Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) ON HEMODIALISA

OLEH :

HELMA RAMADANI
105111103221

CI LAHAN CI INSTITUT

( ) ( Rahmawati S.kep Ns, M.kes)

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2023
LAPORAN PENDAHULUAN
CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) ON HEMODIALISA

I. CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)


A. Definisi CKD
Cronical Kidney Disease (CKD) atau penyakit ginjal tahap akhir merupakan
gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversibel, dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah. Hal ini terjadi karena terjadi bila laju filtrasi glomerular kurang dari 50 mL/min
(Smeltzer & Bare, 2000; Price, Wilson, 2002; Suyono, et al, 2001).
Gagal ginjal kronis disebut juga sebagai Chronic Kidney Desease (CKD).
Perbedaan kata kronis disini dibanding dengan akut adalah kronologis waktu dan
tingkat fisiologis filtrasit. Berdasarkan Mc Clellan 2006 dijelaskan bahwa gagal ginjal
kronis merupakan kondisi penyakit pada ginjal yang persisten (keberlangsungan ≥ 3
bulan dengan kerusakan ginjal, dan Kerusakan glomerular filtration rate (GFR) dengan
angka GFR ≤ 60 ml/menit/ 1,73 m2 (Prabowo & Eka, 2014).
Pada keadaan gagal ginjal kronik ini, terjadi penurunan fungsi ginjal yang lambat
dengan tanda dan gejala yang minimal. Banyak pasien yang tidak menyadari timbulnya
keadaan tersebut sampai fungsi ginjal hanya tinggal 25% (Agoes, 2010). Gagal ginjal
kronik merupakan penyakit yang terjadi dalam kurun waktu cukup lama sampai
bertahun-tahun serta tidak kunjung sembuh (Dharma, 2015).
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3
bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria.
Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika
nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m², sebagai berikut:
1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau
tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:
 Kelainan patologik
 Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada pemeriksaan
pencitraan
2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m² selama > 3 bulan dengan atau tanpa
kerusakan ginjal (Capernito, 2009).

B. Klasifikasi CKD
Terdapat 5 stadium penyakit gagal ginjal kronis yang ditentukan melalui
penghitungan nilai Glumerular Filtration Rate (GFR). Untuk menghitung GFR dokter
akan memeriksakan sampel darah penderita ke laboratorium untuk melihat kadar
kreatinin dalam darah. Kreatinin adalah produk sisa yang berasal dari aktivitas otot
yang seharusnya disaring dari dalam darah oleh ginjal yang sehat. Dibawah ini 5
stadium penyakit gagal ginjal kronis sebagai berikut :

Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate) / CCT (Clearance Creatinin Test)
dapat digunakan dengan rumus berikut ini:

Clearance creatinin ( ml/ menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( Kg )


72 x creatini serum
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85

Stadium penyakit gagal ginjal kronis sebagai berikut :


1. Stadium 1, dengan GFR normal (> 90 ml/min)
Pada stadium 1 gagal ginjal kronik (GGK) biasanya belum merasakan gejala
yang mengindikasikan adanya kerusakan pada ginjalnya. Hal ini disebabkan ginjal
tetap berfungsi secara normal meskipun tidak lagi dalam kondisi tidak lagi 100%,
sehingga banyak penderita yang tidak mengetahui kondisi ginjalnya dalam stadium.
2. Stadium 2, dengan penurunan GFR ringan (60 s/d 89 ml/min)
Pada stadium 2 juga dapat tidak merasakan gejala yang aneh karena ginjal
tetap dapat berfungsi dengan baik.
3. Stadium 3, dengan penurunan GFR moderat (30 s/d 59 ml/min)
Pada tingkat ini akumulasi sisa-sisa metabolisme akan menumpuk dalam darah
yang disebut uremia. Gejala-gejala juga terkadang mulai dirasakan seperti :
a. Fatique, rasa lemah/lelah yang biasanya diakibatkan oleh anemia.
b. Kelebihan cairan, hal ini membuat penderita akan mengalami pembengkakan
sekitar kaki bagian bawah, seputar wajah atau tangan. Penderita juga dapat
mengalami sesak nafas akaibat teralu banyak cairan yang berada dalam tubuh.
c. Perubahan pada urin, urin yang keluar dapat berbusa yang menandakan adanya
kandungan protein di urin. Selain itu warna urin juga mengalami perubahan
menjadi coklat, orannye tua, atau merah apabila bercampur dengan darah.
Kuantitas urin bisa bertambah atau berkurang dan terkadang penderita sering
trbangun untuk buang air kecil di tengah malam.
d. Rasa sakit pada ginjal, rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal berada dapat
dialami oleh sebagian penderita yang mempunyai masalah ginjal seperti
polikistik dan infeksi.
e. Sulit tidur, sebagian penderita akan mengalami kesulitan untuk tidur disebabkan
munculnya rasa gatal, kram ataupun restless legs.
4. Stadium 4, dengan penurunan GFR parah (15 s.d 29 ml/min)
Apabila seseorang berada pada stadium ini maka sangat mungkin dalam waktu
dekat diharuskan menjalani terapi pengganti ginjal / dialisis atau melakukan
transplantasi. Kondisi dimana terjadi penumpukan racun dalam darah atau uremia
biasanya muncul pada stadium ini. Gejala yang mungkin dirasakan pada stadium 4
adalah Fatique, Kelebihan cairan, perubahan pada urin, sakit pada ginjal, sulit tidur,
Nausea (muntah atau rasa ingin muntah), perubahan cita rasa makanan (dapat terjadi
bahwa makanan yang dikonsumsi tidak terasa seperti biasanya), dan bau mulut
uremic (ureum yang menumpuk dalam darah dapat dideteksi melalui bau pernafasan
yang tidak enak).
5. Stadium 5, penyakit ginjal stadium akhir/ terminal (>15 ml/min)
Pada level ini ginjal kehilangan hampir seluruh kemampuannya untuk bekerja
secara optimal. Untuk itu diperlukan suatu terapi pengganti ginjal (dialisis) atau
transplantasi agar penderita dapat bertahan hidup. Gejala yang dapat timbul pada
stadium 5 antara lain kehilangan nafsu makan, nausea, sakit kepala, merasa lelah,
tidak mampu berkonsentrasi, gatal-gatal, urin tidak keluar atau hanya sedikit sekali,
bengkak (terutama di seputar wajah, mata dan pergelangan kaki), kram otot, dan
perubahan warna kulit.

C. Etiologi CKD
Penyebab GGK menurut Price & Wilson (2006) dibagi menjadi delapan kelas,
antara lain:
1. Infeksi misalnya pielonefritis kronik
2. Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis
3. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteria renalis
4. Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis
nodosa, sklerosis sistemik progresif
5. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubulus ginjal
6. Penyakit metabolik misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis
7. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik, nefropati timbal
8. Nefropati obstruktif
Faktor predisposisi:
1. Diabetes
2. Usia lebih dari 60 tahun
3. Penyakit ginjal congenital
4. Riwayat keluarga penyakit ginjal
5. Autoimmune (lupus erythematosus
6. Obstruksi renal (BPH dan prostitis)
7. Ras
Faktor presipitasi:
1. Paparan toksin dan beberapa medikasi yang berlebih
2. Gaya hidup (hipertensi, atherosclerosis)
3. Pola makan (diet)

D. Manifestasi Klinis CKD


Menurut Smeltzer dan Bare (2009) manifestasi klinik gagal ginjal kronik adalah:
1. Kardiovaskuler
a. Hipertensi
b. Pitting edema
c. Edema periorbital
d. Pembesaran vena leher
e. Friction rub perikardial
2. Pulmoner
a. Krekels
b. Nafas dangkal
c. Kusmaul
d. Sputum kental dan liat
3. Gastrointestinal
a. Anoreksia, mual dan muntah
b. Perdarahan saluran GI
c. Ulserasi dan perdarahan pada mulut
d. Konstipasi / diare
e. Nafas berbau amonia
4. Muskuloskeletal
a. Kram otot
b. Kehilangan kekuatan otot
c. Fraktur tulang
d. Foot drop
5. Integumen
a. Warna kulit abu-abu mengkilat
b. Kulit kering, bersisik
c. Pruritus
d. Ekimosis
e. Kuku tipis dan rapuh
f. Rambut tipis dan kasar
6. Reproduksi
a. Amenore
b. Atrofi testis
Pasien dengan CKD menunjukkan manifestasi yang berbeda-beda, tergantung
pada stadium CKD yang dialami:
1) Stadium 1
Seseorang dengan CKD stadium 1 biasanya belum merasakan gejala yang
menandakan kerusakan ginjal karena ginjal masih dapat berfungsi dengan normal.
2) Stadium 2
Seseorang dengan CKD stadium 2 biasanya juga belum merasakan gejala yang
menandakan kerusakan ginjal walaupun sudah terdapat penurunan GFR ringan,
yaitu sebesar 60-89.
3) Stadium 3
Pada stadium ini, gejala- gejala terkadang mulai dirasakan seperti:
 Fatigue: rasa lemah/lelah yang biasanya diakibatkan oleh anemia.
 Kelebihan cairan: Seiring dengan menurunnya fungsi ginjal membuat ginjal
tidak dapat lagi mengatur komposisi cairan yang berada dalam tubuh. Hal ini
membuat penderita akan mengalami pembengkakan sekitar kaki bagian
bawah, seputar wajah atau tangan. Penderita juga dapat mengalami sesak nafas
akaibat teralu banyak cairan yang berada dalam tubuh.
 Perubahan pada urin: urin yang keluar dapat berbusa yang menandakan adanya
kandungan protein di urin. Selain itu warna urin juga mengalami perubahan
menjadi coklat, orannye tua, atau merah apabila bercampur dengan darah.
Kuantitas urin bisa bertambah atau berkurang dan terkadang penderita sering
trbangun untuk buang air kecil di tengah malam.
 Rasa sakit pada ginjal. Rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal berada dapat
dialami oleh sebagian penderita yang mempunyai masalah ginjal seperti
polikistik dan infeksi.
 Sulit tidur: Sebagian penderita akan mengalami kesulitan untuk tidur
disebabkan munculnya rasa gatal, kram ataupun restless legs.
 Penderita GGK stadium 3 disarankan untuk memeriksakan diri ke seorang ahli
ginjal hipertensi (nephrolog). Dokter akan memberikan rekomendasi terbaik
serta terapi – terapi yang bertujuan untuk memperlambat laju penurunan fungsi
ginjal. Selain itu sangat disarankan juga untuk meminta bantuan ahli gizi untuk
mendapatkan perencanaan diet yang tepat. Penderita GGK pada stadium ini
biasanya akan diminta untuk menjaga kecukupan protein namun tetap
mewaspadai kadar fosfor yang ada dalam makanan tersebut, karena menjaga
kadar fosfor dalam darah tetap rendah penting bagi kelangsungan fungsi ginjal.
Selain itu penderita juga harus membatasi asupan kalsium apabila kandungan
dalam darah terlalu tinggi. Tidak ada pembatasan kalium kecuali didapati
kadar dalam darah diatas normal. Membatasi karbohidrat biasanya juga
dianjurkan bagi penderita yang juga mempunyai diabetes. Mengontrol
minuman diperlukan selain pembatasan sodium untuk penderita hipertensi.
4) Stadium 4
Gejala yang mungkin dirasakan pada stadium 4 hampir sama dengan stadium 3,
yaitu:
 Fatique: rasa lemah/lelah yang biasanya diakibatkan oleh anemia.
 Kelebihan cairan: Seiring dengan menurunnya fungsi ginjal membuat ginjal
tidak dapat lagi mengatur komposisi cairan yang berada dalam tubuh. Hal ini
membuat penderita akan mengalami pembengkakan sekitar kaki bagian
bawah, seputar wajah atau tangan. Penderita juga dapat mengalami sesak nafas
akaibat teralu banyak cairan yang berada dalam tubuh.
 Perubahan pada urin: urin yang keluar dapat berbusa yang menandakan adanya
kandungan protein di urin. Selain itu warna urin juga mengalami perubahan
menjadi coklat, orannye tua, atau merah apabila bercampur dengan darah.
Kuantitas urin bisa bertambah atau berkurang dan terkadang penderita sering
trbangun untuk buang air kecil di tengah malam.
 Rasa sakit pada ginjal. Rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal berada dapat
dialami oleh sebagian penderita yang mempunyai masalah ginjal seperti
polikistik dan infeksi.
 Sulit tidur: Sebagian penderita akan mengalami kesulitan untuk tidur
disebabkan munculnya rasa gatal, kram ataupunrestless legs.
 Nausea : muntah atau rasa ingin muntah.
 Perubahan cita rasa makanan : dapat terjadi bahwa makanan yang dikonsumsi
tidak terasa seperti biasanya.
 Bau mulut uremic : ureum yang menumpuk dalam darah dapat dideteksi
melalui bau pernafasan yang tidak enak.
 Sulit berkonsentrasi
5) Stadium 5 (gagal ginjal terminal)
Gejala yang dapat timbul pada stadium 5 antara lain:
 Kehilangan nafsu makan
 Nausea.
 Sakit kepala.
 Merasa lelah.
 Tidak mampu berkonsentrasi.
 Gatal – gatal.
 Urin tidak keluar atau hanya sedikit sekali.
 Bengkak, terutama di seputar wajah, mata dan pergelangan kaki.
 Kram otot
 Perubahan warna kulit

E. Patofisiologi CKD
Penurunan GFR dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk
pemeriksaan klirens kreatinin. Akibat dari penurunan GFR, maka klirens kretinin akan
menurun, kreatinin akan meningkat, dan nitrogen urea darah (BUN) juga akan
meningkat.
Gangguan klirens renal. Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat
dari penurunan jumlah glumeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens
(substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal).
Dari salah satu fungsi ginjal yaitu mengendalikan kadar gula dalam darah yaitu
ada dua hormon yang berperan di ginjal untuk mengendalikan kadar gula dalamdarah
yaitu hormon insulin dan hormon adrenalin, hormon insulin berfungsi sebagai penurun
kadar gula dalam darah sedangkan hormon adrenlin sebagai peningkatan gula dalam
darah. Ketika ginjal mengalami gangguan, dua hormon tersebut tidak dapat bekerja
seperti fungsinya masing-masing, etika gagal ginjal terjadi seseorang resiko terhadap
komplikasi hipoglikemi.
Gejala dari gagal ginjal yang mengalami hipoglikemi adalah mual muntah, ketika
ginjal mengalami gangguan menyebabkan sekresi protein terganggu sehingga terjadi
sindrome uremia, dan menjadi gangguan keseimbangan asam basa sehingga produksi
asam meningkat menyebabkan asam lambung naik terjadi iritasi lambung dan mual
muntah.
Tidak adanya asupan nutrisi kedalam tubuh juga merupakan salah satu penyebab
dari hipogikemi, karena asupan glukosa di dalam darah tidak terpenuhi, bagi penderita
gagal ginjal akan semakin mempersulit ketika asupan nutrisi yang kandungan di
dalamnya adalah glukosa tidak dapat difungsikan oleh ginjal untuk mengeluarkan
hormon adrenalin untuk merangsang peningkatan kadar glukosa di dalam darah.
Hipoglikemia harus segeramendapat pengelolaan yang memadai. Di berikan
makanan yang mengandung karbohidrat atau minuman yang mengandung gula
berkalori atau glukosa 15-20 g melalui intravena. Perlu dilakukan pemeriksaan ulang
glukosa darah 15 menit setelah pemberian glukosa. Glukagon deberikan pada pasien
hipoglikemia berat. Untuk menghindari timbulnya hipoglikemia pada pasien perlu
diajarkan bagaimana menyesuaikan penyuntikan insulin dengan waktu dan jumlah
makanan (karbohidrat).
Retensi cairan dan natrium. Ginjal kehilangan kemampuan untuk
mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal. Terjadi penahanan cairan
dan natrium; meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif dan
hipertensi.
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adequate,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk terjadi
perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran GI.
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh
memiliki hubungan yang saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, yang lain
akan turun. Dengan menurunnya GFR, maka terjadi peningkatan kadar fosfat serum
dan sebaliknya penurunan kadar kalsium.
Penurunan kadar kalsium ini akan memicu sekresi paratormon, namun dalam
kondisi gagal ginjal, tubuh tidak berespon terhadap peningkatan sekresi parathormon,
akibatnya kalsium di tulang menurun menyebabkab perubahan pada tulang dan
penyakit tulang.
Penyakit tulang uremik(osteodistrofi). Terjadi dari perubahan kompleks kalsium,
fosfat, dan keseimbangan parathormon.
( Smeltzer dan Bare, 2009).
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan Laboratorium yang umumnya dianggap menunjang,
kemungkinan adanya suatu Gagal Ginjal Kronik :
a. Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan
hipoalbuminemia.
b. Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang rendah.
c. Ureum dan kreatinin : Meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan
kreatinin lebih kurang 20 : 1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh karena
perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan
obstruksi saluran kemih.
d. Perbandingan ini berkurang : Ureum lebih kecil dari Kreatinin, pada diet rendah
protein, dan Tes Klirens Kreatinin yang menurun.
e. Hiponatremi : umumnya karena kelebihan cairan.
f. Hiperkalemia : biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan
menurunnya diuresis.
g. Hipokalsemia dan Hiperfosfatemia : terjadi karena berkurangnya sintesis 1,24
(OH)2 vit D3 pada GGK.
h. Fosfatase lindi meninggi akibat gangguan metabolisme tulang, terutama Isoenzim
fosfatase lindi tulang.
i. Hipoalbuminemis dan Hipokolesterolemia; umumnya disebabkan gangguan
metabolisme dan diet rendah protein.
j. Peninggian Gula Darah , akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada gagal
ginjal, (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan ferifer)
k. Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan, peninggian
hiormon inslin, hormon somatotropik dan menurunnya lipoprotein lipase.
l. Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukan pH yang menurun,
BE yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang menurun, semuanya
disebabkan retensi asam-asam organik pada gagal ginjal.

2. Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG)


Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,
aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia, hipokalsemia). Kemungkinan abnormal
menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam/basa.
3. Ultrasonografi (USG)
Untuk mencari adanya faktor yang reversibel seperti obstruksi oleh karena
batu atau massa tumor, dan untuk menilai apakah proses sudah lanjut.
4. Foto Polos Abdomen
Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal.
Menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain.
5. Pieolografi Intra-Vena (PIV)
Dapat dilakukan dengan cara intravenous infusion pyelography, untuk menilai
sistem pelviokalises dan ureter.
6. Pemeriksaan Pielografi Retrograd
Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversibel.
7. Pemeriksaan Foto Dada
Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air (fluid
overload), efusi pleura, kardiomegali dan efusi perikadial.
8. Pemeriksaan Radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi dan kalsifikasi metastatik.

G. Penatalaksanaan CKD
1. Konservatif
Diet TKRP (Tinggi Kalori Rendah Protein)
Protein dibatasi karena urea, asam urat dan asam organik merupakan hasil
pemecahan protein yang akan menumpuk secara cepat dalam darah jika terdapat
gangguan pada klirens renal. Protein yang dikonsumsi harus bernilai biologis
(produk susu, telur, daging) di mana makanan tersebut dapat mensuplai asam amino
untuk perbaikan dan pertumbuhan sel. Biasanya cairan diperbolehkan 300-600 ml/24
jam. Kalori untuk mencegah kelemahan dari Karbohidrat dan lemak. Pemberian
vitamin juga penting karena pasien dialisis mungkin kehilangan vitamin larut air
melalui darah sewaktu dialisa.
2. Simptomatik
a. Hipertensi
Ditangani dengan medikasi antihipertensi kontrol volume intravaskuler.
Gagal jantung kongestif dan edema pulmoner perlu pembatasan cairan, diit
rendah natrium, diuretik, digitalis atau dobitamine dan dialisis. Asidosis
metabolik pada pasien CKD biasanya tanpa gejala dan tidak perlu penanganan,
namun suplemen natrium bikarbonat pada dialisis mungkin diperlukan untuk
mengoreksi asidosis.
b. Anemia
Pada CKD ditangani dengan epogen (erytropoitin manusia rekombinan).
Anemia pada pasaien (Hmt < 30%) muncul tanpa gejala spesifik seperti malaise,
keletihan umum dan penurunan toleransi aktivitas. Abnormalitas neurologi dapat
terjadi seperti kedutan, sakit kepala, dellirium atau aktivitas kejang. Pasien
dilindungi dari kejang.
3. Terapi Pengganti dengan Hemodialisa
Dialisis adalah suatu proses dimana solute dan air mengalami difusi secara
pasif melalui suatu membran berpori dari satu kompartemen cair menuju
kompartemen cair lainnya. Hemodialisis dan dialysis merupakan dua teknik utama
yang digunakan dalam dialysis, dan prinsip dasar kedua teknik itu sama, difusi
solute dan air dari plasma ke larutan dialisis sebagai respons terhadap perbedaan
konsentrasi atau tekanan tertentu.
a. Dialisis peritoneal mandiri berkesinambungan atau CAPD
Dialisis peritoneal adalah metode cuci darah dengan bantuan membran
selaput rongga perut (peritoneum), sehingga darah tidak perlu lagi dikeluarkan
dari tubuh untuk dibersihkan seperti yang terjadi pada mesin dialisis. CAPD
merupakan suatu teknik dialisis kronik dengan efisiensi rendah sehingga perlu
diperhatikan kondisi pasien terhadap kerentanan perubahan cairan (seperti pasien
diabetes dan kardiovaskular).
b. Hemodialisis klinis di rumah sakit
Cara yang umum dilakukan untuk menangani gagal ginjal di Indonesia
adalah dengan menggunakan mesin cuci darah (dialiser) yang berfungsi sebagai
ginjal buatan.
Penatalaksanaan terhadap gagal ginjal meliputi :
1. Restriksi konsumsi cairan, protein, dan fosfat.
2. Obat-obatan : diuretik untuk meningkatkan urinasi; alumunium hidroksida untuk
terapi hiperfosfatemia; anti hipertensi untuk terapi hipertensi serta diberi obat yang
dapat menstimulasi produksi RBC seperti epoetin alfa bila terjadi anemia.
3. Dialisis Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang
serius, seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Perikarditis memperbaiki
abnormalitas biokimia ; menyebabkan caiarn, protein dan natrium dapat dikonsumsi
secara bebas ; menghilangkan kecendurungan perdarahan ; dan membantu
penyembuhan luka.
4. Penanganan hiperkalemia
Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan masalah utama pada gagal
ginjal akut ; hiperkalemia merupakan kondisi yang paling mengancam jiwa pada
gangguan ini. Oleh karena itu pasien dipantau akan adanya hiperkalemia melalui
serangkaian pemeriksaan kadar elektrolit serum ( nilai kalium > 5.5 mEq/L ; SI : 5.5
mmol/L), perubahan EKG (tinggi puncak gelombang T rendah atau sangat tinggi),
dan perubahan status klinis. Pningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan
pemberian ion pengganti resin (Natrium polistriren sulfonat [kayexalatel]), secara
oral atau melalui retensi enema.
5. Mempertahankan keseimbangan cairan
Penatalaksanaan keseimbanagan cairan didasarkan pada berat badan harian,
pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi urin dan serum, cairan yang hilang,
tekanan darah dan status klinis pasien. Masukkan dan haluaran oral dan parentral
dari urine, drainase lambung, feses, drainase luka dan perspirasi dihitung dan
digunakan sebagai dasar untuk terapi penggantia cairan.
6. Transplantasi ginjal (Smeltzer & Bare, 2005)

H. Komplikasi CKD
1. Hiperkalemia : akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan
masukan diit berlebih.
2. Perikarditis : Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk sampah uremik dan
dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-
angiotensin-aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah.
5. Penyakit tulang serta kalsifikasi akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum rendah,
metabolisme vitamin D dan peningkatan kadar aluminium.
6. Asidosis metabolic, Osteodistropi ginjal & Sepsis, Neuropati perifer, Hiperuremia
(Smeltzer & Bare, 2005)
II. HEMODIALISA
A. Definisi Hemodialisa
Dialisis merupakan suatu proses yang di gunakan untuk mengeluarkan cairan dan
produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan proses
tersebut. Tujuan dialisis adalah untuk mempertahankan kehidupan dan kesejahteraan
pasien sampai fungsi ginjal pulih kembali. Metode terapi mencakup hemodialisis,
hemofiltrasi dan peritoneal dialisis. Hemodialisa didefinisikan sebagai pergerakan
larutan dan air dari darah pasien melewati membran semipermeabel (dializer) ke dalam
dialisat. Dializer juga dapat dipergunakan untuk memindahkan sebagian besar volume
cairan.
Hemodialisis (HD) merupakan prosedur tindakan untuk memisahkan darah dari
zat-zat sisa atau racun yang dilaksanakan dengan mengalirkan darah melalui membran
semipermiabel dimana zat sisa atau racun ini dialihkan dari darah ke cairan dialisat
yang kemudian dibuang, sedangkan darah kembali ke dalam tubuh sesuai dengan arti
dari hemo yang berarti darah dan dialisis yang berarti memindahkan.

B. Tujuan Hemodialisa
Menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari pengobatan hemodialisa antara lain :
1. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-sisa
metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain.
2. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya
dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat.
3. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal.
4. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain.
Menurut PERNEFRI (2003) waktu atau lamanya hemodialisa disesuaikan
dengan kebutuhan individu. Tiap hemodialisa dilakukan 4 – 5 jam dengan frekuensi
2 kali seminggu. Hemodialisa idealnya dilakukan 10 – 15 jam/minggu dengan Blood
flow (QB) 200–300 mL/menit. Sedangkan menurut Corwin (2000) . Hemodialisa
memerlukan waktu 3 – 5 jam dan dilakukan 3 kali seminggu. Pada akhir interval 2 –
3 hari diantara hemodialisa, keseimbangan garam, air, dan pH sudah tidak normal
lagi. Hemodialisa ikut berperan menyebabkan anemia karena sebagian sel darah
merah rusak dalam proses hemodialisa

C. Proses Hemodialisa
Mekanisme proses pada mesin hemodialisa, darah dipompa dari tubuh masuk
kedalam mesin dialysis lalu dibersihkan pada dialyzer (ginjal buatan), lalu darah pasien
yang sudah bersih dipompakan kembali ke tubuh pasien. Mesin dialysis yang paling
baru telah dilengkapi oleh system komputerisasi dan secara terus menerus memonitor
array safty-critical parameter, mencangkup laju alir darah dan dialysate, tekanan darah,
tingkat detak jantung, daya konduksi, pH dan lain-lain. Bila ada yang tidak normal,
alarm akan berbunyi. Dalam hemodialysis memerlukan akses vascular (pembuluh
darah) hemodialysis (AVH) yang cukup baik agar dapat diperoleh aliran darah yang
cukup besar, yaitu diperlukan kecepatan darah sebesar 200 – 300 ml/menit secara
kontinyu selama hemodialysis 4 – 5 jam.
AVH dapat berupa kateter yang dipasang di pembuluh darah vena di leher atau
paha yang bersifat temporer. Untuk yang peramanen dibuat hubungan antara arteri dan
vena, biasanya di lengan bawah disebut arteriovenous fistula, lebih populer bila disebut
(brescia) cimino fistula. Kemudian darah dari tubuh pasien masuk ke dalam sirkulasi
darah mesin hemodialysis yang terdiri dari selang inlet/arterial (ke mesin) dan selang
outlet/venous (dari mesin ke tubuh), kedua ujungnya disambung ke jarum dan kanula
yang ditusuk ke pembuluh darah pasien. Darah setelah melalui selang inlet masuk ke
dialisar. Jumlah darah yang menempati sirkulasi darah di mesin berkisar 200 ml. Dalam
dialiser darah dibersihkan, sampah-sampah secara kontinyu menembus membrane dan
menyeberang ke kompartemen dialisat, di pihak lain cairan dialisat mengalir dalam
mesin hemodialysis dengan kecepatan 500 ml/menit masuk ke dalam dialiser pada
kompartemen dialisat. Cairan dialisat merupakan cairan yang pekat dengan bahan
utama elektrolit dan glukosa, cairan ini dipompa masuk ke mesin sambil dicampur
dengan air bersih yang telah mengalami proses pembersihan yang rumit (water
treatment). Selama proses hemodialysis, darah pasien diberi heparin agar tidak
membeku bila berada di luar tubuh yaitu dalam sirkulasi darah mesin.
Prinsip hemodialysis sama seperti metoda dialysis. Melibatkan difusi zat terlarut
ke sembarang suatu selaput semipermeable. Prinsip pemisahan menggunakan membran
ini terjadi pada dialyzer. Darah yang mengandung sisa-sisa metabolisme dengan
konsentrasi yang tinggi dilewatkan pada membrane semipermeable yang terdapat dalam
dialyzer, dimana dalam dialyzer tersebut dialirkan dialysate dengan arah yang
berlawanan (counter current).
Driving force yang digunakan adalah perbedaan konsentrasi zat yang terlarut
berupa racun seperti partikel-partikel kecil, seperti urea, kalium, asam urea, fosfat dan
kelebihan khlorida pada darah dan dialysate. Semakin besar konsentrasi racun tersebut
di dalam darah dan dialisat maka proses difusi semakin cepat. Berlawanan dengan
peritoneal dialysis, dimana pengangkutan adalah antar kompartemen cairan yang statis,
hemodialysis bersandar pada pengangkutan konvektif dan menggunakan konter
mengalir, dimana bila dialysate mengalir ke dalam berlawanan arah dengan mengalir
axtracorporeal sirkuit. Metode ini dapat meningkatkan efektifitas dialysis.
Dialysate yang digunakan adalah larutan ion mineral yang sudah disterilkan, urea
dan sisa metabolisme lainnya, seperti kalium dan fosfat, berdifusi ke dalam dialysate.
Selain itu untuk memisahkan yang terlarut dalam darah digunakan prinsip ultrafiltrasi.
Driving force yang digunakan pada ultrafiltrasi ini adalah perbedaan tekanan
hidrostatik antara darah dan dialyzer. Tekanan darah yang lebih tinggi dari dialyzer
memaksa air melewati membrane. Jika tekanan dari dialyzer diturunkan maka
kecepatan ultrafiltrasi air dan darah akan meningkat.
Jika kedua proses ini digabungkan, maka akan didapatkan darah yang bersih
setelah dilewatkan melalui dialyzer. Prinsip inilah yang digunakan pada mesin
hemodialysis modern, sehingga keefektifannnya dalam menggantikan peran ginjal
sangat tinggi. (Rizal, 2011)
Tiga (3) prinsip kerja HD :
1. Proses difusi: Berpindahnya zat karena adanya perbedaan kadar di dalam darah
makin banyak yang berpindah ke dialisit.
2. Proses Ultrafiltrasi: Berpindahnya zat dan air karena perbedaan hidrostatik di dalam
darah dan dialisat.
3. Proses Osmosis: Berpindahnya air karena tenaga kimiawi yaitu perbedaan
osmolalitas dan dialisat.
4. Sistem Buffer tubuh dipertahankan dengan penambahan asetat yang akan berdifusi
dengan cairan dialisat ke dalam darah pasien dan mengalami metabolisme untuk
membentuk bikarbonat.Darah yang sudah dibersihkan dikembalikan ke dalam tubuh
melalui vena pasien

D. Komplikasi Hemodialisa
1. Hipotensi dapat terjadi selama terapi dialisis ketika cairan di keluarkan.
2. Emboli udara merupakan komplikasi yang jarang tetapi dapat saja terjadi jika udara
memasuki sistem vaskuler pasien.
3. Nyeri dada dapat terjadi karena pCO2 menurun bersamaan dengan terjadinya
sirkulasi darah di luar tubuh.
4. Pruritus dapat terjadi selama terapi dialisis ketika produk akhir metabolisme
meninggalkan kulit.
5. Gangguan keseimbangan dialisis terjadi karena perpindahan cairan serebral dan
muncul sebagai serangan kejang.
6. Kram otot yang nyeri terjadi ketikacairan dan elektrolit dengan cepat meningglkan
ruang ekstrasel.
7. Mual dan muntah merupakan peristiwa yang sering terjadi.

E. Anatomi ginjal

Ginjal adalah dua buah organ berbentuk menyerupai kacang merah yang berada
di kedua sisi tubuh bagian belakang atas, tepatnya dibawah tulang rusuk manusia.
Ginjal sering disebut bawah pinggang. Bentuknya seperti kacang dan letaknya di
sebelah belakang rongga perut, kanan kiri dari tulang punggung.
Ginjal kiri letaknya lebih tinggi dari ginjal kanan, berwarna merah keunguan.
Setiap ginjal panjangnya 12-13 cm dan tebalnya 1,5-2,5 cm. Pada orang dewasa
beratnya kira-kira 140 gram. Pembuluh-pembuluh ginjal semuanya masuk dan keluar
pada hilus (sisi dalam). Di atas setiap ginjal menjulang sebuah kelenjar suprarenalis
(Irianto, 2013).
Struktur ginjal dilengkapi selaput membungkusnya dan membentuk pembungkus
yang halus. Di dalamnya terdapat struktur-struktur ginjal. Terdiriatas bagian korteks
dari sebelah luar dan bagian medula di sebelah dalam. Bagian medula ini tersusun atas
15 sampai 16 massa berbentuk piramida yang disebut piramis ginjał. Puncak-
puncaknya langsung mengarah ke hilus dan berakhir di kalises. Kalises ini
menghubungkannya dengan pelvis ginjal (Irianto, 2013).
Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrous tipis dan mengkilat yang disebut kapsula
fibrosa (true capsule) ginjal melekat pada parenkim ginjal. Di luar kapsul fibrosa
terdapat jaringan lemak yang bagian luarnya dibatasi oleh fasia gerota.
Diantara kapsula fibrosa ginjal dengan kapsul gerota terdapat rongga perirenal. Di
sebelah kranial ginjal terdapat kelenjar anak ginjal atau glandula adrenal atau disebut
juga kelenjar suprarenal yang berwarna kuning. Di sebelah posterior, ginjal dilindungi
oleh berbagai otot punggung yang tebal serta tulang rusuk ke XI dan XII, sedangkan
disebelah anterior dilindungi oleh organ intraperitoneal.
Ginjal kanan dikelilingi oleh hati, kolon, dan duodenum, sedangkan ginjal kiri
dikelilingi oleh limpa, lambung, pankreas, jejenum, dan kolon (Basuki, 2011).
III. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Biodata
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, ras, agama, alamat, pekerjaan, pendidikan
dll. Gagal Ginjal Kronik terjadi terutama pada usia lanjut (50-70 tahun), usia muda,
dapat terjadi pada semua jenis kelamin tetapi 70 % pada pria.
2. Keluhan utama
Klien dengan hemodialisis biasanya mengeluhkan: Lemas, pusing, gatal, baal-
baal, bengkak-bengkak, sesak, kram, BAK tidak lancar, mual, muntah, tidak nafsu
makan, susah tidur, berdebar, mencret, susah BAB, penglihatan tidak jelas, sakit
kepala, nyeri dada, nyeri punggung, susah berkonsentrasi, kulit kering, pandangan
gelap, nyeri otot, nyeri pada penusukkan jarum, rembes pada akses darah, keringat
dingin, batuk berdahak/tidak.
Riwayat penyakit :
a. Riwayat penyakit sekarang
b. Riwayat penyakit dahulu
c. Riwayat penyakit keluarga
3. Tanda vital : peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan lemah, hipertensi, napas cepat
dan dalam (kussmaul), dyspnea.
4. Pemeriksaan fisik :
a. Aktivitas istirahat/tidur
1) Lelah, lemah atau malaise
2) Insomnia
3) Tonus otot menurun
4) ROM berkurang
b. Sirkulasi
1) Palpitasi, angina, nyeri dada
2) Hipertensi, distensi vena jugularis
3) Disritmia
4) Pallor
5) Hipotensi/hipertensi, nadi lemah/halus
6) Edema periorbital-pretibial
7) Anemia
8) Hiperlipidemia
9) Hiperparatiroid
10) Trombositopeni
11) Pericarditis
12) Aterosklerosis
13) CHF
14) LVH
c. Eliminasi
1) Poliuri pada awal gangguan ginjal, olguri dan anuri pada fase lanjut
2) Disuri, kaji warna urin
3) Riwayat batu pada saluran kencing
4) Ascites, meteorismus, diare, konstipasi
d. Nutrisi/cairan
1) Edema, peningkatan BB
2) Dehidrasi, penurunan BB
3) Mual, muntah, anorexia, nyeri ulu hati
4) Efek pemberian diuretic
5) Turgor kulit
6) Stomatitis, perdarahan gusi
7) Lemak subkutan menurun
8) Distensi abdomen
9) Rasa haus
10) Gastritis ulserasi
e. Neurosensor
1) Sakit kepala, penglihatan kabur
2) Letih, insomnia
3) Kramotot, kejang, pegal-pegal
4) Iritasikulit
5) Kesemutan, baal-baal

f. Nyeri/kenyamanan
1) Sakit kepala, pusing
2) Nyeri dada, nyeri punggung
3) Gatal, pruritus,
4) Kram, kejang, kesemutan, mati rasa
g. Oksigenasi
1) Pernapasan kusmaul
2) Napas pendek-cepat
3) Ronchi
h. Keamanan
1) Reaksi transfuse
2) Demam (sepsis-dehidrasi)
3) Infeksi berulang
4) Penurunan daya tahan
5) Uremia
6) Asidosis metabolic
7) Kejang-kejang
8) Fraktur tulang
i. Seksual
1) Penurunan libido
2) Haid (-), amenore
3) Gangguan fungsi ereksi
4) Produksi testoteron dan sperma menurun
5) Infertile
5. PemeriksaanPenunjang
1) Laboratorium
a) Urine lengkap
 Darah lengkap meliputi: Hb,Hct, L, Trombosit, LED, Ureum pre dan post,
kreatinin pre dan post, protein total, albumin, globulin, SGOT-SGPT,
bilirubin, gamagt, alkali fosfatase, kalsium, fosfor, kalium, natrium, klorida,
gula darah, SI, TIBC, saturasi transferin, feritin serum, pth, vit D, kolesterol
total, HDL, LDL, trigliserida, asamurat, Hbs Ag, antiHCV, anti HIV, CRP,
astrup:pH/P02/pC02/HCO3
 Biasanya dapat ditemukan adanya: anemia, hiperkalemia, hiperfosfatemia,
hipokalsemi, ureumikum, kreatinin meningkat, pH darah rendah, GD klien
DM menurun
2) Radiologi
a) Ronsen, Usg, Echo: kemungkinan ditemukan adanya gambaran pembesaran
jantung, adanya batu saluran kencing/ginjal, ukuran korteks, gambaran
keadaan ginjal, adanya pembesaran ukuran ginjal, vaskularisasi ginjal.
b) Sidik nuklir dapat menentukan GFR
3) Ekg
Dapat dilihat adanya pembesaran jantung, gangguan irama, hiperkalemi,
hipoksiamiokard.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat.
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan oedem sekunder,
volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O.
3. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
mual dan muntah.
4. Gangguan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder, kompensasi
melalui alkalosis respiratorik.
5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pruritis.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat dan
keletihan.

C. Rencana Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat.
Tujuan :
Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan kriteria hasil :
Mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi jantung
dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler.
Intervensi :
a. Auskultasi bunyi jantung dan paru
b. Kaji adanya hipertensi
c. Selidiki keluhan nyeri dada (PQRST)
d. Kaji tingkat aktivitas dan respon terhadap aktivitas.
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan oedem sekunder,
volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O.
Tujuan :
Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan dengan kriteria hasil :
Tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output.
Intervensi :
a. Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan masukan dan
keluaran, turgor kulit dan tanda-tanda vital
b. Batasi masukan cairan
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan
d. Anjurkan/ ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan terutama pemasukan
dan keluaran
3. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
mual dan muntah.
Tujuan :
Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan kriteria hasil :
Menunjukkan BB stabil
Intervensi :
a. Awasi konsumsi makanan/ cairan
b. Perhatikan adanya mual dan muntah
c. Berikan makanan sedikit tapi sering
d. Berikan makanan selagi hangat
e. Berikan perawatan oral hygine
4. Gangguan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder, kompensasi
melalui alkalosis respiratorik.
Tujuan :
Pola napas kembali normal/ stabil
Intervensi :
a. Auskultasi bunyi napas, catat adanya suara tambahan
b. Ajarkan pasien batuk efektif dan napas dalam
c. Atur posisi senyaman mungkin
d. Batasi untuk beraktivitas

5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pruritis.


Tujuan :
Integritas kulit dapat terjaga dengan kriteria hasil :
 Mempertahankan kulit utuh
 Menunjukkan perilaku/teknik untuk mencegah kerusakan kulit
Intervensi :
a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler, perhatikan adanya
kemerahan
b. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit serta membran mukosa
c. Inspeksi area tergantung terhadap oedem
d. Ubah posisi sesering mungkin
e. Berikan perawatan kulit
f. Pertahankan linen kering
g. Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk
mempertahankan tekanan pada area pruritis
h. Anjurkan memakai pakaian katun longgar
i. Anjurkan menggunakan lotion atau bedak
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat dan
keletihan.
Tujuan :
Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi
Intervensi :
a. Pantau pasien untuk melakukan aktivitas
b. Kaji faktor yang menyebabkan keletihan
c. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
d. Pertahankan status nutrisi yang adekuat

D. Implentasi
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat
dan pasien (Riyadi, 2010). Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan
perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan.
(Setiadi, 2012)
E. Evaluasi
Menurut Hasil yang diharapkan setelah pasien Chronic Kidney Deases (CKD)
mendapatkan implementasi adalah sebagai berikut : (Muttaqin, 2011)

1. Tidak terjadi hambatan pertukaran gas.

2. Tidak terjadi kelebihan volume cairan tubuh.

3. Tidak terjadi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.

4. Tidak terjadi intoleransi aktivitas.

5. Tidak terjadi kerusakan integritas kulit.

6. Peningkatan perfusi serebral.


DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. 2015. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2 Jakarta : EGC

Corwin, E.J. 2021. Alih bahasa : Pendit, B.U. Handbook of pathophysiology. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Price, S.A. & Wilson, L.M. Alih bahasa : Anugerah, P. 2016. Pathophysiology: Clinical
concept of disease processes. 4th Edition. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Smeltzer, Suzanne C., Bare, Brenda G. 2015. Brunner & Suddarth Textbook of Medical
Surgical Nursing 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins.
Suyono, S, et al. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.

Anda mungkin juga menyukai