Anda di halaman 1dari 11

REPUBLIKA.CO.ID, Ia datang ke Makkah sambil terhuyung-huyung, namun sinar matanya bersinar bahagia.

Memang, sulitnya perjalanan dan teriknya matahari yang menyengat tubuhnya cukup menyakitkan. Namun tujuan yang hendak dicapainya telah meringankan penderitaan dan meniupkan semangat kegembiraan. Ia memasuki kota dengan menyamar seolah-olah hendak melakukan thawaf mengelilingi berhala-berhala di sekitar Ka'bah, atau seolah-olah musafir yang sesat dalam perjalanan, yang memerlukan istirahat dan menambah perbekalan. Padahal seandainya orang-orang Makkah tahu bahwa kedatangannya itu untuk menjumpai Nabi Muhammad SAW dan mendengarkan keterangan beliau, pastilah mereka akan membunuhnya. Ia terus melangkah sambil memasang telinga, dan setiap didengarnya orang mengatakan tentang Rasulullah, ia pun mendekat dan menyimak dengan hati-hati. Sehingga dari cerita yang tersebar di sana-sini, diperolehnya petunjuk yang dapat mengarahkannya ke kediaman Nabi Muhammad dan mempertemukannya dengan beliau. Pada suatu pagi, lelaki itu, Abu Dzar Al-Ghifari, pergi ke tempat tersebut. Didapatinya Rasulullah sedang duduk seorang diri. Ia mendekat kemudian menyapa, "Selamat pagi, wahai kawan sebangsa." "Wa alaikum salam, wahai sahabat," jawab Rasulullah. "Bacakanlah kepadaku hasil gubahan anda!" "Ia bukan syair hingga dapat digubah, tetapi Al-Qur'an yang mulia," kata Rasulullah, kemudian membacakan wahyu Allah SWT. Tak berselang lama, Abu Dzar berseru, "Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan aku bahwa bersaksi bahwa engkau adalah hamba dan utusan-Nya." "Anda dari mana, kawan sebangsa?" tanya Rasulullah. "Dari Ghifar," jawabnya. Bibir Rasulullah menyunggingkan senyum dan wajahnya diliputi rasa kagum dan takjub. Abu Dzar juga tersenyum, karena ia mengetahui rasa terpendam di balik kekaguman Rasulullah setelah mendengar bahwa orang yang telah mengaku Islam di hadapannya secara terus terang itu adalah seorang laki-laki dari Ghifar. Ghifar adalah suatu kabilah atau suku yang tidak ada taranya dalam soal menempuh

jarak. Mereka jadi contoh perbandingan dalam melakukan perjalanan yang luar biasa. Malam yang kelam dan gelap gulita tak jadi soal bagi mereka. Dan celakalah orang yang kesasar atau jatuh ke tangan kaum Ghifar di waktu malam. Rasulullah pun bersabda, "Sesungguhnya Allah memberi petunjuk kepada yang disukainya..." Benar, Allah menunjuki siapa saja yang Dia kehendaki. Abu Dzar adalah salah seorang yang dikehendaki-Nya memperoleh petunjuk, orang yang dipilih-Nya akan mendapat kebaikan. Ia termasuk orang yang pertama-tama masuk Islam. Urutannya di kalangan Muslimin adalah yang kelima atau keenam. Jadi ia telah memeluk agama itu di masa-masa awal, hingga keislamannya termasuk dalam barisan terdepan. Lelaki yang bernama Jundub bin Junadah ini termasuk seorang radikal dan revolusioner. Telah menjadi watak dan tabiatnya menentang kebatilan di mana pun ia berada. Dan kini kebatilan itu nampak di hadapannya, berhala-berhala yang disembah oleh para pemujanyaorang-orang yang merendahkan kepala dan akal mereka. Baru saja masuk Islam, ia sudah mengajukan pertanyaan kepada Rasulullah. "Wahai Rasulullah, apa yang sebaiknya saya kerjakan menurut anda?" "Kembalilah kepada kaummu sampai ada perintahku nanti!" jawab Rasulullah. "Demi Tuhan yang menguasai jiwaku," kata Abu Dzar, "Saya takkan kembali sebelum meneriakkan Islam di depan Ka'bah." Ia pun menuju menuju Haram dan menyerukan syahadat dengan suara lantang. Akibatnya, ia dipukuli dan disiksa oleh orang-orang musyrik yang tengah berkumpul di sana. Rasulullah kembali menyuruhnya pulang dan menemui keluarganya. Ia pun pulang ke Bani Ghifar dan mengajak sanak kerabatnya memeluk agama baru ini. Ketika Rasulullah dan kaum Muslimin telah berhijrah ke Madinah dan menetap di sana, pada suatu hari, barisan panjang yang terdiri atas para pengendara dan pejalan kaki menuju pinggiran kota. Kalau bukan karena takbir yang mereka teriakkan dengan suara bergemuruh, tentulah yang melihat akan menyangka mereka adalah pasukan tentara musyrik yang akan menyerang kota. Begitu rombongan besar itu mendekat, lalu masuk ke dalam kota dan masuk ke Masjid Rasulullah, ternyata mereka tiada lain adalah kabilah Bani Ghifar. Semuanya telah masuk Islam tanpa kecuali; laki-laki, perempuan, orang tua, remaja dan anakanak.

Rasulullah semakin takjub dan kagum. Beliau bersabda, "Takkan pernah lagi dijumpai di bawah langit ini, orang yang lebih benar ucapannya dari Abu Dzar. Benar batinnya, benar juga lahirnya. Benar akidahnya, benar juga ucapannya." Pada suatu ketika, Rasulullah SAW mengajukan pertanyaan kepadanya. "Wahai Abu Dzar, bagaimana pendapatmu bila menjumpai para pembesar yang mengambil upeti untuk diri mereka?" Ia menjawab, "Demi Allah yang telah mengutus anda dengan kebenaran, akan saya tebas mereka dengan pedangku!" "Maukah kau kutunjukkan jalan yang lebih baik dari itu? Bersabarlah hingga kau menemuiku!" Abu Dzar akan selalu ingat wasiat guru dan Rasul ini. Ia tidak akan menggunakan ketajaman pedang terhadap para pembesar yang mengambil kekayaan dari harta rakyat sebagaimana ancamannya dulu. Namun ia juga tidak akan bungkam atau berdiam diri mengetahui kesesatan mereka. Ketika kepemimpinan Rasulullah dan para Khulafaur Rasyidin telah berlalu, dan godaan harta mulai menjangkiti para pembesar dan penguasa Islam, Abu Dzar turun tangan. Ia pergi ke pusat-pusat kekuasaan dan gudang harta, dengan lisannya yang tajam dan benar untuk merubah sikap dan mental mereka satu per satu. Dalam beberapa hari saja tak ubahnya ia telah menjadi panji-panji yang di bawahnya bernaung rakyat banyak dan golongan pekerja, bahkan sampai di negeri jauh yang penduduknya pun belum pernah melihatnya. Nama Abu Dzar bagaikan terbang ke sana, dan tak satu pun daerah yang dilaluinya, bahkan walaupun baru namanya yang sampai ke sana, sudah menimbulkan rasa takut dan ngeri pihak penguasa dan golongan berharta yang berlaku curang. Penggerak hidup sederhana ini selalu mengulang-ulang pesannya, dan bahkan diulang-ulang juga oleh para pengikutnya, seolah lagu perjuangan. "Beritakanlah kepada para penumpuk harta, yang menumpuk emas dan perak. Mereka akan diseterika dengan seterika api neraka, menyeterika kening dan pinggang mereka di hari kiamat!" Abu Dzar telah mencurahkan segala tenaga dan kemampuannya untuk melakukan perlawanan secara damai dan menjauhkan diri dari segala kehidupan dunia. Ia menjadi maha guru dalam seni menghindarkan diri dari godaan jabatan dan harta kekayaan. Abu Dzar mengakhiri hidupnya di tempat sunyi bernama Rabadzah, pinggiran

Madinah. Ketika menghadapi sakaratul maut, istrinya menangis di sisinya. Ia bertanya, "Apa yang kau tangiskan, padahal maut itu pasti datang?" Istrinya menjawab, "Karena engkau akan meninggal, padahal kita tidak mempunyai kain kafan untukmu!" "Janganlah menangis," kata Abu Dzar, "Pada suatu hari, ketika aku berada di majelis Rasulullah bersama beberapa sahabat, aku mendengar beliau bersabda, 'Pastilah ada salah seorang di antara kalian yang akan meninggal di padang pasir liar, dan disaksikan oleh serombongan orang beriman.' Semua yang ada di majelis itu sudah meninggal di kampung, di hadapan kaum Muslimin. Tak ada lagi yang masih hidup selain aku. Inilah aku sekarang, menghadapi sakaratul maut di padang pasir. Maka perhatikanlah jalan itu, siapa tahu kalau rombongan orang-orang beriman itu sudah datang. Demi Allah, aku tidak bohong, dan tidak juga dibohongi!" Ruhnya pun kembali ke hadirat Ilahi... Dan benarlah, ada rombongan kaum Muslimin yang lewat yang dipimpin oleh Abdullah bin Mas'ud. Sebelum sampai ke tujuan, Ibnu Mas'ud melihat sosok tubuh terbujur kaku, sedang di sisinya terdapat seorang wanita tua dan seorang anak kecil, kedua-duanya menangis. Ketika pandangan Ibnu Mas'ud jatuh ke mayat tersebut, tampaklah Abu Dzar AlGhifari. Air matanya mengucur deras. Di hadapan jenazah itu, Ibnu Mas'ud berkata, "Benarlah ucapan Rasulullah, anda berjalan sendirian, mati sendirian, dan dibangkitkan kembali seorang diri!"

Abu Dzar Al-Ghifari Meski tak sepopuler sahabat-sahabat besar seperti Abu Bakar, Umar,Utsm an, dan Ali, namun sosokn ya tak dapat dilepaskan sebagai tokoh yangp a l i n g g i a t m e n e r a p k a n p r i n s i p e g a l i t e r , k e s e t a r a a n d a l a m h a l membelanjakan harta d i j a l a n A l l a h . D i t e n t a n g n y a s e m u a o r a n g y a n g cenderung memupuk harta untuk kepentingan pribadi, term asuk sahabat -sahabatnya sendiri.D i m a s a K h a l i f a h U t s m a n , p e n d a p a t k e r a s n y a tentang gejalanepotisme dan penumpukan harta y a n g t e r j a d i d i k a l a n g a n Q u r a i s y membuat ia dikecam b a n y a k p i h a k . S i k a p s e r u p a i a t u n j u k k a n k e p a d a pemerint ahan Muawiyah yang menjadi gubernur Syiria. Baginya, adalahk ewajiban setiap muslim sejati menyalurkan kelebihan hartanya k e p a d a saudara-saudaranya yang miskin.Kepada Muawi yah yang membangun istana hijaun ya at au Istana Al Khizra, abu Dzar menegur, "Kalau Anda membangun istana ini dengan uangn e g a r a , b e r a r t i A n d a t e l a h m e n y a l a h g u n a k a n u a n g n e g a r a . K a lau Andam e m b a n g u n n y a d e n g a n u a n g A n d a s e n d i r i b e r a r t i A n d a t e l a h b e r l a k u boros," kat anya. Muawi yah han ya terdi am mendengar teguran sahabatn ya ini.D u k u n g a n n y a k e p a d a s e m a n g a t s o l i d a r i t a s s o s i a l , k e p e d u l i a n kalangan berpunya kepada kaum m i s k i n , b u k a n h a n y a d a l a m u c a p a n . Seluruh sikap hidupn ya ia tunjukkan kepada upa ya penumbuhan semangatt e r s e b u t . S i k a p w a r a ' d a n z u h u d s e l a l u j a d i p e r i l a k u h i d u pnya. Sikapnyainilah yang dipuji Rasulullah SAW. Saat Rasul ak a n b e r p u l a n g , A b u D z a r dipanggilnya. Sambil memeluk Abu Dzar, Nabi berkata "Abu Dzar akan tetapsama sepanjang hidupnya. Dia tidak akan berubah walaupun aku meninggalnanti." Ucapan Nabi t ern yat a benar. Hingga akhir hayatn ya kemudi an, Abu Dzar tetap dalam kesederhanaan dan sangat shaleh.A b u D z a r t e r l a h i r d e n g a n n a m a J u n d a b . D u l u , i a a d a lah seorangp e r a m p o k y a n g m e w a r i s i k a r i r o r a n g t u a n y a s e l a k u p i m p i n a n b e s a r perampok kafilah yang m e l a u i j a l u r i t u . T e r o r d i w i l a y a h s e k i t a r j a l u r perdagangan itu selalu dilakukannya untuk mendapatkan harta dengan caram u d a h . H i d u p n y a p e n u h d e n g a n k e j a h a t a n d a n k e k e r a s a n . S i a p a pun dit a n a h A r a b m a s a i t u t a h u , j a l u r p e r d a g a n g a n M e k k a h - S y i r i a d i k u a s a i perampok suku Ghiffar, sukunya.Namun begitu, hati kecil Abu Dzar sesungguhn ya tak meneri man ya. Pergolakan batin membuatnya sangat menyesali perbuatan buruk tersebut.A k h i r n y a i a m e l e p a s k a n s e m u a j a b a t a n d a n k e k a y a a n y a n g dimilikinya.K a u m n y a p u n d i s e r u n y a u n t u k b e r h e n t i m e r a m p o k . T i n d a k a n n y a i t u menimbulkan amarah sukun ya. Abu Dzar akhirn ya hijrah ke Nej ed bersama ibu dan saudara laki-lakinya, Anis, dan menetap di kediaman pamannya.Di tempat ini pun ia tidak lama. Ide-idenya yang revolusioner berkaitd e n g a n s i k a p h i d u p t a k m e n g a b a i k a n s e s a m a d an mendistribusikan

sebagi an harta yang dimiliki, menimbulkan kebenci an orang -orang sesuku. I a p u n d i a d u k a n k e p a d a p a m a n n y a . K e m b a l i A b u D z a r hijrah ke kampungd e k a t M e k k a h . D i t e m p a t i n i l a h i a m e n d a p a t k a b a r d a r i A n i s , t e n t a n g kehadiran Rasulullah SAW dengan ajaran Islam.Abu Dzar s egera menemui Rasulullah SAW. Melihat ajarann ya yang s e j a l a n dengan sikap hidupnya selama ini, akhirnya ia pun masuk I s l a m . Tanpa ragu-ragu, i a mem prokl am irkan keisl amann ya di depan Ka'bah, s aatsemua orang masih m erahasi akan karena khawati r akan akibat n ya. Tentu saja pernyataan ini menimbulkan amarah warga Mekkah. Ia pun dipukuli danhampi r saj a t erbunuh bila Abbas, pam an Rasulullah SAW, tidak mel erai danmengingatkan warga Mekkah bahwa Abu Dzar adal ah warga Ghiffar yangakan menuntut balas jika mereka membunuhnya.S e j a k i t u , A b u D z a r m e n g h a b i s k a n h a r i h a r i n y a u n t u k m e n c a p a i kejayaan Islam. Tugas pertama yang diembankan Rasul di pundaknya adalahm e n g a j a r k a n I s l a m d i k a l a n g a n s u k u n y a . T e r n y a t a , b u k a n h a nya ibu dansaudaranya, namun hampir seluruh kaumnya yang suk a m e r a m p o k p u n akhirnya masuk Islam. Sikap hidupnya yang menentang keras segala bentukpenumpukkan harta, ia sampaikan juga kepada mereka. Namun, tak semuamenyukai tindakannya itu. Di masa Khalifah Utsman, ia mendapat kecamandari kaum Quraisy, termasuk salah satu tokohnya, Muawiyah bin Abu sufyan.Suatu kali pernah Muawi ya h yang kala itu menjadi Gubernur S yiri a,m e n g a t u r p e r d e b a t a n a n t a r a A b u D z a r d e n g a n p a r a ahli tentang sikaph i d u p n y a . T u j u a n n y a a g a r A b u D z ar membolehkan umat menumpukk e k a y a a n n y a . N a m u n , u s a h a i t u t a k m e n g g o y a h k a n k e t e g u h a n pandangannya. Karena jengkel, Muawiyah melaporkan k e p a d a K h a l i f a h Utsman ihwal Abu Dzar. Khalifah segera memanggil Abu Dzar. Memenuhip a n g g i l a n K h a l i f a h , A b u D z a r m e n d a p a t s a m b u t a n h a n g a t d i M a d i n a h . Namun, ia pun tak kerasan tinggal di kota Nabi tersebut karena orang-orangka ya di kota it u pun t ak men yukai seruann ya utnuk pemerat aan keka yaan.Akhi rn ya Utsm an meminta Abu Dzar meninggalkan Madinah dan tinggal di Rabza, sebuah kampung kecil di jalur jalan kafilah Irak Madinah.Di kampung inilah Abu Dzar wafat karena usia lanjut pada 8 Dzulhijjah32 Hijriyah. Jasadnya terbaring di jalur kafilah itu hanya ditunggui jandanya.Hampi r saj a tak ada yang menguburkan sahabat R asulullah SAW ini bil a takada kafil ah haji yang m enuju Mekkah. Kafil ah haji i tu segera berhenti dan menshalati jenazah dengan imam Abdullah ibn Masud, seorang sarjana Islamterkemuka masa itu

Biografi[sunting | sunting sumber] Abu Dzar berasal dari suku Ghifar (dikenal sebagai penyamun pada masa sebelum datangnya Islam). Ia memeluk Islam dengan sukarela, ia salah satu sahabat yang terdahulu dalam memeluk Islam. Ia mendatangi Nabi Muhammad langsung ke Mekkah untuk menyatakan keislamannya. Setelah menyatakan keislamannya, ia berkeliling Mekkah untuk meneriakkan bahwa ia seorang Muslim, hingga ia dipukuli oleh suku Quraisy. Atas bantuan dari Abbas bin Abdul Muthalib, ia dibebaskan dari suku Quraisy, setalah suku Quraisy mengetahui bahwa orang yang dipukuli berasal dari suku Ghifar. Ia mengikuti hampir seluruh pertempuran-pertempuran selama Nabi Muhammad hidup. Orang-orang yang masuk Islam melalui dia, adalah : Ali-al-Ghifari, Anis al-Ghifari, Ramlah al-Ghifariyah. Dia dikenal sangat setia kepada Rasulullah. Kesetiaan itu misalnya dibuktikan sosok sederhana ini dalam satu perjalanan pasukan Muslim menuju medan Perang Tabuk melawan kekaisaran Bizantium. Karena keledainya lemah, ia rela berjalan kaki seraya memikul bawaannya. Saat itu sedang terjadi puncak musim panas yang sangat menyayat. Dia keletihan dan roboh di hadapan Nabi SAW. Namun Rasulullah heran kantong airnya masih penuh. Setelah ditanya mengapa dia tidak minum airnya, tokoh yang juga kerap mengkritik penguasa semena-mena ini mengatakan, "Di perjalanan saya temukan mata air. Saya minum air itu sedikit dan saya merasakan nikmat. Setelah itu, saya bersumpah tak akan minum air itu lagi sebelum Nabi SAW meminumnya." Dengan rasa haru, Rasulullah berujar, "Engkau datang sendirian, engkau hidup sendirian, dan engkau akan meninggal dalam kesendirian. Tapi serombongan orang dari Irak yang saleh kelak akan mengurus pemakamanmu." Abu Dzar Al Ghifary, sahabat setia Rasulullah itu, mengabdikan sepanjang hidupnya untuk Islam. Sebelum Masuk Islam[sunting | sunting sumber] Tidak diketahui pasti kapan Abizar lahir. Sejarah hanya mencatat, ia lahir dan tinggal dekat jalur kafilah Mekkah, Syria. Riwayat hitam masa lalu Abizar tak lepas dari keberadaan keluarganya. Abizar yang dibesarkan di tengah-tengah keluarga perampok besar Al Ghiffar saat itu, menjadikan aksi kekerasan dan teror untuk mencapai tujuan sebagai profesi keseharian. Itu sebabnya, Abizar yang semula bernama Jundab, juga dikenal sebagai perampok besar yang sering melakukan aksi teror di negeri-negeri di sekitarnya. Kendati demikian, Jundab pada dasarnya berhati baik. Kerusakan dan derita korban yang disebabkan oleh aksinya kemudian menjadi titik balik dalam perjalanan hidupnya: Insyaf dan berhenti dari aksi jahatnya tersebut. Bahkan tak saja ia menyesali segala perbuatan jahatnya itu, tapi juga mengajak rekan-rekannya mengikuti jejaknya. Tindakannya itu menimbulkan amarah besar sukunya, yang memaksa Jundab meninggalkan tanah kelahirannya. Bersama ibu dan saudara lelakinya, Anis Al Ghifar, Abizar hijrah ke Nejed Atas, Arab Saudi. Ini merupakan hijrah pertama Abizar dalam mencari kebenaran. Di Nejed

Atas, Abizar tak lama tinggal. Sekalipun banyak ide-idenya dianggap revolusioner sehingga tak jarang mendapat tentangan dari masyarakat setempat. Masuk Islam[sunting | sunting sumber] Mendengar datangnya agama Islam, Abizar pun berpikir tentang agama baru ini. Saat itu, ajaran Nabi Muhammad ini telah mulai mengguncangkan kota Mekkah dan membangkitkan gelombang kemarahan di seluruh Jazirah Arab. Abizar yang telah lama merindukan kebenaran, langsung tertarik kepada Rasulullah, dan ingin bertemu dengan Nabi SAW. Ia pergi ke Mekkah, dan sekali-sekali mengunjungi Ka'bah. Sebulan lebih lamanya ia mempelajari dengan seksama perbuatan dan ajaran Nabi. Waktu itu masyarakat kota Mekkah dalam suasana saling bermusuhan. Demikian halnya dengan Ka'bah yang masih dipenuhi berhala dan sering dikunjungi para penyembah berhala dari suku Quraisy, sehingga menjadi tempat pertemuan yang populer. Nabi juga datang ke sana untuk salat. Seperti yang diharapkan sejak lama, Abizar berkesempatan bertemu dengan Nabi. Dan pada saat itulah ia memeluk agama Islam, dan kemudian menjadi salah seorang pejuang paling gigih dan berani. Bahkan sebelum masuk Islam, ia sudah mulai menentang pemujaan berhala. Dia berkata: "Saya sudah terbiasa bersembahyang sejak tiga tahun sebelum mendapat kehormatan melihat Nabi Besar Islam." Sejak saat itu, Abizar membaktikan dirinya kepada agama Islam. Kisah masuk Islamnya Abu Dzar[sunting | sunting sumber] Diceritakan oleh (Abu Jamra): Ibn Abbas r.a berkata pada kami: Maukah kalian aku ceritakan kisah tentang masuk Islamnya Abu Dzar? Kami menjawab: "Ya" Abu Dzar berkata, "Aku adalah seorang pria dari kabilah Ghifar, Kami mendengar bahwa ada seseorang mengaku nabi di Mekkah. Aku bilang pada seorang saudaraku, 'Pergilah temui orang itu, bicaralah dengannya lalu kabarkanlah beritanya padaku'. Dia pergi menjumpainya dan kembali. Aku bertanya padanya, 'Ada kabar apa yang kau bawa?', Dia berkata, 'Demi Allah, aku melihat seorang pria mengajak pada hal-hal yang baik dan melarang hal-hal yang buruk', Aku berkata padanya, 'Kamu tidak memuaskan keingin-tahuanku dengan keterangan yang hanya sedikit itu' . Aku mengambil kantung air dan tongkat lalu pergi menuju Mekkah. Aku tak tahu siapa dan seperti apa nabi itu, dan akupun tak mau menanyakan hal itu pada siapapun. Aku terus minum air zam-zam dan terus berdiam diri di sekitar Ka'bah. Lalu Ali lewat didepanku, dia bertanya, 'Sepertinya anda orang asing disini? 'Aku jawab 'Ya'. Dia mengajakku kerumahnya, aku lalu mengikutinya. Dia tidak menanyakan apapun padaku, Akupun tidak mengatakan apa-apa padanya. Besok paginya aku pergi lagi ke Ka'bah untuk menanyakan sang nabi pada orangorang disana, tapi tak seorangpun mengatakan sesuatu tentangnya. Ali kembali lewat dihadapanku dan bertanya,

'Adakah seseorang yang belum juga menemukan tempat tinggalnya?', Aku bilang,'Tidak'. Dia berkata, 'Kemari mendekatlah padaku'. Dia bertanya, 'Anda punya urusan apa disini? Apa yang membuat anda datang ke kota ini?'. Aku bilang padanya, 'Jika kamu bisa menjaga rahasiaku, maka aku akan mengatakannya ', Dia menjawab, 'Akan aku lakukan'. Aku berkata padanya, 'Kami mendengar bahwa ada seseorang di kota ini mengaku sebagai seorang nabi...aku mengutus seorang saudaraku untuk bicara dengannya dan waktu dia kembali, dia membawa kabar yang tidak memuaskan. Jadi aku berpikir untuk bertemu dengannya secara langsung'. Ali berkata, 'Tercapailah sudah tujuanmu, Aku mau menemui dia sekarang, jadi ikutlah denganku dan kemanapun aku masuk, masuklah setelahku. Jika aku menjumpai seseorang yang mungkin akan menyusahkanmu, aku akan berdiri didekat tembok berpura-pura memperbaiki sepatuku (sebagai tanda peringatan) dan anda harus segera pergi'. Kemudian Ali berjalan dan aku mengikutinya sampai dia masuk ke suatu tempat dan aku masuk dengannya menemui sang nabi yang padanya aku berkata, 'Terangkanlah hakekat Islam itu padaku'. Waktu dia menjelaskannya, aku langsung menyatakan masuk Islam seketika itu juga. Nabi bersabda,'Wahai Abu Dzar, simpanlah perkataanmu itu sebagai rahasiamu dan pulanglah ke daerah asalmu dan apabila kamu mendengar kabar tentang kemenangan kami, kembalilah temuilah kami'. Aku berkata, 'Demi Dia Yang telah mengutus engkau dalam kebenaran, aku akan mengumumkan ke-Islamanku secara terang-terangan dihadapan mereka (kaum musyrikin)'. Abu Dzar pergi ke Ka'bah dimana banyak orang-orang Quraish berkumpul, lalu berseru, 'Hey, Kalian orang-orang Quraish! Aku bersaksi (Ashadu a l ilha ill-Allah wa ashadu anna Muhammadan abduhu wa rasuluhu) Tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi Muhammad itu hamba dan rasul Allah!'. (Mendengar hal itu) Orang-orang Quraish itu berteriak, 'Tangkap Sbi itu (Muslim itu)! Mereka bangkit lalu memukuliku sampai hampir mati. Al Abbas melihatku lalu menabrakkan badannya ke badanku untuk melindungiku. Lalu dia menghadapi mereka dan berkata, 'Ada apa dengan kalian ini! Apakah kalian mau membunuh seorang dari kabilah Ghifar?, padahal selama ini kalian berdagang dan berkomunikasi melewati daerah kekuasaan mereka?!'. Mereka lalu meninggalkanku... Besok paginya aku kembali ke Ka'bah dan berseru sama persis seperti yang aku lakukan kemarin, mereka kembali berteriak, 'Tangkap Sbi itu (Muslim itu)!'. Lalu aku dipukuli (sampai hampir mati) sama seperti kemarin, dan kembali Al Abbas menemukan diriku dan menabrakkan badannya ke

badanku untuk melindungiku, dan dia berkata pada mereka sama seperti yang dia lakukan kemarin. Begitulah kisah tentang masuk Islamnya Abu Dzar r.a (4:725-OB) Menjadi Sahabat Nabi[sunting | sunting sumber] Mendapat kepercayaan Nabi SAW, Abizar ditugaskan mengajarkan Islam di kalangan sukunya. Meskipun tak sedikit rintangan yang dihadapinya, misi Abizar tergolong sukses. Bukan hanya ibu dan saudara-saudaranya, hampir seluruh sukunya yang suka merampok berhasil diislamkan. Itu pula yang mencatatkan dirinya sebagai salah seorang penyiar Islam fase pertama dan terkemuka. Rasulullah sendiri sangat menghargainya. Ketika dia meninggalkan Madinah untuk terjun dalam "Perang pakaian compang-camping", dia diangkat sebagai imam dan administrator kota itu. Saat akan meninggal dunia, Nabi memanggil Abizar. Sambil memeluknya, Rasulullah berkata: "Abizar akan tetap sama sepanjang hidupnya." Ucapan Nabi ternyata benar, Abizar tetap dalam kesederhanaan dan sangat saleh. Seumur hidupnya ia mencela sikap hidup kaum kapitalis, terutama pada masa khalifah ketiga, Usman bin Affan, ketika kaum Quraisy hidup dalam gelimangan harta. Bagi Abizar, masalah prinsip adalah masalah yang tak bisa ditawar-tawar. Itu sebabnya, hartawan yang dermawan ini gigih mempertahankan prinsip egaliter Islam. Penafsirannya mengenai "Ayat Kanz" (tentang pemusatan kekayaan), dalam surat Attaubah, menimbulkan pertentangan pada masa pemerintahan Usman, khalifah ketiga. "Mereka yang suka sekali menumpuk emas dan perak dan tidak memanfaatkannya di jalan Allah, beritahukan mereka bahwa hukuman yang sangat mengerikan akan mereka terima. Pada hari itu, kening, samping dan punggung mereka akan dicap dengan emas dan perak yang dibakar sampai merah, panasnya sangat tinggi, dan tertulis: Inilah apa yang telah engkau kumpulkan untuk keuntunganmu. Sekarang rasakan hasil yang telah engkau himpun." Atas dasar pemahamannya inilah, Abizar menentang keras ide menumpuk harta kekayaan dan menganggapnya sebagai bertentangan dengan semangat Islam. Soal ini, sedikit pun Abizar tak mau kompromi dengan kapitalisme di kalangan kaum Muslimin di Syria yang diperintah Muawiyah, saat itu. Menurutnya, sebagaimana dikutip dalam buku Tokoh-tokoh Islam yang Diabadikan Alquran, merupakan kewajiban Muslim sejati menyalurkan kelebihan hartanya kepada saudara-saudaranya yang miskin. Untuk memperkuat pendapatnya itu, Abizar mengutip peristiwa masa Nabi: "Suatu hari, ketika Nabi Besar sedang berjalan bersama-sama Abizar, terlihat pegunungan Ohad. Nabi berkata kepada Abizar, 'Jika aku mempunyai emas seberat pegunungan yang jauh itu, aku tidak perlu melihatnya dan memilikinya kecuali bila diharuskan membayar utang-utangku. Sisanya akan aku bagi-bagikan kepada hamba Allah'."n her

Pelayan Dhuafa dan Pelurus Penguasa Semasa hidupnya, Abizar Al Ghifary sangat dikenal sebagai penyayang kaum dhuafa. Kepedulian terhadap golongan fakir ini bahkan menjadi sikap hidup dan kepribadian Abizar. Sudah menjadi kebiasaan penduduk Ghiffar pada masa jahiliyah merampok kafilah yang lewat. Abizar sendiri, ketika belum masuk Islam, kerap kali merampok orang-rang kaya. Namun hasilnya dibagi-bagikan kepada kaum dhuafa. Kebiasaan itu berhenti begitu menyatakan diri masuk agama terakhir ini. Prinsip hidup sederhana dan peduli terhadap kaum miskin itu tetap ia pegang di tempat barunya, di Syria. Namun di tempat baru ini, ia menyaksikan gubernur Muawiyah hidup bermewah-mewah. Ia malahan memusatkan kekuasaannya dengan bantuan kelas yang mendapat hak istimewa, dan dengan itu mereka telah menumpuk harta secara besar-besaran. Ajaran egaliter Abizar membangkitkan massa melawan penguasa dan kaum borjuis itu. Keteguhan prinsipnya itu membuat Abizar sebagai 'duri dalam daging' bagi penguasa setempat. Ketika Muawiyah membangun istana hijaunya, Al Khizra, salah satu ahlus shuffah (sahabat Nabi SAW yang tinggal di serambi Masjid Nabawi) ini mengkritik khalifah, "Kalau Anda membangun istana ini dari uang negara, berarti Anda telah menyalahgunakan uang negara. Kalau Anda membangunnya dengan uang Anda sendiri, berarti Anda melakukan 'israf' (pemborosan)." Muawiyah hanya terpesona dan tidak menjawab peringatan itu. Muawiyah berusaha keras agar Abizar tidak meneruskan ajarannya. Tapi penganjur egaliterisme itu tetap pada prinsipnya. Muawiyah kemudian mengatur sebuah diskusi antara Abizar dan ahli-ahli agama. Sayang, pendapat para ahli itu tidak mempengaruhinya. Muawiyah melarang rakyat berhubungan atau mendengarkan pengajaran salah satu sahabat yang ikut dalam penaklukan Mesir, pada masa khalifah Umar bin Khattab ini. Kendati demikian, rakyat tetap berduyun-duyun meminta nasihatnya. Akhirnya Muawiyah mengadu kepada khalifah Usman. Ia mengatakan bahwa Abizar mengajarkan kebencian kelas di Syria, hal yang dianggapnya dapat membawa akibat yang serius. Keberanian dan ketegasan sikap Abizar ini mengilhami tokoh-tokoh besar selanjutnya, seperti Hasan Basri, Ahmad bin Hanbal, Ibnu Taimiyah, dan lainnya. Karena itulah, tak berlebihan jika sahabat Ali Ra, pernah berkata: "Saat ini, tidak ada satu orang pun di dunia, kecuali Abuzar, yang tidak takut kepada semburan tuduhan yang diucapkan oleh penjahat agama, bahkan saya sendiri pun bukan yang terkecuali."

Anda mungkin juga menyukai