Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH CASE METHOD (PROBLEM BASED LEARNING)

TEORI DAN STRATEGI PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

DOSEN PENGAMPU MATA KULIAH


Prof. Dr. H. SAPTO HARYOKO, M.Pd.

NUR FADILLAH
220020301045

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis mampu menyelesaikan makalah yang berjudul Case Method (Problem
Based Learning) ini tepat pada waktunya. Salawat dan salam juga tetap tercurahkan
kepada nabiullah Muhammad SAW, nabi pembebasan dari zaman kebodohan. Ucapan
terima kasih juga penulis haturkan kepada dosen pengampu mata kuliah Teori dan Strategi
Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, Bapak Prof. Dr. H. Sapto Haryoko, M.Pd. dan pihak
yang turut membantu dalam proses pembuatan makalah ini.
Dibuatnya makalah ini selain sebagai pemenuhan tugas mata kuliah, juga sebagai
tambahan referensi baik bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya sehingga
dapat menambah wawasan mengenai Case Method (Problem Based Learning). Penulis
menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan sehingga jauh
dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang bersifat konstruktif sangat penulis
harapkan demi perbaikan pembuatan makalah kedepannya.

Makassar, Maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan Penulisan 1
BAB II PEMBAHASAN 2
A. Teori Pembelajaran Berbasis Kasus dan Format Metode Kasus 2
B. Implementasi dan RPS/SAP di Institusi Perguruan Tinggi 9
BAB III PENUTUP 12
A. Kesimpulan 12
B. Saran 12
DAFTAR PUSTAKA 13

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan memiliki dua komponen penting yaitu pendidik dan peserta didik. Pendidik
adalah orang atau individu yang bertugas untuk mendidik, membimbing dan mengarahkan
peserta didik dalam melaksanakan proses pendidikan. Sedangkan, peserta didik adalah
orang atau individu yang mendapat didikan, bimbingan dan arahan dari pendidik sebagai
proses untuk tercapainya pelaksanaan pendidikan. Pendidik dan peserta didik memiliki
keterkaitan yang sangat erat dalam melaksanakan proses pembelajaran, karena proses
pembelajaran akan terjadi jika terdapat kedua komponen tersebut sehingga dapat
menciptakan proses komunikasi dua arah yaitu pendidik sebagai orang yang mengajar dan
peserta didik sebagai orang yang belajar.
Pembelajaran merupakan upaya untuk menciptakan suatu kondisi bagi terciptanya
suatu kegiatan belajar yang memungkinkan peserta didik memperoleh pengalaman belajar
yang memadai. Proses kegiatan pembelajaran dan keberhasilan pembelajaran sangat
dipengaruhi oleh kemampuan dan ketetapan pendidik dalam memilih dan menggunakan
model pembelajaran. Pada saat kegiatan pembelajaran guru seharusnya menggunakan
model pembelajaran yang sesuai agar pelajaran yang disampaikan diterima dengan baik
oleh peserta didik.
Pada model pembelajaran berbasis masalah berbeda dengan model pembelajaran
yang lainnya. Dalam model pembelajaran ini, peranan guru adalah menyodorkan berbagai
masalah, memberikan pertanyaan, dan memfasilitasi investigasi dan dialog. Guru
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menetapkan topik masalah yang akan
dibahas, walaupun sebenarnya guru telah menetapkan topik masalah apa yang harus
dibahas. Hal yang paling utama adalah guru menyediakan perancah atau kerangka
pendukung yang dapat meningkatkan kemampuan penyelidikan dan intelegensi peserta
didik dalam berpikir. Proses pembelajaran diarahkan agar peserta didik mampu
menyelesaikan masalah secara sistematis dan logis. Model pembelajaran ini dapat terjadi
jika guru dapat menciptakan lingkungan kelas yang terbuka dan jujur, karena kelas itu 2
sendiri merupakan tempat pertukaran ide-ide peserta didik dalam menanggapi berbagai
masalah.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat ditarik
beberapa rumusan masalah, antara lain sebagai berikut:
1. Apa itu Case Method (Problem Based Learning)?
2. Bagaimana implementasi PBL?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penulisan makalah ini setidaknya ada
dua, yaitu:
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud Case Method (Problem Based Learning)
2. Untuk mengetahui bagaimana implementasi PBL

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Teori Pembelajaran Berbasis Kasus dan Format Metode Kasus


1. Pengertian
Model pembelajaran Problem Based Learning adalah sebuah pendekatan
pembelajaran yang berusaha menerapkan masalah yang terjadi dalam dunia nyata
sebagai konteks bagi para siswa dalam berlatih bagaimana cara berfikir kritis dan
mendapatkan keterampilan dalam pemecahan masalah, serta tak terlupakan untuk
mendapatkan pengetahuan sekaligus konsep yang penting dari materi ajar yang
dibicarakan (Amisah, 2021). Selanjutnya, Problem Based Learning ialah suatu kegiatan
pembelajaran yang memiliki orientasi pada cara memecahankan suatu masalah pada
masalah yang terjadi sehari-hari, dengan tujuan supaya siswa mampu memecahkan
suatu permasalahan dengan logis dan meningkatkan kemampuan dalam berpikir kritis
(Nurul dan Brillian, 2021). Sedangkan menurut Husnul Hotimah (2020), Problem Based
Learning merupakan model pembelajaran yang menghadapkan siswa pada masalah
dunia nyata (real world) untuk memulai pembelajaran dan merupakan salah satu model
pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
Problem Based Learning atau biasa juga disebut case method adalah suatu pendekatan
yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran di mana fokusnya adalah
menumbuh-kembangkan kemampuan peserta didik dalam berpikir logis dan kritis
dengan menggunakan permasalahan dalam kehidupan nyata sebagai konteks dalam
melatihnya.
Model pembelajaran berbasis pemecahan masalah dapat digunakan oleh guru
dengan pertimbangan bahwa guru menginginkan agar siswa tidak hanya sekedar
mengingat materi pembelajaran tetapi juga menguasai dan memahami secara penuh
permasalahan yang dipelajarinya. Dengan demikian siswa menjadi lebih kuat
pemahamannya terhadap konsep yang diajarkan dalam proses pembelajaran. Model
PBL ini dapat digunakan oleh guru untuk mengembangkan keterampilan berpikir
rasional siswa karena dalam pembelajaran ini terdapat proses yang mengarahkan siswa
untuk menganalisis situasi, menerapkan pengetahuan yang dimilikinya, mengenal
adanya perbedaan antara fakta dan pendapat serta mengembangkan kemampuan
dalam membuat dugaan objektif. Ketika guru merasa siswanya tidak memiliki
kemampuan untuk belajar mandiri, pembelajaran berbasis masalah dapat digunakan.

2. Karakteristik
Beberapa penulis telah menggambarkan karakteristik dan fitur yang diperlukan
untuk pendekatan PBL yang sukses untuk instruksi. siswa didorong untuk membaca
dokumen sumber, karena kutipan singkat tidak memberikan informasi yang mendetail.
PBL menggambarkan metode yang digunakan dan keterampilan khusus yang
dikembangkan, termasuk kemampuan untuk berpikir kritis, menganalisis dan
memecahkan masalah dunia nyata yang kompleks, untuk menemukan, mengevaluasi,
dan menggunakan sumber belajar yang tepat, bekerja secara kooperatif, untuk

2
3

menunjukkan keterampilan komunikasi yang efektif, dan menggunakan pengetahuan


konten dan keterampilan intelektual untuk menjadi pembelajar terus-menerus.
Torp dan Sage (dalam Muh. Hasim dkk, 2021) menggambarkan siswa sebagai
pemecah masalah yang terlibat, berusaha mengidentifikasi akar masalah dan kondisi
yang diperlukan untuk solusi yang baik dan dalam prosesnya menjadi pembelajar
mandiri. Hmelo Silver (dalam Muh. Hasim dkk, 2021), mencatat bahwa siswa bekerja
dalam kelompok kolaboratif untuk mengidentifikasi apa yang perlu mereka pelajari untuk
memecahkan masalah, terlibat dalam pembelajaran mandiri, menerapkan pengetahuan
baru mereka untuk masalah, dan merenungkan apa yang mereka pelajari dan efektivitas
strategi yang digunakan. Karakteristik lain dari model pembelajaran berbasis masalah ini
adalah mengorganisasikan siswa di seputar masalah, bukan di seputar disiplin ilmu,
penyelidakan secara langsung, menghasilkan solusi, mendemonstrasikan apa yang
telah mereka pelajari dalam bentuk suatu produk atau kinerja.
Taufik Amir (dalam Amisah, 2021), menyebutkan beberapa karakteristik dari
PBL, adalah sebagai berikut:
a. Pembelajaran diawali dengan pemberian masalah
b. Masalah dapat membuat siswa merasa tertantang untuk mendapatkan
pembelajaran yang baru
c. Masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata yang disajikan
secara mengambang
d. Masalah penyelesaian solusinya, menuntut siswa menggunakan dan
mendapatkan konsep dari materi yang disajikan
e. Pembelajarannya berkolaborasi, komunikatif dan kooperatif, pembelajaran
bekerja dalam kelompok, berinteraksi, saling mengajarkan dan presentasi
f. Sangat mengutamakan pembelajaran mandiri.

3. Ciri-ciri
Ciri dari problem based learning secara umum dapat dikenali dengan adanya
enam ciri yang dimilikinya yaitu: a) Proses belajar mengajar dengan model pembelajaran
problem based learning diawalidengan pemberian sebuah masalah. b) Masalah yang
disajikan berkaitan dengan kehidupan nyata para siswa. c) Siswa dibentuk menjadi
beberapa kelompok kecil. d) Siswa diberikan tanggungjawab yang maksimal dalam
membentuk maupun menjalankan proses belajar secara langsung. e)
Mengorganisasikan pembahasan seputar disiplin ilmu. f) Siswa dituntut untuk
mendemonstrasikan produk atau kinerja yang telah dipelajari.

4. Kelebihan
Setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kelemahan, demikian dengan
model Problem Based Learning pun memiliki kelebihan dan kelemahan. Diantara
kelebihan Problem Based Learning adalah:
a. Mengembangkan keterampilan pemecahan masalah
b. Mendorong peserta didik mempelajari materi dan konsep baru ketika
memecahkan masalah
c. Mengembangkan kemampuan sosial dan keterampilan berkomunikasi yang
memungkinkan mereka belajar dan bekerja dalam tim
d. Mengembangakan keterampilan berpikir ilmiah tingkat tinggi/kritis
4

e. Mengintegrasikan teori dan praktek yang memungkinkan peserta didik


menggabungkan pengetahuan lama dengan pengetahuan baru
f. Meningkatkan motivasi siswa untuk belajar mandiri
g. Melatih peserta didik terampil mengelola waktu
h. Melatih peserta didik dalam mengendalian diri
i. Membantu cara peserta didik untuk belajar sepanjang hayat. (Istiqomah
dalam BDK Denpasar Kemenag, 2020)
Kelebihan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam pemanfaatannya adalah
sebagai berikut (I Gusti, 2020):
a. Mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan kreatif
b. Meningkatkan kemampuan memecahkan masalah
c. Meningkatkan motivasi siswa dalam belajar
d. Membantu siswa belajar untuk mentransfer pengetahuan dengan situasi
baru
e. Mendorong mahasiswa mempunyai inisiatif untuk belajar secara mandiri
f. Mendorong kreativitas dalam pengungkapan penyelidikan masalah yang
dilakukan
g. PBL dapat membuat pembelajaran bermakna
h. PBL melatih mahasiswa mengintegrasikan pengetahuan dan ketrampilan
secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan
i. PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan
inisiatif peserta dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat
mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok
Sebagai suatu model pembelajaran, Problem Based Learning memiliki beberapa
kelebihan, diantaranya:
a. Menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk
menemukan pengetahuan baru bagi siswa
b. Meningkatakan motivasi dan aktivitas pembelajaran siswa
c. Membantu siswa dalam mentransfer pengetahuan siswa untuk
memahami masalah dunia nyata
d. Membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan
bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.
Disamping itu, PBM dapat mendorong siswa untuk melakukan evaluasi
sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya
e. Mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan
mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan
pengetahuan baru
f. Memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan
yang mereka miliki dalam dunia nyata
g. Mengembangkan minat siswa untuk secaraterus menerus belajar
sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir
h. Memudahkan siswa dalam menguasai konsep-konsep yang dipelajari
guna memecahkan masalah dunia (Husnul Hotimah, 2020).

5. Kekurangan
5

Disamping kelebihan di atas, Problem Based Learning juga memiliki kelemahan,


diantaranya:
a. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan
bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka
akan merasa enggan untuk mencobanya
b. Untuk sebagian siswa beranggapan bahwa tanpa pemahaman mengenai
materi yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah mengapa mereka
harus berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari,
maka mereka akan belajar apa yang mereka ingin pelajari (Husnul
Hotimah, 2020).
Kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam pemanfaatannya adalah
sebagai berikut (I Gusti, 2020):
a. Kurang terbiasanya peserta didik dan pengajar dengan metode ini.
Peserta didik dan pengajar masih terbawa kebiasaan metode
konvensional, pemberian materi terjadi secara satu arah (teacher
centered learning).
b. Kurangnya waktu pembelajaran. Proses PBL terkadang membutuhkan
waktu yang lebih banyak. Peserta didik terkadang memerlukan waktu
untuk menghadapi persoalan yang diberikan. Sementara, waktu
pelaksanaan PBL harus disesuaikan dengan beban kurikulum
c. PBL tidak menghadirkan kurikulum baru tetapi lebih pada kurikulum yang
sama melalui metode pengajaran yang berbeda
d. Mahasiswa tidak dapat benar-benar tahu apa yang mungkin penting bagi
mereka untuk belajar, terutama di domain yang mereka tidak memiliki
pengalaman sebelumnya
e. Seorang dosen mengadopsi pendekatan PBL mungkin tidak dapat untuk
menutup sebagai bahan sebanyak kursus kuliah berbasis konvensional.
PBL bisa sangat menantang untuk melaksanakan, karena membutuhkan
banyak perencanaan dan kerja keras bagi dosen. Ini bisa sulit pada
awalnya bagi dosen untuk “melepaskan kontrol” dan menjadi fasilitator,
mendorong mahasiswa untuk mengajukan pertanyaan yang tepat
daripada menyerahkan mereka solusi
Sedangkan kelemahan model pembelajaran Problem Based Learning menurut
sumber lain, diantaranya:
a. Manakala siswa tidak memiliki minat atau siswa berasumsi bahwa
masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka akan merasa engga
untuk mencoba
b. Keberhasilan model pembelajaran melalui Problem Based
Learning membutuhkan cukup waktu untuk persiapan
c. Tanpa pemahaman mengapa siswa berusaha memecahkan masalah
yang dipelajari, maka siswa tidak akan belajar apa yang ingin dipelajari.

6. Teori yang Menjadi Landasan PBL


Model Problem Based Learning (PBL) didukung oleh teori-teori belajar dan
perkembangan. Teori yang menjadi landasan pengembangan Model Pembelajaran
Berbasis Masalah atau Problem-Based Learning (PBL) adalah Teori Perkembangan
6

Piaget, Teori Belajar Sosial-konstruktivisme Vygotsky, Teori Bruner dan Discovery


Learning, dan Teori John Dewey.
a. Teori Perkembangan Piaget
Menurut Piaget (Waseso, 2018; Nuryati & Darsinah, 2021) tingkah laku
seseorang senantiasa didasarkan pada kognisi, yakni suatu tindakan
untuk mengenal atau memikirkan kondisi dimana suatu perilaku itu terjadi.
Secara tidak langsung pribadi anak terbentuk melalui proses belajar yang
melibatkan proses berfikir kompleks dan merupakan peristiwa mental
yang nantinya dapat mendorong terjadinya sikap dan perilaku.
Menurut Juwantara (dalam Resti dkk, 2021), teori perkembangan kognitif
Piaget menyimpulkan bahwa manusia bukanlah mahluk hidup yang pasif
dalam perkembangan genetik. Namun, perkembangan genetik menjadi
aktif karena adanya penyesuaian terhadap lingkungan dan interaksinya
dengan lingkungan meliputi konsep skema, asimilasi, akomodasi,
organisasi, dan ekuilibrasi. Skema adalah representasi mental yang
mengintegrasikan pengetahuan anak tentang lingkungan sekitar.
Asimilasi adalah hubungan antara informasi baru kedalam pengetahuan
yang telah ada (skema). Asimilasi merupakan proses kognitif yang
dimana individu dapat mengintegrasikan persepsi, konsep dan
pengalaman baru ke dalam skema yang telah ada dalam pikiran individu
tersebut. Akomodasi adalah pengelompokkan perilaku kognitif yang lebih
tinggi dan fungsi lebih baik. Akomodasi merupakan pembentukan skema
baru atau perubahan skema lama, ini terjadi akibat
rangsangan/pengalaman baru, individu tidak mampu mengasimilasikan
pengalaman baru dengan skema yang telah ada sebelumnya sebab
pengalaman baru tersebut tidak cocok dengan skema yang telah ada
sebelumnya. Organisasi adalah mengelompokkan perilaku dan pikiran
yang terisolasi ke dalam sistem yang lebih tinggi. Ekuilibrasi menjelaskan
tahapantahapan pemikiran anak dari satu tahap ke tahap berikutnya.
Proses ini terjadi karena anak mengalami konflik kognitif ketika
memahami dunia (Juwantara, 2019; Resti dkk, 2021).
b. Teori Belajar Sosial-konstruktivisme Vygotsky
Teori Vygotsky lebih menitikberatkan interaksi dari faktor-faktor
interpersonal (sosial), kultural-historis, dan individual sebagai kunci dari
perkembangan manusia (Schunk, 2012: 339; Listiana dan Endang, 2021).
Pusat konsep dan prinsip dalam teori konstruktivisme Lev Vygotsky
dikemukakan oleh Ormrod (dalam Listiana dan Endang, 2021) bahwa
manusia memiliki kemampuan untuk menggunakan fungsi mental mereka
untuk meningkatkan pembelajaran, ingatan dan penalaran logis. Menurut
pandangan Vygotsky, dasar fungsi mental manusia dibangun secara
biologis dan untuk mengembangkan fungsi mental tersebut, manusia
memutuhkan peranan masyarakat dan budaya.
Ormrod (dalam Listiana dan Endang, 2021) menjelaskan lebih lanjut
terkait konsep-konsep dalam teori konstruktivisme Lev Vygotsky, menurut
Ormrod, Vygotsky mengungkapkan gagasan penting dalam teorinya
yaitu: a) Interaksi informal maupun formal antara orang dewasa dan anak
7

akan memberi pemahaman bagi anak tentang bagaimana anak


berkembang. b) Setiap budaya memiliki makna dalam upaya
meningkatkan kemampuan kognitif anak, kebermaknaan budaya bagi
anak bertujuan untuk menuntun anak dalam menjalani kehidupannya
secara produktif dan efisien. c) Kemampuan berfikir dan berbahasa
berkembang pada awal tahun perkembangan anak. Perkembangan
kognitif Vygotsky sangat bergantung pada perkembangan dan
penguasaan bahasa. d) Berkembangnya proses mental yang kompleks
terjadi setelah anak melakukan aktifitas sosial, dan secara bertahap akan
terinternalisasi dalam kognitif anak yang dapat dipergunakan secara
bebas. Vygotsky mengemukakan bahwa proses berfikir yang kompleks
sangat tergantung pada interaksi sosial anak. Sebagaimana anak
mendiskusikan tentang peristiwa, objek dan masalah dengan orang
dewasa dan orang lain yang lebih berpengetahuan, maka secara
bertahap hasil diskusi tersebut akan menjadi bagian dalam struktur
berpikir anak. e) Anak akan mampu mengerjakan tugas-tugas yang
menantang jika diberi tugas yang lebih menantang dari individu yang
kompeten.
c. Teori Bruner dan Discovery Learning
Pandangan Bruner tentang belajar sebagai proses perkembangan kognitif
didasarkan pada dua asumsi yaitu: perolehan pengetahuan adalah
proses interaktif seseorang dengan lingkungannya secara aktif akan
terjadi perubahan terjadi pada diri seseorang dan lingkungannya, dan
seseorang mengkonstruksikan pengetahuan yang dimiliki dengan
menghubungkan informasi baru dan informasi yang diperoleh
sebelumnya menjadi suatu struktur pengetahuan yang makna (Picauly,
2016; Sundari dan Endang, 2021).
Menurut Bruner, pada dasarnya belajar merupakan proses
perkembangan kognitif yang terjadi dalam diri seseorang. Ada tiga proses
kognitif yang berlangsung dalam belajar, yaitu: proses pemerolehan
informasi baru, proses transformasi informasi, proses mengevaluasi atau
menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan (Anidar, 2017; Picauly,
2016; Sutarto, 2017; Sundari dan Endang, 2021). Pemerolehan informasi
baru dilakukan melalui kegiatan membaca buku atau sumber lainnya
yang sesuai, mendengarkan penjelasan guru, melihat audiovisual, dan
sebagainya. Transformasi informasi yaitu tahap memahami, mencerna,
dan menganalisis pengetahuan baru serta mentransformasikan dalam
bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain.
Mengevaluasi atau menguji relevansi dan ketepatan dilakukan untuk
mengetahui benar tidaknya hasil tranformasi, evaluasi kemudian dinilai
sehingga nantinya dapat diketahui apakah pengetahuan yang diperoleh
dapat dimanfaatkan dan ditransformasikan untuk memahami gejala-gejala
lain.
Menurut Bruner, supaya pengetahuan mudah ditransformasikan oleh
siswa, perlu memperhatikan empat tema pendidikan untuk perkembangan
kognitif, yaitu: (1) struktur pengetahuan, dipandang penting bagi siswa
8

untuk melihat keterhubungan fakta dengan informasi yang diterima; (2)


kesiapan, untuk belajar diperlukan penguasaan keterampilan yang lebih
tinggi lagi; (3) nilai intuisi, yaitu teknik intelektual untuk sampai pada
formulasi tentatif tanpa menganalisis untuk mengetahui apakah formulasi
tentatif merupakan kesimpulan yang benar; (4) dan motivasi, yaitu
keadaan pada diri seseorang yang dapat mendorongnya melakukan
sesuatu untuk mencapai tujuan (Buto, 2010; Sutarto, 2017; Sundari dan
Endang, 2021). Dalam proses pembelajaran, struktur pengetahuan perlu
memperhatikan karakteristik dan perkembangan kognitif siswa, kesiapan
belajar dipengaruhi oleh pengalaman siswa dan kematangan psikologi.
Cara belajar yang baik adalah melalui proses intuisi yaitu memahami
hubungan, arti, dan konsep, kemudian menarik kesimpulan dengan cara
diberikan motivasi sesuai dengan perkembangannya.
Pada prinsipnya teori kognitif Bruner adalah pengembangan dari teori
kognitif Jean Piaget dan Bruner lebih menekankan bagaimana individu
mengeksplorasi potensi yang ada pada dirinya. Dari situlah terlahir teori
belajar penemuan atau discovery learning dimana siswa secara aktif
mencari pemecahan masalah melalui tiga tahapan perkembangan kognitif
yang terintegrasi, kemudian menghasilkan pengetahuan baru yang benar-
benar bermakna. Hal tersebut sejalan dengan. Buto (dalam Sundari dan
Endang, 2021) menurut Bruner, teori belajar penemuan (discovery
learning) adalah proses dimana siswa dapat memahami makna, konsep,
dan hubungan melalui proses intuisi, sampai pada akhirnya dapat
menemukan suatu kesimpulan yang disesuikan dengan perkembangan
kognitif siswa. Ekawati (dalam Sundari dan Endang, 2021) Bruner
menyarankan hendaknya siswa diberikan kesempatan yang luas untuk
menjadi seorang scientist, problem solver, historia atau ahli matematika,
menemukan konsep dan arti kemudian menjabarkannya dalam bahasa
yang siswa pahami. Bruner menjelaskan peran guru dalam belajar
penemuan diantaranya: (1) guru sebagai fasilitator dan tidak begitu
mengendalikan proses pembelajaran; (2) guru harus pandai menstimulasi
atau memunculkan masalah, siswa memecahkan sendiri solusinya; (3)
dan membimbing dan memotivasi siswa untuk menemukan konsep,
menemukan hubungan antar bagian struktur materi dan membuat
kesimpulan.
d. Teori John Dewey
John Dewey memiliki pandangan bahwa sekolah merupakan pendidikan
cerminan dari masyarakat yang sangat besar dan ruang kelas adalah
laboratorium untuk melakukan penyelidikan dan pemecahan masalah
dalam kehidupan dunia nyata. Teori pengajaran John Dewey mendorong
pendidik untuk melibatkan peserta didik dalam proyek berorientasi
masalah dan membantu peserta didik untuk menyelidiki masalah-masalah
sosial dan pentingnya intelektual. John Dewey beserta murid-muridnya
berpendapat bahwa kegiatan belajar harus memiliki tujuan yang abstrak
dan tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan baik apabila pendidik
meminta peserta didik dalam kelompok kecil menyelesaikan proyek yang
9

mereka minati dan mereka pilih. Visi dari pembelajaran memiliki tujuan
atau berpusat pada masalah dengan dorongan dan keinginan peserta
didik untuk memahami situasi pembelajaran bermakna secara pribadi,
jelas dan berhubungan dengan pembelajaran berbasis masalah
kontemporer dengan filosofi pendidikan dan pengajaran Dewey (Arends,
2012; Resti dkk, 2021).
Teori belajar Dewey memiliki pandangan bahwa struktur kognitif
merupakan bentuk pengalaman dan pengetahuan yang ada dalam diri
setiap individu, ini berarti bahwa setiap peserta didik memiliki faktor
kognitif yang berasal dari pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki
peserta didik tersebut. Belajar bergantung pada pengalaman dan minat
peserta didik sendiri sehingga dapat menambah makna pengalaman dan
kemampuan dalam mengarahkan pengalaman tersebut

B. Implementasi dan RPS/SAP di Institusi Perguruan Tinggi


Model PBL merupakan model pembelajaran berpusat pada siswa. Siswa perlu
beradaptasi di keadaan saat siswa menjadi subjek utama dalam proses pembelajaran. Guru
pun perlu bersiap dalam melaksanakan PBL. Menurut Arends (dalam Resti dkk, 2021)
proses mengikutsertakan peserta didik dalam suatu kelompok belajar dan membuat mereka
menghadapi masalah yang sulit dikerjakan sehingga dapat menyebabkan masalah yang
serius jika tidak diperhatikan. Beberapa strategi sederhana namun penting yang dapat
dilakukan oleh pendidik agar transisi tersebut dapat diatasi, yaitu sebagai berikut:
1. Menuliskan proses utama cara berkumpul dalam satu kelompok di papan tulis. Dengan
dibantu oleh isyarat visual, peserta didik lebih mudah berpindah menuju kelompok
masing-masing.
2. Menyebutkan arahan dengan jelas dan mintalah dua atau tiga peserta didik untuk
memparafrasakan petunjuknya. Beberapa peserta didik membantu peserta didik yang
lain untuk menguraikan kembali arahan untuk memperhatikan dan memberikan umpan
balik kepada pendidik tentang apakah arahan tersebut dapat dimengerti atau tidak.
3. Mengidentifikasi dan memberikan tanda jelas untuk lokasi setiap tim pembelajaran.
Pada waktu tertentu akan ada bagian kosong yang tidak diisi peserta didik sehingga
tidak merata di seluruh ruangan. Peserta didik akan cenderung berkumpul di ruangan
yang mudah diakses. Agar tercipta kelompok kecil yang efektif, pendidik harus dengan
jelas menunjuk bagian-bagian ruangan yang mereka inginkan untuk ditempati oleh
setiap tim dan mendesak mereka agar pergi ke lokasi tertentu.
Jika kegiatan pembelajaran sesuai dengan sintaks pembelajaran berbasis
pemecahan masalah, diharapkan siswa dapat menumbuhkembangkan kemampuan
kreativitas, baik secara individu maupun berkelompok karena setiap langkah
pembelajarannya menuntut adanya keaktifan siswa. Umumnya terdapat 5 langkah utama
pada model PBL. Kelima langkah tersebut dapat diselesaikan dalam dua sampai tiga kali
pertemuan.
Tahap Tingkah Laku Guru
Tahap 1 – Orientasi siswa kepada masalah Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,
menjelaskan logistik yang dibutuhkan,
mengajukan fenomena atau demonstrasi
atau cerita untuk memunculkan masalah,
10

memotivasi siswa untuk terlibat dalam


pemecahan masalah yang dipilihnya.
Tahap 2 – Mengorganisasi siswa untuk Guru membantu siswa mendefenisikan dan
belajar mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah tersebut.
Tahap 3 – Membimbing penyelidik individu Guru mendorong siswa untuk
maupun kelompok mengumpulkan informasi yang sesuai,
melaksanakan eksperimen, untuk
mendapatkan pelajaran dan pemecahan
masalah.
Tahap 4 – Mengembangkan dan menyajikan Guru membantu siswa dalam merencanakan
hasil karya dan menyampaikan karya sesuai seperti
laporan, video, dan model dan membantu
mereka untuk berbagi tugas dengan
temannya.
Tahap 5 – Menganalisis dan mengevaluasi Guru membantu siswa untuk melakukan
proses pemecahan masalah refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan
mereka prosesproses yang mereka gunakan.

Berikut adalah hal-hal yang perlu diperhatikan oleh guru dan siswa ketika
pelaksanaan pembelajaran berbasis pemecahan masalah.
1. Tugas-tugas perencanaan
a. Dalam pelaksanaan pembelajaran PBL, siswa diarahkan untuk dapat mencapai
tujuan seperti keterampilan menyelidiki, memahami peran orang, dan membantu
siswa menjadi pembelajar yang mandiri.
b. Guru merancang situasi masalah. Guru boleh memberi kesempatan kepada
siswa untuk memilih masalah yang akan diselidiki karena dengan cara ini akan
membantu siswa dalam meningkatkan motivasi. Guru harus tetap memantau
masalah apa yang dipilih oleh siswa, dan tetap memantau situasi kerjasama
antar siswa dan pelajaran tetap bermakna bagi siswa.
2. Tugas interaktif
a. Orientasi siswa pada masalah, perlu di garis bawahi bahwa dalam pembelajaran
pada berbasis masalah tidak untuk memperoleh informasi baru dalam jumlah
besar, tetapi untuk melakukan penyelidikan terhadap masalah-masalah penting
dan untuk menjadi pembelajar yang mandiri.
b. Mengorganisasikan siswa untuk belajar. Model pembelajaran ini dapat
mengembangkan keterampilan kerjasama antara siswa. Dalam hal ini guru
bertugas untuk mengorganisasikan siswa dalam kelompok belajar kooperatif.
c. Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok. Guru membantu siswa dalam
mengumpulkan informasi dari berbagai sumber dan membantu untuk memilih
jenis informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah. Guru mengajarkan
siswa untuk menggunakan metode sesuai dan juga mengajarkan bagaimana
etika yang benar dalam suatu penyelidikan. Selain itu guru berperan untuk
mendorong siswa dalam pertukaran ide gagasan. Terakhir pembelajaran
berbasis pemecahan masalah akan menciptakan (laporan).
11

d. Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah merupakan tahapan akhir,


dimana guru membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses berfikir
mereka sendiri dan keterampilan penyelidikan yang mereka gunakan.
Berikut adalah contoh RPS/SAP di perguruan tinggi:
Pertemuan :1
Pokok Bahasan : Merencanakan Pelatihan
Sub Pokok Bahasan : Pembahasan dan Persiapa Pelatihan
Kegiatan Pembelajaran : Problem Based Learning (Presentasi Tugas Kelompok)
Media & Alat
Tahap Keiatan Dosen Kegiatan Mahasiswa Pembelajara
n
Pendahulua 1. Mereview 1. Mendengarkan Infocus,
n pertemuan 2. Mencatat Screen
sebelumnya Proyektor,
2. Memberikan Slide
pengantar Presentasi
sebelum kelompok
melakukan
presentasi
Penyajian 1. Mengamati 1. Mempresentasikan Infocus,
kelompok pada proposal pelatihan Screen
saat presentasi 2. Mendengarkan Proyektor,
proposal modul 3. Mencatat Slide
pelatihan 4. Melakukan tanya-jawab Presentasi
2. Memberikan
komentar pada
kelompok yang
presentasi
3. Memfasilitasi
proses diskusi
dan tanya jawab
4. Memberikan
masukan kepada
kelompok
Penutup 1. Melakukan tanya 1. Mendengarkan Infocus,
jawab untuk 2. Mencatat Screen
mengklarifikasi 3. Melakukan tanya-jawab Proyektor,
pemahaman Slide
mahasiswa Presentasi
2. Membuat
kesimpulan
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Problem Based Learning atau biasa juga disebut case method adalah suatu
pendekatan yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran di mana fokusnya
adalah menumbuh-kembangkan kemampuan peserta didik dalam berpikir logis dan
kritis dengan menggunakan permasalahan dalam kehidupan nyata sebagai konteks
dalam melatihnya.
2. Umumnya terdapat 5 langkah utama pada model PBL, yaitu orientasi siswa kepada
masalah, mengorganisasi siswa untuk belajar, membimbing penyelidik individu
maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, serta menganalisis
dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

B. Saran
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan sebelumnya, terdapat beberapa saran
yang penulis sampaikan, yaitu:
1. Diharapkan kepada penulis berikutnya agar lebih melengkapi penulisan berikutnya
dengan referensi yang lebih banyak lagi.
2. Bagi calon dan tenaga pendidik dapat mempertimbangkan pengimplementasian PBL
ke dalam proses pembelajarannya di kelas.

12
DAFTAR PUSTAKA

Agung, I.G.B.W. 2020. Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) sebagai
Rujukan dalam Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Universitas Udayana.
(Makalah).
Amisah. 2021. Tren Penelitian Problem Based Learning pada Pembelajaran Fisika dalam 5
Tahun Terakhir. Universitas Muhammadiyah Makassar. (Skripsi).
Ardianti, Resti, dkk. 2021. Problem-based Learning: Apa dan Bagaimana. Universitas
Siliwangi. (Journal for Physics Education and Applied Physics Vol. 3 No. 1).
Arfah, M.H., dkk. 2021. Problem Based Learning (PBL). Universitas Negeri Makassar.
(Makalah).
BDK Denpasar Kemenag. 2020. Model Problem Based Learning. Website: BDK Denpasar
Kemenag. (https://bdkdenpasar.kemenag.go.id/berita/model-problem-based-learning
diakses pada 26 Maret 2023).
Dewi, Listiana dan Endang Fauziati. 2021. Pembelajaran Tematik di Sekolah Dasar dalam
Pandangan Teori Konstruktivisme Vygotsky. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
(Jurnal Papeda Vol. 3 No. 2).
Hotimah, Husnul. 2020. Penerapan Metode Pembelajaran Problem Based Learning dalam
Meningkatkan Kemampuan Bercerita pada Siswa Sekolah Dasar. Universitas
Jember. (Jurnal Edukasi VII (3)).
Nuryati dan Darsinah. 2021. Implementasi Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget dalam
Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
(Jurnal Papeda Vol. 3 No. 2).
Rachmawati, N.Y. dan Brillian Rosy. 2021. Pengaruh Model Pembelajaran Problem Based
Learning (PBL) terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Pemecahan Masalah pada
Mata Pelajaran Administrasi Umum Kelas X OTKP di SMK Negeri 10 Surabaya.
Universitas Negeri Surabaya. (Jurnal Pendidikan Administrasi Perkantoran Vol. 9 No.
2).
Sundari dan Endang Fauziati. 2021. Implikasi Teori Belajar Bruner dalam Model
Pembelajaran Kurikulum 2013. Universitas Muhammadiyah Surakarta. (Jurnal
Papeda Vol. 3 No. 2).

13

Anda mungkin juga menyukai