Anda di halaman 1dari 7

KESIMPULAN

Pancasila memiliki persfektif yang beragam sebagai Dasar Filsafat Negara, Ideologi
Bangsa serta Pandangan Hidup Bangsa. Untuk hal itu, Realisasi Pancasila akan dipandang
berbeda-beda tergantung dari perspektif mana kita kaji. Dalam rangka mengimbangi
kemajuan global dan tuntutan aktualisasi kupasan mengenai Pancasila sebagai filsafat negara
sangat penting. Diperlukan upaya untuk membuktikan bahwa Pancasila memang sudah
mengandung prinsip filosofis secara jelas sejak awal, meskipun nantinya akan dihadapkan
dengan berbagai tantangan.

Nilai-nilai Pancasila yang berpangkal pada sila-sila Pancasila merupakan suatu nilai
yang global. Nilai-nilai ini perlu dijabarkan dalam bentuk yang jelas di kehidupan berbangsa
dan bernegara supaya biasa diaktualisasikan oleh warga negara dan berhubungan dengan
aspek-aspek penyelenggaraan negara. Maka dari itu, sudah menjadi kewajiban kita sebagai
warga negara untuk merealisasikan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Bentuk realisasi
atau pengamalannya dapat berwujud realisasi dalam norma hukum atau norma moralitas.
Dalam pengaruhnya, realisasi secara norma hukum akan memperhatikan segala tingkah laku
penyelenggara negara dan setiap aspek negara berdasar pada nilai-nilai Pancasila atau belum.
Sedangkan, di dalam aspek moralitas lebih menilik pada moral penyelenggara negara yang
berdasar nilai-nilai Pancasila. 

Aktualisasi Pancasila Subyektif ialah Realisasi Pancasila dalam pelaksanaan pribadi,


perorangan dan setiap orang Indonesia dalam aspek moral yang kaitannya dengan hidup
negara dan masyarakat. Aktualisasi pancasila ini justru lebih penting dari aktualisasi yang
objektif, karena ini merupakan dasar dari sebuah persyaratan keberhasilan aktualisasi yang
sifatnya objektif. Sedangkan aktualisasi Pancasila objektif ialah Realisasi dalam segala aspek
penyelenggaraan kenegaraan dan hukum. Pancasila subjektif ini adalah aktualisasi pancasila
pada setiap individu terutama dalam aspek moral dalam kaitannya dengan hidup negara dan
masyarakat.

Realisasi serta implementasi Pancasila secara objektif merupakan penjabaran nilai-


nilai Pancasila dalam elemen penyelenggaraan negara seperti kekuasaannya maupun
sistemnya dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Dalam implementasinya nanti akan
berkaitan dengan norma hukum dan moral, serta norma kenegaraan, karena realisasi
konkritnya merupakan sumber dari segala sumber hukum.
Aktualisasi Pancasila obyektif tertuang dalam sistem peraturan perundang-undangan,
yang mana dimaksudkan agar memiliki daya imperatif secara yuridis. Jadi, realisasi obyektif
tidak hanya sekedar penjabaran dan pengamalan nilai-nilai Pancasila di aspek
penyelenggaraan negara saja, tapi juga harus diwujudkan dalam moralitas para penyelenggara
negara serta seluruh elemen masyarakat.

Aktualisasi Pancasila yang subjektif adalah pelaksanaan pada setiap individu, pribadi
perseorangan setiap warga negara. Aktualisasi Pancasila yang sifatnya subjektif ini sangat
berkaitan dengan kesadaran, ketaatan, serta kesiapan individu dalam merealisasikan
pancasila. Aktualisasi Pancasila yang sifatnya subjektif ini sangat berkaitan dengan
kesadaran, ketaatan, serta kesiapan individu dalam merealisasikan pancasila. Dalam hal inilah
pengertian pancasila yang sifatnya subjektif ini mampu mewujudkan sebuah kesadaran
hukum serta terpadu menjadi kesadaran wajib moral.

Realisasi dari nilai-nilai Pancasila sangat diperlukan, hal ini kita dapat laksanakan
dengan cara yang perlahan-lahan. Salah satunya yaitu dengan melalui jalan pendidikan,baik
di sekolah,masyarakat,bahkan keluarga. Agar realisasi dapat menjadi suatu perbuatan dan
tindakan yang tepat,maka disini kita harus mempertimbangkan serta mempelajari bentuk dari
aktualisasi yang sesuai bagi berbagai bidang serta lingkungan.

Kemudian, kita juga memerlukan strategi serta metode untuk menunjang proses
Internalisasi nilai Pancasila. Oleh sebab itu,kita harus menerapkan strategi yang relevan juga
metode yang efektif. Internalisasi ini tidak hanya kita lakukan di dalam pendidikan yang
formal saja,namun juga dapat kita lakukan di pendidikan yang sifatnya nonformal.  Strategi
dan metode yang dilakukan harus sesuai pula dengan lingkungan sosial masyarakat,tingkat
pengetahuan masyarakat,serta karakteristik masyarakat.

Pembentukan kepribadian pancasila tidaklah mudah, karena untuk dapat membentuk


dan menanamkan nilai Pancasila tersebut menjadi suatu kepribadian yang melekat pada diri
seseorang diperlukanlah proses yang Panjang. Pancasila pada dasarnya adalah sebuah nilai
dasar yang di dalamnya bukan hanya berisi sebuah konsep mati, melainkan sebuah nilai-nilai
yang akan terus berkembang dan menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman.
Berdasarkan proses dari pembentukan kepribadian pancasila tersebut, dapat kita simpulkan
bahwa memiliki pengetahuan mengenai pancasila merupakan hal yang sangatlah penting.
Karena semua berawal dari kita memahami dan mengetahui mengenai pancasila itu sendiri.
Pancasila merupakan suatu sistem nilai yang memiliki suatu kesatuan yang sistematik,
hierarkis dan korelatif. Dalam merealisasikan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari sudah
sepatutnya kita memahami Pancasila sebagai suatu kesatuan tersebut. Pembudayaan nilai-
nilai Pancasila merupakan proses pembudayaan pada domain values. Realitas merupakan
suatu hal yang hanya dapat dimengerti serta dapat dipahami oleh manusia. Untuk
mewujudkan suatu pembudayaan, kita harus menghubungkan nilai Pancasila dengan realitas
konkrit didalam kehidupan manusia. Agar nilai nilai Pancasila yang diaktualisasikan sesuai
dengan situasi,kondisi,serta keadaan dari masyarakat itu sendiri.

1. What are the legal subjects of Private-Civil Law ? Explain further and give the example !

Subjek hukum perdata terdiri atas dua, yaitu:

a. Person/Natuurlijke Persoon
Orang dalam subjek hukum perdata ialah sebagai pembawa hak dan kewajiban terjadi
sejak ia lahir dan berakhir setelah ia meninggal dunia. Namun, apabila perlu demi
kepentingannya, bahkan sejak ia masih berada dalam kandungan ibunya, asalkan ia
lahir hidup, ia sudah dianggap sebagai subyek hukum. Akan tetapi, apabila ia lahir
dalam keadaan meninggal, ia dianggap tidak pernah ada.
b. Legal Entity/Rechtpersoon
Badan hukum yang berstatus sebagai subyek hukum yaitu pembawa hak dan
kewajiban, ialah negara, provinsi, kabupaten, Perseroan Terbatas, Yayasan, Wakaf,
Gereja, dan lainnya. Suatu perkumpulan dapat pula dijadikan badan hukum asal
memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh hukum.

Contoh Kasus Hukum Perdata.

a. Hubungan Individu dengan Individu


Sepasang suami istri sudah menikah selama 1 tahun dan sang istri sedang
mengandung bayi yang berumur 5 bulan dalam kandungannya. Pada suatu hari
suaminya harus pergi keluar kota karena ada urusan pekerjaan. Ketika dalam
perjalanan tersebut, mobil yang di tumpangi sang suami mengalami kecelakaan dan
meninggal dunia. Hal ini menyebabkan harta yang dimiliki sang suami akan
diwariskan kepada anaknya. Meskipun anak tersebut belum dilahirkan, namun jika
ada kepentingan yang mengehendaki maka bayi dalam kandungan tersebut dapat
dikatakan sebagai subjek hukum (dalam hal ini sebagai ahli waris) asalkan ia lahir
dalam keadaan hidup nantinya. Sehingga ia bisa langsung mewarisi harta kekayaan
sang ayah, meskipun masih berada dalam kandungan.
b. Hubungan Individu dengan Badan Hukum
Pihak Falcon Pictures (Badan Hukum) melayangkan gugatan kepada Jefri
Nichol(Individu) pada 21 Februari di Pengadilan negeri Jakarta Selatan. Jefri bersama
dua tergugat lainnya diduga telah melakukan perbuatan wanprestasi sejak 1 Juni 2019.
Kasus perdata ini merupakan contoh kasus yang melibatkan subyek hukum berupa
Individu dengan Badan Hukum.
c. Hubungan Badan Hukum dengan Badan Hukum
Kasus Sengketa Merek Prada S.A (Badan Hukum) Dengan PT. Manggala Putra
Angkasa(Badan Hukum). Merek atau logo merupakan tanda yang berupa gambar,
nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-
unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan
perdagangan barang dan jasa. Kasus perdata ini merupakan contoh kasus yang
melibatkan subyek hukum berupa Badan Hukum dengan Badan Hukum.

2. What are Good Faith Principle and Personality Principle ? Explain further !


a. Good Faith Principle adalah sebuah asas dalam hukum perdata yang menyatakan
bahwasannya para pihak yang terlibat dalam masalah perdata harus menyelesaikan
masalahnya berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan
baik dari para pihak. Asas itikad baik ini sendiri terbagi menjadi dua macam, yakni
itikad baik nisbi dan itikad baik mutlak. Di dalam iktikad baik nisbi seseorang
memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Namun pada iktikad
baik mutlak penilaian terletak pada akal sehat dan keadilan serta dibuat ukuran yang
obyektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak) menurut norma-norma
yang objektif. Asas Iktikad baik ini biasanya banyak dipergunakan pada hukum
perdata kontrak. Dimana pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi
kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik
dari para pihak.
b. Personality Principle adalah suatu asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan
melakukan dan/atau membuat kontrak atau perjanjian hanya untuk kepentingan
perseorangan saja dan bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku
bagi mereka yang membuatnya. Akan tetapi, ketentuan ini terdapat pengecualiannya,
bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian/ kontrak untuk kepentingan pihak
ketiga, dengan adanya suatu syarat yang ditentukan. Jadi, dalam perjanjian tidak
hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri, melainkan juga untuk kepentingan ahli
warisnya dan untuk orang-orang yang memperoleh hak daripadanya. Asas
Kepribadian ini biasanya banyak dipergunakan pada hukum perdata kontrak.
Nama: Putri Balqis Salsabila
NIM: E0021475

1. What are the legal subjects of Private-Civil Law? Explain further and give the
example!

The subject of civil law consists of two, namely:


a. Person/Natuurlijke Persoon
A person in the subject of civil law is a bearer of rights and obligations occurring from the
moment he is born and ends after he dies. However, if necessary for his sake, even since he
was still in his mother's womb, as long as he was born alive, he was already considered a
subject of law. However, when he was born dead, it was considered never to exist.

b. Legal Entity/Rechtpersoon
Legal entities that are legal subjects, namely the bearers of rights and obligations, are the
state, province, district, Limited Liability Company, Foundation, Waqf, Church, and others.
A society can also be used as a legal entity as long as it meets the conditions specified by law.

Examples of civil law cases.


a. Individual Relationship with Individual
A couple has been married for 1 year and the wife is pregnant with a 5-month-old baby in the
womb. One day her husband had to go out of town because of work. While on the way, the
car that was riding the husband had an accident and died. This causes the property owned by
the husband will be passed on to his son. Although the child has not yet been born, but if
there is a desired interest then the baby in the womb can be said to be the subject of law (in
this case as an heir) provided he is born alive later. So that he can directly inherit the father's
wealth, even though he is still in the womb.

b. Individual Relationship with Legal Entity


Falcon Pictures (Legal Entity) filed a lawsuit against Jefri Nichol (Individual) on February 21
in the South Jakarta District Court. Jefri along with two other defendants are alleged to have
committed acts of default since June 1, 2019. This civil case is an example of a case
involving legal subjects in the form of Individuals with Legal Entities.

c. Relationship of Legal Entity with Legal Entity


Prada S.A Brand Dispute Case (Legal Entity) with PT. Manggala Putra Angkasa (Legal
Entity). A brand or logo is a sign in the form of images, names, words, letters, numbers, color
arrangements or combinations of these elements that have differentiating power and are used
in the trading activities of goods and services. This civil case is an example of a case
involving legal subjects in the form of Legal Entities with Legal Entities.

2. What are Good Faith Principle and Personality Principle? Explain further!
a. Good Faith Principle is a principle in civil law that states that the parties involved in civil
matters must solve the problem based on firm trust or belief or good will from the parties.
This principle of good faith itself is divided into two kinds, namely good faith and absolute
good faith. In good faith one pays attention to the real attitudes and behaviors of the subject.
But in absolute good faith judgment lies in common sense and fairness and an objective
measure is made to assess the circumstances (impartial judgment) according to objective
norms. This principle of good faith is usually widely used in contract civil law. Where the
creditor and debtor must carry out the substance of the contract based on firm trust or
confidence or good will from the parties.

b. Personality Principle is a principle that specifies that a person who will perform and/or
make a contract or agreement is for the sole benefit of individuals only and that the
agreements made by the parties apply only to those who make them. However, this provision
has an exception, that a person may enter into an agreement/ contract for the benefit of a third
party, with a specified condition. Thus, in the covenant it not only arranges the covenant for
oneself, but also for the benefit of its heirs and for those who acquire the rights thereees. This
personality principle is usually widely used in contract civil law.

Anda mungkin juga menyukai