Anda di halaman 1dari 36

BAHAN GALIAN INDUSTRI

“GRAFIT”

MAKALAH PAPER SEMESTER VI


Makalah Ini disusun Sebagai Syarat Kelulusan Mata Kuliah Pilihan Bahan Galian
Industri

Disusun Oleh:

REZA FERDYAN
1909056019

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2022
BAHAN GALIAN INDUSTRI
“GRAFIT”

MAKALAH PAPER SEMESTER VI


Makalah Ini disusun Sebagai Syarat Kelulusan Mata Kuliah Pilihan Bahan Galian
Industri

Disusun Oleh:

REZA FERDYAN
1909056019

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2022

i
LEMBAR PENGESAHAN
BAHAN GALIAN INDUSTRI “GRAFIT”

Nama : Reza Ferdyan


NIM : 1909056019
Program Studi : S1 Teknik Pertambangan

Telah dipresentasikan tanggal 13 April 2022, Fakultas Teknik, Universitas Mulawarman


di Samarinda.

Makalah ini sebagai salah satu syarat kelulusan Mata Kuliah Pilihan Bahan Galian
Industri “Grafit”

Samarinda, 5 Juni 2022

Disetujui oleh,
Dosen Pengampu

Ir. Windhu Nugroho, S.T., M.T


NIP. 19721111200021 1 001

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nyalah
penyusun dapat menyelesaikan makalah ini. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Bahan Galian Industri. Selain itu, tugas
ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang bagi para pembaca dan juga bagi
penyusun.

Pada kesempatan ini penyusun menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang secara sadar dan tidak sadar, atau secara langsung
atau tidak langsung, telah membantu dalam menyusun makalah ini hingga selesai.

Penyusun menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan. Untuk itu penyusun selalu terbuka terhadap segala macam komentar, saran,
kritik dan pertanyaan-pertanyaan yang dapat berguna untuk lebih menyempurnakan
makalah ini.

Samarinda, 5 Juni 2022

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1

1.2 Tujuan......................................................................................................................2

BAB II GEOLOGI REGIONAL....................................................................................3

2.1 Geologi....................................................................................................................3

2.2 Genesa.....................................................................................................................3

2.3 Sifat Fisik dan Kimia...............................................................................................8

2.4 Eksplorasi................................................................................................................9

2.5 Potensi Penyebaran................................................................................................14

BAB III TEKNIK PENAMBANGAN.........................................................................17

3.1 Sistem Penambangan.............................................................................................17

3.2 Metode Penambangan...........................................................................................17

3.3 Tahapan Penambangan..........................................................................................19

BAB IV TEKNIK PENGOLAHAN.............................................................................21

4.1 Pengolahan Grafit Buatan......................................................................................21

4.2 Pengolahan Grafit Alami.......................................................................................22

BAB V PEMANFAATAN UNTUK INDUSTRI HILIR............................................24

BAB VI KESIMPULAN...............................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................29

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Perubahan Struktur Karbon & Grafit Selama Pemanasan..............................5


Gambar 2.2. Pembentukan Grafit........................................................................................7
Gambar 2.3. Grafit dari Metamorfisme regional (flake graphite).......................................8
Gambar 2.4. Grafit dalam schist..........................................................................................8
Gambar 2.5. Eksplorasi Geofisika dengan Metode VTEM...............................................10
Gambar 2.6. Paritan dengan Metode Channel Sampling...................................................10
Gambar 2.7. Pengeboran Metode Reverse Circulation (RC)............................................11
Gambar 2.8. Pengeboran Metode Diamond Core Drilling (DD)......................................12
Gambar 2.9. Sampel Hasil Pengeboran.............................................................................13
Gambar 2.10. Photomicrograph dari pyrrhotite yang tersisipkan sepanjang belahan grafit
....................................................................................................................13
Gambar 2.11. Pemodelan Sumber Daya 3D Grafit...........................................................14
Gambar 2.12. Peta Keprospekan Batuan Malihan Pembawa Mineral Grafit di Pulau
Kalimantan....................................................................................................15
Gambar 2.13. Peta Keprospekan Batuan Malihan Pembawa Mineral Grafit di Pulau
Sulawesi........................................................................................................16
Gambar 3.1. Metode Penambangan Quarry Pit Type.......................................................18
Gambar 3.2. Metode Penambangan Bawah Tanah............................................................19
Gambar 3.3. Diagram Alir Penambangan Terbuka Grafit.................................................20
Gambar 4.1. Diagram Alir Pengolahan Grafit Buatan......................................................22
Gambar 4.2. Diagram Alir Pengolahan Grafit Alami........................................................23
Gambar 5.1 Penggunaan Grafit secara Tradisional..........................................................24
Gambar 5.2 Penggunaan Grafit sebagai Li-ion Battery....................................................25
Gambar 5.3 Susunan Blok grafit pada Reaktor Nuklir.....................................................26

v
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbedaan Antara Grafit Flake, Grafit Urat, dan Grafit Amorf...................7

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mineral merupakan sumberdaya alam yang proses pembentukannya memerlukan waktu


jutaan tahun dan sifat utamanya tidak dapat terbarukan. Mineral dapat dimanfaatkan
sebagai bahan baku dalam industri atau produksi. Dalam hal ini terkhusus mineral yang
tidak mengandung logam dan energi dapat digolongkan sebagai bahan galian industri.

Bahan galian industri merupakan semua mineral dan batuan kecuali mineral logam dan
energi, yang digali dan diproses untuk penggunaan akhir industri. Bahan galian industri
sebagian besar masuk kedalam bahan galian golongan C atau untuk saat ini digolongkan
menjadi dua golongan menurut peraturan yang berlaku yaitu mineral bukan logam dan
pertambangan batuan.

Salah satu bahan galian industri yang terdapat di Indonesia adalah grafit. Grafit pada
saat ini digolongkan menjadi 2 jenis yaitu grafit buatan (artificial) dan alami. Grafit
merupakan mineral native element dengan komposisi C (karbon). Grafit alami berasal
dari batuan beku, sedimen dan, metamorf. Secara kimia, kandungan grafit sama dengan
intan yaitu berkomposisi karbon namun yang membedakannya yaitu sifat fisiknya.
Mineral grafit dapat terbentuk secara proses magnetik awal, kontak magmatik,
hidrotermal, metamorfogenik dan, residual.

Mineral grafit dapat dimanfaatkan menjadi barbagai kebutuhan industri, antara lain
yaitu sebagai bahan baku pembuatan pensil yang tahan terhadap kelembaban, struktur
inang baterai lithium-ion untuk elektroda negatif, dan lain-lain.

Oleh karena itu, disusunnya makalah mengenai mineral grafit ini untuk menambah
wawasan mengenai seluk beluk dari mineral grafit itu sendiri selain itu juga kegunaan
mineral grafit ini serta pemanfaatannya bagi kebutuhan industri

1
1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :


1. Untuk mengetahui tipe-tipe dari mineral grafit alami
2. Untuk mengetahui tahapan kegiatan eksplorasi mineral grafit
3. Untuk mengetahui metode penambangan mineral grafit
4. Untuk mengetahui pengolahan mineral grafit
5. Untuk mengetahui pemanfaatan mineral grafit

2
BAB II
GEOLOGI REGIONAL

2.1 Geologi
Grafit ditemukan di dalam agregat laminasi yang berlapis-lapis dan terkelupas yang
tersebar dalam bebatuan schistose. Hal tersebut terjadi pada bagian vena dan terlihat
sebuah struktur berserat. Grafit adalah mineral berkilau hitam yang mengkristal dalam
sistem heksagonal, dengan simetri rhombohedral. Kristala-kristalnya memiliki 6 sisi dan
berbentuk tubular; bagian permukaan biasanya lurik. Serpih memiliki pembelahan basal
yang sempurna dan opaque. Saat terkristalisasi dengan baik, serpih akan memiliki kilau
logam hitam, sedangkan maetrial amorf bewarna hitam kecoklatan dengan kekompakan
mikrokristalin. Permukaan serpihnya terasa berminyak (greasy).

2.2 Genesa
Grafit buatan (artificial graphite)
Grafit buatan dapat dianggap sebagai bahan multiphase, yang terbuat dari partikel
karbon seperti kokas minyak bumi atau tar coke, kokas jarum, kokas aspal yang melalui
proses antara lain :
a. Persiapan material (powder and paste preparation)
bahan baku untuk fabrikasi grafit sintetis (kokas minyak bumi, kokas pitch,
karbon hitam, grafit alami dan skrap grafit sekunder) dimuat dan disimpan
dalam silo bahan baku. Pertama, bahan baku digiling di crusher dan ball mill.
Bubuk yang dihasilkan kemudian dikondisikan sesuai dengan distribusi ukuran
partikel. Setelah itu, bubuk dicampur dengan pengikat untuk menghasilkan
pasta. Pitch tar batubara atau pitch minyak bumi digunakan sebagai pengikat.

b. Proses pembentukan (shape forming)


Hasil dari campuran dapat dipadatkan menggunakan salah satu dari teknik
berikut:
 Ekstrusi, terdiri dari mendorong campuran melalui cetakan dengan
lubang. Ekstrusi menghasilkan produk yang panjang seperti tongkat,

3
batang, pelat panjang, atau tabung dengan penampang biasa, yang dapat
dipotong-potong dengan panjang yang diperlukan. Bahan grafit yang
diekstrusi bersifat isotropik. Sifat-sifat dalam arah ekstrusi berbeda dari
sifat-sifat pada arah lain.
 Vibration molding, adalah metode pembentukan diskontinu untuk
produk dengan dimensi besar. Cetakan diisi dengan campuran dan pelat
logam berat diletakkan di atasnya. Kemudian bahan dipadatkan dengan
menggetarkan cetakan. Benda yang terbentuk menunjukkan tingkat
isotropi yang lebih tinggi dibandingkan dengan bahan yang diekstrusi.
 Cold isostatic pressing, adalah metode pemadatan bubuk yang dilakukan
pada suhu kamar dan melibatkan pemberian tekanan dari berbagai arah
melalui media cair yang mengelilingi bagian yang dipadatkan. Cetakan
fleksibel yang direndam dalam media cair bertekanan digunakan. Bahan
dengan struktur anisotropik yang seragam disiapkan menggunakan
metode pengepresan isostatik.

c. Proses pemanggangan (baking)


Bagian yang dipadatkan dipanaskan dalam furnace anaerob pada suhu antara
900 dan 1200 °C (1650 dan 2200 °F). Karbonisasi terjadi selama
pemanggangan. Ini menghasilkan dekomposisi termal pengikat menjadi karbon
unsur dan komponen yang mudah menguap. Karbon yang terbentuk dalam
proses karbonisasi mengikat partikel bubuk. Volume pengikat lebih tinggi dari
volume karbon yang terbentuk. Oleh karena itu, karbonisasi menghasilkan
pembentukan pori-pori. Total volume relatif porositas ditentukan oleh kuantitas
pengikat.

d. Pitch impregnation
Pada proses ini, bagian-bagian karbon dapat serap dengan pitch dan dipanggang
kembali untuk mengurangi porositasnya. Impregnasi biasanya dilakukan dengan
menggunakan pitch viskositas yang lebih rendah daripada pitch pengikat asli.
Viskositas rendah diperlukan untuk mengisi celah lebih lengkap. Pitch minyak
bumi biasanya digunakan untuk fungsi ini.

4
e. Graphitization
Pada tahap ini, tahapan shaped, baked, pitch impregnation, dan rebaked
dipanaskan dalam lingkungan anaerob pada suhu yang sangat tinggi 2700 °C
hingga 3000 °C (4900 °F hingga 5450 °F).

Grafitisasi menghasilkan kristalisasi karbon prekursor amorf, yang berubah


menjadi grafit kristal. Di bawah pengaruh suhu, kristalit tumbuh dan mengatur
ulang dalam pola urutan bidang paralel yang ditumpuk. Transformasi ini disertai
dengan perubahan sifat fisik material. Selama perlakuan suhu tinggi ini grafit
juga dimurnikan karena sebagian besar kotorannya (residu pengikat, gas, oksida,
belerang) menguap.

Gambar 2.1 Perubahan Struktur Karbon & Grafit Selama Pemanasan

Grafit alam (natural graphite)


Grafit terbentuk ketika batuan organik kaya karbon menjadi sasaran panas dan tekanan
tinggi baik di kerak bumi maupun pada mantel bumi. Grafit dapat terbentuk dari batuan
sedimen kaya karbon seperti serpih dan batu gamping yang terpapar panas dan tekanan
metamorfosis regional. Ketika terkena panas dan tekanan tinggi, serpih dan
batugamping berubah menjadi batuan metamorf dalam bentuk marmer, sekis, dan
gneiss yang banyak mengandung kristal kecil dan serpihan grafit. Grafit dapat pula
terbentuk dari lapisan batubara yang terkena proses metamorfisme. Panas
metamorfisme yang sangat tinggi menghancurkan molekul organik batubara,

5
menguapkan oksigen, hidrogen, nitrogen, dan belerang, dan menyisakan bahan karbon
hampir murni yang mengkristal menjadi mineral grafit.

Berdasarkan cara terjadinya dan bentukan jebakan, (Paul, dalam Donald,dkk.1972)


membagi 3 tipe grafit, yaitu:
 Grafit urat (Vein Graphite)
Grafit pada urat – urat mengandung 75% - 100% graphitic carbon, biasanya
hancur, bentuk memipih dan terkesan saling mengikat. Mineral pengotor yang
dijumpai adalah kuarsa, piroksin, feldspar, pirit, dan kalsit. Ketebalan urat
bervariasi dari beberapa milimeter sampai puluhan kaki dengan panjang jurus
mencapai ribuan kaki serta panjang penunjaman dapat mencapai 1500 kaki.
Beberapa ahli geologi berpendapat bahwa grafit ini terjadi karena proses
hidrotermal, namun beberapa ahli lainnya mengemukakan bahwa grafit ini
terjadi karena proses pneumatolitik.
 Grafit amorf (Amorphous Graphite)
Grafit jenis ini terbentuk dari lapisan batubara yang terkena proses metamorfosa,
kental, umumnya massif dan berukuran kriptokristalin. Sedangkan ukuran,
bentuk, kandungan karbon dan mineral pengotor tergantung pada awal
terbentuknya lapisan batubara. Grafit ini umumnya mengandung 85% grafit.
 Grafit flake (Flake Graphite)
Grafit ini bernilai baik bila material yang mengandung karbon terkena
metamorfosa setingkat pembentukan garnet (metamorfosa dengan suhu dan
tekanan yang tinggi). Kandungan karbon dalam grafit flake tergantung dari
kandungan unsur karbon pada awal sedimentasi (Paul dalam Donald,1972).
Batuan metasedimen grafitik mengandung 90% grafit dan 3% gneiss serta sekis,
mineral pengotor yang terdapat dalam grafit ini adalah mineral – mineral yang
umum dijumpai pada batuan metasedimen tingkat tinggi seperti kuarsa, feldspar,
mika, amphibol, dan garnet.

6
Tabel 2.1 Perbedaan Antara Grafit Flake, Grafit Urat, dan Grafit Amorf
Flake Vein Amorphous
Ukuran Kristal Microcristallin
Deskripsi Cristalline Flakes
kasar > 4cm < 70 micron
Singenetik: kontak
Singenetik: Epigenetik:
dengan
Sumber metamorfosa metamorfosa
metamorfosa
regional regional
regional
Seringkali dijumpai
5 – 30 % grafit: 98% grafit terdapat
pada lapisan,
Bijih melensa atau pada urat atau
patahan, dan
tabular rekahan
lipatan

Gambar 2.2 Pembentukan Grafit

7
Gambar 2.3 Grafit dari Metamorfisme regional (flake graphite)

Gambar 2.4 Grafit dalam schist

2.3 Sifat Fisik dan Kimia


Grafit adalah konduktor panas dan listrik yang sangat baik. Grafit meleleh di sekitar
3.550 °C pada titik tiga di bawah 88 kg/cm2. Ini menyublim antara 3.300 °C dan 3.500
°C pada 1,033 kg / cm2. Di 3,726, titik rangkap tiga kedua terjadi pada sekitar 10 0.000
atmosfer. Oksidasi termal di hadapan oksigen dimulai pada 300 °C, dan laju meningkat
dengan suhu. Grafit digunakan dalam pelumas dan lapisan rem karena pelumasannya
(licin) dan dalam refraktori karena merupakan konduktor panas yang baik sambil
menjaga bentuknya pada suhu tinggi dan tidak bereaksi dengan logam cair.

Ketiga bentuk karbon (arang, grafit, dan berlian) dibedakan dengan tes kimia dan fisik.
Berat jenis arang adalah 1,3 hingga 1,9; grafit 2,266 g/cc (kerapatan kristal); dan berlian
3.5. Grafit memiliki kekerasan 1 sampai 2 (Skala Mohs).

8
Grafit memiliki sedikit kandungan kimia dan tahan terhadap beberapa raksi kimia oleh
sebagian besar reagen. Grafit juga sangat tahan terhadap panas serta tidak mudah larut
dalam air.

2.4 Eksplorasi
Eksplorasi grafit mengikuti cara yang mirip dengan mineral lain, sering kali dari
penemuan singkapan, yang kemudian dieksplorasi dengan metode seperti pemetaan
lapangan, penggalian, geofisika, pengeboran, pengujian kandungan grafit dan pengujian
mineralogi dan metalurgi. Data yang dihasilkan dengan cara ini, jika berhasil, dapat
mengarah pada estimasi sumber daya mineral.

Eksplorasi geofisika, teknik geofisika adalah cara tidak langsung untuk menelusuri
geologi dan/atau mineralisasi tren di seluruh proyek eksplorasi. Dapat menunjukkan
bahwa grafit dan sulfida logam terkait mineral misalnya pirit dan pirhotit adalah
konduktor, berbagai metode elektromagnetik (EM) dapat sangat efektif digunakan
sebagai alat eksplorasi untuk menentukan mineralisasi grafit. Survei EM Dapat
Dilakukan di lapangan, downhole atau dari udara.

Survei di lapangan dapat dilakukan oleh beberapa metode, termasuk fixed loop (FLEM)
atau moving loop. Survei downhole EM (DHEM) dapat digunakan untuk menemukan
target konduktif yang mungkin terlewatkan oleh bor lubang. Survei udara EM, seperti
versatile time-domain electromagnetics (VTEM), pada umumnya digunakan pada tahap
awal eksplorasi karena area yang dapat dicakup luas, cepat dan, relatif hemat biaya.

9
Gambar 2.5 Eksplorasi Geofisika dengan Metode VTEM

Eksplorasi trenching, singkapan sekis grafit lapuk dapat diambil menjadi sampel dengan
cara menggali parit, atau dengan memotong saluran di singkapan unweathered,
menggunakan portabel disk grinder. Metode ini menyediakan cara yang cukup murah
untuk melacak mineralisasi sepanjang area sebelum pengeboran.

Gambar 2.6 Paritan dengan Metode Channel Sampling

Pengeboran, ada dua metode utama pengeboran untuk grafit, yaitu reverse circulation
(RC) dan diamond core drilling (DD), yang masing-masing memiliki kelebihan dan

10
kekurangan tersendiri. Pengeboran Auger kadang-kadang dapat digunakan untuk
jelajahi clay yang sangat lapuk mineralisasi.

RC adalah jenis pengeboran perkusi yang menggunakan palu untuk melumatkan batu
menjadi bubuk, yang dibawa ke permukaan oleh udara terkompresi. RC adalah cara
yang berguna pada pengeboran infill antara garis bagian DD ke menunjukkan
kontinuitas dan kualitas geologi, karena lebih cepat dan lebih murah daripada DD.

Gambar 2.7 Pengeboran Metode Reverse Circulation (RC)

DD adalah metode yang disukai pengeboran eksplorasi untuk grafit, sebagian serpihan
grafit dan batuan inang relatif tidak terganggu saat diambil sebagai inti. Banyak
perusahaan eksplorasi menggunakan keduanya, (RC dan DD) untuk mengoptimalkan
pengeboran kepadatan.

11
Gambar 2.8 Pengeboran Metode Diamond Core Drilling (DD)

Bulk density, adalah ukuran massa per unit volume batuan. Dalam industri
pertambangan, ini umumnya disebut sebagai metrik ton per meter kubik, atau pound per
kaki kubik. Sumber daya grafit biasanya dimodelkan sebagai volume tiga dimensi,
setelah volume diperkirakan kemudian dikonversi ke massa menggunakan nilai
densitas. Densitas dapat diharapkan bervariasi di seluruh deposit grafit, dari densitas
rendah lapuk mineralisasi dekat permukaan kemudian zona transisi yang lebih padat dan
akhirnya sampai segar terpadatkan (unweathered) batu.

Pemeriksaan mineralogi, sampel dapat dianalisis untuk karbon grafit dan unsur-unsur
lainnya, selain meneliti bagian tipis di bawah mikroskop petrografi. Pemeriksaan
petrografi bagian tipis dipoles (Gambar 2.9) menggunakan mikroskop optik adalah
relatif terjangkau dan cara cepat memperkirakan in situ distribution ukuran serpihan
grafit dan kemungkinan karakteristik pembebasan.

12
Gambar 2.9 Sampel Hasil Pengeboran

Pemeriksaan mineralogi terbantu dengan graphite geometallurgical domaining deposito


dan pemilihan komposit untuk pengujian metalurgi. Mineral sulfida seperti pirit adalah
pengotor umum dalam endapan grafit. Bagian tipis petrografi dapat membantu
menentukan area atau litologi tertentu dimana sulfida disisipkan dalam serpihan grafit
dan karena itu mungkin sulit untuk membebaskan (Gambar 2.10).

Gambar 2.10 Photomicrograph dari pyrrhotite yang tersisipkan sepanjang belahan grafit

Langkah selanjutnya dalam proses eksplorasi adalah memperkirakan sumber daya


mineral, yang biasanya dilakukan setelah memasukkan data geologi yang telah
divalidasi dan menguji database ke dalam software pemodelan 3D. Selama proses ini,
ahli sumber daya geologi (seseorang yang berspesialisasi dalam pemodelan sumber
daya) memodelkan batas mineralisasi dengan mempertimbangkan kontrol struktural

13
seperti lipat atau patahan, distribusi spasial nilai grafit, variasi litologi atau atribut
lainnya.

Hasil akhir akan menjadi block model (Gambar 2.11) yang mana sumber daya mineral
dapat diperkirakan; ini biasanya dilaporkan dalam bentuk ton dan kelas (%grafit).

Gambar 2.11 Pemodelan 3D Sumber Daya Grafit

2.5 Potensi Penyebaran


Di pulau Kalimantan, batuan yang diduga mengandung mineral grafit berupa
batulumpur sebakan. Didapatkan 13 formasi batuan yang memungkinkan menjadi
pembawa mineral grafit. Formasi batuan tersebut yaitu :
1. Formasi Paking (Mpa),
2. Formasi Seminis (Pztrs),
3. Komplek Kapuas (Jkik),
4. Formasi Telen (Mt),
5. Batuan Malihan Pinoh (PzTrp),
6. Kelompok Balaisebut (CTRb),
7. Formasi Pendawan (Kp)
8. Kompleks Semitau (Ctrs)
9. Kompleks Busang (Ptrb)
10. Kelompok Selangkai (Kse)
11. Kelompok Embaluh (Kte)

14
12. Formasi Telen (Jkt) dan
13. Sekis garnet ampfibolit (Mm)

Secara umum, formasi geologi tersebut menempati wilayah Utara Pulau Kalimantan,
dengan tren Barat sampai Timur. Walaupun begitu pada bagian Tengah hingga Selatan
pulau masih terdapat sebaran formasi batuan malihan (Gambar 2.12).

Gambar 2.12 Peta Keprospekan Batuan Malihan Pembawa Mineral Grafit di Pulau Kalimantan

Di pulau Sulawesi, batuan yang diduga mengandung mineral grafit berupa batusabak.
Didapatkan 11 formasi batuan yang memungkinkan menjadi pembawa mineral grafit.
Formasi batuan tersebut antara lain :
1. Formasi Meluhu (TRjm)
2. Formasi Laonti (TRjt)
3. Kompleks Mekongga (Pzm)
4. Kompleks Ultramafik (Ku)
5. Kompleks Matano (Km)
6. Kompleks Pompangeo (MTpm)
7. Formasi Nanaka (Jn)
8. Formasi Nambo (Jnm)
9. Batugamping malih (MTmm)

15
10. Formasi Latimojong (Kls) dan
11. Pualam Paleozoikum (Pzmm)

Secara umum, formasi batuan tersebut menempati lengan Tenggara dan Timur Pulau
Sulawesi, dengan tren mempunyai arah Barat Laut sampai Tenggara (Gambar 2.13).

Gambar 2.13 Peta Keprospekan Batuan Malihan Pembawa Mineral Grafit di Pulau Sulawesi

16
BAB III
TEKNIK PENAMBANGAN

3.1 Sistem Penambangan


Sistem penambangan grafit dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :
1. penambangan terbuka atau open pit mining dan
2. penambangan bawah tanah atau underground mining.

Open pit mining dilakukan apabila bijih terletak dekat dengan permukaan bumi. Metode
penambangan yang umum digunakan biasanya metode quarry. Sebelum melakukan
penggalian maka terlebih dahulu dilakukan land clearing pada area penambangan ini
dilakukan dengan memotong pepohonan di sekitar lokasi, membabat, hingga
membakar hutan.

Penambangan bawah tanah dilakukan untuk mencapai bijih terdalam. Untuk ekstraksi
bijih di penambangan bawah tanah, beberapa metode seperti drift mining, hard rock
mining, shaft mining dan slope mining digunakan. Metode penambangan ditentukan
berdasarkan alasan finansial dan ekonomis. Penambangan Lubang bor yang umum
untuk penambangan terbuka dan penambangan bawah tanah dilakukan dengan
mengebor bijih sampai mencapai bijih. Hal tersebut dengan membuat bubur
menggunakan air melalui tabung, air dan mineral kemudian dipompa kembali ke tangki
penyimpanan untuk diproses lebih lanjut.

3.2 Metode Penambangan


Menurut letak endapan yang akan digali atau arah penambangan atau penggaliannya,
secara garis besar quarry untuk penambangan grafit dapat diklasifikasikan dengan
metode pit type. Pit type merupakan sistem penambangan yang digunakan untuk
menambang batuan ataupun endapan mineral industri yang terletak pada suatu daerah
yang relatif mendatar. Permukaan kerja di gali menuju ke arah bawah sehingga
memiliki bentuk cekungan. Menurut jalan masuknya ke permukaan kerja, pit type
mempunyai tiga kemungkinan untuk membuatnya, yakni:

17
 Jalan masuk langsung yang digunakan apabila bentuk endapan yang akan
ditambang berbentuk kurang lebih memanjang atau persegi, maka jalan masuk
ke front penambangan dibuat berbentuk langsung dari salah satu sisinya.
 Jalan masuk spiral yang digunakan apabila bentuk endapan yang akan
ditambang berbentuk kurang lebih bulat atau lonjong, maka jalan masuk serta
front penambangannya dibuat berbentuk spiral.
Jalan masuk zig-zag digunakan apabila bentuk endapan yang akan ditambang berbentuk
kurang lebih memanjang atau persegi, maka jalan masuk ke front penambangan dibuat
berbentuk zig-zag dari salah satu sisi.

Gambar 3.1 Metode Penambangan Quarry Pit Type

Untuk sistem penambangan bawah tanah, grafit dapat ditambang dengan menggunakan
metode-metode berikut :
 Drift mining adalah ekstraksi dengan bantuan gravitasi di mana poros horizontal
dibuat lebih rendah dari vena mineral. Hal ini umumnya dilakukan di daerah
pegunungan untuk mengekstrak mineral.
 Shaft mining dilakukan ketika bijih hadir di kedalaman terdalam. Penambang
dan peralatan khusus dapat dipindahkan masuk dan keluar melalui shaft,
sementara shaft yang berbeda digunakan untuk transportasi bijih yang
diekstraksi. Akan ada shaft udara terpisah yang diberikan terutama untuk
ekstraksi.

18
 Slope mining digunakan ketika bijih grafit hadir sejajar dengan tanah. Poros
miring diletakkan untuk meminimalkan transportasi.

Gambar 3.2 Metode Penambangan Bawah Tanah

3.3 Tahapan Penambangan


1. Land clearing / Pembersihan Lahan
Pada kegiatan ini lahan IUP penambangan talk dilakukan pembersihan vegetasi
yang ada sebelum dimulainya kegiatan penambangan talk. Land clearing dapat
diartikan juga sebagai suatu aktivitas pembersihan lahan tambang dari material
hutan yang meliputi pepohonan, hutan belukar sampai alang-alang.

2. Pengupasan Top Soil


Pengupasan tanah lapisan atas adalah pengupasan tanah bagian atas yang bersifat
humus. Biasanya tanah bagian atas terletak 0-0,5 m dari permukaan tanah. Tanah
humus ini diawetkan agar tidak kehilangan unsur haranya, berguna untuk kegiatan
reklamasi di akhir kegiatan penambangan. Pengupasan tanah pucuk dilakukan
sampai batas lapisan bawah tanah, yaitu pada kedalaman dimana telah mencapai
lapisan batuan penutup (tidak mengandung nutrisi). Tanah pucuk yang telah
dikupas kemudian ditimbun kembali dan dikumpulkan di lokasi tertentu yang
dikenal dengan stock soil.

19
3. Pengupasan Overburden
Overburden removal merupakan pengangkutan material penutup yang disebut
overburden menggunakan alat gali excavator kemudian diangkut menggunakan alat
berat yaitu heavy duty menuju area pembuangan atau disposal.

4. Pembongkaran Endapan Grafit


Pembongkaran endapan grafit dilakukan dengan dipecah baik dengan pengeboran
atau dengan menggunakan bahan peledak dinamit untuk mendapatkan grafit.
Pengeboran dan peledakan digunakan untuk memecah batu besar dan keras. Hal-hal
lain juga memungkinkan untuk digunakan seperti udara terkompresi atau air untuk
memecahkan batu.

5. Pemuatan Grafit
Grafit yang diperoleh dari proses pembongkaran dihancurkan dan digiling sebelum
menjadi sasaran flotasi. Grafit yang diekstraksi kemudian diambil dan dilakukan
untuk diproses lebih lanjut.

6. Pengangkutan Grafit
Grafit yang sudah dihancurkan diangkut menuju pabrik pengolahan untuk
mendapatkan konsentrat sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan.

Gambar 3.3 Diagram Alir Penambangan Terbuka Grafit

20
BAB IV
TEKNIK PENGOLAHAN

4.1 Pengolahan Grafit Buatan


1. Tahap pertama bahan dasar pembuatan grafit dihancurkan terlebih dahulu
dengan crusher dan ball mill.
2. Hasil dari crusher dan ball mill dikondisikan sesuai dengan distribusi ukuran
partikel (skrining).
3. Bahan baku untuk fabrikasi grafit sintetis dimuat dan disimpan dalam silo bahan
baku.
4. Langkah terakhir dari proses persiapan bubuk pencampuran bubuk dengan
pengikat (binder). Pitch tar batubara, pitch minyak bumi atau resin sintetis
digunakan sebagai pengikat.
5. Tahapan pembentukan, bubuk karbon yang dicampur dengan pengikat dapat
dipadatkan dengan salah satu teknik pembentukan bentuk: cold isostatic
pressing, ekstrusi atau vibro molding.
6. Pemanggangan, bagian-bagian yang dipadatkan diberi perlakuan panas
(dipanggang) dalam tungku pembakaran pada 1840-2200 °F (1000-1200 °C)
dengan tidak adanya udara.
7. Graphitization, pada tahap ini, bagian yang dibentuk dan dipanggang diberi
perlakuan panas dengan pengecualian oksigen (udara) pada suhu yang sangat
tinggi 4530-5430 °F (2500-3000 °C).
8. Bahan yang dihasilkan adalah grafit anisotropik.

21
Gambar 4.1 Diagram Alir Pengolahan Grafit Buatan

4.2 Pengolahan Grafit Alami


1. Bahan baku grafit dihancurkan dengan jaw crusher dan juga cone crusher
kemudian dilakukan pendistribusian ukuran dengan alat vibrating screen
2. Setelah ukuran partikel terdistribusikan selanjutnya dihaluskan kembali
menggunakan ball mill
3. Setelah dihaluskan, material kemudian menuju alat spiral classifier untuk
dilakukan pemisahan partikel yang berdasarkan pada kecepata pengendapan di
dalam fluida.
4. Material hasil dari spiral classifier kemudian menuju agitation barrel yang
mana akan dilakukan mixing sebelum menuju ke floatation machine
5. Saat material berada pada mesin floatasi maka akan menghasilkan tailing yang
mana akan dipisahkan sedangkan material selanjutnya akan dipompa menuju
alat hydrocyclone
6. Pada alat hydrocyclone akan dipisahkan padatan dari cairan berdasarkan
perbedaan gravitasi setiap komponen material.
7. Material yang belum sesuai ukuran partikelnya dari hydrocyclon akan menuju
ball mill lagi dan kemudian dipompa kembali menuju hydrocyclone

22
8. Setelah ukuran material sesuai dengan standar yang ditetaapkan maka akan
dilakukan floatasi lalu menuju stirred mill dan dilakukan floatasi kembali
9. Setelah itu material akan dipompa menuju thickener
10. Setelah dari thickener material akan menuju vacuum filter dan akan
menghasilkan konsentrat.

Gambar 4.2 Diagram Alir Pengolahan Grafit Alami

23
BAB V
PEMANFAATAN UNTUK INDUSTRI HILIR

Grafit adalah salah satu dari dua unsur mineral yang terbentuk secara alami dan tersusun
atas unsur karbon (C) disamping intan, walaupun antara grafit dan intan memiliki
komposisi kimia yang sama namun secara fisik berbeda. Intan mengandung unsur
karbon memiliki bentuk Kristal tetrahedral kerangkanya tersusundari bahan yang paling
keras dalam tanah. Dibandingkan dengan grafit memiliki bentuk Kristal hexagonal,
mengelilingi lapisan yang saling berhubungan, sangat lembut, memiliki struktur
berbentuk cincin sebagai sumber kekuatan.

Grafit dibedakan menjadi dua yaitu grafit alami dan sintetik,Penggunaan grafit secara
tradisional digunakan sebagai bahan dasar pembuatan pensil, tungku perapian, alat
pengering (klins), tempat pembakaran (incineators), reaktor dan lapisan rem (brake
linings). Sedangkan dengan memakai teknologi baru dan berkembang grafit digunakan
sebagai Li-ion Battery pada telepon genggam (Hp), mobil, sepeda, bahan bakar (fuel
cells), dan reaktor nuklir.

Gambar 5.1 Penggunaan Grafit secara Tradisional

24
Gambar 5.2 Penggunaan Grafit Sebagai Li-ion Battrey

Pemanfaatan Grafit Pada Reaktor Nuklir


Grafit telah digunakan sebagai moderator dan reflektor neutron di lebih dari 100
pembangkit listrik tenaga nuklir dan di banyak penelitian dan reaktor produksi
plutonium. Grafit juga digunakan terutama sebagai reflektor neutron atau moderator
neutron, meskipun grafit juga digunakan untuk fitur lain dari inti reaktor, seperti
selongsong bahan bakar.

Batu bata grafit (graphite block) bertindak sebagai moderator. Graphite block
mengurangi kecepatan neutron dan memungkinkan reaksi nuklir dipertahankan.
Graphite block juga melakukan fungsi keselamatan penting dengan menyediakan
struktur di mana gas CO2 mengalir untuk menghilangkan panas dari bahan bakar nuklir
dan batang kendali yang digunakan untuk mematikan reaktor dimasukkan.

25
Gambar 5.3 Susunan Blok Grafit pada Reaktor Nuklir

Pemanfaatan Grafit sebagai Bahan Baku Pembuatan Graphene


Graphene adalah lapisan tunggal (monolayer) atom karbon, terikat erat dalam kisi
sarang lebah heksagonal. Graphene adalah alotrop karbon dalam bentuk bidang atom
terikat sp2 dengan panjang ikatan molekul 0,142 nanometer. Lapisan graphene
ditumpuk di atas satu sama lain membentuk grafit, dengan jarak antarplanar 0,335
nanometer. Lapisan graphene yang terpisah dalam grafit disatukan oleh gaya Van Der
Waals, yang dapat diatasi selama pengelupasan graphene dari grafit.

Graphene dapat dimanfaatkan dibidang energi yang mana lembaran atom datar di mana
elektron dapat memperbesar dengan cepat. Karena matriks heksagonalnya yang rapi,
graphene hampir tidak memiliki hambatan sehingga menjadikannya konduktor yang
sangat baik.

26
BAB VI
KESIMPULAN

Dari makalah ini, dapat disimpulkan beberapa mengenai aspek mengenai bahan galian
industri “grafit”, antara lain:
1. Tipe-tipe dari grafit alami terbagi menjadi 3, yaitu :
 Grafit urat (Vein Graphite)
Grafit pada urat – urat mengandung 75% - 100% graphitic carbon, biasanya
hancur, bentuk memipih dan terkesan saling mengikat. Mineral pengotor yang
dijumpai adalah kuarsa, piroksin, feldspar, pirit, dan kalsit.
 Grafit amorf (Amorphous Graphite)
Grafit jenis ini terbentuk dari lapisan batubara yang terkena proses
metamorfosa. Sedangkan ukuran, bentuk, kandungan karbon dan mineral
pengotor tergantung pada awal terbentuknya lapisan batubara. Grafit ini
umumnya mengandung 85% grafit.
 Grafit Flake
Grafit ini bernilai baik bila material yang mengandung karbon terkena
metamorfosa setingkat pembentukan garnet (metamorfosa dengan suhu dan
tekanan yang tinggi). Kandungan karbon dalam grafit flake tergantung dari
kandungan unsur karbon pada awal sedimentasi.
2. Eksplorasi grafit mengikuti cara yang mirip dengan mineral lain, sering kali dari
penemuan singkapan, yang kemudian dieksplorasi dengan metode seperti
pemetaan lapangan, penggalian, geofisika, pengeboran, pengujian kandungan
grafit, pengujian mineralogi dan, pemodelan estimasi sumber daya.
3. Penambangan grafit dapat dilakukan dengan 2 metode yaitu tambang terbuka
berupa open pit quarry dan juga tambang bawah tanah (drift mining, slope
mining dan, shaft mining). Penambangan dengan metode open pit quarry
dilakukan apabila letak endapan grafit berada dekat dengan permukaan,
sedangkan penambangan bawah tanah dilakukan apabila endapan grafit berada
jauh di bawah permukaan tanah.

27
4. Teknik pengolahan grafit terbagi menjadi 2 yaitu pengolahan grafit buatan
(sintetetis) dan juga grafit alami. Pada grafit buatan tahapan pengolahannya
sebagai berikut :
 Crushing
 Screening
 Mixing
 Shape forming
 Baking
 Graphitization
Sedangkan untuk grafit alami sebagai berikut :
 Penghancuran, dilakukan dengan jaw crusher dan cone crusher
 Penyaringan, dilakukan dengan vibrating screen
 Penghancuran lebih lanjut, dilakukan dengan ball mill
 Penyaringan lebih lanjut, dilakukan dengan spiral classifier
 Pencampuran, dilakukan dengan agitation barrel
 Floatasi, dengan alat floatasi
 Penyaringan untuk pemisahan padatan dengan hydrocyclone
 Apabila masih ada material yang tidak sesuai ukuran maka akan
dihaluskan lagi menggunakan ball mill
 Dilakukan Floatasi, kemudian penghalusan material dengan stirred mill
dan floatasi kembali
 Dipompa menuju thickener
 Penyaringan tahap akhir dengan vacuum filter.
5. Grafit dibedakan menjadi dua yaitu grafit alami dan sintetik,Penggunaan grafit
secara tradisional digunakan sebagai bahan dasar pembuatan pensil, tungku
perapian, alat pengering (klins), tempat pembakaran (incineators), reaktor dan
lapisan rem (brake linings). Sedangkan dengan memakai teknologi baru dan
berkembang grafit digunakan sebagai Li-ion Battery pada telepon genggam
(Hp), mobil, sepeda, bahan bakar (fuel cells), dan reaktor nuklir.

28
DAFTAR PUSTAKA

Ailin, dkk. 2017. “Studi Grafit Berdasarkan Analisis Petrografi dan Sem/Edx pada
Daerah WindesiKabupaten Teluk Wondama, Provinsi Papua Barat.”. Prosiding
Seminar Nasional XII UPN, Yogyakarta.
EDF Energi. Graphite Block in Nuclear Power Station. Diakses pada Minggu 5 Juni
2022, dari https://www.edfenergy.com/about/nuclear/graphite-core
GAB Neumann. Manufacturing Process. Diakses pada Jumat 3 Juni 2022, dari
https://www.gab-neumann.com/Impervious-graphite-manufacturing-process
Great Mining. Graphite. Diakses pada Sabtu 4 Juni 2022, dari
https://www.greatmining.com/graphite.html
Burcl, R. 2006. Characterization, Treatment and Conditioning of Radioactive Graphite
from Decomissioning of Nuclear Reactor. Internasional Atomic Energi Agency,
Austria.
King, M. Hobart. Graphite And Diamond Have The Same Composition But Completely
Different Properties. Diakses pada Sabtu 4 Juni 2022, dari
https://geology.com/minerals/graphite.shtml
Kogel, Jessica Elzea dkk. 2006. Industrial Minerals & Rocks Comodities, Market, and
Uses 7th Edition. Society for Mining, Metallurgy, and Exploration, Inc, USA
Scogings, Andrew. 2015. Industrial Material : Graphite Exploration – The Importance
of Planning. CSA Global, Australia.
Sunuhadi, Dwi Nugroho, dkk. 2018. Prosding Hasil Kegiatan Pusat Sumber Daya
Mineral, Batubara dan Panas Bumi Tahun Anggaran 2017. PPSDM, Bandung.
Sukandarrumidi. 2009. Bahan Galian Industri. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta
Zurutuza, Amalia. Graphene & Graphite – How Do They Compare?. Diakses pada
Sabtu 4 Juni 2022, dari https://www.graphenea.com/pages/graphene-
graphite#.Ypw1cHZBxEZ

29

Anda mungkin juga menyukai