.
"Sungguh, saya bercita-cita apabila kelak saya dapat berjumpa dengan orang yang kau ceritakan itu, saya
hendak menjadi pengikut dan sahabatnya."
Bersambung
Bagian 63
ٰ
َ اَللّهُ َّم
ِ صلِّ َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى
آل َسيِّ ِدنَا ُم َح َّمد
*Buraidah*
Tidak hanya Suraqah bin Malik yang mengincar hadiah seratus ekor unta. Pemimpin Kabilah Banu
Sahmin yang bernama Buraidah bin Al Hasib Al Aslami juga keluar mencari beliau. Ia memimpin tujuh
puluh orang prajurit dan menyusuri jalan-jalan ke arah Yatsrib. Di suatu tempat, tiba-tiba saja secara
kebetulan mereka bertemu rombongan Rasulullah ﷺ.
"Kepung!" perintah Buraidah. Beberapa detik kemudian, tujuh puluh pedang, tombak, dan panah
mengurung Rasulullah ﷺdan memaksa beliau berhenti. Buraidah menegur Rasulullah ﷺ. Beliau pun
menjawabnya. Kemudian, sebelum Buraidah sempat bertanya lagi, Rasulullah ﷺmendahuluinya, "Siapa
Anda?"
"Saya Buraidah bin Al Hasib."
Dengan tenang Rasulullah ﷺberkata kepada Abu Bakar, "Mudah-mudahan suasana mencekam ini
kembali menjadi lebih baik."
Kemudian, beliau memandang kembali Buraidah dan bertanya, "Dari keturunan siapa Anda?"
Kembali Rasulullah ﷺmemalingkan wajahnya ke Abu Bakar dan berkata, "Kita telah selamat dan keluar
dari jangkauan panah mereka."
Dengan kehendak Allah ﷻ, saat itu juga Buraidah mengucapkan dua kalimat syahadat dan memeluk
Islam.
Melihat pemimpin mereka memeluk Islam, tujuh puluh orang pasukan pengepung pun mengikuti
jejaknya.
Setelah itu, Buraidah dan pasukannya mengawal rombongan Rasulullah ﷺsampai keluar dari wilayah
mereka.
Dalam situasi diburu dan dikejar pun, Rasulullah ﷺtetap mampu mengumpulkan pengikut, berkat
ketenangan, kekuatan iman, dan pertolongan Allah ﷻ.
*Penyebaran Islam di Yatsrib*
Pesatnya perkembangan Islam di Yatsrib tidak lepas dari jasa Mush'ab bin Umair yang diutus Rasulullah
ﷺke Yatsrib untuk mengajarkan Islam. Mush'ab yang cerdas dan berhati lembut mampu membuat
orang yang memusuhinya menjadi kawan.
Berikut ini adalah salah satu kisah kecemerlangan dakwah Mush'ab bin Umair.
Jauh sebelum Rasulullah ﷺdan kaum Muslimin Mekah berhijrah, di Yatsrib, Mush'ab bin Umair sedang
mengajarkan Islam kepada sekelompok orang di kebun Bani Zafar. Sa'ad bin Muadz tidak senang
mendengar berita ini. Ia lalu mendatangi Usaid bin Hudhair. Kedua orang ini adalah para pemimpin
kaumnya.
"Usaid temui orang Mekah itu. Dia datang ke daerah kita dan mengajarkan agama baru kepada orang-
orang kita. Agama itu bisa membuat orang lemah dan miskin bangkit melawan kita."
Mendengar itu, Usaid pergi menjinjing tombak ke kebun Bani Zafar. Ditegurnya Mush'ab bin Umair
dengan tombak teracung. Namun, Mush'ab berkata tenang, "Maukah kau duduk dulu dan
mendengarkan? Kalau kau tidak menyukainya, aku bersedia pergi dari sini."
Kemudian, ia duduk dan mendengarkan Mush'ab. Semakin lama, hati Usaid makin tertarik. Akhirnya, ia
memeluk Islam saat itu juga. Setelah itu, ia menemui Sa'ad bin Muadz.
"Apa? Jadi sekarang justru engkau ikut memeluk agama baru itu?" teriak Sa'ad marah.
Ia pun bergegas menemui Mush'ab sambil menyandang pedangnya. Namun, apa yang terjadi pada
Usaid, terjadi pula pada Sa'ad. Begitu mendengar penjelasan Mush'ab tentang Islam, ia begitu tertarik
sehingga menjadi Muslim saat itu juga.
Setelah itu, tanpa membuang waktu, ia pergi menemui kaumnya dan berseru, "Hai Banu Abdul Asyhal,
apa yang kalian ketahui tentang diriku?"
"Engkau adalah pemimpin kami, yang paling dekat dengan kami, engkau punya pendapat dan
pengalaman yang terpuji."
Maka kata-katamu, baik wanita maupun pria, bagiku adalah suci selama kalian beriman kepada Allah
dan utusan-Nya," demikian seru Sa'ad bin Muadz.
Keberanian kaum Muslimin di Yatsrib benar-benar di luar dugaan kaum Muslimin di Mekah. Para
pemuda di sana dengan sangat berani mempermainkan berhala-berhala orang-orang yang masih
musyrik.
Amr bin Jamuh adalah seorang bangsawan dari Banu Salamah. Ia mempunyai sebuah berhala bernama
Manat yang terbuat dari kayu. Setelah itu para pemuda dari Banu Salamah masuk Islam, diam-diam
mereka mengambil Manat pada malam hari dan memasukkan berhala kayu itu ke dalam lubang penuh
lumpur.
"Manat! Kemana Tuhanku itu?" seru Amr bin Jamuh. Pagi-pagi sekali, ia sudah datang ke tempat
penyembahan dan kebingungan mencari Manat yang hilang. Setelah mencari kesana kemari, ia
menemukan Manat tersuruk di tempat yang sangat kotor.
Amr segera mengambil, mencuci, dan membersihkan tuhannya itu sampai bersih dan meletakkannya
lagi di tempat semula.
"Siapa yang berani mengganggu Manat, akan kutebas lehernya!" ancam Amr bin Jamuh kepada orang-
orang disekitarnya.
Namun, pada malam harinya para pemuda Muslim kembali mengambil dan memasukkan Manat ke
lubang yang kotor dan berlumpur. Sambil menuduh-nuduh dan memgancam-ancam, Amr bin Jamuh
kembali mencuci dan membersihkan tuhannya.
Begitulah terjadi berkali-kali sampai akhirnya rasa kesal Amr bin Jamuh berbalik pada Manat. Amr
mengalungkan pedang pada Manat sambil berkata pada tuhannya itu, "Kalau kau memang berguna,
bertahanlah! Kusertakan pedang ini bersamamu!"
Keesokan harinya, Amr sudah kembali kehilangan Manat. Ia menemukan tuhannya itu di dalam sumur
bersama bangkai seekor anjing. Sementara itu, pedangnya hilang.
"Mengapa kau tidak membela dirimu? Mengapa kau biarkan dirimu terhina?" keluh Amr tidak berdaya.
Beberapa orang pemuka masyarakat yang sudah memeluk Islam mendekati Amr dan memgajaknya
berbicara. Saat itu, sadarlah Amr bin Jamuh betapa sesatnya ia selama ini. Setelah itu, tanpa ragu lagi ia
memeluk Islam dan menjadi Muslim yang taat.
Bersambung
Bagian 64
ٰ
َ اَللّهُ َّم
ِ صلِّ َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى
آل َسيِّ ِدنَا ُم َح َّمد
*Rasulullah ﷺTiba di Quba*
Kaum Muslimin di Yatsrib sudah mendengar bahwa Rasulullah ﷺtelah meninggalkan Mekah. Oleh
sebab itu mereka menanti-nanti dan berharap-harap kedatangan beliau. Bahkan beberapa dari mereka
pergi ke Quba, suatu kampung yang letaknya beberapa mil dari Yatsrib untuk menyambut Rasulullah ﷺ.
Setiap pagi mereka pergi bersama-sama ke tempat itu. Jika sampai siang Rasulullah ﷺbelum datang,
mereka pergi dan berteduh sebentar di tempat lain. Ketika petang tiba, dan Rasulullah ﷺbelum juga
tiba, mereka pulang ke Yatsrib. Begitu terus setiap hari.
Rasulullah ﷺdan rombongan memang masih agak jauh dari Yatsrib. Suatu hari ketika panas matahari
tengah begitu terik, Rasulullah ﷺtiba di Quba. Saat itu, penduduk Quba juga sudah banyak yang
memeluk Islam. Mereka juga tengah menanti-nanti kedatangan Rasulullah ﷺ. Namun, tidak seorang
pun yang sudah mengenal wajah Rasulullah ﷺdan Abu Bakar. Oleh sebab itu, ketika beliau dan Abu
Bakar berteduh di bawah pohon kurma, tidak seorang pun yang datang menyambut. Sampai akhirnya,
lewatlah seorang Yahudi yang mengetahui Rasulullah ﷺdan Abu Bakar yang tengah berteduh itu.
Yahudi itu segera naik ke tempat yang tinggi dan berteriak sekeras-kerasnya,
"Hai orang-orang Arab! Itulah orang yang kamu harap-harap dan kamu nanti-nanti kedatangannya! Ia
telah berada di sini! Ia telah datang!"
Demikian teriak orang Yahudi itu berulang-ulang. Orang-orang Quba datang berduyun-duyun ke tempat
Rasulullah ﷺberteduh. Ketika tiba, mereka memberi hormat kepada Abu Bakar. Melihat itu, Abu Bakar
segera membuka selendangnya dan meneduhi Rasulullah ﷺ. Barulah orang-orang sadar bahwa mereka
telah salah menyalami orang.
Orang-orang meminta Rasulullah ﷺberistirahat selama beberapa hari di Quba. Rasulullah ﷺpun
mengabulkan permintaan itu. Beliau tinggal di rumah seorang sahabat Anshar bernama Kaltsum bin
Hadam.
Bagaimana dengan Ali bin Abu Thalib, sesuai dengan pesan Rasulullah ﷺ, setelah mengembalikan
barang-barang titipan kepada pemiliknya, Ali bin Abu Thalib berangkat hijrah. Ali pergi mengawal
keluarga Rasulullah ﷺdan keluarga Abu Bakar. Mereka adalah Fatimah, Ummu Kultsum, Saudah,
Ummu Aiman dan anaknya, Usamah. Selain itu juga turut istri Abu Bakar, Ummu Ruman dan anak-
anaknya, Aisyah, Asma, dan Abdullah. Juga ada orang-orang Muslim lain yang lemah dan tidak berdaya.
Terbayang dengan jelas betapa beratnya tugas Ali bin Abu Thalib saat berhijrah. Apalagi mereka semua
kekurangan, sehingga Ali bin Abu Thalib harus berjalan kaki menempuh jarak lebih dari 400 kilometer di
tengah padang pasir itu.
Selama perjalanan, mereka berhenti dan bersembunyi pada siang hari untuk menghindari kejaran
pasukan Quraisy. Jika malam tiba, barulah mereka berangkat dan meneruskan perjalanan.
Akhirnya, tibalah rombongan hijrah Ali bin Abu Thalib di Quba. Di sana, mereka berjumpa dengan
Rasulullah ﷺyang masih berada di tempat itu.
Begitu jauh dan beratnya perjalanan, kaki Ali bin Abu Thalib membengkak dan dipenuhi luka di sana-sini.
Rasulullah ﷺmerasa sangat iba kepada sepupunya ini. Beliau berdoa kepada Allah ﷻmemohon agar
Allah ﷻberkenan menyembuhkan semua luka di kaki Ali dan memulihkan kekuatannya seperti sedia
kala.
Dengan kedua tangan beliau yang mulia itu, Rasulullah ﷺmengusap kaki Ali bin Abu Thalib.
Alhamdulillah, segera saja pulihlah semua luka, kempislah bengkak, dan lenyaplah semua rasa sakit dari
kaki Ali bin Abu Thalib.
Saat Ali bin Abu Thalib dan orang-orang yang dikawalnya tiba di Quba, Rasulullah ﷺtelah berhenti di
sana selama lebih dari sepuluh hari. Dalam sepuluh hari itu, beliau dan para sahabat yang lain telah
membangun sebuah masjid. Itulah masjid pertama dalam sejarah Islam. Di dalam Al Qur'an, Allah ﷻ
menyebut masjid itu dengan nama Masjid Taqwa. Sampai kini, masjid itu dikenal sebagai Masjid Quba.
*Masjid Quba*
Rasulullah ﷺadalah orang pertama yang meletakkan batu untuk mendirikan Masjid Quba. Setelah itu,
beliau menyuruh Abu Bakar lalu Umar bin Khattab dan setelahnya Utsman bin Affan. Ammar bin Yasir
adalah orang yang pertama kali membangun temboknya. Kemudian, para sahabat Muhajirin dan Anshar
membangunnya bersama-sama.
Begitu masjid selesai kaum Muslimin di Quba menyangka Rasulullah ﷺakan tinggal di Quba lebih lama
lagi. Namun, Allah memerintahkan Rasulullah ﷺuntuk berangkat ke Yatsrib. Begitu mengetahui hal itu,
dengan wajah sedih, Kaum Muslimin Quba mendatangi Rasulullah ﷺdan bertanya pelan,
"Ya Rasulullah apakah Tuan memang menghendaki rumah yang lebih baik daripada rumah kami?"
Rasulullah ﷺmengerti betapa besar rasa sayang kaum Muslimin Quba terhadap dirinya. Beliau pun
menjawab dengan kata-kata yang sangat halus,
"Oh tidak begitu, Allah memerintahkan saya berangkat ke Yatsrib. Karenanya, hendaklah Tuan-Tuan
membiarkan unta saya terus melanjutkan perjalanan."
Sebelum berangkat, Rasulullah ﷺberdiri di Masjid Quba. Para sahabat berkumpul dihadapan beliau.
Rasulullah ﷺbertanya kepada mereka,
Kembali semua orang terdiam kecuali Umar bin Khattab. Saat itu Umar menjawab,
"Ya Rasulullah, sesungguhnya mereka semua orang-orang beriman dan saya termasuk salah seorang dari
mereka."
"Ya, ya Rasulullah."
"Dan apakah Anda sekalian bersyukur saat mendapat kebahagiaan?" "Bersyukur saat mendapat
kebahagiaan?"
Masyarakat Islam tidak akan tegak jika tidak ada masjid. Oleh karena itu, perbedaan pangkat, kekayaan,
kedudukan, dan lainnya akan terhapus jika umat Islam selalu bertemu setiap hari di masjid untuk
menyembah Allah ﷻ. Masjid juga merupakan tempat berkumpulnya kaum Muslimin untuk mempelajari
syariat Allah ﷻ.
Bersambung
Bagian 65
ٰ
َ اَللّهُ َّم
ِ صلِّ َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى
آل َسيِّ َدنَا ُم َح َّمد
Rasulullah ﷺberangkat dari Quba pada Jum'at pagi. Beliau diiringi para sahabat Muhajirin dan Anshar.
Sebagian berkendaraan, sebagian lagi berjalan kaki. Ketika waktu shalat Jum'at tiba, Rasulullah ﷺ
tengah melewati Wadi Ranuna. Tempat itu dekat dengan perkampungan Bani Amr bin Auf. Rasulullah
ﷺberhenti dan mendirikan shalat Jum'at bersama para sahabatnya. Itulah shalat Jum'at pertama yang
didirikan Rasulullah ﷺ.
"Wahai seluruh manusia hendaklah kalian mengerjakan amal kebaikan demi kalian sendiri. Sungguh
kalian mengetahui, demi Allah, sesungguhnya akan datang suatu hari ketika salah satu dari kalian
dikejutkan oleh suara gemuruh, sehingga ia akan melupakan harta apa pun yang dimilikinya. Pada hari
itu, Allah akan berfirman kepadanya langsung tanpa ada yang menerjemahkan dan menghalang-halangi.
Firman-Nya, "Tidaklah telah datang seorang Rasul kepadamu lalu ia menyampaikan ajaran kepadamu
dan Aku telah memberikan harta kepadamu serta Aku telah memberikan banyak karunia kepadamu.
Namun, semua itu kamu gunakan untuk dirimu sendiri."
"Saat itu, ia akan melihat ke kanan dan ke kiri, tetapi tidak melihat apa pun. Namun, ketika melihat ke
muka, ia akan menatap Neraka Jahanam. Siapa pun yang dapat menjaga wajahnya dari bahaya api
neraka, walaupun dengan separuh kurma, hendaklah ia banyak menyebut kalimat thayyibah karena
kalimat thayyibah itu adalah sesuatu yang indah yang akan diberi balasan sampai tujuh ratus kali lipat.
Keselamatan dan rahmat Allah serta barokah-Nya semoga dilimpahkan atas kamu dan atas Rasulullah."
Pada saat shalat Jum'at itu, Rasulullah ﷺberkhutbah setelah shalat didirikan. Baru pada kemudian hari,
Rasulullah ﷺmengubah cara itu sehingga khutbah dilakukan sebelum shalat Jum'at dilakukan.
Rasulullah ﷺpun melanjutkan perjalanan. Setiap kali melewati sebuah perkampungan, orang-orang
selalu berebut menawarkan tempat bersinggah dan beristirahat kepada beliau. Namun, selalu
mengulang jawaban yang sama,
"Biarkanlah unta ini berjalan, sesungguhnya ia diperintah Allah agar berhenti ditempat yang
dikehendaki-Nya."
*Tiba di Madinah*
Kota Yatsrib dipenuhi bermacam perhiasan indah untuk menyambut kedatangan Rasulullah ﷺ. Ketika
beliau tiba, seluruh kaum Muslimin perempuan dan laki-laki, anak-anak dan budak belian, keluar rumah
untuk menyambut kedatangan Rasulullah ﷺyang telah lama mereka nantikan.
Anak-anak lelaki dan para budak laki-laki ramai-ramai berbaris di jalan seraya bersorak,
"Telah datang Nabi Allah! Telah datang Nabi Allah! Telah datang Nabi Allah!"
Sementara itu, anak-anak perempuan naik ke atas rumah seraya bersama membaca syair,
"Kami anak-anak perempuan keturunan Najjar, hai orang yang cinta bertetangga dengan Nabi
Muhammad!"
Mendengar sambutan yang begitu hangat dan penuh sayang itu, Rasulullah ﷺbertanya,
Ada orang yang menangis, ada juga orang yang tersenyum saat mendengar pernyataan cinta dari
Rasulullah ﷺyang begitu mulia, yang begitu mereka cintai, dan yang begitu mereka rindukan. Maka
rebana-rebana pun berbunyi dan kaum wanita berpantun.
Demikian seterusnya, pantun-pantun kehormatan diucapkan oleh kaum Muslimin laki-laki dan
perempuan ketika mereka menyambut kedatangan Rasulullah ﷺ. Itu adalah suatu saat yang amat
membahagiakan dan tidak akan pernah terulang lagi dalam sejarah, suatu penyambutan yang begitu
tulus dan penuh cinta.
Abu Salamah bin Abdul Asad adalah Muhajirin yang pertama tiba di Madinah. Setelah itu, menyusul
Amir bin Rabi'ah bersama istrinya, Laila binti Abi Hasymah. Beliaulah wanita Muhajirin yang pertama
tiba di Madinah.
Bersambung
Bagian 66
َ اَللَّهُ َّم
ص ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى آ ِل ُم َحمد
Semua keluarga di Yatsrib berebut menawarkan diri menjadi tuan rumah kepada Rasulullah. Semuanya
ingin agar Rasulullah bersedia tinggal di lingkungan mereka. Rasulullah mengetahui bahwa jika ia
menentukan pilihan, keluarga yang tidak terpilih akan malu dan kecewa. Karena itu, beliau
memasrahkan pilihan itu kepada Allah. Dengan halus, beliau berkata kepada semua kepala keluarga,
"Biarkanlah untaku ini berjalan karena ia diperintah oleh Allah dan akan berhenti ditempat yang Allah
kehendaki."
Kaum Muslimin mengikuti Al Qushwa yang berjalan perlahan-lahan. Di suatu tempat milik dua orang
anak yatim, unta Rasulullah itu berhenti dan merebahkan perutnya ke pasir. Rasulullah mengajak Al
Qushwa berjalan lagi. Namun, tidak lama kemudian, ia kembali ke tempat semula dan merebahkan
perutnya lagi ke pasir.
"Inilah tempat kediamanku, in syaa Allah," demikian sabda Rasulullah. Kemudian, beliau berdoa empat
kali,
"Ya Allah, semoga Engkau menempatkan aku di tempat kediaman yang diberkahi dan Engkaulah sebaik-
baik yang memberi tempat kediaman."
Rasulullah membeli tanah dari kedua anak yatim tersebut.
"Baiklah Abu Ayyub, jika Anda berkenan, aku akan tinggal di rumah Anda untuk sementara waktu.
Silahkan sediakan tempat untukku."
Abu Ayyub tergopoh-gopoh memasuki rumahnya karena begitu gembira. Disiapkannya tempat untuk
Rasulullah serapi mumgkin. Kemudian, ia kembali menghadap Rasulullah dan berkata,
"Ya Rasulullah, sungguh saya sudah menyediakan tempat beristirahat bagi Tuan. Dengan berkah Allah,
silahkan berdiri dan masuk ke dalam."
*Gentong Pecah*
Rasulullah tinggal di rumah Abu Ayyub. Abu Ayyub ingin Rasulullah tinggal di lantai atas, tetapi Rasul
menolak. Suatu ketika gentong Abu Ayyub pecah dan airnya tumpah. Abu Ayyub dan istrinya segera
menggunakan selimut satu-satunya untuk menyerap air agar tidak menetes ke tempat tinggal
Rasulullah. Setelah itu, Abu Ayyub mendesak Rasulullah agar tinggal di atas. Akhirnya Rasulullah pun
bersedia tinggal di atas.
*Mendirikan Masjid*
Tujuh bulan lamanya, Rasulullah dan keluarganya tinggal di rumah Abu Ayyub. Selama itu, Abu Ayyub,
Sa'ad bin Ubadah, As'ad bin Zurarah, dan yang lainya mengirim makanan untuk keluarga Rasulullah
secukup-cukupnya. Setiap pagi dan petang, Ummu Ayyub memasak makanan dan tidak mereka makan
sebelum terlebih dahulu mereka sajikan kepada Rasulullah dan keluarganya. Demikianlah budi Abu
Ayyub dan keluarganya kepada Rasulullah.
Rasulullah tinggal di rumah Abu Ayyub sampai beliau mendirikan masjid dan rumah sendiri. Ketika akan
mendirikan masjid, Rasulullah memgumpulkan Bani Najjar yang menjadi pemilik tanah ditempat itu.
"hendaklah kalian tawarkan harga kebun-kebun ini kepadaku karena aku akan membelinya."
"Ya Rasulullah, kami tidak akan menghargai kebun-kebun itu karena mengharap ridha Allah saja."
Setelah itu, bersama para sahabat, Rasulullah membenahi tanah itu, membersihkan pohon, dan
membongkar serta memindahkan kuburan yang sudah rusak. Setelah itu barulah mendirikan masjid.
Rasulullah meletakkan batu pertama. Setelah itu, semua orang bekerja keras dengan gembira dan
penuh semangat. Sambil bekerja, Rasulullah bersyair,
Batu diangkat, diletakkan, disusun, dan disisipkan sampai akhirnya masjid pun selesai. Pagarnya dari
batu dan tanah, tiangnya dari batang-batang kurma, atapnya pelepah kurma. Kiblatnya menghadap ke
Baitul Maqdis. Ketika itu, Ka'bah belum menjadi kiblat.
Di sisi masjid, didirikan dua buah kamar untuk tempat tinggal Rasulullah dan keluarganya. Sungguh,
sebuah masjid sederhana yang penuh berkah.
*Warna Masjid*
Umar bin Khattab pernah berkata tentang bagaimana sebuah masjid dibangun. Kata beliau,
"Lindungilah orang-orang dari tampias hujan. Janganlah kalian mewarnai (dinding masjid) dengan warna
merah atau kuning sehingga dapat menimbulkan fitnah."
Bersambung
ٰ
َ اَللّهُ َّم
ِ صلِّ َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى
آل َسيِّ ِدنَا ُم َح َّمد
Yatsrib berasal dari nama Yatsrib bin Mahlail. Ia adalah keturunan raja-raja Amaliqah yang dahulu
pernah berkuasa di kota itu. Setelah Rasulullah hijrah, beliau mengganti nama Yatsrib menjadi Madinah.
Cuaca di Kota Madinah sangat kering. Pada musim dingin suhunya sangat rendah dan pada musim panas
suhunya jauh lebih panas dari pada Mekah. Banyak sahabat Muhajirin yang tidak kuat dengan cuaca
tersebut dan jatuh sakit. Mereka dilanda demam tinggi yang melemahkan tubuh. Abu Bakar, Bilal, dan
Amir bin Fuhairah termasuk yang jatuh sakit.
Sementara itu, Bilal tidak suka berkata apa-apa jika sedang sakit. Namun, ketika sakitnya hilang, ia sering
menangis karena merindukan Mekah sambil berkata,
"Apakah aku dapat berjalan malam hari di lembah yang di sekelilingku ada pohon-pohon idzkir dan jalil
(nama pohon yang banyak terdapat di Mekah). Dan apakah pada suatu hari aku dapat sampai lagi ke
tempat air Majinnah dan apakah dapat terlihat lagi olehku Gunung Syamah dan Gunung Thafil (dua buah
gunung dekat Mekah)."
Akan halnya dengan Amir bin Fuhairah, jika menderita demam tinggi sering bersyair,
"Ya Allah, berikanlah kami rasa cinta pada Kota Madinah sebesar rasa cinta kami pada Mekah, atau
bahkan lebih! Ya Allah ﷻ, berilah berkah pada pekerjaan kami untuk mencari nafkah, sehatkanlah Kota
Madinah ini untuk kami, dan pindahkanlah panasnya ke tempat lain yang Engkau kehendaki."
Allah ﷻmengabulkan doa Rasulullah ﷺitu dan memindahkan panas Kota Madinah ke Dusun Juhfah
yang letaknya 82 mil dari Madinah.
Selain berdoa dan mengatasi masalah cuaca, Rasulullah ﷺpun melakukan hal lain yang sangat indah
agar kaum Muhajirin yang berasal dari Mekah tumbuh rasa cintanya pada Madinah.
*Tabarruk*
Suatu ketika, saat Rasulullah ﷺtidur, datanglah Ummu Sulaim. Melihat keringat Rasulullah ﷺyang
sangat harum menetes, Ummu Sulaim menadahnya. Tidak lama kemudian, Rasulullah ﷺbangun dan
bertanya,
Suatu hari, Rasulullah ﷺmengumpulkan para sahabat Muhajirin dan Anshar. Di hadapan mereka, beliau
bersabda,
"Hendaklah kalian bersaudara dalam agama Allah dua orang - dua orang."
Para sahabat saling pandang. Beberapa di anatara mereka tersenyum. Kemudian, Rasulullah ﷺ
bersabda,
"Hamzah bin Abdul Muthalib, singa Allah dan singa Rasul-Nya, bersaudara dengan Zaid bin Haritsah,
putra angkat Rasulullah."
Kemudian Rasulullah ﷺmenyebut nama-nama sahabat lain yang saling dipersaudarakan. Seorang
Muhajirin dipersaudarakan dengan seorang dari Anshar. Tercatat dalam sejarah, ada seratus orang yang
saling dipersaudarakan. Lima puluh dari Anshar dan lima puluh dari Mihajirin.
Tujuan Rasulullah ﷺmempersaudarakan para sahabatnya adalah untuk menghilangkan rasa asing
dalam diri sahabat Muhajirin di Kota Madinah. Selama itu, persaudaraan ini ditujukan untuk
menunjukkan bahwa semua orang Islam bersaudara. Selain itu, juga agar setiap Muslim menjadi saling
menolong yang kuat menolong yang lemah, yang mampu menolong yang kekurangan.
Buah persaudaraan ini akan dirasakan terus selama tahun-tahun sulit yang kelak ditempuh Rasulullah ﷺ
dan para sahabatnya di Madinah. Ternyata, kalangan Anshar memperlihatkan sikap ramah yang luar
biasa kepada saudara-saudara Muhajirin mereka.
Sudah sejak semula golongan Anshar menyambut gembira kaum Muhajirin. Mereka begitu mengerti
bahwa kaum Muhajirin meninggalkan segala yang mereka miliki, termasuk harta benda dan seluruh
kekayaan di Mekah. Sebagian besar dari mereka memasuki Madinah dengan perut lapar tanpa ada lagi
yang dapat dimakan. Apalagi mereka memang bukan orang berada dan berkecukupan.
Tentu saja sebagai kaum yang berbudi, kaum Muhajirin tidak begitu saja terlena dengan bantuan
saudara-saudara Anshar mereka. Kaum Muhajirin berusaha melakukan banyak pekerjaan agar mereka
bisa kembali mandiri secepatnya.
*Persaudaraan Sejati*
Aqidah Islamiyah adalah dasar persaudaraan sejati. Tidak mungkin dua orang yang berlainan agama bisa
bersaudara seerat dua orang yang sama agamanya. Rasulullah ﷺmenghimpun hati para sahabatnya
begitu dekat, sehingga tidak ada perbedaan di antara mereka kecuali ketakwaan dan amal shalih.
Bersambung
Bagian 68
ٰ
َ اَللّهُ َّم
ِ صلِّ َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى
آل َسيِّ ِدنَا ُم َح َّمد
Pada awal kehidupan mereka di Madinah, kaum Muhajirin benar-benar mengalami masa yang sulit.
Sampai suatu hari, pernah paman Rasulullah ﷺ, Hamzah bin Abdul Muthalib, datang kepada beliau
dengan perut lapar sambil bertanya kalau-kalau Rasulullah ﷺpunya sesuatu untuk dimakan.
Berdagang adalah salah satu pekerjaan yang banyak dikuasai kaum Muhajirin. Abdurrahman bi Auf yang
sudah dipersaudarakan Rasulullah ﷺdengan Sa'ad bin Rabi pernah ditawari Sa'ad separuh hartanya.
Namun, Abdurrahman menolak pemberian itu. Ia hanya minta ditinjukkan jalan ke pasar. Di sana,
mulailah Abdurrahman berdagang mentega dan keju. Dalam waktu tidak terlalu lama, berkat
kepandaiannya berdagang, Abdurrahman bin Auf berhasil meraih kekayaannya kembali. Dapat pula ia
menikahi dan memberikan mas kawin kepada seorang Muslimah dari Madinah. Sesudah itu,
Abdurrahman bin Auf pun memiliki kafilah-kafilah yang pulang dan pergi membawa barang
perdagangan.
Selain Abdurrahman, banyak pula kaum Muhajirin yang melakukan pekerjaan serupa. Begitu pandainya
penduduk Mekah berdagang sampai orang mengatakan bahwa dengan perdagangan, orang Mekah
dapat mengubah pasir menjadi emas.
Sementara itu, kaum Muhajirin yang lain, seperti Abu Dzar, Umar, dan Ali bin Abu Thalib memilih
pekerjaan sebagai petani. Keluarga-keluarga mereka terjun menggarap tanah milik orang-orang Anshar
bersama pemiliknya. Selain mereka, ada pula kaum Muhajirin yang tetap mengalami kesulitan hidup.
Sungguh pun begitu, mereka tidak mau menjadi beban orang lain. Mereka membanting tulang
melakukan pekerjaan apa pun yang halal.
Ada lagi segolongan orang Arab yang datang ke Madinah dan menyatakan masuk Islam. Namun,
keadaan mereka amat miskin dan serba kekurangan sampai ada yang tidak mempunyai tempat tinggal.
Rasulullah ﷺmenyediakan tempat tinggal untuk mereka di selasar masjid yang di sebut shuffah.
Mereka yang tinggal di tempat itu di sebut ahli Shuffah. Belanja mereka diberikan oleh kaum Muslimin
yang berkecukupan, baik dari kaum Muhajirin maupun dari kaum Anshar.
Di Madinah kaum Muslimin sudah mengerjakan shalat lima waktu. Namun, dengan jumlah yang semakin
banyak, sulitlah semua orang tahu bahwa waktu shalat telah tiba.
*Riwayat Adzan*
"Bendera tidak membangunkan orang tidur, gunakan saja terompet," usul yang lain.
Rasulullah ﷺpun menyetujui usul terakhir ini. Lalu beliau bersabda, "Ya Bilal, bangunlah dan panggillah
orang dengan 'Ash Shalah!"
Maka, apabila waktu shalat tiba, Bilal pun berseru-seru, "Ash shalatu jami'ah! Shalatlah berjamaah!
Shalatlah berjamaah!"
Sampai suatu malam, Abdullah bin Zaid yang berada dalam keadaan setengah tertidur melihat seorang
laki-laki membawa genta. Abdullah ingin membelinya untuk memanggil shalat.
"Akan kutunjukkan yang lebih baik daripada itu. Berserulah Allahu Akbar! Allahu Akbar! Asyhadu allaa
ilaaha illallah! Asyhadu allaa ilaaha illallah! Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah! Asyhadu anna
Muhammadar Rasulullah! Hayya 'alasshalah! Hayya 'alasshalah! Hayya 'alal falah! Hayya 'alal falah!
Allahu Akbar! Allahu Akbar! Laa ilaaha illallah!"
Kemudian, orang tersebut berdiri ke tempat yang agak jauh dan mengajarkan bacaan iqamat. Keesokan
harinya, Abdullah bin Zaid mengabarkan mimpinya kepada Rasulullah ﷺ. Dengan wajah berseri,
Rasulullah ﷺbersabda,
"Itu mimpi yang benar, Insya Allah. Pergilah engkau menemui Bilal karena Bilal itu suaranya lebih tinggi
dan lebih panjang. Ajarkanlah Bilal segala apa yang diucapkan orang dalam mimpimu itu. Hendaklah Bilal
memanggil orang shalat dengan cara demikian itu!"
Bilal pun kemudian mengumandangkan adzan dan iqamat seperti yang diajarkan Abdullah bin Zaid
kepadanya. Mendengar Bilal, Umar bin Khattab datang tergopoh-gopoh menemui Rasulullah ﷺsambil
berkata,
"Ya Rasulullah! Demi Zat yang telah mengutus engkau dengan benar, sungguh semalam saya telah
bermimpi bertemu seseorang dan berseru sebagaimana yang diucapkan Bilal."
Semakin lama, Bilal semakin dekat di hati Rasulullah ﷺ, yang kemudian menyatakan Bilal sebagai
seorang laki-laki penduduk surga. Akan tetapi, sikap Bilal tidak berubah. Ia tetap seorang yang mulia,
besar hati, dan selalu memandang dirinya tidak lebih dari seorang Habasyah yang pernah menjadi budak
belian.
Sejak dari dulu Madinah bukan hanya dihuni oleh orang-orang Arab saja, melainkan juga kaum Yahudi.
Ada tiga keluarga besar Yahudi yang menetap di Madinah. Bani Quraizhah, Bani Nadhir, dan Bani
Qainuqa. Orang-orang Arab yang tinggal di Madinah dari suku Aus dan suku Khazraj pernah saling
bermusuhan selama puluhan tahun. Setiap suku dipengaruhi oleh orang-orang Yahudi. Namun, ketika
Islam datang mempersaudarakan mereka, lenyaplah rasa permusuhan itu untuk selamanya. Sejak saat
itu, kaum Yahudi kehilangan pengaruh mereka atas orang Arab di Madinah.
Semakin hari, semakin gemilang dan majulah kaum Muslimin. Hal itu tidak diterima dengan rela oleh
kaum Yahudi. Mereka pun mendirikan persatuan sendiri untuk menghalangi kemajuan Islam. Melihat
gelagat tidak baik ini, Rasulullah ﷺpun mengirimkan surat perjanjian kepada orang Yahudi.
5. Jika kaum Yahudi di serang musuh dari luar, Muslimin wajib membantunya.
7. Jika Kota Madinah diserang dari luar, kaum Yahudi dan Muslimin harus mempertahankannya
bersama-sama.
Pada bagian akhir perjanjian disepakati bahwa apabila timbul perselisihan antara kedua belah pihak,
Rasulullah ﷺakan menjadi hakimnya.
Demikian dalam perjanjian ini tercantum kebebasan beragama, keselamatan harta benda, dan
kebebasan mengutarakan pendapat. Kota Madinah dan sekitarnya menjadi tempat yang terhormat bagi
seluruh penduduk karena penghuninya saling menghormati dan saling membela.
Perjanjian ini menunjukkan bahwa Rasulullah ﷺadalah pemimpin yang sangat cerdas. Perjanjian ini
belum pernah dilakukan oleh rasul-rasul terdahulu.
Perjanjian antara kaum Muslimin dan Yahudi ini kemudian dirusak oleh tabiat kaum Yahudi yang suka
menipu dan berkhianat. Makanya kaum Yahudi tidak senang dengan isi perjanjian yang telah disepakati
tersebut, lalu mereka melanggarnya dengan berbagai penipuan dan pengkhianatan.
Bersambung
Bagian 69
ٰ
َ اَللّهُ َّم
ِ صلِّ َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى
آل َسيِّ ِدنَا ُم َح َّمد
Suasana damai dan tentram menyelimuti Kota Madinah. Pada saat itulah Rasulullah ﷺyang sudah
menikahi Aisyah binti Abu Bakar di Mekah, merayakan pernikahan beliau tersebut. Ketika itu, Aisyah
sudah menjelang remaja. Beliau adalah seorang gadis yang lemah lembut dengan air muka yang manis
dan sangat disukai banyak orang karena pandai bergaul. Pernikahan ini membuat persahabatan
Rasulullah ﷺdengan Abu Bakar Ash Shiddiq semakin erat.
Setelah menikah, Aisyah berpindah dari rumah ayahnya ke rumah Rasulullah ﷺdi samping masjid.
Tidak terkira rasa bahagia Aisyah. Ia melihat pada diri Rasulullah ﷺada sesuatu yang lain dibandingkan
kebanyakan orang.
"Rasulullah adalah suami sekaligus ayahku," demikian pikir Aisyah dalam hati.
"Beliau adalah suami yang penuh cinta kasih tapi juga tidak berkeberatan ikut bermain-main bersamaku.
Subhanallah, beliau benar-benar manusia yang luar biasa. Aku benar-benar mencintainya setulus hatiku
untuk selamanya, dari dunia sampai akhirat kelak."
Setelah menikah dengan Aisyah yang cerdas dan periang, beban pikiran Rasulullah ﷺterkurangi.
Mengurus umat satu kota penuh memerlukan konsentrasi yang amat tinggi hingga menyebabkan rasa
lelah yang luar biasa. Namun, jika beliau pulang ke rumah dan bertemu Aisyah, segala lelah dan beban
berat terasa hilang. Canda, senyum, dan bakti Aisyah menumbuhkan rasa riang dan semangat baru
dalam hati Rasulullah ﷺ. Tidak terkira besarnya kasih sayang Rasulullah ﷺkepada Aisyah.
Suasana hati Rasulullah ﷺyang tenteram mengimbas luas kepada penduduk Madinah. Mereka
merasakan kehidupan bersama Rasulullah ﷺjauh lebih baik daripada kehidupan mereka dahulu.
Mungkin saat ini sebagian orang justru dalam keadaan lebih miskin dari dahulu. Akan tetapi, ketenangan
dan kebahagiaan hidup bersama Islam jauh lebih mahal daripada apa pun, tidak akan terbeli oleh
seberapa besar pun harta yang dapat dikumpulkan.
Maka dari itu, kaum Muslimin pun melaksanakan tugas-tugas agama dengan penuh semangat. Mereka
mulai menunaikan zakat dan mengerjakan shaum. Sedikit demi sedikit, ajaran Islam mulai menemukan
kekuatannya.
*Ummu Abdillah*
Untuk menghibur Aisyah dari kesedihan karena tidak memiliki putra dan agar istri tercintanya itu merasa
diperhatikan dan disayang, Rasulullah ﷺmengizinkan Aisyah mengangkat putra saudarinya, Asma binti
Abu Bakar. Keponakan Aisyah itu bernama Abdillah sehingga Aisyah dikenal orang dengan panggilan
Ummu Abdillah.
Rasulullah ﷺmengajarkan bahwa kehidupan dalam Islam itu dilandasi oleh rasa persaudaraan. Beliau
bahkan mengatakan bahwa tidak sempurna iman seseorang sebelum ia mencintai saudaranya seperti
mencintai dirinya sendiri.
Beliau menjawab,
"Sudi memberi makan dan memberi salam kepada orang yang engkau kenal dan yang tidak engkau
kenal."
Rasulullah ﷺmenjadikan dirinya teladan tertinggi bagi setiap Muslim. Beliau amat rendah hati dan tidak
mau diagung-agungkan walaupun beliau adalah manusia terbaik.
Beliau bersabda,
"Jangan memujaku seperti orang-orang Nasrani yang memuja anak Maryam. Aku adalah hamba Allah.
Sebut saja aku hamba Allah dan utusan-Nya."
Pernah suatu ketika, beliau mengunjungi para sahabat yang sedang berkumpul. Serempak mereka
berdiri menyambutnya seperti layaknya orang lain menyambut orang yang mereka hormati. Namun,
Rasulullah ﷺtidak menyukai hal itu. Beliau bersabda,
"Jangan kamu berdiri seperti orang-orang asing yang mau saling diagungkan."
Setiap kali mengunjungi para sahabatnya, Rasulullah ﷺtidak pernah memilih-milih tempat duduk.
Beliau duduk begitu saja di mana pun ada tempat luang. Ia bergurau dengan para sahabat, bergaul erat
dengan mereka, diajaknya mereka berbincang-bincang. Jika para sahabat kebetulan disertai anak-anak
mereka, Rasulullah ﷺmengajak anak-anak itu bermain-main. Kemudian, didudukkannya anak-anak itu
dipangkuan beliau.
Rasulullah ﷺtidak pernah menolak undangan. Beliau selalu datang apabila diundang, baik oleh orang
merdeka, budak sahaya, maupun orang miskin.
Dikunjunginya orang yang sakit walaupun letaknya jauh di ujung kota. Orang yang datang minta maaf
selalu beliau maafkan. Beliau selalu yang memulai memberi salam kepada orang yang dijumpai. Beliau
pasti selalu yang lebih dulu mengulurkan tangan menjabat sahabat-sahabatnya.
Tidak akan pernah lagi kita menjumpai seorang pemimpin yang begitu lembut dan begitu menyayangi
rakyatnya, pemimpin yang hidup sederhana seperti kebanyakan rakyatnya, pemimpin yang mampu
memberi nasihat dan teladan, pemimpin yang selalu siap memberi dan mendapat tempat di lubuk hati
terdalam setiap orang yang mengenalnya.
ٌ َزي ٌز َعلَ ْي ِه َما َعنِتُّ ْم َح ِريصٌ َعلَ ْي ُك ْم بِ ْال ُمْؤ ِمنِينَ َر ُء
وف َر ِحي ٌم ِ لَقَ ْد َجا َء ُك ْم َرسُو ٌل ِم ْن َأ ْنفُ ِس ُك ْم ع
"Sungguh telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan
yang kamu alami, (dia) sangat menginginkan (keimanan dan keislaman) bagimu, penyantun dan
penyayang terhadap orang-orang yang beriman."
Shalat Rasulullah ﷺadalah shalat yang paling indah dibanding semua sahabatnya. Beliau melakukan
shalat seakan sedang berjumpa dengan orang yang paling ia sayangi sehingga sulit rasanya untuk
berpisah. Shalat beliau seakan-akan merupakan suatu pertemuan terakhir dengan orang yang
dicintainya. Shalat beliau begitu khusyuk, seolah-olah beliau sedang bercakap-cakap dan memandang
Allah ﷻ.
Bersambung
Bagian 70
َ اَللَّهُ َّم
ص ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى آ ِل ُم َحمد
Rasulullah adalah orang yang paling penyayang. Apabila beliau tahu ada orang yang sedang menunggu,
padahal beliau sedang shalat, beliau percepat shalat itu dan beliau tanya apa keperluannya. Sesudah
beliau memenuhi keperluan orang tadi, beliau lanjutkan kembali ibadahnya.
Dalam rumah tangga, Rasulullah ikut memikul beban keluarga. Beliau ikut mencari pakaian, menambal
baju yang berlubang, serta memerah susu kambing. Beliau juga membetulkan sendiri sepatunya yang
rusak. Beliau penuhi sendiri semua keperluan beliau, mulai mengambil minum sampai mengurus unta.
Beliau duduk dan makan bersama dengan para pembantu dan mengurus keperluan orang yang lemah,
menderita, dan miskin. Apalagi melihat ada orang yang membutuhkan sesuatu, beliau dan keluarganya
mengalah, sekali pun beliau saat itu juga dalam kekurangan. Tidak ada sesuatu yang disimpan untuk
esok, bahkan kelak ketika beliau wafat. Baju besi beliau sedang tergadai di tangan seorang Yahudi
karena beliau memerlukan uang untuk belanja keluarga.
Beliau sangat baik hati, mudah tersenyum, dan selalu memenuhi janji. Suatu ketika ada delegasi dari
Raja Najasyi dari Habasyah datang berkunjung. Beliau sendiri yang melayani mereka. Para sahabat
datang menegur, "Wahai Rasulullah, sudah cukuplah, bukankah ada orang lain untuk mengerjakannya?"
"Mereka sangat menghormati sahabat-sahabat kita ketika berhijrah ke tempat mereka," jawab
Rasulullah. "Saya ingin membalas sendiri kebaikan mereka."
Begitu setianya beliau sehingga selalu ada yang menyebut nama Khadijah, kenangan indah muncul bagai
pelangi menghiasi hati beliau. Suatu ketika, ada seorang wanita datang. Beliau menyambutnya begitu
gembira dan beliau tanyai wanita itu baik-baik. Ketika wanita itu sudah pergi, beliau berkata, "Ketika
masih ada Khadijah, ia suka mengunjungi kami. Mengingat hubungan baik masa lampau adalah
termasuk iman."
Begitu halus perasaan Rasulullah, begitu lembut hatinya, sampai beliau biarkan cucunya bermain-main
dengannya ketika beliau sedang shalat. Bahkan beliau shalat dengan membawa Umamah, cucu beliau
dari Zainab. Umamah beliau taruh di atas bahu. Saat beliau sujud, beliau letakkan Umamah, jika beliau
berdiri, Umamah ditaruh lagi keatas bahunya.
Kebaikan dan kasih sayang Rasulullah tidak terbatas kepada sesama manusia saja, tetapi juga kepada
binatang. Suatu ketika, beliau pernah bangun dan membukakan pintu untuk seekor kucing yang sedang
berlindung di tempat itu. Beliau juga pernah merawat seekor ayam jantan yang sedang sakit-sakitan.
Rasulullah juga mengelus-elus seekor kuda penuh rasa sayang dengan lengan baju beliau. Suatu ketika,
dilihatnya Aisyah menaiki seekor unta. Aisyah merasa sukar mengendalikan unta yang agak bandel itu
sehingga Aisyah menarik-narik tali kekang dengan tidak sabar. Kemudian, Rasulullah mendekat dan
menegur lembut,
Meskipun demikian, kasih sayang, kelembutan, dan rasa persaudaraan yang Rasulullah ajarkan bukan
berarti menunjukkan kelemahan. Rasa kasih sayang dan kelembutan selalu harus bersama sikap yang
adil. Rasulullah mengajarkan bahwa tanpa keadilan, persaudaraan sejati tidak mungkin ada.
Sabda beliau,
"Barang siapa menyerang kamu, seranglah dengan seimbang, seperti mereka menyerang kamu."
"Hukum qishas (membalas perbuatan dengan seimbang, misalnya pembunuh yang terbukti bersalah
harus dibalas dibunuh pula) berarti kelangsungan hidup bagi kamu, hai orang-orang yang mengerti."
Jadi, kasih sayang yang diajarkan Rasulullah juga mengandung unsur kekuatan. Oleh sebab itu, seorang
Muslim bisa bersikap lemah lembut sekaligus tegas jika memang diperlukan. Jika seseorang tidak dapat
bersikap tegas, ia akan menjadi bulan-bulanan orang-orang berhati jahat.
Rasulullah mengajarkan bahwa jiwa seorang Muslim harus kuat, tidak mengenal kata menyerah kecuali
kepada Allah. Seorang Muslim yang taat kepada Allah tidak merasa lemah apabila menghadapi
rintangan.
*Keseharian Rasulullah*
Rasulullah mengajarkan kepada kita bahwa, tidak boleh ada rasa takut dalam hati seorang Muslim,
kecuali jika ia melakukan perbuatan maksiat dan dosa. Jiwa itu tidak akan menjadi kuat jika berada
dalam kekuasaan orang lain. Karena itulah, Rasulullah mengajak para sahabatnya berhijrah ke Madinah.
Jiwa akan jadi lemah jika sudah dikuasai oleh hawa nafsu. Nafsu akan harta, kendaraan, pakaian,
makanan, dan banyak lagi. Jika seseorang sudah mencintai harta dunia seperti itu, kekuatan rohaninya
melemah dan tidak lagi mampu berjuang, beribadah, serta berbakti layaknya seorang Muslim sejati.
Rasulullah adalah contoh yang sangat ideal dalam mengendalikan hawa nafsu. Jiwa Rasulullah sudah
begitu kuat sehingga tidak begitu peduli jika segala yang dimilikinya akan habis akibat beliau sangat suka
memberi kepada orang lain. Sampai-sampai, ada orang yang berkata,
Rasulullah mengajarkan agar kitalah yang menguasai kehidupan dunia, bukan kehidupan dunia yang
menguasai kita. Beliau tidak menganjurkan kita agar hidup miskin, tetapi hidup sederhana dan tidak
berlebihan.
Alas tidur Rasulullah bukanlah kasur yang empuk, melainkan hanya terdiri atas kulit yang dilapisi serat.
Tidak pernah beliau makan sampai kenyang. Beliau selalu menyudahi makannya sebelum kenyang. Tidak
pernah Rasulullah makan roti dari tepung gandum dua hari berturut-turut. Sebagian besar makanan
beliau adalah bubur.
Pada hari lain, Rasul makan kurma. Jarang sekali beliau dan keluarganya dapat makan roti sop (roti yang
dibasahi kuah kaldu dan daging). Bahkan sering sekali beliau harus menahan lapar. Beliau pernah
mengganjal perutnya dengan batu yang dikaitkan dengan ikat pinggangnya agar rasa laparnya tertahan.
Namun, bukan berarti Rasulullah berpantang makan makanan enak. Beliau dikenal suka sekali makan
kaki kambing muda, labu, madu, dan manisan walupun amat jarang beliau dapatkan. Begitulah cara
Rasulullah mengendalikan diri terhadap makanan.
Bersambung
Bagian 71
ٰ
َ اَللّهُ َّم
ِ صلِّ َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى
آل َسيِّ ِدنَا ُم َح َّمد
Kesederhanaan Rasulullah ﷺdalam berpakaian sama dengan kesederhanaan beliau dalam hal
makanan. Suatu hari, ada seorang wanita memberikan sehelai pakaian kepada beliau. Kebetulan saat itu
beliau memang memerlukan pakaian. Namun, kemudian datang seorang laki-laki yang meminta pakaian
itu. Tanpa berpikir panjang lagi, Rasulullah ﷺpun memberikan pakaian itu.
Pakaian beliau biasanya terdiri atas sebuah baju dalam dan baju luar yang terbuat dari wol, katun, atau
sebangsa serat. Sesekali, beliau tidak menolak pakaian agak mewah yang dibuat dari tenunan Yaman jika
ada acara yang menghendaki demikian. Alas kaki yang digunakan Rasulullah ﷺjuga amat sederhana.
Tidak pernah beliau menggunakan sepatu kecuali hadiah dari Najasy.
Sungguh pun begitu, bukan berarti beliau menyiksa diri dengan semua kesederhanaan itu. Beliau hanya
mengendalikan dan menjaga diri agar tidak berlebih-lebihan.
Allah ﷻberfirman,
ْ َت َما َر َز ْقنَا ُك ْم ۖ َو َما ظَلَ ُمونَا َو ٰلَ ِك ْن كَانُوا َأ ْنفُ َسهُ ْم ي
َظلِ ُمون ِ َوظَلَّ ْلنَا َعلَ ْي ُك ُم ْال َغ َما َم َوَأ ْنز َْلنَا َعلَ ْي ُك ُم ْال َم َّن َوالس َّْل َو ٰى ۖ ُكلُوا ِم ْن طَيِّبَا
Dan Kami naungi kamu dengan awan, dan Kami turunkan kepadamu manna dan salwa. Makanlah dari
makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu; dan tidaklah mereka menganiaya Kami;
akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan
janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang
lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di
(muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
Suatu ketika, Ali bin Abi Thalib bertanya tentang sunnah Rasulullah ﷺ. Rasulullah ﷺpun menjawab,
"Makrifat (mendekatkan diri kepada Allah) adalah modalku, akal pikiran adalah sumber agamaku, cinta
adalah dasar hidupku, rindu adalah kendaraanku, berzikir kepada Allah adalah kawan dekatku,
keteguhan adalah perbendaharaanku, duka adalah kawanku, ilmu adalah senjataku, ketabahan adalah
pakaianku, kerelaan adalah sasaranku, fakir adalah kebanggaanku, menahan diri adalah pekerjaanku,
keyakinan adalah makananku, kejujuran adalah perantaraku, ketaatan adalah ukuranku, berjihad adalah
perangaiku, dan hiburanku adalah shalat."
*Rantai Emas*
Suatu ketika Rasulullah ﷺmelihat Fathimah Az-Zahra, putrinya, sedang memakai rantai emas.
Rasulullah ﷺbersabda,
"Fathimah, gembirakah jika orang berkata, Di tangan putri Rasulullah ada seikat rantai dari api neraka?"
Fathimah kemudian menjual rantai itu dan uangnya digunakan untuk membebaskan seorang budak.
Rasulullah ﷺpun berkata,
"Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan Fathimah dari api neraka."
Rasulullah ﷺtidak menempatkan dirinya sebagai seorang raja, meskipun banyak orang Anshar
menginginkannnya. Seorang raja biasanya tinggal menikmati uang dan makanan. Tidak demikian dengan
Rasulullah ﷺ. Beliau mewajibkan bagi dirinya sendiri bekerja agar bisa makan. Beliau ikut belajar
bertani, padahal saat itu usianya sudah di atas 53 tahun. Apalagi seperti kebanyakan orang Mekah,
bertani adalah suatu pekerjaan baru yang masih asing bagi beliau.
Rasulullah ﷺjuga menganjurkan agar kaum pria meringankan beban pekerjaan kaum wanita. Demikian
pula sebaliknya, beliau juga mempersilahkan kaum wanita yang tidak sedang sibuk dengan urusan
rumah tangga, untuk turut membantu pria bekerja. Maka, banyaklah kaum wanita yang bekerja,
termasuk mereka yang di Mekah dulu terbiasa hidup berkecukupan di balik dinding rumahnya.
Asma binti Abu Bakar adalah contoh Muslimah yang bekerja dengan tangannya sendiri. Ia tidak peduli
meski ayahnya adalah saudagar kaya yang sukses. Abu Bakar membawa seluruh kekayaannya saat
berhijrah, tetapi beliau infakkan semuanya untuk memberikan santunan kepada mereka yang tidak
mampu bekerja.
Rasulullah ﷺsegera menghimbau sahabat-sahabatnya yang mampu untuk mengikuti jejak Abu Bakar.
Tidak pantas rasanya jika ada Muslim berpakaian mewah, sedangkan saudaranya keluar rumah dengan
bajunya compang-camping. Malu rasanya jika ada Muslim kenyang memakan daging dan roti,
sedangkan saudara-saudaranya hanya mampu memakan kurma basah.
Kesejahteraan kaum Muslimin pun meningkat dengan pasti. Apalagi setelah Rasulullah ﷺmeminta para
saudagar kaya dari Muhajirin dan Anshar membeli tanah-tanah kosong untuk dijadikan lahan pertanian.
Maka, sejumlah besar kaum Muhajirin pun mendapat lahan pekerjaan. Akibatnya, hasil panen
meningkat dan membanjiri pasar-pasar Madinah. Dengan cepat kaum Muhajirin sudah tidak lagi
menjadi beban saudara-saudara Anshar mereka.
"Jika dibiarkan begini, orang-orang miskin itu akan meremehkan kita! Bayangkan, Muhammad
mengajarkan bahwa dalam tiap harta orang kaya ada hak orang miskin! Enak betul mereka!" demikian
kata salah seorang yang tidak suka itu.
Bersambung
Bagian 72
ٰ
َ اَللّهُ َّم
ِ صلِّ َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى
آل َسيِّ ِدنَا ُم َح َّمد
Mereka yang tidak suka itu adalah orang-orang Yahudi. Padahal, suasana damai di Madinah sejak
Rasulullah ﷺdatang sangatlah menguntungkan perdagangan kaum Yahudi. Namun, orang-orang Yahudi
tidak rela melihat kaum Muslimin bertambah sejahtera dan Islam semakin menguat. Dakwah Islam sulit
sekali menembus kalangan Yahudi karena kaum Yahudi tidak mengakui adanya seorang nabi yang bukan
dari bangsa mereka. Itulah ajaran mereka.
Begitu pun, seandainya saja para pemimpin Yahudi sudah menghalangi dakwah Rasulullah ﷺ, tentu
banyak umat mereka yang memeluk Islam. Di antara segelintir yang berislam itu adalah seorang rabbi
(pendeta Yahudi) yang bernama Abdullah bin Salam.
Setelah memeluk Islam, Abdullah bin Salam pun mengajak keluarganya untuk turut serta. Usahanya
berhasil. Seluruh keluarga Abdullah bin Salam bersama-sama memeluk Islam. Namun, Abdullah bin
Salam masih merahasiakan keislamannya kepada teman-teman Yahudinya.
"Ya Rasulullah, saya khawatir kaumku akan menghinaku dan merendahkan aku jika mereka tahu aku
masuk Islam," demikian kata Abdullah kepada Rasulullah ﷺ,
Rasulullah ﷺ
ۢ pun mengabulkan permintaan itu. Beliau menanyakan kepada orang Yahudi mengenai
pendapat mereka tentang Abdullah bin Salam.
Ternyata orang-orang Yahudi berkata yang baik-baik tentang Abdullah bin Salam.
Mendengar hal itu, Abdullah bin Salam pun keluar menemui kaumnya dan berkata,
"Aku telah memeluk Islam. Kalau kalian menganggapku sebagai pemimpin, pendeta, dan cendekiawan,
kalian bisa memercayaiku bahwa sungguh agama yang dibawa Rasulullah adalah agama yang benar."
Namun, apa yang terjadi? Wajah orang-orang Yahudi pucat kehilangan darah karena begitu terkejut.
Sesaat, tidak seorang pun yang bicara. Kemudian, bukannya berpikir jernih, mereka menanggapi
Abdullah bin Salam dengan marah,
Demikianlah, sejak saat itu, kaum Yahudi mulai bersepakat untuk menghancurkan Islam.
Sebelum Rasulullah ﷺdiutus, orang-orang Yahudi sudah mengetahui dari Taurat bahwa dalam waktu
dekat akan ada seorang nabi yang diangkat Allah ﷻ. Namun, mereka menduga bahwa nabi itu akan lahir
dari kalangan Yahudi. Mereka suka membanggakan diri terhadap orang-orang Arab,
"Sesungguhnya hampir datang seorang nabi yang akan segera dibangkitkan. Kami akan mengikutinya
dan membantunya memerangi kalian, sebagaimana dulu kami memerangi kaum 'Ad dan 'Iram."
Namun, justru ketika nabi yang diharapkan itu datang, mereka malah ingkar, tidak mau percaya, dan
mendustakan segala apa yang telah mereka katakan dan mereka ketahui sendiri. Para pendeta Yahudi
mengejek dan menggunakan segala tipu daya untuk menghalangi seruan Rasulullah ﷺ.
"Hai Muhammad! Allah yang telah menciptakan segenap makhluk, lalu siapa yang menciptakan Allah?"
Mendengar pertanyaan sekeji itu, wajah Rasulullah ﷺberubah karena menahan marah. Seketika,
turunlah Malaikat Jibril menenangkan Rasulullah ﷺseraya menyampaikan firman Allah ﷻyang pernah
diturunkan di Mekah untuk menjawab,
َّ هَّللا ُ ال
ص َم ُد
Sesudah Rasulullah ﷺmembaca ayat tersebut, para ketua Yahudi terdiam dan saling mengejek, ia
berkata,
"Muhammad, coba engkau sifatkan kepada kami, bagaimana Allah itu. Berapa hasta tinggi-Nya,
bagaimana lengan-Nya, bagaimana...."
Sudah tentu Rasulullah ﷺmenjadi sangat marah, lebih marah daripada yang pertama. Namun, Jibril
kembali turun memadamkan rasa marah Rasulullah ﷺsambil menyampaikan firman Allah ﷻuntuk
menjawab pertanyaan lancang itu,
ََّات بِيَ ِمينِ ِه ۚ ُس ْب َحانَهُ َوتَ َعالَ ٰى َع َّما يُ ْش ِر ُكون ْ ات َم
ٌ ط ِوي ُ ْضتُهُ يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة َوال َّس َما َو
َ ق قَ ْد ِر ِه َواَأْلرْ ضُ َج ِميعًا قَب
َّ َو َما قَ َدرُوا هَّللا َ َح
Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya padahal bumi seluruhnya
dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci
Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.
Ajaran Yahudi tidak pernah menarik hati orang Arab karena orang Yahudi kurang mengajarkan nilai-nilai
kesatriaan yang dijunjung tinggi orang Arab. Mereka juga sering menyembunyikan Taurat dan tidak mau
mengajarkannya kepada orang lain.
*Bani Israil*
Dalam Al Qur'an, orang Yahudi disebut Bani Israil, artinya keturunan Israil. Israil adalah panggilan orang
untuk Nabi Ya'qub. Nabi Ya'qub-lah yang menurunkan bangsa Yahudi.
Bersambung
Bagian 73
ٰ
َ اَللّهُ َّم
ِ صلِّ َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى
آل َسيِّ ِدنَا ُم َح َّمد
"Hai kaum Yahudi, hendaklah kamu sekalian takut kepada Allah! Demi Allah, sesungguhnya beliau
adalah utusan Allah. Kamu dulu pernah menyebut-nyebut nama beliau kepada kami dan kamu dulu
pernah juga menerangkan sifat-sifat beliau ini kepada kami, tetapi mengapa sekarang kamu ingkar?"
"Kami sekali-kali belum pernah berkata begitu kepada kamu. Dan Allah tidak akan menurunkan kitab lagi
sesudah kitab Taurat dan tidak pula akan membangkitkan seorang utusan dan nabi lagi sesudah nabi
Musa. Perkataanmu seluruhnya bohong! Begitu juga dengan seluruh perbuatan kamu, dan sahabatmu
yang mengaku rasul itu?"
Seketika itu juga, Allah ﷻmenurunkan wahyu kepada Rasulullah yang berbunyi:
م بَ ِشي ٌر َونَ ِذي ٌر ۗ َوهَّللا ُ َعلَ ٰى ُك ِّلiْ ير ۖ فَقَ ْد َجا َء ُك ٍ م َرسُولُنَا يُبَيِّنُ لَ ُك ْم َعلَ ٰى فَ ْت َر ٍة ِمنَ الرُّ ُس ِل َأ ْن تَقُولُوا َما َجا َءنَا ِم ْن بَ ِشiْ ب قَ ْد َجا َء ُك
ٍ ير َواَل نَ ِذ ِ يَا َأ ْه َل ْال ِكتَا
َي ٍء قَ ِدي ٌر
ْ ش
Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepada kamu Rasul Kami, menjelaskan (syari´at Kami)
kepadamu ketika terputus (pengiriman) rasul-rasul agar kamu tidak mengatakan: Tidak ada datang
kepada kami baik seorang pembawa berita gembira maupun seorang pemberi peringatan.
Sesungguhnya telah datang kepadamu pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Allah Maha
Kuasa atas segala sesuatu.
Masih sangat banyak ejekan dan bantahan orang Yahudi terhadap dakwah Rasulullah beserta para
sahabatnya. Orang Yahudi mengatakan bahwa Allah ﷻitu fakir, sedangkan mereka kaya. Ada yang
meminta agar Allah menurunkan Al Qur'an dalam bentuk catatan dari langit dan minta agar Allah ﷻ
memancarkan beberapa sungai di tanah Arab untuk orang Yahudi.
Dengan mengejek dan menghina, mereka menyangka bisa merendahkan Islam dan utusan-Nya. Mereka
bahkan berharap kepercayaan kaum Muslimin kepada Rasulullah ﷺdan firman Allah ﷻbisa digoyah.
Namun, Rasulullah ﷺdan para pengikutnya tetap tegar.
Kedengkian orang-orang Yahudi tidak berhenti sampai di situ. Mereka bahkan berani melakukan
perbuatan yang sangat berbahaya bagi kaum Muslimin.
Keangkuhan orang Yahudi berasal dari kepercayaan mereka kepada Allah ﷻmenjadikan mereka bangsa
pilihan, bangsa yang lebih tinggi dari semua bangsa lain. Sikap ini membuat orang Yahudi sangat sulit
menyatu dengan masyarakat di setiap negeri yang mereka tinggali.
*Yahudi Menghasut*
Syas bin Qais adalah salah satu pemimpin Yahudi yang paling keras memusuhi Rasulullah ﷺ. Suatu hari,
ia melewati tempat berkumpul kaum Muslimin. Hatinya panas melihat para pemuda Anshar dari suku
Aus dan Khazraj duduk bersama dalam persaudaraan yang erat. Padahal, dahulu kedua suku itu
bermusuhan.
"Orang-orang Bani Qaila (Aus dan Khazraj) sudah bersatu. Demi Allah, kita tidak berarti apa-apa kalau
para pemuka Aus dan Khazraj telah terikat persatuan."
Kemudian Syas mengirim seorang pemuda Yahudi yang berkawan karib dengan para pemuda Anshar.
Dengan halus dan licik, pemuda Yahudi itu menyinggung-nyinggung kembali Perang Buath yang dahsyat
di masa saat itu, pihak Aus dapat mengalahkan Khazraj. Ternyata, hal itu memang membangkitkan
ingatan masa lampau yang pahit. Para pemuda Anshar dan Aus dan Khazraj lalu bersitegang, saling
membanggakan diri, dan hanyut dalam pertengkaran.
"Demi Allah! Kalau kamu mau, mari kita hidupkan kembali peperangan hebat itu!" sahut salah satu
pihak berteriak marah.
"Marilah kita lakukan! Marilah kita lakukan! Perjanjian kamu di Adh Dhahirah! Senjata! Senjata!" sahut
yang lain panas.
Dengan cepat peristiwa itu sampai ke telinga Rasulullah ﷺ. Segera saja beliau pergi menemui kedua
kelompok itu bersama beberapa orang sahabat.
"Apakah kamu menyerukan kembali ke masa jahiliah sedang saya masih ada di hadapan kamu? Setelah
Allah memberi petunjuk Islam kepadamu? Dan setelah Allah memuliakan kamu dengan Agama ini? Dan
Ia telah memutuskan dari kamu urusan-urusan jahiliah? Dan Ia telah menyelamatkan kamu dari
kekafiran? Dan Ia telah mempersatukan dan menjinakkan hati-hati kamu dengan Islam?"
Rasulullah ﷺmengingatkan mereka bahwa Islam telah mempersatukan dan membuat mereka benar-
benar bersaudara, membuat semua saling mencintai.
Lalu, luruhlah segala kemarahan. Di depan Rasulullah ﷺ, mereka berpelukan sambil menangis.
Semuanya lalu beristighfar dan memohon semoga kiranya Allah ﷻmengampuni mereka.
*Wujud Ukhuwah*
Ukhuwah adalah persaudaraan. Salah satu wujudnya dalam Islam adalah mengucapkan salam kepada
sesama Muslim, menengok yang sakit, menghibur orang yang tertimpa musibah, bersama menolak
kejahatan, berbagi kegembiraan, memaafkan orang yang bersalah, dan menghentikan gosip tentang
tetangga, entah gosip itu baik atau buruk.
Bersambung
*KISAH RASULULLAH *ﷺ
Bagian 74
ٰ
َ اَللّهُ َّم
ِ صلِّ َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى
آل َسيِّ ِدنَا ُم َح َّمد
Orang-orang Yahudi pun mendatangi Rasulullah ﷺdan berkata, "Muhammad, tentu sudah engkau
ketahui bahwa semua nabi dan rasul sebelummu pergi ke Baitul Maqdis. Di sanalah sebetulnya tempat
tinggal mereka. Jika engkau benar-benar seorang rasul, engkau pasti akan pergi ke sana, bukan? Anggap
saja Madinah ini sebagai perantara hijrah kamu dan umatmu dari Mekah ke Baitul Maqdis!"
Namun, saat itu juga Rasulullah ﷺtahu bahwa mereka berusaha melakukan tipu daya kepada beliau.
Apalagi saat itu kiblat shalat kaum Muslimin adalah Baitul Maqdis, bukan Ka'bah di Mekah.
Namun, sekali lagi, pendapat orang-orang Yahudi tadi dipecahkan oleh firman Allah ﷻyang
memerintahkan Rasulullah ﷺdan kaum Muslimin menghadap Ka'bah saat sedang shalat. Saat itu,
genap tujuh belas bulan Rasulullah ﷺberhijrah ke Madinah. Allah ﷻberfirman,
Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan
kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu
berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang
diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah
benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.
"Kami akan menjadi pengikutmu Muhammad, apabila kamu berada kembali mengubah kiblat ke arah
Baitul Maqdis!"
Orang-orang yang kurang akalnya di antara manusia akan berkata: Apakah yang memalingkan mereka
(umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya? Katakanlah:
Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke
jalan yang lurus.
ٰ
ِ ََّو َك َذلِكَ َج َع ْلنَا ُك ْم ُأ َّمةً َو َسطًا لِتَ ُكونُوا ُشهَدَا َء َعلَى الن
اس َويَ ُكونَ ال َّرسُو ُل َعلَ ْي ُك ْم َش ِهيدًا ۗ َو َما َج َع ْلنَا ْالقِ ْبلَةَ الَّتِي ُك ْنتَ َعلَ ْيهَا ِإاَّل لِنَ ْعلَ َم َم ْن يَتَّبِ ُع ال َّرسُو َل
وف َر ِحي ٌم ٌ اس لَ َر ُء ِ َُّضي َع ِإي َمانَ ُك ْم ۚ ِإ َّن هَّللا َ بِالن
ِ َت لَ َكبِي َرةً ِإاَّل َعلَى الَّ ِذينَ هَدَى هَّللا ُ ۗ َو َما َكانَ هَّللا ُ لِيْ ِم َّم ْن يَ ْنقَلِبُ َعلَ ٰى َعقِبَ ْي ِه ۚ َوِإ ْن كَان
Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu
menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan)
kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami
mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh
(pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh
Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang kepada manusia.
Setelah shalat, orang-orang Nasrani menghadap Rasulullah ﷺdan memberi hadiah berupa permadani
indah yang bergambar dan beberapa buah tikar dari bulu. Rasulullah ﷺmenolak permadani bergambar
dan menerima tikar dari bulu.
Sebenarnya, tujuan orang-orang Nasrani ini adalah untuk menambah keributan antara kaum Muslimin
dan orang Yahudi sehingga orang-orang Nasrani dapat diuntungkan. Begitu bertemu Rasulullah ﷺ,
orang-orang Nasrani berusaha menjelaskan mengapa mereka menganggap Nabi Isa adalah anak Allah
dan mengapa mereka menyembah tiga tuhan. Satu per satu alasan itu dipatahkan Rasulullah ﷺ.
Bahkan, Rasulullah ﷺberbalik mengajak mereka menyembah Allah ﷻYang Maha Esa dan menjelaskan
kerasulannya.
Namun, walau sudah demikian jelas Rasulullah ﷺmenyampaikan kebenaran, para pendeta Nasrani itu
terus bersikeras mendustakan beliau. Mereka tetap mengatakan bahwa Nabi Isa adalah putra Allah dan
Allah itu hanya salah satu dari tiga tuhan.
Akhirnya, atas perintah Allah ﷻ, Rasulullah ﷺmengajak mereka ber-mubahalah dengan bersabda,
"Marilah, kami ajak anak-anak kami dan anak-anak kamu, wanita kami dan wanita kamu, diri-diri kami
dan diri-diri kamu bersama sungguh-sungguh berdoa, lalu kita jadikan laknat Allah menimpa kepada
siapa di antara kita yang berdusta."
Orang-orang Nasrani itu hendak menerima, namun Al Aqib, penasihat tertinggi mereka berkata,
"Sesungguhnya, Muhammad itu adalah nabi yang diutus dan kamu telah mengetahui itu dengan pasti.
Tidak ada suatu kaum yang ber-mubahalah dengan seorang nabi kecuali ia pasti hancur binasa."
Mendengar itu, orang-orang Nasrani memutuskan untuk menolak usul Rasulullah ﷺ. Mereka memilih
untuk kembali ke Najran dengan tetap memeluk agama mereka.
*Sepupu*
Orang Arab dan Yahudi (Ibrani) bisa dikatakan merupakan sepupu. Nenek moyang mereka adalah Nabi
Ibrahim. Putra sulung Nabi Ibrahim, yaitu Nabi Ismail ditempatkan di Mekah dan menjadi leluhur orang
Arab. Sementara itu, putra Nabi Ibrahim yang lain, yaitu Nabi Ishaq, menurunkan bangsa Yahudi.
Bersambung
Bagian 75
ٰ
َ اَللّهُ َّم
ِ صلِّ َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى
آل َسيِّ ِدنَا ُم َح َّمد
*Merindukan Mekah*
Dapatkah kita bayangkan perasaan kaum Muhajirin yang terusir paksa dari Mekah, tanah kelahiran
mereka sendiri. Rasa rindu akan Mekah semakin lama semakin besar. Banyak sekali hal yang membuat
kaum Muhajirin merasa demikian sebab Mekah bukan sekedar tempat lahir, melainkan juga merupakan
kota yang luar biasa.
Di Mekah terdapat Ka'bah, rumah Allah ﷻyang dibangun oleh Nabi Ibrahim, tempat para penduduk
dan bahkan seluruh orang Arab berziarah. Kewajiban berziarah ke Ka'bah sudah begitu mendarah daging
dalam diri orang Arab, baik itu Muslim maupun bukan. Kewajiban suci itu tidak bisa dilepaskan begitu
saja, meski orang Quraisy pasti akan mencegah kedatangan setiap Muslim.
Selain itu, di Mekah masih tertinggal٨ keluarga yang mereka cintai walaupun masih dalam kehidupan
syirik karena menyembah berhala. Keluarga inilah yang sudah sangat ingin mereka ajak ke dalam
kehidupan Islam. Di Mekah pula masih tertinggal harta benda dan barang perdagangan yang disita
Quraisy tatkala mereka berhijrah.
Rasa rindu kaum Muhajirin pada Mekah semakin besar karena mereka telah keluar dari kota itu akibat
tindakan keras Quraisy. Bukan menjadi adat orang-orang Mekah untuk menyerah terhadap
ketidakadilan tanpa melakukan pembalasan.
Bahkan Rasulullah ﷺsendiri tidak kuasa melupakan Mekah. Di Mekah sana terkubur jasad Khadijah,
kekasih yang sangat beliau cintai. Tidak ada negeri yang lebih beliau sayangi melebihi Mekah, tanah
tumpah darah yang menimbulkan begitu banyak kenangan.
Suatu hari, seorang lelaki datang berhijrah dari Mekah. Ia menemui Rasulullah ﷺdan Aisyah.
Laki-laki itu menggambarkan keadaan rumah-rumah, padang-padang tandus, jalan, pasar-pasar yang
hiruk pikuk, serta bunga-bunga yang tumbuh di tepi jalan menuju perbukitan. Suaranya penuh pilu dan
sedih. Kerinduan Rasulullah ﷺbegitu memuncak sehingga kedua mata beliau berkaca-kaca penuh
linangan air mata.
Namun, di tengah kerinduan dan beban berat mengurus umat, Rasulullah ﷺjuga dibahagiakan dengan
pernikahan putri bungsunya, Fathimah Az Zahra.
*Orang-orang Munafik*
Salah satu tokoh paling berpengaruh yang ada di Madinah adalah Abdullah bin Ubay bin Salul Al-Aufi,
salah seorang dari Bani Al-Hubla. Sebelum dan sesudahnya orang-orang Al-Aus dan Al-Khazraj tidak
pernah menjadikan Pemimpin lain selain Abdullah bin Ubay bin Salul, sampai akhirnya Islam datang.
Selain itu di Al-Aus terdapat tokoh berpengaruh lainnya yg ditaati dan dihormati kaumnya yaitu Abu
Amir Abdu Ann Bin Shaifi bin An Nu'man, beliau adalah orangtua dari sahabat Rasulullah ﷺyang
bernama Hanzhalar Al-Ghasil. Abu Amir Bin Shaifi biasa dipanggil sebagai Pendeta oleh kaumnya.
Adapun Abdullah bin Ubay bin Salul kaumnya telah mempersiapkan mutiara sebagai mahkota untuk
disematkan padanya dan menjadikan dia Raja mereka. Maka ketika kaumnya berpaling kepada Islam,
dia menaruh dendam permusuhan kepada Rasulullah ﷺdan menuduh Rasul telah mengambil mahkota
kepemimpinannya.
Tatkala kaumnya masuk Islam, Abdullah bin Ubay bin Salul ikut masuk Islam namun tetap menyimpan
kemunafikan dan dendam kesumat.
Sementara Abu Amir Bin Shaifi memilih tetap pada kekafirannya, ia pergi bersama belasan kaumnya ke
Mekah dengan meninggalkan Islam dan Rasulullah ﷺ.
Rasul ﷺbersabda
"Janganlah kalian memanggil dia Rahib (Pendeta), tetapi panggilah dia Fasiq."
Rasulullah ﷺbersabda,
Rasulullah ﷺbersabda,
"Wahai Muhammad, Engkau telah memasukkan hal-hal baru ke dalam agama yang lurus (hanifiyah)
yang bukan merupakan bagian darinya."
Rasulullah ﷺbersabda,
"Aku tidak pernah melakukan itu semua. Aku datang dengan agama Ibrahim dalam keadaan putih suci."
"Seorang pendusta akan Allah matikan dalam keadaan terusir, terasing, dan sendirian."
Rasulullah ﷺbersabda,
Demikianlah yang dilakukan musuh Allah ﷻ, Abu Amir, ia beranjak ke Mekah.
Suatu hari, Rasulullah ﷺpergi menunggang keledai bersama Usamah bin Zaid bin Haritsah, di atas
keledainya ada kain pelana yang di atasnya terdapat selimut asal Fadak yang diikat dengan serat palem.
Rasulullah ﷺberjalan melewati Abdullah Bin Ubay Bin Salul yang sedang bernaung di bawah benteng
kecil yang bernama Muzahim.
Abdullah Bin Ubay Bin Salul sedang bersama beberapa orang dari kaumnya. Tatkala Rasulullah ﷺ
melihat Abdullah Bin Ubay Bin Salul, Beliau ﷺmerasa malu melewatinya dengan mengendarai keledai,
maka Rasulullah ﷺturun dari keledainya, dan mengucapkan salam lalu duduk sejenak.
Rasulullah ﷺmembacakan Al Quran kepada Abdullah Bin Ubay Bin Salul, dan mengajaknya kepada
agama Allah ﷻ, mengingatkannya tentang Allah ﷻ, memberi peringatan keras, memberi kabar
gembira, dan ancaman padanya.
Abdullah Bin Ubay Bin Salul diam seribu bahasa. Setelah Rasulullah ﷺselesai berbicara, Abdullah Bin
Ubay Bin Salul berkata,
"Wahai Muhammad sesungguhnya tidak ada orang yang lebih baik perkatannya dari perkataanmu.
Apabila yang engkau katakan itu benar, duduk sajalah di rumahmu. Siapa pun yang datang menemuimu,
bicaralah engkau kepadanya. Sedangkan orang yang tidak datang menemuimu, tidak usahlah engkau
bersusah payah datang kepadanya dan mengatakan sesuatu yang orang itu tidak menyukainya."
Abdullah bin Rawahah yang sedang berada bersama beberapa dari kaum Muslimin berkata,
"Benar sekali, biarkan kami yang mengajaknya ke majelis-majelis, kampung dan rumah-rumah kami.
Demi Allah, inilah suatu hal yang kami sukai, sesuatu yang dengannya Allah jadikan kami mulia. Dan Dia
memberi petunjuk bagi kami padanya."
Ketika Abdullah Bin Ubay Bin Salul mendengar kaumnya menentang pendapatnya, ia bersyair:
_"Kala tuanmu menjadi musuhmu._
Rasulullah ﷺberanjak dari tempat tersebut lalu pergi ke rumah Sa'ad Bin Ubadah. Ucapan Abdullah Bin
Ubay Bin Salul masih terbersit di wajah Rasulullah ﷺ. Sa'ad Bin Ubadah berkata,
"Wahai Rasulullah, aku melihat sesuatu terbersit di wajahmu, apakah Engkau baru mendengar hal yang
tidak engkau sukai?"
Rasulullah ﷺbersabda,
"Betul sekali."
"Wahai Rasulullah, bersikap lemah lembutlah kepada Abdullah Bin Ubay Bin Salul. Demi Allah ketika
engkau datang kepada kami, kami telah mempersiapkan mahkota yang akan kami berikan padanya
sebagai pemimpin. Ia beranggapan Engkau telah merampas mahkota kepemimpinan itu darinya."
Bersambung
Bagian 76
ٰ
َ اَللّهُ َّم
ِ صلِّ َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى
آل َسيِّ ِدنَا ُم َح َّمد
Aisyah رضي هللا عنهماmengisahkan saat Rasulullah ﷺsampai di Madinah, Madinah kala itu merupakan
bumi Allah ﷻyang paling potensial untuk wabah penyakit demam. Dampaknya banyak sahabat
Rasulullah ﷺyang terjangkit sakit demam.
Abu bakar, Amir bin Fuhairah, dan Bilal tinggal satu rumah. Mereka semua terjangkit wabah demam.
Lalu Aisyah menjenguk mereka.
Mereka bertiga diserang demam tinggi yang hanya Allah ﷻsaja yang tahu.
Aisyah berkata,
Aisyah berkata,
Adapun Bilal, bila demam menyerangnya, ia berbaring di emperan rumah, dengan mengangkat suaranya
sambil berkata:
_Sementara di sekitarku terdapat Idzkhir (nama pohon beraroma wangi) dan Jalil (nama tumbuh-
tumbuhan),_
"Mereka bertiga bicara asal-asalan dan tidak sadar dengan apa yang mereka ucapkan akibat serangan
demam tinggi."
Rasulullah ﷺberdoa,
"Ya Allah, jadikanlah kami mencintai Madinah sebagaimana telah Engkau jadikan kami mencintai Mekah,
atau kokohkanlah rasa cinta kami kepada Madinah. Berilah kami keberkahan di dalam mud, dan sha'
Madinah (yakni makanannya). Alihkan serangan wabahnya ke Mahyaa'h."
Akibat serangan demam ini banyak sahabat yang mengerjakan shalat dengan cara duduk.
Rasulullah ﷺkeluar menemui mereka yang kala itu menunaikan shalat dengan cara duduk dan berkata,
"Ketahuilah wahai sahabat-sahabatku bahwa shalat orang yang duduk itu pahalanya setengah shalat
orang yang berdiri."
Maka para sahabat berupaya untuk berdiri sekuat mungkin walaupun mereka demikian lemah dan
sedang sakit dengan harapan mendapatkan pahala.
*Penanggalan Hijrah*
Rasulullah ﷺsampai di Madinah pada hari senin 12 Rabiul Awwal. Pada saat waktu Dhuha berakhir,
saat matahari tidak begitu panas.
Rasulullah ﷺsampai di Madinah saat usia beliau 53 tahun, 13 tahun setelah beliau diutus menjadi Nabi
dan Rasul.
Rasulullah ﷺtinggal di Madinah pada akhir Rabiul Awwal, Rabiul Akhir, Jumadil Ula, Jumadil Akhir,
Rajab, Sya'ban, Ramadhan, Syawal, Dzul Qa'dah, dan Dzul Hijjah.
Pada bulan-bulan inilah dan bulan Muharram tahun berikutnya Rasulullah ﷺtidak berperang melawan
kaum musyrikin.
Pada bulan Shafar, tepat setahun setelah kedatangan Rasulullah ﷺke Madinah, beliau keluar untuk
berperang dan berjihad untuk melawan musuhnya sesuai yang Allah ﷻperintahkan, serta memerangi
orang-orang musyrik.
Rasulullah ﷺmenunjuk Sa'ad Bin Ubadah sebagai penggantinya di Madinah selama beliau berada di
medan jihad.
*Diijinkan Berperang*
Dalam situasi genting yang dapat mengancam eksistensi kaum muslimin di Madinah di mana kaum
Quraisy tidak sadar dari kesesatannya dan sama sekali tidak mau menghentikan kejahatannya, Allah ﷻ
mengizinkan kaum muslim untuk berperang. Allah ﷻberfirman,
ُأ ِذنَ لِلَّ ِذينَ يُقَاتَلُونَ بَِأنَّهُ ْم ظُلِ ُموا ۚ َوِإ َّن هَّللا َ َعلَ ٰى نَصْ ِر ِه ْم لَقَ ِدي ٌر
Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah
dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu,
Ayat tersebut turun dalam rangkaian ayat yang menunjukkan kepada mereka bahwa izin tersebut
hanyalah untuk menyingkirkan kebatilan dan menegakkan syiar-syiar Allah ﷻ.
ُأْل
ِ ُوف َونَهَوْ ا ع َِن ْال ُم ْنك
ِ َر ۗ َوهَّلِل ِ عَاقِبَةُ ا ُم
ور ِ صاَل ةَ َوآتَ ُوا ال َّزكَاةَ َوَأ َمرُوا بِ ْال َم ْعر
َّ ض َأقَا ُموا ال
ِ ْالَّ ِذينَ ِإ ْن َم َّكنَّاهُ ْم فِي اَأْلر
(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka
mendirikan sholat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma´ruf dan mencegah dari perbuatan yang
mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.
Sikap bijak harus diambil untuk menghadapi kondisi saat itu di mana sumber utamanya adalah kekuatan
dan kesewenang-wenangan kaum Quraisy.
Kaum muslimin harus membentangkan kekuasaan mereka pada jalur perdagangan dari Mekkah ke
Syam. Dalam hal ini Rasulullah ﷺmenempuh dua langkah yaitu:
Pertama mengadakan perjanjian persekutuan atau perjanjian untuk tidak melakukan permusuhan
dengan kabilah-kabilah yang berdekatan dengan jalur perdagangan itu.
Di samping itu mengadakan perjanjian persekutuan atau tidak mengadakan permusuhan dengan kabilah
Juhairah, sebelum melakukan kegiatan militer.
Bersambung
Bagian 77
ٰ
َ اَللّهُ َّم
ِ صلِّ َعلَى َسيّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى
آل َسيِّ ِدنَا ُم َح َّمد
1. Ekspedisi Saiful Bahar yaitu pada Bulan Ramadhan tahun pertama Hijriah Rasulullah ﷺmengangkat
Hamzah bin Abdul Muthalib untuk memimpin ekspedisi ini, ekspedisi ini berkekuatan 30 orang yang
terdiri atas kaum Muhajirin untuk mencegah kafilah Quraisy yang datang dari Syam yang dipimpin oleh
Abu Jahal dengan kekuatan 300 Orang. Setelah sampai di Saiful Bahri di sekitar daerah Laut Merah
bertemulah pasukan kaum muslimin dengan kafilah Quraisy dan siap untuk bertempur. Namun Majdi
bin Amru al-juhani sekutu Quraisy dan kaum muslimin berjalan di tengah-tengah mereka dan
menghalangi mereka sehingga pertempuran pun tidak terjadi.
Bendera Hamzah adalah bendera pertama yang dikibarkan oleh Rasulullah ﷺwarnanya putih dan
dibawa oleh Abu Mursyid Kinas Bin Hushain Al Ghanawi.
Perang ini terjadi pada bulan Safar tahun kedua Hijriyah atau Agustus tahun 623 M. Setelah mewalikan
urusan kota Madinah kepada Saad bin Ubadah Rasulullah ﷺkeluar memimpin langsung pasukan yang
berkekuatan 70 orang, khusus orang-orang Muhajirin untuk mencegah kafilah Quraisy. Setelah tiba di
Waddan, beliau tidak menjumpai pasukan Quraisy.
Dalam peperangan tersebut Beliau mengatakan perjanjian persekutuan dengan Bani Dhamrah, yang
ketika itu pemimpinnya adalah Amru bin Makhsya Adh Dhamri. Naskah perjanjian tersebut adalah
sebagai berikut
Ini adalah surat perjanjian dari Muhammad ﷺkepada Bani Dhamrah, sesungguhnya harta dan diri
mereka aman dan mereka berhak mendapatkan pertolongan jika diserang. Kecuali apabila mereka
memerangi agama Allah ﷻ.
Waddan terletak antara Mekah dan Madinah. Antara Waddan dan Rabigh setelah Madinah 29 mil dan
Abwa' terletak di dekat Waddan.
Inilah peperangan pertama yang diikuti oleh Rasulullah ﷺ. Kepergian beliau itu selama 15 malam
benderanya berwarna putih dan pembawanya adalah Hamzah bin Abdul Mutholib.
*Perang Buwath*
Perang Buwath terjadi pada bulan Rabiul awal tahun kedua Hijriyah atau September 623 M. Rasulullah
ﷺkeluar memimpin pasukan berkekuatan 200 orang dari para sahabatnya, untuk mencegah kafilah
Quraisy yang berkekuatan 100 orang di bawah pimpinan Umayyah bin Khalaf Al-Jami.
Kafilah itu membawa 2500 unta. Setibanya di Buwath di sekitar Ridhwa, beliau tidak menjumpai kafilah.
Dalam peperangan tersebut beliau mewakilkan urusan kota Madinah kepada Saad bin Muadz.
Benderanya berwarna putih dan dibawa oleh Saad bin Abi Waqqash radliyallahu anhu.
*Perang Sawan*
Perang Sawan terjadi pada bulan Rabiul awal tahun kedua Hijriyah atau September tahun 623 M. Karz
bin Jabir Al Fihri dengan pasukannya dari kaum muslimin menyerang pinggiran kota Madinah dan
merampas beberapa binatang ternak.
Karena itu Rasulullah ﷺkeluar dengan para sahabatnya bersekutukan 70 orang untuk mengejar
pasukan Karz hingga tiba di lembah Safwan yang letaknya tidak jauh dari Badr. Namun beliau tidak
menjumpai Karz dan teman-temannya, lalu pulang tanpa melakukan pertempuran. Perang ini disebut
juga dengan
Dalam perang ini urusan kota Madinah diwakilkan kepada Zaid bin Haritsah. Benderanya berwarna putih
dan dibawa oleh Ali bin Abi Tholib.
Setelah Perang Buwath dan Perang Sawan terjadi, ekspedisi selanjutnya adalah:
Perang Dzil Usyairah terjadi pada bulan Jumadil Ula dan bulan Jumadil Akhir tahun kedua Hijriyah atau
November dan Desember tahun 623 M. Rasulullah ﷺkeluar memimpin pasukan berkekuatan 150
(dalam riwayat lain 200) orang kaum Muhajirin. Dalam hal ini bisa tidak memaksa seorang pun untuk
ikut serta dalam peperangan tersebut.
Mereka keluar membawa 30 Onta yang dikendarai secara bergantian untuk mencegah kafilah Quraisy
yang berangkat ke Syam. Telah terdengar berita tentang keberangkatan mereka dari Mekah membawa
barang-barang dagangan kaum Quraisy. Setibanya di Dzil Usyairah, beliau tidak menjumpai kafillah
tersebut, mereka telah lolos beberapa hari sebelumnya. Kafilah inilah yang dicari sepulang mereka dari
Syam, dan menjadi penyebab terjadinya
(inilah yang menjadi penyebab perbedaan pendapat ahli siroh dalam menentukan bulan terjadinya
peperangan ini).
Dalam peperangan ini Rasulullah ﷺmengadakan perjanjian perdamaian dengan Bani Mudlij dan
sekutunya, yaitu Bani Dhamrah.
Pada saat peperangan itu urusan kota Madinah diwakilkan kepada Abu Salamah bin Abdul Asad Al
Makhzumi. Bendera peperangan itu berwarna putih dan dibawa oleh Hamzah bin Abdul muththalib
رضي هللا عنه.
Bersambung