Anda di halaman 1dari 12

Makalah

Etika dan Moral Dalam Ayat-Ayat Hukum Ekonomi


Dosen pengampu :

Kawakib, M.H

Kelompok 3

Ferdy Hasan Haswin : 12204014

Deni Wantono : 12204036

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONTIANAK
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat Nya sehingga
makalah makalah dapat terselesaikan dengan baik. Sholawat dan salam saya haturkan kepada
Rasulullah SAW, yang telah membawa manusia dari zaman kegelapan menuju zaman yang kaya
akan ilmu pengetahuan yakni dengan adanya islam dan iman yang bisa di rasakan saat ini.

Ucapan terimakasih saya ucapkan kepada bapak Kawakib, M.H selaku dosen pengampu
kapita Selekta Ayat Ekonomi yang telah banyak memberikan bimbingan kepada kami di kelas.
Tak lupa kepada teman-teman yang telah berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini yang
saling membantu dan solidaritas antar sesama yang membuat kami menyelesaikan tugas ini tepat
pada waktunya.

Semoga makalah ini bermanfaat, dalam proses pembelajaran akademik ataupun kegiatan
di luar akademik. Terimakasih.

Pontianak, 16 Maret 2023

Penulis
BAB 1

PENDAHLUAN

A. LATAR BELAKANG

Ilmu ekonomi adalah ilmu yang berkaitan dengan kesejahteraan makhluk hidup, terutama
manusia.Dimana ekonomi adalah pengetahuan tentang perilaku dan persoalan yang berkaitan
dengan upaya manusia secara perseorangan atau pribadi dan kelompok dalam memenuhi
kebutuhan yang cenderung mengarah tidak terbatas dengan dihadapkan pada sumber-sumber
pemenuhan yang terbatas.
Lebih jelasnya adalah bahwa ilmu ekonomi adalah Suroso Imam kajian tentang perilaku
manusia dalamhubungannya dengan pemanfaatan sumber daya ekonomi untuk memproduksi
barang dan jasa serta mendistribusikan untuk dikonsumsi. Dengan demikian maka ekonomi
harus ditopang oleh nilai-nilai etis yang menjujung harkat manusia dan nilai-nilai yang
tertanam dalam diri manusia sebagai makhluk ekonomiDi dalam islam bermuamalah atau
melakukan kegiatan ekonomitidak hanya memikirkan tentang sebuah keuntungan. Akan
tetapi di dalam ajaran islam di atur berbagai cara bermuamalah yang baik dan benar agar
proses bermuamalah itu tidak ada yang di rugikan dari pihak satu dan pihak yang lainnya.

Dalam al-quran konsep dasar bermuaamalah itu di perboleh kan. Akan tetapi kita hars
mengetahuina apa yang di porbolehkan oleh al-quran, redaksi yang di perboleh kan di dalam
al-quran masih secara umum tidak qotti’.Jika kita hanya bekaca terhadap ayat tersebut kita
dalam berteransaksi tidak mengedepankan etika secara moral dalam berekonomi, jika hanya
mengambil secara garis bear saja. Dalam ajaran islam, kegatan ekonomi haus berpedoman
pada prinsip-prinsip ajaran agama Islam yaitu Al-quran dan Hadis, jika sebagai ummat islam
tidak berpegang teguh dengan keduanya maka akan menjadi orang yang sesat, serta tidak
berekonomi yang memiliki etika dan moral.

B. RUMUSAN MASALAH
a) Pengertian moral dan etika?
b) Ruang lingkup etika dan moral dalam ayat-ayat hukum ekonomi?
c) Dalalah istimbat hukum kkandungan ayat?
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN MORAL DAN ETIKA

Pengertian etika dari segi bahasa berasal dari Yunani, yaitu ethos yang berarti kebiasaan,
adat, watak dan sikap. Makna kata etika ini identik dengan kata moral yang berasal dari bahasa
latin “mores” yang berarti adat istiadat atau cara hidup.10Secara terminologi etika merupakan
studi sistematis tentang tabiat konsep nilai, baik, buruk, harus, benar, salah dan lain sebagainya
dan prinsip-prinsip umum yang membenarkan kita untuk mengaplikasikan atas apa saja. Etika
bagi seseorang terwujud dalam kesadaran moral (moral consiousness) yang memuat keyakinan
‘benar dan tidak’ sesuatu. Dengan kata lain etika merupakan kebiasaan atau sikap yang
menunjukkan nilai baik dan buruk.

Etika berkembang menjadi bidang kajian filsafat, yaitu ilmu pengetahuan tentang moral
atau moralitas yang menunjuk kepada perilaku manusia. Etika merupakan cabang filsafat yang
membahas nilai dan norma, moral yang mengatur interaksi perilaku manusia baik sebagai
individu maupun sebagai kelompok. Etika merupakan suatu pengkajian secara sistematis tentang
perilaku manusia dengan pertanyaan utama adalah tindakan dan sikap apa yang dianggap baik
dan benar. Dengan kata lain, moralitas merupakan tingkah laku kongkrit sedangkan etika bekerja
pada tataran teoritis.

Secara etimologis, kata moral berasal dari kata mos dalam bahasa Latin, bentuk jamaknya
mores, yang artinya adalah tata-cara atau adat-istiadat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(1989: 592), moral diartikan sebagai akhlak, budi pekerti, atau susila. Secara terminologis,
terdapat berbagai rumusan pengertian moral, yang dari segi substantif materiilnya tidak ada
perbedaan, akan tetapi bentuk formalnya berbeda. Widjaja (1985: 154) menyatakan bahwa moral
adalah ajaran baik dan buruk tentang perbuatan dan kelakuan (akhlak). Al-Ghazali (1994: 31)
mengemukakan pengertian akhlak, sebagai padanan kata moral, sebagai perangai (watak, tabiat)
yang menetap kuat dalam jiwa manusia dan merupakan sumber timbulnya perbuatan tertentu
(AR & Samsuri, 2013)dari dirinya secara mudah dan ringan, tanpa perlu dipikirkan dan
direncanakan sebelumnya.(Brier & lia dwi jayanti, 2020)
B. Ruang lingkup Etika dan Moral dalam ayat Ekonomi
a. Spekuasi (maysyir) Q.S Al-Ma’idah: 90-91
‫اب َوااْل َ ْزاَل ُم ِرجْ سٌ ِّم ْن َع َم ِل ال َّشي ْٰط ِن فَاجْ تَنِبُوْ هُ لَ َعلَّ ُك ْم‬ hُ ‫ص‬ َ ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا اِنَّ َما ْال َخ ْم ُر َو ْال َم ْي ِس ُر َوااْل َ ْن‬
‫م ع َْن‬hْ ‫ص َّد ُك‬ ُ َ‫ر َوي‬hِ ‫ء فِى ْالخَ ْم ِر َو ْال َمي ِْس‬hَ ‫ض ۤا‬ َ ‫) اِنَّ َما ي ُِر ْي ُد ال َّشي ْٰطنُ اَ ْن يُّوْ قِ َع بَ ْينَ ُك ُم ْال َعد‬#( َ‫تُ ْفلِحُوْ ن‬
َ ‫َاوةَ َو ْالبَ ْغ‬
َ‫ِذ ْك ِر هّٰللا ِ َوع َِن الص َّٰلو ِة فَهَلْ اَ ْنتُ ْم ُّم ْنتَهُوْ ن‬
Terjemah Kemenag 2002
90. Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi,
(berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan
keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar
kamu beruntung.
91. Dengan minuman keras dan judi itu, setan hanyalah bermaksud menimbulkan
permusuhan dan kebencian di antara kamu, dan menghalang-halangi kamu dari
mengingat Allah dan melaksanakan salat, maka tidakkah kamu mau berhenti?

Ayat 90 surah al-Maidah menjelaskan bahwa khamar, berjudi, berkorban untuk


berhala-berhala, mengundi nasib dengan panah termasuk perbuatan setan yang rijs
yakni sesuatu yang kotor dan buruk yang tidak patut dilakukan oleh manusia yang
beriman kepada Allah, yang oleh karenanya Allah menyuruh manusia untuk
menjauhinya agar mendapat keberuntungan baik di dunia maupun di akhirat.

Imam Bukhari ketika menjelaskan perurutan larangan-larangan itu


mengemukakan bahwa karena minuman keras (khamr) merupakan salah satu cara
yang paling banyak menghilangkan harta, maka disusulnya larangan meminum khamr
dengan perjudian, karena perjudian merupakan salah satu cara yang membinasakan
harta, maka pembinasaan harta disusul dengan larangan pengagungan terhadap
berhala yang merupakan pembinasaan agama. Begitu pula dengan pengagungan
berhala, karena ia merupakan syirik yang nyata (mempersekutukan Allah) jika
berhala itu disembah dan merupakan syirik tersembunyi bila dilakukan
penyembelihan atas namanya, meskipun tidak disembah. Maka dirangkailah larangan
pengagungan berhala itu dengan salah satu bentuk syirik tersembunyi yaitu mengundi
nasib dengan anak panah, dan setelah semua itu dikemukakan, kesemuanya dihimpun
beserta alasannya yaitu bahwa semua itu adalah rijs (perbuatan keji).

b. Gharar
Q.S. An-Nisa’ : 29
‫اض ِّم ْن ُك ْم ۗ َواَل تَ ْقتُلُ ْٓوا‬ ِ َ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا اَل تَْأ ُكلُ ْٓوا اَ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالب‬
ٍ ‫اط ِل آِاَّل اَ ْن تَ ُكوْ نَ تِ َجا َرةً ع َْن تَ َر‬
‫اَ ْنفُ َس ُك ْم ۗ اِ َّن هّٰللا َ َكانَ بِ ُك ْم َر ِح ْي ًما‬
Terjemah Kemenag 2002
29. Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang
berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh
dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu.

Ayat di atas menjelaskan larangan Allah Swt mengkonsumsi harta dengan cara-
cara yang batil. Kata batil oleh Al-Syaukani dalam kitabnya Fath Al-Qadir
diterjemahkan ma laisa bihaqqin (segala apa yang tidak benar). Bentuk batil ini sangat
banyak. Dalam konteks ayat di atas, sesuatu disebut batil dalam jual beli jika dilarang
oleh syara’. Adapun perdagangan yang batil jika di dalamnya terdapat unsur
“MAGHRIB” yang merupakan singkatan dari maisir (judi), gharar (penipuan), riba dan
batil itu sendiri. Lebih luas dari itu, perbuatan yang melanggar nash-nash syar’i, juga
dipandang sebagai batil seperti mencuri, merampok, korupsi dan sebagainya.

Imam Nasafi dalam karyanya,  Tafsir An-Nasafi menyebutkan maksud dari


larangan makan harta sesama dengan cara batil adalah segala sesuatu yang tidak
dibolehkan syari’at seperti pencurian, khianat, perampasan atau segala bentuk akad yang
mengandung riba. Kecuali dengan perdagangan yang dilakukan atas dasar suka sama
suka atau saling rela.

Al-Qur’an menawarkan cara lain untuk memperoleh atau mendapatkan harta yang
benar, yaitu lewat perdagangan (tijarah). Perdagangan yang dimaksud bukan sekadar
menjual dan membeli barang tertentu, tanpa mempedulikan kondisi pembeli. Lebih dari
itu, perdagangan yang dilakukan harus memenuhi prinsip suka sama suka (‘an taradin
minkum). Kata ‘an taradin merupakan sifat dari tijarah. Sehingga kalimat ini
menunjukkan antara kedua belah pihak sama-sama rela untuk melakukan aktifitas
perdagangan, semisal jual beli, sewa menyewa, kerja sama dan sebagainya.

Dalam fikih ukuran suka sama suka adalah terlaksananya ijab dan qabul. Artinya,
ijab adalah sebuah pernyataan kesediaan dari pemilik barang atau jasa untuk melepas atau
memindahkan kepemilikannya kepada orang lain. Sedangkan qabul adalah pernyataan
kesediaan menerima barang atau jasa dari orang lain. Ketika ijab dan qabul dinyatakan di
dalam satu majlis, maka kedua belah pihak sama-sama ridha (suka). Oleh sebab itu,
Segala bentuk perdagangan yang dilakukan atas dasar suka sama suka dibolehkan atau
dihalalkan.

c. Riba
Q.S Al-baqarah: 275 & Q.S Ali Imran: 130 -132
ۘ ‫الرِّب‬
‫ َّل‬hh‫وا َواَ َح‬ ٰ ‫ك بِاَنَّهُ ْم قَالُ ْٓوا اِنَّ َما ْالبَ ْي ُع ِم ْث ُل‬ ۗ ‫اَلَّ ِذ ْينَ يَْأ ُكلُوْ نَ ال ِّر ٰبوا اَل يَقُوْ ُموْ نَ ِااَّل َكما يَقُوْ ُم الَّ ِذيْ يَتَ َخبَّطُهُ ال َّشي ْٰطنُ ِمنَ ْالم‬
َ ِ‫سِّ ٰذل‬ َ َ
ٰۤ ُ ‫هّٰللا‬ ۗ ‫هّٰللا ُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم الرِّ ٰب‬
ۗ َ‫وا فَ َم ْن َج ۤا َء ٗه َموْ ِعظَةٌ ِّم ْن َّرب ِّٖه فَا ْنت َٰهى فَلَهٗ َما َسل‬
ِ َّ‫ك اَصْ ٰحبُ الن‬
‫ار ۚ هُ ْم‬ َ ‫فَ َواَ ْمر ٗ ُٓه اِلَى ِ ۗ َو َم ْن عَا َد فَاول ِٕى‬
َ‫فِ ْيهَا ٰخلِ ُدوْ ن‬
Terjemah Kemenag 2002
275. Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata
bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. Barangsiapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti,
maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah)
kepada Allah. Barangsiapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal
di dalamnya.

Islam menempatkan aktivitas perdagangan dalam posisi yang amat strategis di


tengah kegiatan manusia mencari rezeki dan penghidupan. Oleh karena itu sangat penting
adanya etika dalam perdagangan tersebut. Etika yang ditetapkan dalam kegiatan bisnis
tentunya akan selaras dengan prinsip moralitas. Kunci etis dan moral bisnis
sesungguhnya terletak pada pelakunya, itu sebabnya misi diutusnya Rasulullah ke dunia
adalah untuk memperbaiki dan menyempurakan akhlak manusia Seorang pengusaha
muslim berkewajiban untuk memegang teguh etika dan moral bisnis Islami yang
mencakup Husnul Khuluq. Pada derajat ini Allah akan melapangkan hatinya, dan akan
membukakan pintu rezeki, dimana pintu rezeki akan terbuka dengan akhlak mulia
tersebut, akhlak yang baik adalah modal dasar yang akan melahirkan praktik bisnis yang
etis dan moralis.(Syahrizal, 2018)

Q.S Ali Imran: 130 -132

ْ ‫ َّد‬h‫وا النَّا َر الَّتِ ْٓي اُ ِع‬hhُ‫وْ نَ ( ۚ) َواتَّق‬hh‫وا هّٰللا َ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِ ُح‬hhُ‫ َعفَةً ۖ َّواتَّق‬h‫ض‬
‫ت‬ ٰ ‫ اَضْ َعافًا ُّم‬h‫يٰٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا اَل تَْأ ُكلُوا الر ِّٰب ٓوا‬
)( َ‫ هّٰللا َ َوال َّرسُوْ َل لَ َعلَّ ُك ْم تُرْ َح ُموْ ۚن‬h‫()واَ ِط ْيعُوا‬
َ ۚ َ‫لِ ْل ٰكفِ ِر ْين‬

Terjemah Kemenag 2002

130. Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan riba dengan berlipat
ganda dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.

131. Dan peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan bagi orang kafir.

132. Dan taatlah kepada Allah dan Rasul (Muhammad), agar kamu diberi rahmat.

Ayat ini adalah yang pertama diturunkan tentang haramnya riba. Ayat-ayat
mengenai haramnya riba dalam Surah al-Baqarah ayat 275, 276 dan 278 diturunkan
sesudah ayat ini. Riba dalam ayat ini, ialah riba nasiah yang juga disebut riba jahiliah
yang biasa dilakukan orang pada masa itu. Ibnu Jarir berkata, "bahwa yang dimaksud
Allah dalam ayat ini ialah: Hai, orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya,
janganlah kamu memakan riba berlipat ganda, sebagaimana kamu lakukan pada masa
jahiliah sesudah kamu masuk Islam, padahal kamu telah diberi petunjuk oleh-Nya." Pada
masa itu bila seseorang meminjam uang sebagaimana disepakati waktu meminjam, maka
orang yang punya uang menuntut agar utang itu dilunasi menurut waktu yang dijanjikan.
Orang yang berutang (karena belum ada uang untuk membayar) meminta penangguhan
dan menjanjikan akan membayar dengan tambahan yang ditentukan. Setiap kali
pembayaran tertunda ditambah lagi bunganya. Inilah yang dinamakan riba berlipat ganda,
dan Allah melarang, kaum Muslimin melakukan hal yang seperti itu.

Ar-Razi memberikan penjelasan sebagai berikut, "Bila seseorang berutang kepada


orang lain sebesar seratus dirham dan telah tiba waktu membayar utang itu sedang orang
yang berutang belum sanggup membayarnya, maka orang yang berpiutang membolehkan
penangguhan pembayaran utang itu asal saja yang berutang mau menjadikan utangnya
menjadi dua ratus dirham atau dua kali lipat. Kemudian apabila tiba waktu pembayaran
tersebut dan yang berutang belum juga sanggup membayarnya, maka pembayaran itu
dapat ditangguhkan dengan ketentuan utangnya dilipatgandakan lagi, demikianlah
seterusnya sehingga utang itu menjadi bertumpuk-tumpuk.(Flores, 2011)

d. Riswah (suap)

Q.S Al-baqarah 188

ࣖ َ‫اس بِااْل ِ ْث ِم َواَ ْنتُ ْم تَ ْعلَ ُموْ ن‬ ِ ‫َواَل تَْأ ُكلُ ْٓوا اَ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالبَا ِط ِل َوتُ ْدلُوْ ا بِهَٓا اِلَى ْال ُح َّك ِام لِتَْأ ُكلُوْ ا فَ ِر ْيقًا ِّم ْن اَ ْم َو‬
ِ َّ‫ال الن‬

Terjemah Kemenag 2002

188. Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan
(janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar
kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu
mengetahui.

Diharamkan atas kalian memakan harta orang lain secara tidak benar. Harta orang
lain itu tidaklah halal bagi kalian kecuali jika diperoleh melalui cara-cara yang
ditentukan Allah seperti pewarisan, hibah dan transaksi yang sah dan dibolehkan.
Terkadang ada orang yang menggugat harta saudaranya secara tidak benar. (1) Untuk
mendapatkan harta saudaranya itu, ia menggugat di hadapan hakim dengan memberi
saksi dan bukti yang tidak benar, atau dengan memberi sogokan yang keji. Perlakuan
seperti ini merupakan perlakuan yang sangat buruk yang akan dibalas dengan balasan
yang buruk pula. ((1) Ayat ini mengisyaratkan bahwa praktek sogok atau suap
merupakan salah satu tindak kriminal yang paling berbahaya bagi suatu bangsa. Pada
ayat tersebut dijelaskan pihak-pihak yang melakukan tindakan penyuapan. Yang
pertama, pihak penyuap, dan yang kedua, pihak yang menerima suap, yaitu penguasa
yang menyalahgunakan wewenangnya dengan memberikan kepada pihak penyuap
sesuatu yang bukan haknya.)(Hati, n.d.)

C. Dalalah istimbat hukum kandungan ayat

Ayat ini mengandung pengertian bahwa jual beli itu hukumnya halal dan riba itu
hukumnya haram sehingga dalam lafadz tersebut menunjukan tidak adanya persamaan
jual beli dan riba, karena itu makna yang segera dapat dipahami dari lafal dan tujuan asal
redaksi kata, di mana ayat tersbut seperti yang telah kami terangkan, pada asalnya adalah
didatangkan untuk meniadakan persamaan antara jual beli dan riba, sebagai penolakan
terhadap pendapat mereka yang mengatakan: “jual beli hanyalah seperti riba”, dan
asbabun nuzul ayat tersebut. Secara nash, ayat itu bermaksud untuk menekankan
perbedaan nyata antara jual beli dengan riba. Ini sebagai sanggahan atas pendapat orang
yang mengatakannya sama. Hal ini dapat dipahami dari ungkapan keseluruhan ayat
tersebut. Meskipun maksud ayat ini sudah sangat jelas, namun dari ayat ini dapat pula
dipahami maksud lain bahkan dalam arti yang lebih jelas, yaitu halalnya hukum jual beli
dan haramnya hukum riba. Pemahaman menurut cara terakhir ini disebut pemahaman
secara zahir.(Yaqin, 2020)
DAFTAR PUSTAKA

AR, M., & Samsuri. (2013). Dasar-Dasar Pengertian Moral. Dasar-Dasar Pendidikan Moral
(Basis Pengembangan Pendidikan Karakter), 1–15.

Brier, J., & lia dwi jayanti. (2020). KENDALA IMPLEMENTASI ETIKA MORAL DAN
AKHLAK. 21(1), 1–9.

Flores, Y. (2011). ETIKA ISLAM DALAM MANAJEMEN KEUANGAN. Phys. Rev. E, 9, 24.

Hati, L. (n.d.). TAFSIR AL-M ISHBAH Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an VOLUME 4
Surah Al-An’am. 4.
Syahrizal, A. (2018). ETIKA BISNIS DALAM PERSPEKTIF ISLAM AHMAD SYAHRIZAL
Dosen Jurusan Ekonomi Syariah (ESy) STAI An-Nadwah Kuala Tungkal. Jurnal Aktualita,
9(1), 101–116.

Yaqin, A. (2020). Desain Kontruksi Ijtihad Ushuliyah Imam Al- Syafi’i. Istinbayh : Jurnal
Hukum, 17, 243–268.

Anda mungkin juga menyukai