Modul Pembelajaran
Regulasi Pemilu di Indonesia
Regulasi Pemilu
di Indonesia
Penyusun:
Rudi Rohi
(FISIP Universitas Nusa Cendana)
DAFTAR ISI
Daftar Isi...................................................................................................................iii
Pengantar..................................................................................................................1
Kompetensi................................................................................................................1
Pokok Bahasan..........................................................................................................2
Metode Pembelajaran...............................................................................................2
Metode Evaluasi........................................................................................................3
Rencana Program dan Kegiatan Pembelajaran...........................................................4
Tinjauan Mata Kuliah...............................................................................................12
Deskripsi...................................................................................................................12
Kegunaan Mata Kuliah............................................................................................12
Tujuan Pembelajaran..............................................................................................13
Bahan Ajar...............................................................................................................14
Bab I Regulasi Pemilu: Konsep, Tujuan, Implikasi Demokratis, dan Makna
Politisnya.................................................................................................................14
Bab II Regulasi Pemilu di Indonesia dalam Perspektif Sejarah................................17
Bab III Politik Regulasi Pemilu: Relasi dan Kontestasi Kuasa di Balik Regulasi
Pemilu......................................................................................................................21
Bab IV Teknik Analisis Regulasi Pemilu I: Analisis Partisipasi dan Representasi.....24
Bab V Teknik Analisis Regulasi Pemilu II: Analisis Gender dan Social Justice and
Anti-Discrimination..................................................................................................27
Bab VI Perbandingan Regulasi Pemilu di Indonesia: Pra-Kemerdekaan, Orde
Lama, Orde Baru dan Era Reformasi.......................................................................30
Bab VII Regulasi Pemilu dan Analisis Konteks Sosial, Politik, Geografi, dan
Demografi di Indonesia...........................................................................................34
Bab VIII Kritik, Isu, dan Problematika Regulasi Pemilu di Indonesia.......................37
Bab IX Identifikasi Gap Antara Regulasi dan Implementasi Beserta Akar
Persoalannya...........................................................................................................40
Bab X Isu-isu Spesifik: Pemilu lokal, Daerah Istimewa, dan Daerah Adat...............43
Bab XI Merancang Regulasi Pemilu yang Efektif: Roadmap dan Kebutuhan
Regulasi Pemilu ke Depan.......................................................................................46
BAB XII Strategi Perancangan Regulasi Pemilu yang Efektif ke Depan...................49
Bahan Bacaan..........................................................................................................52
Buku.........................................................................................................................52
Regulasi...................................................................................................................53
Lainnya....................................................................................................................54
PENGANTAR
Regulasi pemilihan umum (pemilu) menjadi salah satu faktor penting dalam
menjamin terselenggaranya pemilu–presiden dan wakil presiden, legislatif, dan
kepala daerah–di Indonesia. Regulasi yang dimaksudkan di sini meliputi semua
aturan perundang-undangan maupun peraturan yang dikeluarkan oleh
penyelenggara pemilu. Sederhananya, regulasi adalah rule of the game bagi
penyelenggaraan pemilu yang dalam kesempatan ini dipelajari secara khusus
sebagai mata kuliah.
Mata kuliah Regulasi Pemilu di Indonesia merupakan mata kuliah penting sebagai
kebutuhan meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemilu melalui pengembangan
kapasitas penyelenggara pemilu. Pengembangan kapasitas ini tentu saja bisa
dilakukan secara langsung maupun tidak langsung yang diarahkan untuk dapat
menghasilkan pemilu yang berkualitas sebagaimana diperlukan dalam kegiatan
berdemokrasi.
Oleh karena itu, kebutuhannya saat ini dan ke depan bukan sekadar pada ranah
teoretis saja, melainkan juga menjangkau hingga ranah praktis yang dapat
mengejawantahkan nilai dan kebutuhan demokrasi tidak hanya secara prosedural
namun juga substansial. Nilai dan kebutuhan demokrasi semisal kesetaraan dan
keadilan gender, hak asasi manusia (HAM), antikorupsi sampai dengan isu
lingkungan (ekologis) diarahkan secara resiprokal untuk menjadi spirit yang ikut
membalut dan memberikan warna demokrasi terhadap mata kuliah ini.
Dengan demikian, tujuan diberikannya mata kuliah ini tentu saja tidak hanya untuk
membangun kemampuan peserta didik secara kognitif semata, tetapi lebih dari
pada itu juga adalah untuk terbangunnya kemampuan aplikatif yang proporsional
dan relevan dengan konteks. Kemampuan kognitif dan aplikatif dimaksud mencakup
kemampuan mengidentifikasi, memahami, dan menerjemahkan secara relevan
regulasi pemilu dari aspek filosofis-historis yang menjelaskan karakter setiap rezim
kekuasaan dan penyelenggara pemilu dan perkembangannya di tanah air, aspek
sosiologis-empiris yang terkait erat dengan relevansi implementasi regulasi pemilu
terhadap kondisi dan realitas masyarakat, dan yuridis-politis meliputi kedudukan
regulasi dan penegakannya serta faktor-faktor yang mendukung dan menghambat
secara hukum dan terutama secara politik.
Kompetensi
Pokok Bahasan
Metode pembelajaran tatap muka diselenggarakan dalam bentuk kuliah dan diskusi
tematik di mana dosen lebih diposisikan sebagai fasilitator (andragogi) ketimbang
sebagai pusat dan sumber utama pembelajaran (pedagogi). Untuk belajar mandiri,
peserta didik diberikan tugas mandiri di rumah setiap minggunya dengan harapan
inisiatif pembelajaran dan sumber-sumbernya tetap berada atau terpusat pada
peserta didik.
Sementara itu, riset pendek dilakukan oleh peserta didik secara mandiri setiap
minggu dengan turun ke lapangan, dalam hal ini lingkungan kerja atau tempat
beraktivitas masing-masing, kemudian hasilnya dituangkan dalam laporan tertulis
dan diskusi kelas. Adapun seluruh metode pembelajaran dan terutama riset yang
dilakukan tidak sekadar untuk menemukan persoalan-persoalan terkait pemilu saja,
tetapi juga sekaligus diarahkan untuk memberikan advokasi bagi tawaran alternatif
jalan keluar atau solusi.
Metode Evaluasi
Evaluasi dilakukan terhadap peserta didik dan dosen. Metode evaluasi yang
digunakan untuk peserta didik meliputi diskusi kelompok, tugas mandiri individu
berupa makalah dan kliping koran, refleksi, laporan hasil riset dan advokasi
lapangan, dan policy brief. Sementara itu, metode evaluasi untuk dosen adalah
dengan membuat laporan perkembangan peserta didik secara periodik dan angket
kepuasan peserta didik.
Minggu Tujuan Pokok bahasan Media ajar Metode Pembelajaran Penilaian Pustaka
ke- Pembelajaran
Yang dilakukan Yang dilakukan Metode Kriteria Bobot
mahasiswa dosen
1 Mengetahui dan Regulasi Pemilu: 1. Brainstorming 1. Membaca 1. Memaparkan Tugas Kriteria dinilai: 5% - D. Nohlen, dkk,
menjelaskan konsep, Konsep, Tujuan, 2. Ceramah bahan ajar materi mandiri dan - Keaktifan (ed.), 2001,
tujuan, implikasi Implikasi 3. Tutorial sebelum kuliah perkuliahan diskusi kelas - Kerja sama Election in
Asian and
demokratis, dan Demokratis dan 4. Diskusi Kelas 2. Aktif dalam 2. Memfasilitasi - Toleransi Pacific, A Data
makna politis dari Makna diskusi kelas diskusi - Kejujuran Handbook, Vol.
regulasi pemilu Politisnya 3. Aktif mahasiswa - Keberanian II: South East
mendengarkan 3. Memberikan mengemuka Asia, East Asia,
paparan dosen contoh- kan and the South
4. Melaksanakan contoh kasus pendapat Pacific, Oxford:
Oxford
tugas yang 4. Memberi - Sistematika University
diberikan dosen tugas kepada berpikir Press
mahasiswa - Larry Diamond,
2003,
Developing
Democracy
Toward
Consolidation,
Yogyakarta:
IRE Press
- D. Nohlen, dkk,
(ed.), 2001,
Election in Asia
and Pacific, A
Data
Handbook, Vol.
II: South East
Regulasi Pemilu di Indonesia | 4
Asia, East Asia,
and the South
Pacific, Oxford:
Oxford
University
Press
2 Memahami dan Sejarah Regulasi 1. Brainstorming 1. Membaca 1. Memaparkan Tugas Kriteria dinilai: 5% - Daniel
menjelaskan Pemilu di 2. Ceramah bahan ajar materi mandiri dan - Keaktifan Dhakidae,
1981,
mengenai regulasi Indonesia 3. Tutorial sebelum kuliah perkuliahan diskusi kelas - Kerja sama
Pemilihan
pemilu dalam 4. Diskusi Kelas 2. Aktif dalam 2. Memfasilitasi - Toleransi Umum di
perspektif sejarah diskusi kelas diskusi - Kejujuran Indonesia,
3. Aktif mahasiswa - Keberanian Prisma
mendengarkan 3. Memberikan mengemuka - Herbert Feith,
paparan dosen contoh- kan 1957, The
Indonesian
4. Melaksanakan contoh kasus pendapat
Elctions of
tugas yang 4. Memberi - Sistematika 1955, Ithaca:
diberikan dosen tugas kepada berpikir Cornell Modern
mahasiswa Indonesia
Project
- R. W. Liddle,
1992, Pemilu-
pemilu Orde
Baru: Pasang
Surut
Kekuasaan
Politik, Jakarta
3 Memahami dan Politik Regulasi 1. Brainstorming 1. Membaca 1. Memaparkan Tugas Kriteria dinilai: 5% - R. W. Liddle,
menjelaskan politik Pemilu (lebih 2. Ceramah bahan ajar materi mandiri dan - Keaktifan 1992, Pemilu-
regulasi pemilu general dan 3. Tutorial sebelum kuliah perkuliahan diskusi kelas - Kerja sama Pemilu Orde
Baru: Pasang
terkait dengan relasi ditekankan pada 4. Diskusi Kelas 2. Aktif dalam 2. Memfasilitasi - Toleransi
Surut
dan kontestasi kuasa relasi kuasa dan diskusi kelas diskusi - Kejujuran Kekuasaan
di balik sebuah kontestasi kuasa 3. Aktif mahasiswa - Keberanian Politik, Jakarta:
regulasi pemilu di balik regulasi) mendengarkan 3. Memberikan mengemuka LP3ES
paparan dosen contoh- kan - Robert A. Dahl,
4. Melaksanakan contoh kasus pendapat 1971,
Mata kuliah Regulasi dalam Pemilu di Indonesia merupakan mata kuliah yang
diberikan dengan tujuan agar peserta didik mampu membangun kemampuan kritis,
aplikatif, dan evaluatif yang sifatnya advokatif terhadap prosedur dan substansi
regulasi pemilu secara relevan. Untuk mencapainya, sejumlah materi perkuliahan
disusun dan diberikan secara bertahap. Materi perkuliahan dimaksud meliputi
beberapa tema sebagaimana dipaparkan dalam deskripsi mata kuliah berikut ini.
Deskripsi
Mata kuliah Regulasi dalam Pemilu di Indonesia merupakan mata kuliah penting
bagi peserta didik. Hal ini dikarenakan mata kuliah ini secara khusus membahas
tentang semua hal yang merupakan dasar dan aturan main bagi penyelenggaraan
pemilu di Indonesia. Oleh karena itu, terdapat sejumlah pokok bahasan dalam mata
kuliah ini yang akan dibahas secara bertahap mencakup (1) regulasi pemilu: konsep,
tujuan, implikasi demokratis, dan makna politisnya, (2) sejarah regulasi pemilu di
Indonesia, (3) politik regulasi pemilu: relasi dan kontestasi kuasa di balik regulasi
pemilu, (4) teknik analisis regulasi pemilu 1: analisis partisipasi dan representasi, (5)
teknik analisis regulasi pemilu 2: analisis gender dan social justice and anti-
discrimination, (6) perbandingan regulasi pemilu di Indonesia: Pra-kemerdekaan,
Orde Lama, Orde Baru, dan Era Reformasi, (7) regulasi pemilu dan analisis konteks
sosial, politik, geografi dan demografi di Indonesia, (8) kritik, isu, dan problematika
regulasi pemilu di Indonesia, (9) identifikasi gap antara regulasi dan implementasi
beserta akar persoalannya, (10) isu-isu spesifik: pemilu lokal, pemilu di daerah
istimewa (seperti Yogyakarta), daerah adat (Papua), dan sebagainya, (11)
merancang regulasi pemilu yang efektif: roadmap dan kebutuhan regulasi pemilu ke
depan, (12) strategi perencanaan regulasi pemilu yang efektif ke depan. Dengan
demikian, status mata kuliah ini adalah mata kuliah konsentrasi tata kelola pemilu
yang wajib diambil peserta didik.
Setelah peserta didik mengikuti pokok-pokok bahasan dalam mata kuliah ini,
mereka diharapkan dapat mencapai tujuan dari diberikannya mata kuliah ini.
Adapun tujuan dari mata kuliah ini terdiri atas beberapa hal sebagai berikut.
1. Mengetahui dan menjelaskan konsep, tujuan, implikasi demokratis, dan makna
politis dari regulasi pemilu.
2. Memahami dan menjelaskan mengenai regulasi pemilu dalam perspektif
sejarah.
3. Memahami dan menjelaskan politik regulasi pemilu terkait dengan relasi dan
kontestasi kuasa di balik sebuah regulasi pemilu.
4. Memahami dan menjelaskan teknik analisis regulasi pemilu terkait dengan
analisis partisipasi dan representasi.
5. Memahami dan menjelaskan teknik analisis regulasi pemilu terkait dengan
analisis gender dan social justice and anti-discrimination.
6. Menguraikan, menjelaskan, dan membandingkan regulasi pemilu di Indonesia
pada masa Pra-kemerdekaan, Orde Lama, Orde Baru, dan Era Reformasi.
7. Menguraikan dan menjelaskan realitas implementasi regulasi pemilu dengan
analisis konteks sosial, politik, geografi, dan demografi di Indonesia.
8. Mengetahui, memahami, dan menjelaskan problematika regulasi pemilu dan
penyelenggaraan pemilu di Indonesia.
9. Mengidentifikasi, menguraikan, dan menjelaskan jarak (gap) antara regulasi
dan realitas penyelenggaraan pemilu di Indonesia.
10. Mengidentifikasi dan menjelaskan isu-isu spesifik dari regulasi pemilu, seperti
regulasi pemilu di daerah istimewa, daerah adat, dan sebagainya.
11. Memahami dan merancang roadmap dan kebutuhan regulasi pemilu ke depan
yang lebih efektif.
12. Memahami dan merancang strategi perencanaan regulasi pemilu yang efektif
ke depan.
Pendahuluan
Deskripsi
Topik pada pertemuan pertama ini menjelaskan tentang regulasi pemilu yang
berkaitan dengan konsep, tujuan, implikasi demokratis, dan makna politisnya.
Sebuah regulasi pemilu berfungsi menjamin keabsahan prosedural maupun esensial
dari penyelenggaraan pemilu. Ketika dikaitkan dengan tujuan pemilu untuk
menjamin keberlangsungan demokrasi perwakilan, lantas bagaimana regulasi
pemilu yang diterapkan mampu memberikan ruang dan jaminan bagi bekerjanya
demokrasi menuju tujuan dan cita-cita kesejahteraan? Pada hakikatnya, regulasi
pemilu merupakan instrumen untuk mewujudkan pemilu yang baik, yang menjadi
indikator penting bagi bekerjanya demokrasi secara prosedural dan substansial
sehingga pada gilirannya cita-cita kesejahteraan dapat dicapai.
Manfaat
Dengan dipahaminya keterkaitan regulasi pemilu, konsep, dan tujuan demokrasi,
peserta didik diharapkan dapat menjelaskan, menguraikan, dan mengintegrasikan
implementasi regulasi pemilu dengan konsep, tujuan demokrasi, dan makna
politisnya. Hal ini sangat bermanfaat bagi peningkatan kapasitas penyelenggara
pemilu yang tentu dapat berdampak positif bagi penyelenggaraan pemilu dan
produknya.
Relevansi
Implementasi regulasi pemilu di Indonesia sejauh ini masih kental akan unsur
prosedural dibandingkan substansi dan tujuan berdemokrasi. Meski diakui bahwa
aturan main sangatlah penting dalam penyelenggaraan pemilu, unsur substansial
juga tidak dapat dinafikan begitu saja mengingat tujuan dan cita-cita demokrasi
yang diejawantahkan salah satunya lewat pemilu adalah demi kesejahteraan
bersama yang sekaligus merupakan substansi demokrasi. Oleh karena itu, relevansi
mempelajari pokok bahasan ini adalah untuk menemukan keterpenuhannya dengan
kondisi dan kebutuhan demokrasi saat ini dan yang akan datang.
Outcome
Peserta didik diharapkan dapat memahami secara integral, mutual, dan
komprehensif mengenai regulasi pemilu dalam hubungannya dengan konsep,
tujuan, dan implikasi demokratis. Dengan demikian, pemahaman ini dimungkinkan
Penyajian
Contoh dan Ilustrasi
Pemilu dan demokrasi erat hubungannya. Praktik pemilu dianggap sebagai langkah
strategis untuk menuju negara yang demokratis. Seperti yang dirumuskan Freedom
House, terdapat empat indeks pokok dalam demokrasi, yaitu: pertama, adanya
sistem pemilihan yang jujur dan adil (free and fair elections); kedua, adanya
pemerintahan yang terbuka, terpercaya, dan responsif (open, accountable, and
responsive government); ketiga, adanya promosi dan perlindungan hak asasi
manusia yang berkelanjutan, terutama hak-hak sipil dan politik; keempat, adanya
masyarakat sipil maupun lembaga-lembaga politik yang merefleksikan adanya
masyarakat yang percaya diri (a society of self-confident citizens). Rumusan tersebut
kemudian diakui oleh masyarakat internasional untuk melihat praktik demokrasi di
banyak negara.
Oleh karena itu, kehadiran regulasi pemilu dalam suatu negara dapat
mengindikasikan adanya praktik demokratis untuk pengisian jabatan di
pemerintahan. Meskipun demikian, praktik pemilu tidak secara langsung
menunjukkan negara tersebut sebagai negara demokratis. Misalnya, pada masa
Orde Baru, praktik pemilu justru dijadikan mekanisme untuk mempertahankan
kuasa pemerintah dengan mengatur pemenang tunggal dalam pemilu melalui
regulasi-regulasi pemilu yang diterapkannya. Maka, dalam sebuah regulasi pemilu,
dinilai penting untuk menciptakan ruang bekerjanya demokrasi yang prosedural
maupun substansial sesuai semangat demokrasi.
Aktivitas
Kegiatan pembelajaran (perkuliahan) untuk pokok bahasan ini dilakukan dalam
bentuk kuliah tatap muka, tugas mandiri, dan diskusi kelompok. Aktivitas ini
menggunakan power point, makalah, dan white board sebagai media belajar bagi
perkuliahannya.
Tugas
Buatlah makalah berdasarkan studi kasus yang dianalisis dari persoalan regulasi
pemilu terkait konsep dan tujuan demokrasi secara prosedural dan substansial.
Latihan
1. Uraikan dan jelaskan konsep demokrasi di balik sebuah regulasi pemilu.
2. Sebutkan dan jelaskan dalam bentuk kritik terhadap regulasi pemilu terkait
dengan konsep dan tujuan demokrasi sebagaimana Anda pelajari dan ketahui.
Penutup
Tes Formatif
1. Sebutkan dan jelaskan hubungan antara regulasi pemilu dengan konsep dan
tujuan demokrasi.
2. Jelaskan konsep demokrasi prosedural dan substansial yang terkandung dalam
regulasi pemilu dengan mengacu pada regulasi pemilu legislatif, presiden dan
wakil presiden, serta kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Tindak Lanjut
Kritik:
Kritisi regulasi pemilu yang belum memberikan ruang bagi bekerjanya demokrasi
secara prosedural dan substansial secara komprehensif.
Pendahuluan
Deskripsi
Topik pertemuan kedua membahas mengenai sejarah dan regulasi pemilu di
Indonesia yang memiliki dinamika dan perkembangan cukup luar biasa. Sejarah dan
regulasi pemilu yang digagas dalam pokok bahasan ini tidak hanya bertumpu pada
rentang waktu saja, tetapi juga terkait dengan sejarah penyelenggaraan macam-
macam pemilu di Indonesia dengan berbagai tingkatan dan regulasi yang
memayunginya dalam setiap rezim politik sejak pertama kali pemilu dilakukan.
Manfaat
Pokok bahasan ini bermanfaat untuk memberikan gambaran dinamika
penyelenggaraan pemilu di Indonesia secara lengkap dalam rentang waktu tertentu
maupun terkait berbagai macam atau jenis pemilu yang pernah dan sedang
diselenggarakan. Selain itu, manfaat penting lainnya adalah agar peserta didik
mengetahui dan memahami regulasi-regulasi yang memayungi setiap
penyelenggaraan pemilu dengan berbagai tingkatannya.
Relevansi
Pokok bahasan ini perlu dibahas mengingat penyelenggaraan pemilu di Indonesia
sampai saat ini belum cukup optimal menjawab kebutuhan demokrasi. Padahal
Indonesia telah menyelenggarakan pemilu sebanyak 11 kali dan akan terus
menyelenggarakannya. Dengan demikian, relevansi mempelajari sejarah dan
regulasi pemilu ini adalah memperoleh pengetahuan dari pengalaman
penyelenggaraan pemilu dan regulasi-regulasi yang menyertainya untuk dapat
dijadikan patokan bagi peningkatan kualitas penyelenggaraan pemilu selanjutnya.
Outcome
Pokok bahasan ini diharapkan bisa memberikan dampak positif kepada peserta
didik berupa kemampuan: (1) menjelaskan latar belakang dan sejarah pemilu di
Indonesia, (2) perkembangan dan dinamika penyelenggaraan pemilu di Indonesia,
(3) memahami dan menjelaskan macam-macam regulasi yang pernah diberlakukan
di Indonesia.
Penyajian
Contoh dan Ilustrasi
Pemilu di Indonesia telah dilakukan beberapa kali dengan rezim politik yang
berbeda dan bentuk serta jenis-jenis pemilu yang bervariasi. Setidaknya terdapat
rezim kemerdekaan pada rentang waktu 1945-1965, Orde Baru 1966-1998, dan
Reformasi 1998 sampai sekarang.
Memasuki rezim Orde Baru, pemilu dilakukan beberapa kali dengan variannya
termasuk larangan bagi kekuatan politik Komunis untuk menjadi peserta pemilu.
Pemilu di masa rezim ini merupakan awal mula dari pemilu dengan sistem
perwakilan tertutup. Pemilu pertama di masa rezim Orde Baru ini diselenggarakan
pada 3 Juli 1971 berdasarkan Undang-Undang No. 15 Tahun 1969. Pemilu
selanjutnya yaitu pemilu tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 berdasarkan UU
No. 15 Tahun 1969 yang telah diperbarui dengan UU No. 4 Tahun 1975, UU No. 2
Tahun 1980, dan UU No. 1 Tahun 1985.
Pemilu di era reformasi dilakukan pertama kali tanggal 7 Juni 1999 berdasarkan
Undang-Undang No. 3 Tahun 1999. Pemilu ini merupakan pemilu pertama selepas
rezim penguasa dan birokrasi pemerintahan di masa Orde Baru. Pemilu berikutnya
adalah pemilu tahun 2004 yang dilakukan berdasarkan Undang-Undang No. 12
Tahun 2003 dengan dua jenis pemilihan, yaitu pemilu untuk memilih DPR RI, DPRD,
dan DPD pada 5 April 2004 dan pemilu untuk memilih presiden dan wakil presiden
secara langsung yang dilakukan sebanyak dua putaran pada 5 Juli 2004 dan 20
September 2004.
Dinamika dan perubahan sejumlah substansi dan sistem dalam pemilu termasuk
lembaga penyelenggara terlihat jelas. Boleh jadi hal ini merupakan bagian dari
dinamika dan tuntutan kebutuhan berdemokrasi. Sebelum memasuki pemilu 2009,
tepatnya sejak tahun 2005, telah ditetapkan dan dilakukan pemilu kepala daerah
secara langsung berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dan Peraturan
Pemerintah No. 6 Tahun 2005 secara terpisah dari pemilu legislatif dan presiden
dan wakil presiden. Meskipun sebelumnya berlaku Undang-Undang No. 22 Tahun
1999, penyelenggaraan pemilu kepala daerah dan wakil kepala daerah belum
dilakukan secara langsung dan masih dilakukan oleh DPRD.
Pemilu selanjutnya adalah pada tahun 2009 di mana pemilu legislatif dilakukan
pada 9 April 2009 berdasarkan UU No. 8 Tahun 2008 dan pemilu presiden dan wakil
presiden tanggal 8 Juli 2009 di bawah Undang-Undang No. 42 Tahun 2008.
Selanjutnya, pemilu yang baru saja dilalui yakni pemilu legislatif pada 9 April 2014
berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 dan pemilu presiden dan wakil
Sejarah dan regulasi pemilu di Indonesia dengan berbagai dinamika yang terjadi
menunjukkan bahwa perkembangan sistem politik dan demokrasi terus berjalan
dan terpenetrasi dari tingkat nasional sampai ke tingkat daerah. Sejak pemilu
pertama tahun 1955 sampai dengan pemilu terbaru tahun 2014, sejumlah
perubahan fundamental telah terjadi. Perubahan fundamental dimaksud terutama
terkait erat dengan regulasi yang mengatur sistem pemilu dan pembedaan antara
pemilu legislatif, presiden dan wakil presiden, serta kepala daerah dan wakil kepala
daerah.
Aktivitas
Kegiatan pembelajaran (perkuliahan) untuk pokok bahasan ini dilakukan dalam
bentuk kuliah tatap muka, tugas mandiri, dan diskusi kelompok. Aktivitas ini
menggunakan power point, makalah, dan white board sebagai media belajar bagi
perkuliahannya.
Tugas
Membuat esai secara perorangan mengenai sejarah pemilu dan regulasi yang
berlaku di Indonesia berdasarkan hasil diskusi kelas.
Latihan
1. Sebutkan dan jelaskan regulasi-regulasi pemilu yang pernah diterapkan di
Indonesia!
2. Jelaskan konteks historis di balik regulasi pemilu di Indonesia!
Rangkuman
Sejarah dan regulasi pemilu di Indonesia menjelaskan dinamika dan perkembangan
yang terus mengarah pada perbaikan demokrasi. Meskipun sempat terbelenggu
pada masa Orde Baru, tekanan demokrasi berhasil membuka kembali keran bagi
penyelenggaraan pemilu untuk terus disempurnakan selama era reformasi. Hal ini
terlihat dari masa pasca-Orde Baru, pemilu di Indonesia berkembang pesat hingga
tidak hanya terbatas pada pemilu untuk memilih anggota legislatif tetapi juga
pemilu untuk memilih presiden dan wakil presiden dan kepala daerah. Sistem
pemilu yang dulunya diatur oleh regulasi yang sangat pro-penguasa dan cenderung
bersifat proporsional tertutup pun mulai bergeser menjadi proporsional terbuka.
Dinamika dan perkembangan pemilu dan regulasinya secara historis terus
berlangsung simultan mengikuti tuntutan dan kebutuhan demokrasi.
Tindak Lanjut
Refleksi:
Jelaskan dinamika perkembangan regulasi pemilu yang pernah diterapkan di
Indonesia.
Pendahuluan
Deskripsi
Pokok bahasan ini secara mendalam membahas relasi dan kontestasi kuasa di balik
sebuah regulasi pemilu. Rezim politik yang berkuasa memainkan peran penting
dalam menentukan karakteristik regulasi pemilu sehingga berdampak pada
penyelenggaraan pemilu itu sendiri. Lantas, mengapa dan bagaimana rezim politik
mengambil perannya untuk mengontrol regulasi pemilu? Pada hakikatnya, regulasi
pemilu hadir atas kepentingan rezim yang berkuasa untuk menentukan ke arah
mana tujuan penyelenggaraan pemilu.
Manfaat
Pokok bahasan ini bertujuan memberikan pemahaman dan kemampuan kritis
peserta didik akan kontestasi kuasa di balik regulasi pemilu yang diterapkan pada
rezim politik yang berkuasa.
Relevansi
Untuk menyiapkan penyelenggara pemilu yang kompeten diperlukan pemahaman
akan relasi dan kontestasi kuasa di balik sebuah regulasi pemilu. Dengan demikian,
peserta didik mampu memberikan tawaran regulasi pemilu yang
mempertimbangkan kepentingan demokrasi untuk kesejahteraan masyarakat dan
tidak hanya bertumpu pada kepentingan kelompok sepihak.
Outcome
Tersedianya aktor-aktor dari peserta didik yang memiliki kemampuan dan
kompetensi untuk mendukung penyelenggaraan pemilu yang berlandaskan
prosedur dan implementasi regulasi pemilu beserta pengawasan dan penegakan
hukum yang baik dengan didasarkan pada pemaknaan yang benar dan sesuai
dengan kebutuhan dan konteks demokrasi.
Penyajian
Contoh dan Ilustrasi
Kontestasi kuasa pada rezim politik menentukan karakteristik regulasi pemilu
sehingga menentukan arah penyelenggaraan pemilu. Pada pemilu pertama
Indonesia di tahun 1955, terdapat unsur keterpaksaan dalam pengadaan pemilu
terkait dengan kondisi sosial politik pada saat itu. Masyarakat mulai menyuarakan
tuntutan pembubaran DPRS dan pemilu segera diselenggarakan setelahnya. Ketika
itu, kabinet Wilopo memutuskan mempercepat pemilu dengan keluarnya UU No. 7
Pada rezim Orde Baru, terjadi pengerdilan politik publik. Pemerintah lebih
menekankan berlangsungnya pemerintahan di bawah stabilitas politik dan ekonomi.
Beberapa di antara pembatasan partisipasi politik di masa Orde Baru, yaitu:
Pertama, pada awal pemerintahan, persaingan politik dibatasi hanya boleh diikuti
oleh sembilan partai dan Golkar sebagai peserta pemilu. Hingga tahun 1998, Golkar
tidak disebut sebagai partai demi menunjukkan kepada publik mengenai pandangan
pemerintah yang anti-partai. Kedua, melakukan sosialisasi atas asas tunggal
Pancasila sebagai landasan ideologi semua perangkat organisasi, termasuk partai
politik. Hal ini membatasi diskursus karena negara memiliki klaim kebenaran
tunggal. Ketiga, kebijakan ‘massa mengambang’, di mana partai politik tidak
diperbolehkan memiliki kepengurusan hingga level desa, kecuali Golkar. Keempat,
kebijakan fusi partai politik. Orde Baru memaksa penggabungan partai-partai
sehingga kemudian dapat diidentifikasi hanya diizinkan ada tiga partai: Partai
Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Demokrasi Indonesia (PDI), dan Golongan
Karya. Penggabungan secara paksa ini menuai konflik internal di kedua partai (PPP
dan PDI) karena kedua partai ini dibentuk bukan dari kesepakatan bersama di
antara anggota masing-masing partai, melainkan karena negara mengatur
demikian. Strategi-strategi yang dilakukan Orde Baru tersebut pada dasarnya
ditujukan untuk mendapatkan pemenang tunggal yang mampu mendukung
pemerintahan demi terciptanya stabilitas politik.
Aktivitas
Kegiatan pembelajaran (perkuliahan) untuk pokok bahasan ini dilakukan dalam
bentuk kuliah tatap muka, tugas mandiri, dan diskusi kelompok. Aktivitas ini
menggunakan power point, makalah, dan white board sebagai media belajar bagi
perkuliahan.
Tugas
Buatlah makalah berdasarkan studi kasus yang dianalisis dari persoalan kontestasi
politik di balik regulasi pemilu!
Rangkuman
Regulasi pemilu hadir sesuai dengan kondisi politik yang terjadi pada setiap rezim.
Pembenahan regulasi pemilu terus dilakukan berdasarkan kontestasi politik yang
terjadi. Artinya, regulasi pemilu bukan merupakan suatu hal yang berdiri sendiri
tanpa ada kepentingan di baliknya. Meskipun demikian, perubahan regulasi pemilu
diharapkan bertujuan untuk penyelenggaraan pemilu yang lebih baik dengan
memperhatikan kepentingan kesejahteraan masyarakat.
Penutup
Tes Formatif
Uraikan dan jelaskan kontestasi kuasa di balik regulasi-regulasi pemilu yang pernah
diterapkan di Indonesia!
Tindak Lanjut
Kritik:
Berikan kritik komprehensif atas regulasi pemilu yang belum memberikan ruang
bagi bekerjanya demokrasi secara prosedural dan substansial.
Pendahuluan
Deskripsi
Topik pembahasan ini bertujuan agar peserta didik memperoleh kemampuan untuk
menganalisis regulasi pemilu di Indonesia yang terkait dengan analisis partisipasi
dan representasi. Analisis partisipasi dan representasi ini mengartikan bahwa
sebuah regulasi pemilu mampu menampung kepentingan demokrasi secara
prosedural maupun substansial.
Manfaat
Pokok bahasan ini diharapkan mampu memberikan kemampuan bagi peserta didik
dalam memahami substansi sekaligus benang merah dalam regulasi pemilu,
terutama terkait konsep partisipasi dan representasi sesuai dengan konteks
demokrasi lokal maupun nasional.
Relevansi
Pokok bahasan ini relevan untuk diberikan dan dibahas mengingat masih banyak
ditemukan regulasi pemilu dan implementasinya yang berseberangan dengan
konsep partisipasi dan representasi.
Outcome
Dengan pemahaman atas substansi regulasi pemilu terkait representasi dan
partisipasi, peserta didik diharapkan dapat menjadi bagian dari penyelenggaraan
pemilu yang relevan, kritis, dan sesuai, di mana ada kesesuaian antara regulasi
pemilu dengan kebutuhan dan konteks demokrasi lokal dan nasional.
Penyajian
Contoh dan Ilustrasi
Sewajarnya, di balik regulasi pemilu, terkandung spirit untuk menjamin bekerjanya
demokrasi secara prosedural dan substansial. Jika hal ini tidak terjadi, maka
diperlukan adanya kritik. Secara prosedural, regulasi pemilu mengandaikan
pengaturan yang sifatnya yuridis dan formal. Maksud dari pengaturan ini adalah
bahwa regulasi pemilu memiliki kekuatan dan kepastian hukum secara formal untuk
mengatur mekanisme dan menyelesaikan seluruh persoalan terkait pemilu. Regulasi
pemilu tidak boleh bersifat multitafsir, apalagi sampai mengakibatkan kekosongan
hukum dalam penyelenggaraan pemilu beserta semua atribut yang menyertainya.
Kedudukan hukum dari regulasi pemilu yang demikian dengan sendirinya sejalan
dengan konsep demokrasi yang meletakkan salah satu kekuatan bekerjanya
demokrasi pada aturan main yang dibuat, disepakati, dan dipatuhi bersama. Tanpa
semua ini, pemilu dan demokrasi hanya akan menjadi ajang anarkisme.
Regulasi Pemilu di Indonesia | 25
Bersamaan dengan jaminan bekerjanya demokrasi secara prosedural yang
diperoleh dari regulasi pemilu yang bersifat yuridis dan formal, regulasi pemilu juga
mesti memberikan ruang yang sama bagi bekerjanya demokrasi secara substansial
demi tercapainya tujuan kesejahteraan sebagaimana yang disiratkan oleh
demokrasi. Regulasi pemilu harus dapat memberikan dampak positif bagi
tercapainya kesetaraan, keadilan, dan kesejahteraan sosial dalam konteks
penyelenggaraan pemilu maupun jaminan dari produk yang dihasilkan bahwa cita-
cita demokrasi akan digapai. Dengan demikian, regulasi pemilu yang
diimplementasikan dengan kekuatan yuridis formal mesti berbarengan dengan
kekuatannya menjawab tantangan yang bersifat lebih substansial, terutama
pascapemilu, yakni demi memenuhi hakikat dari diselenggarakannya pemilu dan
demokrasi di satu sisi, dan di pihak lain demi mencapai kesejahteraan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Aktivitas
Kegiatan pembelajaran (perkuliahan) untuk pokok bahasan ini dilakukan dalam
bentuk latihan, tugas kelompok, dan diskusi kelompok. Aktivitas ini menggunakan
power point, makalah, dan white board sebagai media belajar bagi perkuliahannya.
Tugas
Buatlah makalah dan presentasikan secara berkelompok mengenai analisis
representasi dan partisipasi dalam sebuah regulasi pemilu.
Latihan
Jelaskan dan kritisi regulasi pemilu mengenai praktik demokrasi prosedural dan
substansial yang diterapkan di Indonesia!
Penutup
Tes Formatif
Jelaskan dan analisis konsep representasi dan partisipasi dengan menggunakan
kasus nasional dan lokal dalam regulasi pemilu yang diberlakukan.
Tindak Lanjut
Refleksi:
Buatlah sebuah refleksi yang menjelaskan dan mengkritisi pemberlakuan regulasi
pemilu secara lokal dan nasional di Indonesia melalui analisis representasi dan
partisipasi.
Pendahuluan
Deskripsi
Pokok bahasan ini mengulas teknik analisis regulasi pemilu yang terkait dengan
analisis gender dan social justice and anti-discrimination. Secara lebih mendalam,
bagian ini mengulas bagaimana substansi regulasi pemilu mampu mengakomodasi
kepentingan kelompok-kelompok marginal dan membawa keadilan bagi setiap
kelompok masyarakat.
Manfaat
Pokok bahasan ini bermanfaat untuk membangun kemampuan peserta didik dalam
menganalisis secara holistik dan komprehensif setiap bagian dari substansi yang
diatur dalam regulasi pemilu dengan meletakkan relevansi terhadap tujuan
demokrasi di mana semua kepentingan kelompok masyarakat terakomodasi melalui
pemilu tanpa adanya diskriminasi.
Relevansi
Implementasi regulasi pemilu secara tepat dengan disertai penegakan hukum dan
pencapaian tujuan demokrasi secara baik membutuhkan penguasaan yang baik pula
atas setiap bagian dari substansi regulasi tersebut. Oleh karena itu, pokok bahasan
ini menjadi sangat relevan untuk dipelajari.
Outcome
Kemampuan peserta didik dalam memahami, mengurai, menjelaskan, dan
mengkritik substansi yang diatur dalam regulasi pemilu dengan mengaitkannya
secara relevan dan komplementer pada konteks demokrasi.
Penyajian
Contoh dan Ilustrasi
Demokrasi menuntut kepentingan semua kelompok masyarakat terwakili. Dalam
hal ini, bagaimana regulasi pemilu mampu menampung kepentingan kelompok yang
sering terpinggirkan guna menciptakan keadilan bagi setiap elemen masyarakat?
Setelah Orde Baru, gerakan untuk meningkatkan keterwakilan mulai diagendakan.
kelompok minoritas—dalam hal pengaruhmulai bersuara agar kepentingan mereka
turut diwadahi dalam sistem yang demokratis. Salah satu caranya adalah dengan
mengatur keterwakilan perempuan dalam politik. Peraturan yang memayungi
keterwakilan perempuan pada Pemilu 2004, yaitu UU No. 31 Tahun 2002 yang
menekankan perlunya keadilan gender dalam kepengurusan partai dan UU No. 12
Tahun 2003 yang menerapkan kebijakan affirmative action dalam bentuk kuota 30%
Aktivitas
Kegiatan pembelajaran (perkuliahan) untuk pokok bahasan ini dilakukan dalam
bentuk kuliah tatap muka, tugas mandiri, dan diskusi kelompok. Aktivitas ini
menggunakan power point, makalah, dan white board sebagai media belajar bagi
perkuliahannya.
Tugas
1. Buatlah makalah secara individu yang isinya membedah dan menganalisis isu
gender dan anti-discrimination yang diatur dalam regulasi pemilu terutama
dalam kaitannya dengan demokrasi secara lokal maupun nasional.
2. Buatlah makalah kelompok untuk dipresentasikan dan didiskusikan dengan
mengangkat kasus-kasus yang representatif untuk menjelaskan isu gender dan
anti-discrimination dalam regulasi pemilu dan kaitannya dengan konteks
demokrasi.
Latihan
Jelaskan dan kritisi substansi regulasi pemilu yang terkait dengan isu gender dan
anti-discrimination dan bagaimana kaitannya dengan konteks demokrasi?
Rangkuman
Regulasi pemilu, undang-undang, dan aturan lebih rendah yang menjadi turunannya
mengatur sejumlah substansi pemilu yang mampu mengakomodasi setiap elemen
masyarakat tanpa menimbulkan diskriminasi.
Penutup
Tes Formatif
Jelaskan dan berikan kritik Anda, dalam bentuk esai, terhadap substansi yang diatur
dalam regulasi pemilu terkait dengan isu gender dan anti-discrimination!
Tindak Lanjut
Refleksi dan Kritik:
Buatlah refleksi dan kritik yang sifatnya konstruktif terhadap substansi yang diatur
dalam regulasi pemilu yang berkaitan dengan isu gender dan anti-discrimination.
Pendahuluan
Deskripsi
Topik pertemuan keenam membahas dan menganalisis secara mendalam mengenai
perbandingan regulasi pemilu di Indonesia pada masa Pra-kemerdekaan, Orde
Lama, Orde Baru, dan Era Reformasi. Analisis dilakukan atas regulasi pemilu pada
setiap rezim politik untuk memahami dinamika penyelenggaraan pemilu di
Indonesia sesuai konteks politik dan implikasinya terhadap regulasi pemilu.
Manfaat
Pokok bahasan ini bermanfaat untuk memberikan kemampuan analisis peserta
didik akan perbandingan regulasi pemilu di setiap rezim politik, yaitu pada masa
Pra-kemerdekaan, Orde Lama, Orde Baru, dan Era Reformasi.
Relevansi
Berbagai persoalan penyelenggaraan pemilu terkait prosedur dan implementasi
serta pemaknaan regulasi pemilu tak bisa disangkal membutuhkan penyelenggara
yang berkompeten. Dengan demikian, topik yang jadi pokok bahasan ini merupakan
salah satu materi penting yang relevan untuk diberikan kemampuan analisis kepada
peserta didik terhadap perbandingan regulasi pemilu yang diterapkan di Indonesia
pada setiap rezim politik. Sehingga, memperoleh pengetahuan dari pengalaman
penyelenggaraan pemilu untuk selanjutnya dapat menjadi bahan pembuatan
regulasi pemilu yang lebih efektif.
Outcome
Tersedianya aktor-aktor dari peserta didik yang memiliki kemampuan analisis dalam
(1) menjelaskan perbedaan setiap regulasi yang pernah diberlakukan, (2)
menjelaskan keterkaitan konteks sejarah pemilu dengan regulasi yang diberlakukan.
Penyajian
Contoh dan Ilustrasi
Pada masa pra-kemerdekaan Indonesia, pemilihan umum telah dilakukan dalam
skala yang terbatas untuk memilih anggota Volksraad. Volksraad merupakan dewan
rakyat yang dibentuk oleh pemerintah Hindia Belanda pada 16 Desember 1916.
Anggota Volksraad terdiri dari orang Eropa, Indo-Arab, Indo-China, dan Pribumi.
Sebagian dari mereka dipilih secara terbatas oleh rakyat yang memiliki hak pilih, dan
sebagian yang lain diangkat oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda.
Pada masa Orde Baru, pemilu pertama diselenggarakan pada 3 Juli 1971 di bawah
UU No. 15 Tahun 1969. Pemilu ini dilakukan untuk memilih 460 anggota dengan 360
anggota dipilih oleh rakyat dan kursi ditentukan melalui stelsel daftar, dan 100
anggota diangkat dari kalangan angkatan bersenjata dan golongan fungsional oleh
presiden. Selanjutnya, pemilu berikutnya dilakukan pada 2 Mei 1977 di bawah
Undang-Undang No. 5 Tahun 1975 untuk memilih anggota dengan jumlah dan
sistem yang masih sama dengan pemilu sebelumnya. Selanjutnya, pemilu pada 4
Mei 1982 didasarkan pada Undang-Undang No. 2 Tahun 1980 untuk memilih 364
anggota dan 96 lainnya ditentukan oleh presiden dari latar belakang militer dan
golongan fungsional. Pemilu pada 23 April 1987 dilakukan atas dasar regulasi yang
masih tetap menggunakan sistem lama meskipun dalam jumlah anggota yang
berbeda, yaitu 500 anggota dengan 400 anggota dipilih secara proporsional
tertutup dengan daftar partai politik yang diintervensi oleh penguasa dan 100
anggota dari latar belakang militer dan fungsional diangkat oleh presiden. Pada
pemilu tanggal 9 Juni 1992, hal yang sama masih tak terhindarkan, hanya saja
komposisi 100 anggota yang diangkat oleh presiden telah dibagi porsinya menjadi
75 orang dari angkatan bersenjata dan 25 orang dari golongan fungsional. Pemilu
terakhir pada rezim Soeharto ini adalah pemilu yang diselenggarakan pada 29 Mei
1997. Hasil dari pemilu ini menuai protes yang berujung pada kejatuhan Orde Baru
dan pergantian rezim kekuasaan dari otoritarian ala Soeharto kepada kaum
Reformasi.
Pemilu di era reformasi dilakukan pertama kali pada 7 Juni 1999 berdasarkan
Undang-Undang No. 3 Tahun 1999. Pemilu ini dilakukan dengan menggunakan
sistem proporsional berbasis stelsel daftar. Pemilu berikutnya adalah Pemilu 2004
yang dilakukan berdasarkan Undang-Undang No. 12 Tahun 2003 dengan dua jenis
pemilihan, yaitu pemilu untuk memilih DPR RI, DPRD, dan DPD pada 5 April 2004
dengan sistem proporsional terbuka dan pemilu untuk memilih presiden dan wakil
presiden secara langsung yang dilakukan sebanyak dua putaran, yakni pada 5 Juli
2004 dan 20 September 2004.
Aktivitas
Kegiatan pembelajaran (perkuliahan) untuk pokok bahasan ini dilakukan dalam
bentuk tugas kelompok berupa riset pendek dengan laporan yang dipresentasikan.
Aktivitas ini menggunakan power point, makalah, dan white board sebagai media
belajar.
Tugas
Membuat essay secara perorangan mengenai perbandingan regulasi yang berlaku di
Indonesia berdasarkan hasil diskusi kelas.
Latihan
1. Jelaskan perbedaan regulasi dan penyelenggaraan pemilu pada masa
pemerintahan Soekarno, Soeharto, dan Reformasi.
2. Jelaskan dinamika dan perkembangan pemilu di Indonesia dari masa ke masa
dengan disertai regulasinya.
Rangkuman
Analisis perbandingan regulasi pemilu pada masa pra kemerdekaan, Orde Lama,
Orde Baru, dan Era Reformasi penting untuk memberikan kemampuan analisis dan
pemahaman regulasi pemilu seperti apa yang efektif untuk diterapkan di Indonesia
ke depannya sehingga mampu meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemilu.
Tindak Lanjut
Pendahuluan
Deskripsi
Pokok bahasan ini membahas tentang regulasi pemilu serentak untuk Pemilu 2019.
Secara dalam, pokok bahasan ini akan mengulas analisis konteks sosial, politik,
geografi, dan demografi terhadap regulasi untuk pemilu serentak. Analisis ini
diharapkan mampu memberikan masukan perbaikan untuk Pemilu 2019.
Manfaat
Menghasilkan peserta didik yang mampu secara mendalam memahami dan
menjelaskan regulasi pemilu serentak yang akan diselenggarakan di tahun 2019
sehingga dapat membangun kritik bagi terciptanya penyelenggaraan pemilu yang
searah dengan substansi dan tujuan demokrasi yang pada gilirannya meletakkan
eksistensi demokrasi sebagai jiwa dari regulasi dan penyelenggaraan pemilu.
Relevansi
Jika ada hal mendasar dalam penyelenggaraan pemilu, dapat dipastikan salah
satunya adalah upaya menyempurnakan regulasi dan penyelenggaraan pemilu.
Oleh karena itu, mengetahui dan memahaminya secara terpisah maupun dalam
perbandingannya merupakan keniscayaan yang tidak terhindarkan terhadap realitas
implementasi regulasi pemilu dan konteks dan kebutuhan demokrasi.
Outcome
Mengetahui dan memahami apa yang ada dan terjadi di antara implementasi
regulasi pemilu, konteks dan kebutuhan demokrasi secara lokal maupun nasional.
Dengan demikian pemahaman terhadap realitas masing-masing regulasi pemilu
dapat dibangun secara substansial dan realistis sehingga nantinya penerapan dan
pengawasan terhadap regulasi tersebut dapat dilakukan secara relevan yang pada
akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemilu.
Penyajian
Contoh dan Ilustrasi
Berdasarkan pertimbangan hukum Putusan MK No. 14/PUU-XI/2013, pemilu
serentak merupakan bagian dari produk hukum di Indonesia yang akan
diberlakukan mulai tahun 2019 hingga seterusnya selama ketentuan perundang-
undangan menghendaki. Terkait hal tersebut, ini merupakan momentum penting
untuk menyusun satu undang-undang pemilu yang komprehensif dengan
mengkodifikasi undang-undang yang telah ada. Hal ini penting karena pemilu yang
berlangsung serentak memerlukan dasar hukum penyelenggaraan sebagai acuan.
Pemilu nasional serentak 2019 (untuk memilih Presiden/Wapres, DPR dan DPD) dan
pemilu lokal/daerah serentak (untuk memilih anggota DPRD dan kepala-kepala
daerah, baik kabupaten/kota maupun provinsi) memiliki implikasi sosial dan politik.
Di antaranya, pertama, efisiensi anggaran dan waktu pemilu. Kedua, peningkatan
efektivitas pemerintahan karena diasumsikan pemerintahan yang dihasilkan melalui
keserentakan pemilu presiden dan pemilu legislatif lebih stabil sebagai akibat
coattail effect, yakni keterpilihan calon presiden juga akan mempengaruhi
keterpilihan anggota legislatif. Ketiga, pembentukan koalisi politik yang mau tidak
mau harus dilakukan sebelum pemilu legislatif diharapkan dapat mengubah
orientasi koalisi dari yang bersifat jangka pendek dan cenderung oportunistik
menjadi koalisi berbasis kesamaan ideologi, visi, dan platform politik. Keempat,
diharapkan dapat mengurangi potensi politik transaksional sebagai akibat
melembaganya oportunisme politik seperti berlangsung selama ini. Kelima, pemilu
serentak nasional yang dipisahkan dari pemilu serentak lokal diharapkan dapat
meningkatkan kualitas hasil pilihan masyarakat karena perhatian pemilih tidak
harus terpecah pada pilihan yang terlampau banyak.
Aktivitas
Kegiatan pembelajaran (perkuliahan) untuk pokok bahasan ini dilakukan dalam
bentuk tugas kelompok berupa diskusi kelas dengan laporan yang dipresentasikan.
Aktivitas ini menggunakan power point, makalah, dan white board sebagai media
belajar.
Tugas
Buatlah makalah secara mandiri (perorangan) mengenai analisis konteks sosial,
politik, geografi, dan demografi terkait pemilu serentak nasional dan serentak
daerah tahun 2019!
Latihan
Buatlah kritik terhadap hasil analisis konteks sosial, politik, geografi, dan demografi
terkait pemilu serentak nasional dan serentak daerah tahun 2019!
Penutup
Tes Formatif
1. Jelaskan dan uraiakan analisis Anda mengenai pemilu serentak nasional dan
daerah yang akan diselenggarakan tahun 2019!
2. Jelaskan dan uraiakan analisis Anda mengenai upaya penyatuan undang-undang
yang terkait pemilu untuk menjadi dasar penyelenggaran pemilu di Indonesia!
Tindak Lanjut
Refleksi:
Buatlah refleksi komprehensif dan kritis mengenai analisis sosial, politik, geografi,
dan demografi terkait implikasi diberlakukannya pemilu serentak nasional dan
serentak daerah 2019!
Pendahuluan
Deskripsi
Pokok bahasan ini membahas mengenai problematika yang terjadi dalam
penyelenggaraan pemilu termasuk dalam implementasi regulasinya di Indonesia.
Problematika dimaksud mencakup antara lain persoalan pemaknaan regulasi yang
multitafsir, kekosongan hukum, sampai dengan tidak relevannya regulasi yang ada
dengan persoalan yang terjadi di lapangan dalam implementasinya. Pembahasan
dalam pertemuan ini juga membuka ruang bagi identifikasi faktual dan aktual
terhadap problematika regulasi pemilu yang terjadi di tataran nasional dan lokal.
Manfaat
Semakin banyak persoalan terkait regulasi pemilu yang diidentifikasi dan dibahas,
semakin membuka ruang bagi peserta didik untuk memahami dan menjelaskan pola
masalah. Hal ini tentu saja sangat bermanfaat bagi upaya mencari alternatif jalan
keluar secara holistik dan komprehensif.
Relevansi
Serentetan problematika regulasi pemilu cenderung dilihat dan diselesaikan secara
parsial dan kuratif. Bahkan tidak sedikit persoalan yang ditimbulkan oleh regulasi
pemilu dan implementasinya ini tidak terselesaikan akibat identifikasi persoalan
yang tidak sistematis sehingga sulit merumuskan alternatif solusi yang responsif dan
komprehensif. Realitas inilah yang membuat pokok bahasan problematika regulasi
pemilu menjadi relevan untuk dibahas.
Outcome
Identifikasi dan sistematisasi persoalan-persoalan regulasi pemilu secara aktual dan
faktual untuk kemudian dianalisis, dikritisi, dan ditawarkan alternatif jalan
keluarnya.
Penyajian
Contoh dan Ilustrasi
Tidak bisa disangkal, problematika terkait regulasi pemilu di Indonesia cukup masif.
Setidaknya, problematika dimaksud dapat dibedakan atas persoalan-persoalan yang
muncul atau terjadi dalam penyelenggaraan pemilu dan sekaligus masalah-masalah
terkait implementasi regulasi pemilu. Sesungguhnya, persoalan-persoalan
penyelenggaraan pemilu juga merupakan akibat dari masalah implementasi regulasi
pemilu. Namun, dalam pokok bahan ini, pembahasan lebih ditekankan pada hal-hal
yang tidak atau belum diatur. Sementara itu, perihal implementasi regulasi pemilu
difokuskan pada hal-hal yang sudah diatur tetapi membuka peluang untuk terjadi
Sejalan dengan itu, tidak relevannya regulasi pemilu yang menunjukan hilangnya
subyek dan obyek hukum yang diatur dijelaskan oleh, misalnya, kasus tim sukses,
politik uang, pemasangan atribut di sembarang tempat, dan sebagainya. Tim sukses
yang diakui sebagai subyek hukum dan dapat ditindak bila terjadi pelanggaran
terhadap regulasi pemilu hanyalah mereka yang terdaftar di KPU. Sedangkan kasus
di lapangan memperlihatkan banyak tim sukses yang disebut sebagai relawan atau
tim keluarga tidak terdaftar sebagai tim sukses di KPU. Saat para relawan dan tim
keluarga ini melakukan politik uang atau pemasangan atribut di sembarang tempat,
regulasi pemilu tidak dapat menjeratnya karena tidak memenuhi unsur sebagai
subyek hukum. Kasus ini sekaligus menunjukkan bahwa obyek yang diatur terkait
tim sukses ini hanyalah obyek abstrak atau dengan kata lain tidak ada obyek.
Dengan demikian, problematika regulasi pemilu dapat dikatakan mempunyai
persoalan sejak regulasi dibuat di mana terdapat hal-hal yang belum diatur, dan
persoalan yang muncul saat dengan implementasi berupa irelevansi bahkan
ketiadaan subyek dan obyek hukum yang diatur.
Aktivitas
Kegiatan pembelajaran (perkuliahan) untuk pokok bahasan ini dilakukan dalam
bentuk tugas kelompok berupa riset pendek dengan laporan yang dipresentasikan.
Aktivitas ini menggunakan power point, makalah, dan white board sebagai media
belajar.
Tugas
Buatlah makalah perorangan dengan mengangkat studi kasus yang menjelaskan
tentang problematika regulasi pemilu.
Latihan
1. Identifikasi dan jelaskanlah kasus kekosongan hukum di sekitar Anda dalam
penyelenggaraan pemilu.
Rangkuman
Secara umum, problematika regulasi pemilu dapat dibedakan atas persoalan-
persoalan yang muncul karena obyeknya belum diatur dan persoalan regulasi yang
telah mengatur sejumlah hal namun bermasalah pada implementasinya.
Penutup
Tes Formatif
1. Kemukakan dan jelaskan minimal dua kasus berbeda yang menjelaskan
kekosongan hukum dalam implementasi regulasi pemilu.
2. Jelaskan tiga kasus yang terjadi di sekitar Anda, terkait irelevansi regulasi pemilu.
Tindak Lanjut
Kritik:
Susunlah kritik dan rekomendasi sebagai alternatif solusi secara sistematis dan
konstruktif dari persoalan-persoalan kekosongan hukum, multitafsir, dan irelevansi
regulasi pemilu.
Pendahuluan
Deskripsi
Pertemuan ini merupakan kesempatan untuk melakukan refleksi secara holisitik dan
komprehensif mengenai kelebihan dan kekurangan regulasi pemilu dengan
membandingkannya langsung pada realitas implementasi berdasarkan hasil
identifikasi kasus-kasus sebelumnya. Pembahasan berupa refleksi ini dimasudkan
untuk mendapatkan gambaran jarak (gap) antara regulasi dan realitas
penyelenggaraan dan tata kelola pemilu secara kolektif di tataran nasional dan
terutama lokal.
Manfaat
Peserta didik dapat mengetahui dan menjelaskan jarak (gap) antara regulasi dan
realitas penyelenggaraan pemilu.
Relevansi
Selama ini, regulasi pemilu dalam banyak kesempatan seolah-olah berjalan dan
bekerja tanpa melihat konteks realitas di lapangan. Oleh karena itu, pokok bahasan
ini diharapkan dapat membantu peserta didik untuk menemukan, mengetahui, dan
menjelaskan jarak (gap) antara regulasi dan realitas penyelenggaraan pemilu yang
pada gilirannya dapat dijadikan titik pijak bagi kritik dan masukan konstruktif demi
perbaikan regulasi dan penyelenggaraan pemilu ke depannya.
Outcome
Perbaikan regulasi dan peningkatan kapasitas penyelenggara dan penyelenggaraan
pemilu di Indonesia.
Penyajian
Contoh dan Ilustrasi
Sebagaimana disampaikan dalam pertemuan sebelumnya, masih ditemukan kasus-
kasus yang terjadi dalam penyelenggaraan pemilu yang belum diatur, belum
teridentifikasi, dan yang sudah teridentifikasi tetapi belum terselesaikan. Akibatnya,
terjadi kekosongan hukum, multitafsir, dan regulasi kehilangan subyek dan obyek
yang diatur, bahkan implementasi regulasi pemilu belum terpadu dengan regulasi
lainnya, seperti hukum pidana dan perdata. Bukan itu saja, sejumlah substansi,
prosedur, dan mekanisme terkait penyelenggaraan pemilu yang telah diatur bahkan
tidak terhindar dari penyimpangan-penyimpangan. Atau, misalnya, sebagaimana
ditemukan dalam banyak kasus pelanggaran pemilu yang menyebabkan tidak dapat
ditegakannya regulasi pemilu yang disebabkan oleh kaburnya subyek dan obyek
Aktivitas
Kegiatan pembelajaran untuk pokok bahasan ini dilakukan dengan riset pendek di
lapangan dan diskusi kelas. Aktivitas ini menggunakan power point, makalah, dan
white board sebagai media belajar bagi perkuliahannya.
Tugas
Buatlah makalah yang menganalisis jarak (gap) antara regulasi pemilu dan realitas
penyelenggaraan pemilu.
Latihan
1. Apakah menurut Anda ada jarak yang lebar antara regulasi pemilu dengan
realitas di lapangan? Jelaskan!
2. Jelaskan pendapat dan ukuran yang Anda gunakan untuk mengukur jarak (gap)
regulasi pemilu dengan realitas yang ada.
Rangkuman
Setidaknya, sampai saat ini regulasi pemilu masih berjarak cukup lebar dengan
realitas di lapangan, apalagi dengan konteks dan kebutuhan demokrasi. Hal ini
dapat dilihat dari persoalan-persoalan yang tidak terselesaikan yang terjadi dalam
penyelenggaraan pemilu dan implementasi regulasinya. Oleh karena itu, kritik dan
saran terhadapnya perlu untuk terus dibangun.
Penutup
Tes Formatif
1. Apa pendapat dan hasil ukur anda terhadap jarak antara regulasi dan realitas?
2. Apa saran dan kritik anda terhadap jarak yang terbentang antara regulasi dan
realitas? Jelaskan.
Tindak Lanjut
Refleksi:
Kritik dan saran sebagai hasil refleksi dan analisis terhadap jarak (gap) yang
terbentang di antara regulasi pemilu dan realitas penyelenggaraannya.
Pendahuluan
Deskripsi
Pertemuan ini membahas dan melihat isu-isu spesifik dalam regulasi pemilu di
Indonesia seperti pemilu lokal, pemilu di daerah istimewa seperti Yogyakarta,
pemilu di daerah adat seperti Papua, di Nusa Tenggara, dan sebagainya. Isu-isu
spesifik yang muncul ini merupakan bentuk adanya benturan regulasi pemilu
nasional dengan multikulturalisme pemerintahan di Indonesia. Lantas, bagaimana
regulasi pemilu nasional mampu menampung kepentingan daerah-daerah yang
memiliki karakter khusus tersebut?
Manfaat
Peserta didik mampu menemukan dan mengidentifikasi regulasi pemilu dengan isu-
isu spesifik di Indonesia beserta benturannya dengan regulasi pemilu nasional.
Relevansi
Persoalan-persoalan di daerah terutama pada daerah yang telah memiliki kekhasan
struktur masyarakatnya, membuktikan masih abainya regulasi pemilu nasional akan
peraturan daerah yang pada dasarnya telah terbentuk sebelum adanya Indonesia.
Oleh karena itu, topik bahasan ini menjadi penting untuk memahami lebih lanjut
terkait bagaimana regulasi nasional menampung kepentingan daerah.
Outcome
Tersusunnya kritik terhadap regulasi pemilu secara holistik, konstruktif, dan
komprehensif, sekaligus terbangunnya kemampuan aktor-aktor di balik
penyelenggara dan penyelenggaraan pemilu serta implementasi regulasinya
sehingga pada gilirannya menghasilkan pemilu yang berkualitas dengan
memperhatikan kepentingan daerah.
Penyajian
Contoh dan Ilustrasi
Kritik terhadap regulasi pemilu tidak hanya diletakkan pada implementasinya, tetapi
lebih jauh dari itu adalah terkait substansi yang diatur di dalamnya. Sebagaimana
diketahui sebelumnya, terdapat sejumlah hal yang belum diatur, dan bahkan apa
yang sudah diatur masih saja tidak cukup relevan. Ini belum termasuk persoalan-
persoalan yang belum teridentifikasi. Oleh karena itu, perlu digali lebih dalam dan
luas persoalan-persoalan regulasi pemilu untuk dikritik.
Aktivitas
Kegiatan pembelajaran (perkuliahan) untuk pokok bahasan ini dilakukan dalam
bentuk kuliah tatap muka, tugas mandiri, dan diskusi kelompok. Aktivitas ini
menggunakan power point, makalah, dan white board sebagai media belajar bagi
perkuliahannya.
Tugas
Buatlah makalah yang menganalisis dan mengkritisi studi kasus terkait regulasi
pemilu yang berbenturan dengan peraturan masyarakat lokal yang secara historis
telah terbentuk sebelum adanya pemilu modern!
Latihan
Identifikasi dan kritisi kasus-kasus terkait regulasi pemilu yang belum terangkat
terutama yang terjadi di daerah-daerah.
Rangkuman
Isu-isu spesifik yang muncul di daerah memilki kekhasan struktur masyarakat dan
menunjukkan bahwa regulasi pemilu yang diterapkan belum mampu menampung
kepentingan lokal. Oleh karena itu, kritik dan analisis atas isu-isu lokal diharapkan
mampu menampung pemilu di Indonesia yang bersifat multikultural.
Penutup
Tes Formatif
1. Berikan kritik atas dan identifikasi persoalan-persoalan yang muncul di daerah-
daerah berkarakter khusus terkait penyelenggaraan pemilu!
Tindak Lanjut
Buatlah opini yang mengkritik regulasi pemilu jika dibenturkan dengan isu-isu di
daerah yang memiliki kekhasan struktur masyarakatnya!
Pendahuluan
Deskripsi
Pertemuan ini merupakan kesempatan untuk melakukan atau merancang roadmap
dan kebutuhan yang menjadi prioritas regulasi pemilu ke depannya. Roadmap
dibuat dengan didasarkan pada kepentingan eksistensial demokrasi secara
berkelanjutan dan kebutuhan membangun demokrasi yang berkualitas secara
prosedural maupun substansial.
Manfaat
Peserta didik dapat mengetahui, menyusun, dan menjelaskan roadmap dan
kebutuhan eksistensial penyelenggaraan pemilu secara jangka panjang yang
dituangkan dalam bentuk regulasi.
Relevansi
Selama ini, regulasi pemilu dalam banyak kesempatan seolah-olah berjalan dan
bekerja tanpa melihat konteks eksistensial, berkelanjutan, dan jangka panjang.
Akibatnya, regulasi pemilu hanya bersifat temporal lima tahunan. Padahal, ada
kebutuhan atas regulasi (dan) penyelenggaraan pemilu yang berkelanjutan dan
berjangka panjang agar peningkatan kualitas penyelenggara dan penyelenggaraan
pemilu secara terpadu dapat dilakukan. Oleh karena itu, melalui pokok bahasan ini
peserta didik diharapkan dapat menemukan, mengetahui, menyusun, dan
menjelaskan roadmap dan kebutuhan regulasi pemilu ke depannya yang pada
gilirannya dapat dituangkan dalam perbaikan regulasi dan penyelenggaraan pemilu.
Outcome
Perbaikan regulasi dan peningkatan kapasitas penyelenggara dan penyelenggaraan
pemilu di Indonesia dan terciptanya roadmap dan prioritas kebutuhan
penyelenggaraan pemilu ke depan dan berjangka panjang.
Penyajian
Contoh dan Ilustrasi
Demokrasi terbukti menjadi mekanisme dan proses penyelenggaraan negara yang
paling representatif dan di dalamnya terdapat pemilu sebagai indikator utamanya.
Dengan demikian, penyelenggaraan pemilu yang baik dan berkualitas bisa
dipastikan menjadi jaminan terciptanya demokrasi yang baik dan berkualitas pula.
Oleh karena itu, roadmap penyelenggaraan pemilu perlu dipahami oleh para aktor
demokrasi terutama bagi mereka yang terlibat secara langsung dalam
penyelenggaraan pemilu. Selain itu, kebutuhan eksistensial regulasi (dan)
Aktivitas
Kegiatan pembelajaran (perkuliahan) untuk pokok bahasan ini dilakukan dalam
bentuk riset pendek, tugas mandiri, dan diskusi kelompok. Aktivitas ini
menggunakan power point, makalah, dan white board sebagai media belajar bagi
perkuliahannya.
Tugas
Buatlah makalah yang menyusun dan menjelaskan roadmap dan kebutuhan regulasi
penyelenggaraan pemilu ke depannya!
Latihan
1. Buatlah roadmap dan kebutuhan regulasi penyelenggaraan pemilu untuk 5
tahun, 10 tahun, dan 15 tahun ke depan!
2. Jelaskan manfaat, relevansi, dan jaminan dari roadmap dan kebutuhan regulasi
yang Anda susun bagi eksistensi demokrasi dan pemilu ke depannya!
Rangkuman
Setidaknya, sampai saat ini kita belum memiliki roadmap yang baik dan jelas
mengenai regulasi (dan) penyelenggaraan pemilu secara berjangka. Bahkan, daftar
kebutuhan regulasi penyelenggaraan pemilu dalam lima tahunan saja sifatnya tidak
antisipatif, tetapi emergency. Oleh karena itu, roadmap dan kebutuhan prioritas
dari regulasi pemilu ke depannya secara lokal maupun nasional sangat urgen dan
penting untuk dipahami, disusun, dan dikritisi terus-menerus.
Penutup
Tes Formatif
1. Gambarkan dan jelaskan roadmap regulasi pemilu sebagai kritik terhadap
regulasi dan penyelenggaraan pemilu saat ini!
2. Jelaskan prioritas kebutuhan regulasi pemilu ke depannya secara berkelanjutan,
komprehensif, dan jangka panjang!
Tindak Lanjut
1. Buatlah roadmap dan kebutuhan regulasi pemilu secara komprehensif dan
jangka panjang.
2. Buatlah policy brief yang berisi roadmap dan kebutuhan perbaikan regulasi
pemilu.
Pendahuluan
Deskripsi
Pertemuan ini merupakan kesempatan untuk merancang strategi perencanaan dari
roadmap dan kebutuhan yang menjadi prioritas regulasi pemilu pada pertemuan
sebelumnya. Pembuatan strategi perencanaan regulasi pemilu merupakan bentuk
tawaran untuk membangun penyelenggaraan pemilu yang berkualitas yang
tersalurkan dalam keabsahan demokrasi prosedural dan substansial.
Manfaat
Peserta didik dapat menyusun strategi dari roadmap dan mengejawantahkan
kebutuhan eksistensial penyelenggaraan pemilu secara jangka panjang yang
dituangkan dalam bentuk regulasi.
Relevansi
Melalui pokok bahasan ini, peserta didik diharapkan dapat menemukan, menyusun,
dan menjelaskan strategi perencanaan regulasi pemilu yang tepat dari roadmap
yang telah dibuat pada pertemuan sebelumnya sehingga mampu menjadi bahan
perbaikan regulasi dan penyelenggaraan pemilu ke depan.
Outcome
Perbaikan regulasi dan peningkatan kapasitas penyelenggara dan penyelenggaraan
pemilu di Indonesia dan terciptanya strategi perencaaan roadmap dan prioritas
kebutuhan penyelenggaraan pemilu ke depan dan berjangka panjang.
Penyajian
Contoh dan Ilustrasi
Roadmap penyelenggaraan pemilu yang telah dirancang pada pertemuan
sebelumnya perlu diikuti dengan strategi yang tepat sesuai dengan kebutuhan
eksistensial regulasi dan penyelenggaraan pemilu sehingga para aktor demokrasi
terutama bagi mereka yang terlibat secara langsung dalam penyelenggaraan pemilu
memiliki kapasitas dan kemampuan memberikan tawaran untuk perbaikan regulasi
pemilu ke depan.
Aktivitas
Kegiatan pembelajaran (perkuliahan) untuk pokok bahasan ini dilakukan dalam
bentuk riset pendek, tugas mandiri, dan diskusi kelompok. Aktivitas ini
menggunakan power point, makalah, dan white board sebagai media belajar bagi
perkuliahannya.
Regulasi Pemilu di Indonesia | 50
Tugas
Buatlah makalah yang menyusun dan menjelaskan strategi dari roadmap dan
kebutuhan regulasi penyelenggaraan pemilu ke depannya yang telah dibuat pada
pertemuan sebelumnya!
Latihan
1. Buatlah strategi perencanaan dari roadmap, serta kebutuhan regulasi
penyelenggaraan pemilu untuk 5 tahun, 10 tahun, dan 15 tahun ke depan!
2. Jelaskan manfaat, relevansi, dan jaminan dari strategi roadmap dan kebutuhan
regulasi yang Anda susun bagi eksistensi demokrasi dan pemilu ke depannya!
Rangkuman
Strategi perencanaan dari roadmap yang telah dirancang penting untuk perbaikan
regulasi pemilu ke depannya dan karenanya diharapkan peserta didik mempunyai
kepasitas untuk menganalisis dan memberikan tawaran perbaikan regulasi sesuai
dengan kebutuhan prioritas dari regulasi pemilu ke depannya.
Penutup
Tes Formatif
Jelaskan strategi roadmap regulasi pemilu sebagai kritik terhadap regulasi dan
penyelenggaraan pemilu saat ini!
Tindak Lanjut
1. Buatlah strategi roadmap dan kebutuhan regulasi pemilu secara komprehensif
dan jangka panjang.
Buku
Agustino, Leo. (2009). Pilkada dan Dinamika Politik Lokal. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Aspinall, Edward, dan Sukmajati, Mada, (eds). (2015). Politik Uang di Indonesia:
Patronase dan Klientelisme di Pemilu Legislatif 2014. Yogyakarta:
Penerbit PolGov.
Dahl, Robert A. (1971). Polyarchy: Partisipation and Opposition. New Haven: Yale
University.
Dhakidae, Daniel. (1981). Pemilihan Umum di Indonesia. Jakarta: Prisma.
Diamond, Larry. (2003). Developing Democracy Towards Consolidation. Yogyakarta:
IRE Press.
Feith, Herbert. (1957). The Indonesian Elections of 1955. Ithaca: Cornell Modern
Indonesia Project.
Handoyo, B. H. C. (2014). Prinsip-Prinsip Legal Drafting dan Desain Naskah
Akademik. Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka.
Haris, Syamsudin, dkk. (1997). Pemilihan Umum di Indonesia: Telaah Atas Struktur,
Proses, dan Fungsi (Research Monograph). Jakarta: PPW-LIPI.
Catt, Helena, dkk. (2014). Electoral Management Design. Stockholm: International
IDEA.
International IDEA. (2010). Electoral Justice: An Overview of the International IDEA.
Stockholm: International IDEA.
Kristiadi, J., dkk. (1997). Pemilihan Umum 1997: Perkiraan, Harapan, dan Evaluasi.
Jakarta: CSIS.
Liddle, R. W. (1992). Pemilu-pemilu Orde Baru: Pasang Surut Kekuasaan Politik.
Jakarta: LP3ES.
Linz, J., and Stephan, A. (1996). Problem of DemocraticTransition and Consolidation:
Southern Europe, South America, and Post Communist Europe.
Baltimore: John Hopkins University Press.
Mashad, D. (1999). Korupsi Politik, Pemilu, dan Legitimasi Pasca Orde Baru. Jakarta:
CIDES.
Nohlen, D., dkk. (ed.). (2001) Election in Asian and Pacific, A Data Handbook, Vol. II:
South East Asia, East Asia, and the South Pacific. Oxford: Oxford
Univesity Press.
Nordholt, Henk Schulte, dan van Klinken, Gerry. (2007). Renegotiating Boundaries:
Local Politics in Post-Soeharto Indonesia. Jakarta: KITLV Press.
Cordenillo, Raul, dan Gardes, Karin, (ed.). (2013). Inclucive Political Participation and
Representation: The Role of Regional Organization. Stockholm:
International IDEA.
Cordenillo, Raul, (ed.). (2014). Improving Electoral Practices: Case Studies and
Practical Approaches. Stockholm: International IDEA.
Regulasi