net/publication/364224975
CITATIONS READS
0 117
1 author:
Novy Trisnani
IKIP PGRI Wates
15 PUBLICATIONS 5 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Novy Trisnani on 07 October 2022.
Oleh:
Novy Trisnani, M. Pd.
NIDN: 0624118701
Modul ini disusun sebagai pedoman dan acuan dalam pelaksanaan pembelajaran
Mata kuliah Pembelajaran Seni Rupa
Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, IKIP PGRI Wates
1. Menyelenggarakan
MISI
pendidikan untuk
I
menghasilkan pendidik yang memiliki keunggulan,
di Sekolah Dasar.
M
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (IPTEKS)
I
mengimplementasikan IPTEKS pendidikan di
Sekolah Dasar.
Dengan segala kerendahan hati, kami panjatkan puji dan syukur ke-Hadirat Allah
SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan modul buku “Pembelajaran Seni Rupa” ini.
Buku ini dimaksudkan sebagai bacaan dasar bagi mahasiswa S1 jurusan
Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) terhadap materi seri rupa sekolah dasar. Isi buku
ini telah disesuaikan semaksimal mungkin sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bacaan
dasar bagi mata kuliah pembelajaran seni Rupa yang diberikan selama 1 semester dengan
jumlah jam kuliah menit perminggu (dengan perincian 16 minggu per semester)
di Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) di IKIP PGRI Wates. Penggunaan
buku pembelajaran seni rupa ini disarankan untuk dimanfaatkan sebagai bahan kuliah
selama satu semester. Pembahasan seluruh bab diharapkan akan memberikan pengetahuan
standar mengenai kesenirupaan di sekolah dasar, sebagaimana yang seharusnya dimiliki
oleh mahasiswa S1 jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD).
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan buku ini, masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran, kritik, serta masukan tambahan dari para
pembaca semua yang sifatnya melengkapi demi tercapainya kesempurnaan buku ini.
Akhirnya, penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada
khususnya, dan dunia pendidikan dalam meningkatkan kualitas pengajaran seni rupa pada
umumnya.
Penulis
Daftar Isi
Prakata .................................................................................................................................................ii
Daftar Isi ............................................................................................................................................. iii
BAB I PENDIDIKAN SENI DI SEKOLAH DASAR ........................................................................1
A. Konsep Seni ..............................................................................................................................1
B. Pendekatan Pembelajaran Seni .................................................................................................7
C. Fungsi dan Tujuan Seni di Sekolah Dasar ................................................................................8
D. Tujuan Pendidikan Kesenian ...................................................................................................14
E. Sifat Pendidikan Seni ..............................................................................................................15
BAB II PERKEMBANGAN SENI RUPA DI INDONESIA ............................................................17
A. Apa Itu Sejarah Perkembangan Seni Rupa? ...........................................................................17
B. Pembagian Periodisasi Sejarah Seni Rupa Indonesia ..............................................................17
C. Sejarah Seni Rupa Indonesia ...................................................................................................18
BAB III HAKIKAT PEMBELAJARAN SENI RUPA ......................................................................31
A. Seni Rupa Sebagai Sebuah Pembelajaran ...............................................................................31
B. Apa Itu Pembelajaran Seni Rupa .............................................................................................32
C. Konsep Pembelajaran Seni Rupa.............................................................................................35
D. Fungsi Pembelajaran Seni Rupa .............................................................................................41
E. Metode dan Model Pembeljaran Seni Rupa di SD ..................................................................45
BAB IV RUANG LINGKUP SENI RUPA .......................................................................................49
A. Seni Rupa Terapan...................................................................................................................49
B. Seni Rupa Murni......................................................................................................................58
BAB V PERKEMBANGAN SENI RUPA SISWA SEKOLAH DASAR ........................................63
A. Perkembangan Seni Rupa Anak Sekolah Dasar ......................................................................63
B. Periodisasi Perkembangan Seni Rupa Anak-anak ...................................................................38
BAB VI PEMBELAJARAN SENI RUPA DALAM KURIKULUM DI INDONESIA ...................45
A. Pembelajaran Seni Rupa dalam KTSP ....................................................................................74
B. Pembelajaran Seni Rupa dalam Kurikulum 2013....................................................................80
BAB VII PERENCANAAN PEMBELAJARAN SENI RUPA DI SEKOLAH DASAR .................93
A. Pendidikan Seni Terpadu .........................................................................................................94
B. Pengembangan Pencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ....................................................95
C. Pelaksanaan Pembelajaran.......................................................................................................97
D. Penilaian Hasil Pembelajaran ..................................................................................................99
BAB VIII PENGEMBANGAN BAHAN AJAR SENI RUPA DENGAN PENDEKATAN
YANG INOVATIF ..................................................................................................................101
A. Apa itu Bahan Ajar .................................................................................................................101
B. Pengembangan Bahan Ajar ....................................................................................................102
C. Inovasi/Inovatif .......................................................................................................................103
D. Pengembangan Bahan Ajar Seni Rupa yang Inovatif ............................................................104
Daftar Pustaka ...................................................................................................................................110
BAB I
PENDIDIKAN SENI DI SEKOLAH DASAR
A. Konsep Seni
1. Pengertian Pendidikan Seni
Seni telah ada sejak zaman dahulu ketika manusia pertama kali muncul di
muka bumi dalam artian seni telah ada dari zaman prasejarah. Seni merupakan
hal yang tidak lepas dari kehidupan manusia dan bagian dari kebudayaan yang
diciptakan dari hubungan manusia dalam lingkungan sosialnya. Seni memiliki
berbagai pengertian tergantung dengan konsep atau pandangan yang mendasari
sebuah teori atau kajian mengenai seni itu sendiri.
Menurut Sumanto (2006: 5) seni dapat diartikan sebagai berikut: Seni
adalah hasil atau proses kerja dan gagasan manusia yang melibatkan
kemampuan terampil, kreatif, kepekaan indera, kepekaan hati dan pikir untuk
menghasilkan suatu karya yang memiliki kesan indah, selaras, bernilai seni, dan
lainnya. Dalam penciptaan/ penataan suatu karya seni yang dilakukan oleh para
seniman dibutuhkan kemampuan terampil kreatif secara khusus sesuai jenis
karya seni yang dibuatnya. Bentuk karya seni yang ada sekarang ini cukup
beragam dilihat dari bentuk kreasi seni, proses dan teknik berkarya serta wujud
media yang digunakannya.
Menurut pendapat di atas diketahui bahwa seni merupakan hasil karya
manusia dengan melibatkan jiwa dan perasaan serta kreativitas yang
dimilikinya. Hasil karya seni tersebut merupakan wujud ekspresi sang seniman
yang kemudian diterapkan pada berbagai media yang mendukung dalam teknik
dan prosesnya. Seni tidak hanya melibatkan manusia sebagai objeknya
sebagaimana dikemukakan oleh Plato dalam Sumanto (2006: 6) bahwa: “Seni
adalah hasil tiruan alam (Ars Imitatur Naturam)”. Pandangan ini menganggap
bahwa suatu karya seni merupakan tiruan obyek atau benda yang ada di alam
atau karya yang sudah ada sebelumnya. Nilai keindahan pada suatu karya seni
didasarkan pada kesan keindahan yang ada di alam. Dalam perkembangannya,
konsep seni telah mengalami berbagai perkembangan dan mencakup berbagai
aspek dalam kehidupan manusia. Selain dalam segi pendidikan juga diterapkan
dalam berbagai tingkatan pendidikan mulai dari pendidikan anak usia dini
hingga pendidikan lanjut di tingkat universitas.
Menurut Soehardjo (2012: 13), “Pendidikan seni adalah usaha sadar
untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan
atau latihan agar menguasai kemampuan berkesenian sesuai dengan peran yang
harus dimainkannya”. Berdasarkan pendapat yang telah disampaikan
sebelumnya dapat diketahui bahwa pendidikan seni melewati berbagai tahap
hingga pada akhirnya tercapai tujuan dari pendidikan seni tersebut.
Pembelajaran seni dengan mengacu pada konsep penularan seni ditujukan
kepada para peserta didik selaku subjek pembelajaran seni agar dapat
a. Gerakan Reform
Dilihat dari segi bahasanya dapat diketahui bahwa Reform berasal dari
bahasa Inggris yang artinya membentuk kembali. Hal tersebut diperkuat dengan
pendapat Herawati dan Iriaji (1997: 6) bahwa: Gerakan reform adalah usaha
pembaruan di bidang konsep pendidikan seni, yang mengutamakan kebebasan
ekspresi sebagai cara untuk memberi peluang kepada anak didik
mengembangkan kemampuan yang ada pada dirinya. Gerakan ini bermaksud
untuk mendewasakan anak didik bukan hanya pada segi intelektualnya saja,
akan tetapi menghendaki supaya anak-anak belajar aktif melalui kegiatan seni,
sekaligus untuk melatih kedua tangannya supaya syaraf dari otak kanan dan kiri
ikut terlatih dalam menjalankan fungsinya.Berdasarkan pendapat di atas dapat
diketahui bahwa gerakan reform merupakan sebuah upaya pembaharuan yang
mengedepankan aspek kebebasan berekspresi bagi setiap siswa.
b. Konsep Pendidikan Seni untuk Apresiasi
Apresiasi memiliki arti sebuah penghargaan atau penilaian tehadap
sesuatu. Dalam pendidikan seni, kegiatan mengapresiasi merupakan bagian dari
proses pembelajaran seni sebagaimana dikemukakan Soehardjo (2012:176)
bahwa: “...dengan kegiatan apresiasi diharapkan peserta didik disamping
berkembang sisi kemampuan kreatif beserta dampak ikutannya, juga
berkembang sisi kemampuan apresiatif beserta dampak ikutannya pula”.
Hal di atas dimaksudkan dengan pembelajaran apresiasi yang diberikan
dalam pendidikan seni, siswa diharapkan mampu menumbuhkembangkan
potensi kreatif yang dimilikinya dengan baik, sejala dengan pengalaman yang
diperoleh dari proses apresiasi tersebut..
c. Konsep Pendidikan Seni untuk Pembentukan Konsepsi
Pembentukan konsepsi peserta didik melalui pendidikan seni yang
diberikan merupakan inti dari konsep ini. Hal tersebut dikemukakan Herawati
dan Iriaji (1997: 7) bahwa: Konsep ini bermula dari pemikiran bahwa
“menggambar adalah alat untuk mengungkapkan pikiran”. Gambar adalah
bahasa, suatu cara untuk melahirkan dan mengembangkan ide. Menggambar
suatu obyek berarti menerjemahkan persepsi ke dalam bentuk visual. Kegiatan
menggambar merupakan kegiatan mental pikir yang dapat membentuk konsep.
Konsep yang dicetuskan oleh Walter Sargent ini memandang seni pada proses
kegiatannya yang terkait dengan kemampuan kognitif. Berdasarkan pendapat di
atas dapat diketahui bahwa dalam pendidikan seni, baik kegiatan menggambar
dan sebagainya merupakan proses dari perkembangan persepsi anak terhadap
bentuk visual yang dijumpai di lingkungannya.d.Konsep Pendidikan Seni untuk
Pertumbuhan Mental dan Kreatif Peran pendidikan seni terhadap tumbuh
kembang anak diantaranya adalah sebagai sarana dalam pertumbuhan mental
dan kreatif anak sebagaimana dikemukakan oleh Lowenfeld dan Brittain (1975:
41) bahwa:
Children do not have to be skillful in order to be creative, but in any form
of creation there are degrees of emotional freedom; freedom to explore and
experiment, and freedom to get involved. This is true both in the use of subject
matter and in the use of art materials.
Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa kegiatan seni
merupakan sarana bagi processing-nya. Bagi konsep ini anak adalah subjeknya,
sedangkan seni adalah sarananya.
d. Konsep Seni Sebagai Keindahan
Konsep keindahan merupakan bagian yang tidak lepas dari unsur seni itu
sendiri. Soehardjo (2012: 103) memandang hubungan seni dan keindahan
sebagai bentuk kualitas dari segi tampilan visual sebagaimana dikemukakannya
bahwa: Keindahan merupakan kualitas tampilan yang kasat indera. Karena
tampilan itu secara formal berwujud bentuk, yaitu bentuk yang berkualitas
indah, maka keindahan yang dimaksud adalah keindahan bentuk. Bentuk yang
dimaksud adalah perwujudan karya seni yang berarti wujud kasat indera dari
suatu karya seni. Karena itu keindahan bentuk merupakan atribut dari sesuatu
yang disebut karya seni. Seperti yang dijelaskan di atas bahwa keindahan
merupakan bagian dari seni itu sendiri yang kasat indera yang berarti dapat
dirasakan dengan panca indera manusia. Keindahan dianggap atribut dari karya
seni karena seni memiliki beberapa unsur termasuk di dalamnya adalah
keindahan.
e. Konsep Seni Sebagai Imitasi
Kata imitasi berasal dari bahasa Inggris yaitu imitation yang berarti
peniruan. Herawati dan Iriaji (1997: 8) mengemukakan bahwa: “...peniruan yang
dimaksud disini adalah membuat bentuk baru yang sama dengan bentuk asal
yang ditiru. Konsep seni imitasi ini berasal dari estetika Plato yaitu mimesisyang
artinya meniru alam”. Proses meniru merupakan tahap awal seseorang dalam
kegiatan berkreasi seni. Dalam teori yang telah dijelaskan di atas, alam
merupakan sarana atau model dalam visualisasi kegiatan seni atau pembelajaran
dalam pendidikan seni itu sendiri.g.Konsep Seni Sebagai Hiburan yang
Menyenangkan Konsep ini berpendapat bahwa hasil seni harus dapat menghibur
ataumenyenangkan pengamat. Hal tersebut dikemukakan oleh Soehardjo (2012:
106) bahwa: “Seni berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai objek pelipur lara
bagi khalayak. Artinya objek yang pada awalnya dapat menstimulus khalayak
agar merespon secara estetik”. Sejalan dengan pendapat tersebut, respon yang
dimaksud di sini dapat diuraikan menjadi dua kemungkinan, yaitu respon
kesenangan dan ketidaksenangan dari para khalayak tersebut.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa konsep pendidikan
seni berkembang sesuai dengan kemajuan zaman dan ilmu pengetahuan.
Pendidikan yang dilakukan menganut beberapa unsur dari seni itu sendiri tetapi
tetap memprioritaskan siswa sebagai peserta didik. Pembentukan pribadi dan
pengembangan potensi siswa menjadi dasar konseptual pendidikan seni di
sekolah dasar sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh Sumanto (2006:
17) sebagai berikut:
arti tidak dapat ditentukan tolak ukurnya”. Melalui pendidikan seni yang
diberikan di sekolah, siswa mendapatkan pengalaman keindahan atau estetis.
Melalui aktivitas penghayatan, apresiasi, ekspresi, dan kreasi seni di sekolah
dasar bisa memberikan pengalaman untuk menumbuhkan sensitivitas
keindahan dan nilai seni. Berolah seni rupa adalah pengalaman estetis yang
menarik bagi minat dan keinginan anak.Pendidikan seni di sekolah dasar
khususnya seni rupa memiliki berbagai fungsi yang mendukung
menumbuhkembangkan kemampuan anak dalam mengekspresikan
kemampuannya. Selain itu pendidikan seni juga memiliki beberapa tujuan
seperti memberikan kesempatan kepada anak untuk mengekspresikan diri,
mengembangkan potensi kreatif anak, melatih kepekaan anak terhadap
lingkungan belajarnya, dan sebagainya. Dengan demikian, dapat disimpulkan
gambaran secara keseluruhan tujuan pendidikan kesenian adalah:
1) Memberikan fasilitas yang sebesar-besarnya untuk dapat
mengemukakanpendapatnya (ekspresi bebas).
2) Melatih imajinasi anak, ini merupakan
konsekuensi logis dari kegiatan ekspresi, supaya bisa berekspresi anak
mempunyai bayangan terlebih dahulu yaitu dengan latihan imajinasi,
mungkin bisa berangkat dari pengamatan maupun hasil rekapitulasi
kejadian yang telah direkam oleh otak.
3) Memberikan pengalaman estetik dan mampu
memberi umpan balik penilaian (kritik dan saran) terhadap suatu karya
seni sesuai dengan mediumnya.
4) Sedangkan konsekuensi lainnya sebagai
prasarat adalah pembinaan sensitivitas serta rasa pada umumnya, hasil
yang diharapkan adalah terbinanya visi artistik dan fiksi imajinatif.
5) Pembinaan Keterampilan; diarahkan dengan
membina kemampuan praktek berkarya seni dan kerajinan, gunanya
untuk mempersiapkan kemampuan trampil dan praktis sebagai bekal
hidup di kemudian hari (Depdiknas,2007: 8).
rupa, bahasa kata, bahasa bunyi, bahasa gerak, bahasa peran, dan kemungkinan
berbagai perpaduan di antaranya. Kemampuan mengekspresikan diri
memerlukan pemahaman tentang konsep seni, teori ekspresi seni, proses kreasi
seni, teknik artisitik, dan nilai kreativitas.
2. Multidimensional, yakni pengembangan beragam kompetensi peserta didik
tentang konsep seni, termasuk pengetahuan, pemahaman, analisis, evaluasi,
apresiasi, dan kreasi dengan cara memadukan secara har-monis unsur estetika,
logika, dan etika. Pendidikan seni bersifat
3. Multikultural, yakni menumbuhkembangkan kesadaran dan kemampuan peserta
didik mengapresiasi beragam budaya nusantara dan mancanegara. Hal ini
merupakan wujud pembentukan sikap demokratis yang memungkinkan peserta
didik hidup secara beradab dan toleran terhadap perbedaan nilai dalam
kehidupan masyarakat yang pluralistik. Sikap ini diperlukan untuk membentuk
kesadaran peserta didik akan beragamnya nilai budaya yang hidup di tengah
masyarakat. Pendidikan seni berperan mengembangkan (4) multikecerdasan,
yakni peran seni membentuk pribadi yang harnonis sesuai dengan
perkembangan psikologis peserta didik, termasuk kecerdasan intrapersonal,
interpersonal, visual (spasial), verbal-linguistik, musikal, matematiklogik,
jasmani-kinestetis, dan lain sebagainya.
Dari deskripsi konsep pendidikan seni di atas dapat disimpulkan bahwa
pendidikan seni memiliki “multitujuan”, sifat multilingual misalnya, terfokus pada
konsep pendidikan seni sebagai aktivitas kreasi dan eksperimentasi. Sifat
multidimensional terfokus pada kepentingan filosofis harmonisasi aktivitas seni
dengan aspek budaya lainnya. Sifat multikultural terfokus pada tujuan psikologis
pembentukan sikap demokratis. Akhirnya Sifat multikecerdasan terfokus pada
tujuan edukatif fungsionalis-psikologis untuk mengembangkan potensi individual
peserta didik secara optimal. Jika demikian halnya, maka konsep pendidikan seni
dalam kurikulum memang tidak mencakup konsep pendidikan seni dalam arti yang
utuh. Karena dalam kurikulum dengan jelas disebutkan: mengapresiasi dan
mengekspresikan keartistikan karya seni rupa, seni musik, seni tari, dan seni teater.
Jadi pendidikan Seni Budaya direduksi menjadi sangat sederhana, menjadi
pragmatis dan kontekstual. Dengan kata lain kurikulum tidak signifikan mengemban
tujuan pembelajaran seni, serta tidak mencerminkan kompetensi profesional
pendidik seni, yakni: (1) menguasai keilmuan bidang studi seni; (2) memahami
langkah-langkah kajian kritis pendalaman isi bidang studi seni; (3) paham ruang
lingkup materi, struktur, dan konsep estetika sebagai payung pembelajaran seni; (4)
memahami metode pengembangan seni rupa, seni musik, seni tari, dan seni teater
secara kritis, kreatif, dan inovatif. Untuk itu akan sangat bijaksana jika suatu waktu
pembenahan konsep pendidikan seni dikaji ulang oleh pakar pendidik seni
Indonesia, sehingga segala kelemahan yang ada dapat disempurnakan melalui revisi
kurikulum di waktu mendatang. Untuk saat ini cukuplah para pendidik seni
mendapatkan suplemen dan buku ajar yang relevan sebagai pelengkap pemahaman
dan pelaksanaan kurikulum yang sedang berlaku.
BAB II
PERKEMBANGAN SENI RUPA DI INDONESIA
d. Zaman madya; sejak datangnya pengaruh Islam di Indonesia, yakni menjelang akhir
zaman Majapahit sampai akhir abad ke-19.
e. Zaman baru; Sejak masuknya anasir-anasir Barat dan teknologi modern Indonesia,
yakni kira-kira tahun 1900 Masehi sampai saat ini.
2. Periodisasi Sejarah Seni Rupa Indonesia Berdasarkan Ciri Peninggalannya
a. Seni rupa Prasejarah
b. Seni rupa Hindu-Budha
c. Seni rupa Islam
d. Seni rupa modern
Dari perbedaan kedua periodisasi diatas dapat dilihat dengan jelas bagaimana
beberapa istilah sejarah dalam sejarah seni rupa akan saling berkaitan atau
berkontradiksi satu sama lain antara periodisasi berdasarkan peninggalan dan
pertumbuhan zaman. Disini akan dibahas sejarah seni rupa Indonesia berdasarkan
urutan ciri peninggalannya, namun tidak akan mengabaikan konteks zaman-nya juga.
Jika tempat tinggal mereka sudah tidak subur lagi atau buruan disana habis,
maka mereka akan pindah dan mencari tempat tinggal baru. Tempat singgah
yang digunakan di masa ini hanyalah sebatas gua atau dataran terbuka yang
terbebas dari ancaman binatang buas.
Di masa nomaden ini sering terjadi hal yang tidak diinginkan, terutama
untuk anak-anak dan wanita. Sering di temukan rangka manusia yang terpisah
jauh dari temuan lainnya, yang berarti adalah beberapa korban dalam
perjalanan jauh ketika berpindah. Sayangnya manusia prasejarah belum mampu
membuat rumah sebagai tempat tinggal tetap yang aman. Sehingga pada
umumnya mereka tinggal di gua untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Ketika menetap di gua inilah, aktivitas manusia dalam membuat berbagai
karya juga mulai bertambah, seiring kebutuhan yang meningkat untuk menciptakan
alat-alat pertanian sederhana, alat ritual, dan sebagainya. Pada akhirnya manusia
mulai menemukan logam dan mengetahui cara mengolahnya. Bahkan lama-
kelamaan logam mulai menggeser kedudukan batu, yang pada akhirnya hanya
berfungsi sebagai benda pusaka saja dan kehilangan nilai praktis.
b. Karya Seni Rupa Prasejarah
Salah satu peninggalan yang paling kuno dari kesenian Indonesia adalah
lukisan pada dinding gua-gua, seperti yang ditemukan di Papua, di Kepulauan
Kei dan Seram hingga di Sulawesi Selatan. Lukisan-lukisan tersebut antara lain
berupa cap telapak tangan dan telapak kaki, gambar-gambar manusia yang
sederhana, gambar-gambar binatang seperti babi hutan, cecak, kadal, kura-kura,
kerbau, dan lain sebagainya.
Di beberapa gua di Indonesia yang telah disebutkan di atas terdapat
bahkan terdapat gambar telapak tangan dengan jari terpotong (tidak utuh). Ada
pula gambar seekor binatang yang tampak sedang diburu dengan menggunakan
tombak. Van Heekeren, seorang arkeolog yang meneliti gua-gua di dekat Maros
Sulawesi Selatan menyatakan bahwa lukisan babi hutan tertombak panah
maupun ratusan gambar tangan yang terdapat di sana diduga telah ada sejak
tahun 2000 sebelum Masehi, bersamaan dengan berkembangnya kebudayaan
Toala.
Sedangkan pakar lain seperti Dr. Josef Roder yang melakukan penelitian
di daerah Papua menemukan lukisan-lukisan disana telah ada dari sejak 1000
tahun sebelum Masehi. Beberapa diantaranya bahkan baru dibuat 3-4 abad yang
lalu.
Beberapa peninggalan artefak terpenting dari seni rupa prasejarah
Indonesia antara lain:
1) Kriya batu: Kapak genggam
2) Kriya tanah liat / gerabah (Mesolitik-Neolitik)
7) Tradisi Megalitik
Tradisi megalitik muncul setelah adanya tradisi bercocok tanam, atau
masa neolitik. Biasanya bangunan megalitik dipergunakan sebagai sarana
pemujaan. Pemujaan tersebut didasarkan atas kepercayaan mengenai
adanya hubungan antara yang hidup dengan yang mati. Manusia prasejarah
mempercayai adanya pengaruh kuat dari roh orang yang telah meninggal
terhadap kesejahteraan masyarakat dan kesuburan tanaman.
Karena itu, jasa dari seorang kerabat yang telah meninggal seringkali
diabadikan dengan mendirikan bangunan batu besar, yang kemudian
dianggap sebagai medium penghormatan (ritual), tempat bersemayam roh
dan sekaligus sebagai lambang si mati (Wahyono dkk., 1991: 29).
Bentuk-bentuk bangunan megalitik tersebut berupa menhir, meja
batu, dll. Bentuk-bentuk peninggalan monumental megalitik di Indonesia
diwarnai oleh batu yang berkaitan dengan pemujaan maupun upacara-
upacara penguburan. Walaupun tradisi ini sudah hampir punah, namun
beberapa daerah di Indonesia seperti Nias, Toraja, Flores, dan Sumba masih
menjalankannya.
Contoh Karya seni zaman Perunggu
Gelombang perpindahan kedua dari daratan Asia ke Nusantara pada 500
tahun sebelum Masehi membawa serta kebudayaan perunggunya ke tempat
tinggal mereka yang baru. Hal ini meninggalkan banyak peninggalan sejarah
seni rupa baru di Indonesia. Peninggalan artefaknya antara lain:
Kria Perunggu/Seni Dongson (genderang perunggu)
Kapak perunggu
Patung perunggu
Ragam hias Prasejarah/Tradisi pada karya perunggu
pada kronologi waktunya, bukan banyak temuannya. Pembagian Zaman Klasik yang
didasarkan pada kronologi peninggalan tersebut untuk memperluas cakupan kajian,
jadi tidak melulu bicara tentang tinggalan di Jawa bagian tengah atau timur belaka
(Munandar 1995: 108).
a. Perkembangan Zaman Seni Rupa Klasik Indonesia
Masa Sejarah (Paskasejarah, lawan dari Prasejarah) di Indonesia dimulai
setelah ditemukannya bukti prasasti-prasasti awal (bertarikh sekitar abad ke-4 M)
ditemukan di wilayah Kutai, Kalimantan Timur yang menyebut nama raja
Mulawarman dan Jawa bagian barat yang menyebutkan Kerajaan Tarumanagara
dengan rajanya Purnnawarmman. Prasasti-prasasti itu menggunakan aksara
Pallava dengan bahasa Sansekerta (Suleiman, 1974: 14—15); sedangkan nafas
keagamaan yang terkandung dalam prasasti-prasasti tersebut bercorak Veda
kuno, masih belum memuja Trimurti. Dalam masa sejarah itulah pengaruh
kebudayaan India mulai datang dan berkembang secara eksklusif di beberapa
bagian Nusantara.
Namun kedepannya pengaruh kebudayaan India awal yang menyebarkan
ajaran Veda-Brahmana tersebut tampak kurang diminati lagi oleh masyarakat
nusantara. Runtuhnya kerajaan Tarumanagara di Jawa Barat juga ikut
mempengaruhi hal ini. Tidak ada lagi yang meneruskan ritual Veda Kuno yang
didominasi oleh kaum Brahmana. Justru muncul kerajaan baru yang bernafaskan
Hindu Trimurti di wilayah Jawa Tengah pada abad ke-8 M. Kerajaan itu adalah
Mataram Kuno yang membangun Prasasti Canggal pada tahun 732 M. Dalam
prasasti itu dinyatakan nama raja yang menitahkan pembangunan prasasti, yaitu
Sanjaya. Nafas keagamaan yang cukup kentara dalam prasasti itu adalah Hindu -
saiva, karena bait-baitnya banyak memuliakan Siva Mahadeva (Poerbatjaraka
1952: 53—55).
Bersamaan dengan masuknya pengaruh Hindu-saiva, datang pula pengaruh
agama Buddha dari aliran Mahasanghika (Mahayana) ke tengah-tengah
masyarakat Jawa Kuno. Akhirnya di Jawa bagian tengah antara abad ke-8—10 M
berkembang 2 agama besar, yaitu Hindu-saiwa (Hindu-saiva) dan Buddha
Mahayana yang berasal dari India. Dalam perkembangannya banyak dihasilkan
berbagai bentuk kesenian, seni yang masih bertahan hingga sekarang adalah
bukti-bukti seni rupa yang berupa arca dan relief serta dan karya arsitektur
bangunan suci.
b. Karya Seni Rupa Zaman Klasik (Hindu-Budha)
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, karya seni rupa zaman klasik Hindu-
Budha didominasi oleh arsitektur religi dan ragam hias dindingnya. Ragam hias
yang paling umum digunakan adalah padma teratai. Padma dapat melambangkan
tahta dewa tertinggi, terbentuknya alam semesta, kelahiran Budha, kebenaran
utama, tempat kekuatan hayati dan suci bagi kaum Yogin dan rasa kasih. Bentuk
hias lain yang dominan adalah:
1) Swastika yang melambangkan daya dan keselarasan jagad raya.
Batu nisan gaya Gujarat ditemukan di Samudera Pasai (Aceh Utara) dan
Gresik. Pahatan yang digunakan berbeda dengan pahatan yang biasa ditemukan
di nusantara sebelumnya. Sama seperti pola hias yang kembali banyak
menggunakan bentuk-bentuk alam. Terkadang kaligrafi Islam juga digunakan.
c) Arsitektur gaya Islam Indonesia
Arsitektur masjid Indonesia berbeda dengan yang ditemukan di negara
Islam lainnya. Masjid lama dibangun dengan mengikuti prinsip dasar bangunan
kayu, dan disertai dengan pembangunan pendapa di bagian depan. Akulturasi
budaya nusantara dan islam tampak jelas disini.
Selain itu juga biasanya masjid di Indonesia memiliki atap tumpang yang
memberikan ventilasi, dan disangga oleh deretan tiang kayu. Masjid-masjid
tersebut terdapat di Cirebon, Banten, Demak, dan Kudus. Bagian dalamnya
dihiasi berbagai pola hias bentuk-bentuk alam seperti bunga, dedaunan, pola
geometris dan kaligrafi.
Gambar 11. seni rupa modern indonesia di depan kelambu terbuka oleh Soedjojono.
Sumber: lukisanku.id
4. Periode Pendudukan Jepang
Kegiatan seni rupa pada masa ini di dominasi oleh kelompok Keimin Bunka
Shidoso. Kelompok ini membawa misi propaganda pembentukan kekaisaran Asia
Timur Raya yang di inisiasi oleh Jepang. Kelompok ini didirikan oleh tentara Dai
Nippon dan dibantu oleh seniman Indonesia seperti Agus Jayasuminta, Otto Jaya,
Subanto, Trubus, Henk Ngantung.
Namun masyarakat kita juga tidak berhenti berjuang sendiri, kelompok asli
Indonesia mendirikan PUTRA (Pusat Tenaga Rakyat), tokoh-tokoh yang mendirikan
kelompok ini adalah tokoh empat serangkai yaitu: Ir. Sukarno, Moh. Hatta, KH.
Dewantara dan KH. Mas Mansyur. Seniman yang khusus menangani bidang seni lukis
adalah S. Sudjojono dan Affandi. Pelukis yang ikut bergabung dalam PUTRA
diantaranya adalah: Hendra Gunawan, Sudarso, Barli, Wahdi, dll.
5. Periode Akademi (1950)
Periode ini memulai pengembangan seni rupa Indonesia melalui pendidikan
formal. Lembaga Pendidikan yang bernama ASRI berdiri tahun 1948 kemudiaan
secara formal tahun 1950 Lembaga tersebut mulai membuat rumusan -rumusan
untuk mencetak seniman-seniman dan calon guru seni rupa di Indonesia. Pada tahun
1959 di Bandung dibuka program Seni Rupa ITB, kemudian dibuka jurusan
pendidikan seni rupa disemua IKIP (Institut keguruan dan ilmu pendidikan)
diseluruh Indonesia.
6. Periode Seni Rupa Baru
Di sekitar tahun 1974 muncul kelompok baru dalam seni lukis yang dipelopori
oleh Jim Supangkat, S. Prinka, Dee Eri Supria, dkk. Kelompok ini menampilkan gaya
baru dalam seni lukis Indonesia yang terpengaruh oleh keilmuan seni modern barat.
Kelompok ini berusaha untuk membebaskan diri dari batasan-batasan seni rupa yang
telah ada. Konsep kelompok ini adalah:
a. Tidak membedakan disiplin seni
b. Menghilangkan sikap seseorang dalam mengkhususkan penciptaan seni
c. Mendambakan kreatifitas baru
d. Membebaskan diri dari batasan-batasan yang sudah mapan
e. Bersifat eksperimental
BAB III
sampai dengan kelas 3. Siswa di tempatkan pada situasi yang dihadapi pembagian
pelajaran kesenian sesuai kesenian setempat. Contoh Jepara ukir, Pekalongan batik dan
laninya. Ini dipertahankan sampai dengan kurun waktu hingga kurikulum KTSP 2006.
Pendidikan seni merupakan saran untuk pengembangan kreativitas anak.
Pelaksanaan pendidikan seni dapat dilakukan melalui kegiatan permainan. Tujuan
pendidikan seni bukan untuk membina anak-anak menjadi seniman, melainkan untuk
mendidik anak menjadi kreatif. Seni merupakan aktivitas permainan. Melalui permainan,
kita dapat mendidik anak dan membina kreativitasnya sedini mungkin. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa seni dapat digunakan sebagai alat pendidikan. Melalui permainan
dalam pendidikan seni anak memiliki keleluasaan untuk mengembangkan kreativitasnya.
Beberapa aspek penting yang perlu mendapat perhatian dalam pendidikan seni
antara lain kesungguhan, kepekaan, daya produksi, kesadaran berkelompok, dan daya
cipta. Pendidikan seni adalah segala usaha untuk meningkatkan kemampuan kreatif
ekspresif anak didik dalam mewujudkan kegiatan artistiknya berdasrkan aturan-aturan
estetika tertentu. selain itu, pendidikan seni di sekolah bertujuan menciptakan cipta rasa
keindahan dan kemampuan mengolah menghargai seni. Jadi melalui seni, kemampuan
cipta, rasa dan karsa anak di olah dan dikembangkan.
proses siswa untuk mendapatkan informasi yang nyata (Briggs dalam Ani dkk, 2011: 193).
Gerlach dan Ely (dalam Ani, dkk, 2009: 85) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran
merupakan deskripsi tentang perubahan perilaku yang diinginkan atau deskripsi produk
yang menunjukkan bahwa belajar telah terjadi.
Tujuan pembelajaran tidak dapat diukur secara langsung, karena hal ini berkaitan
dengan hasil belajar yang ingin dicapai siswa. Maka dari itu perumusan tujuan
pembelajaran sangat penting untuk memberikan arahan kegiatan sehingga dapat diketahui
tingkat keberhasilan belajar siswa dari kemajuan belajar siswa selama proses
pembelajaran berlangsung.
Senada dengan pernyataan tersebut Djamarah (2010: 18) menyatakan,
pembelajaran sebagai alat untuk mencapai tujuan, memiliki komponen-komponen yang
saling berkaitan. Komponen inti dari pembelajaran yakni guru dan siswa, keduanya
memiliki tugas dan tanggung jawab berlandaskan interaksi normatif untuk bersama
mencapai tujuan. Selain itu, tujuan, metode pembelajaran, sumber dan media
pembelajaran, bentuk serta alat evalusasi pembelajaran menjadi komponen yang turut
mendukung sistem pembelajaran. Keseluruhan komponen tersebut memiliki tugas dan
tanggung jawab yang saling berkaitan dalam sebuah sistem pembelajaran di sekolah.
Sistem pembelajaran bisa saja berbeda antara satu sekolah dengan yang lainnya, hal ini
disebabkan oleh tujuan, kondisi lingkungan, serta sarana pendukung yang beragam di
setiap sekolah.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 950) sistem merupakan, seperangkat
unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas. Demikian
pula Campell (dalam Munib, 2009:40) menyatakan, sistem merupakan himpunan
komponen atau merupakan bagian yang saling berkaitan untuk mencapai tujuan tertentu.
Lebih lanjut, Johnson dan Rozenweig menyatakan, bahwa sistem merupakan suatu
kebulatan yang kompleks dan terorganisir, terdiri atas perpaduan bagian-bagian yang
membentuk kesatuan yang utuh.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
merupakan suatu proses yang memudahkan siswa untuk mendapatkan informasi dan
mempengaruhi perubahan perilaku siswa sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat
tercapai.
Pembelajaran dalam konteks penyelenggaraan pendidikan pada hakikatnya berisi
interaksi antara murid dengan guru dan lingkungannya. Pembelajaran adalah seperangkat
peristiwa (events) yang mempengaruhi peserta didik sedemikian rupa sehingga peserta
didik itu memperoleh kemudahan (Briggs dalam Rifai 2009: 191). Pendapat lain
menyatakan bahwa pembelajaran merupakan serangkaian peristiwa eksternal peserta
didik yang dirancang untuk mendukung proses internal belajar (Gagne dalam Rifai 2009:
192). Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat diketahui adanya suatu rancangan
peristiwa yang sengaja dibuat kemudian dilaksanakan agar siswa memperoleh kemudahan
dalam belajar.
Definisi pembelajaran menurut Dimyati dan Mudjiono (dalam Sobandi 2008: 152)
adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa
belajar secara aktif, yang menekankan pada ketersediaan sumber belajar. Pembelajaran
pada hakikatnya berintikan interaksi antara murid dengan guru dan lingkungannya
(Ismiyanto 2009). Sementara itu Syafii (2006: 45) menyatakan bahwa pembelajaran
sebagai suatu sistem, terdiri atas bagian yang lebih kecil atau komponen sistem. Sejumlah
komponen tersebut yakni siswa, guru, lingkungan, tujuan, materi, strategi, dan evaluasi. Hal
ini ditegaskan oleh Knirk dan Gustafson (dalam Sobandi 2008: 152) bahwa pembelajaran
merupakan suatu proses yang sistematis melalui tahapan rancangan, pelaksanaan dan
evaluasi.
Pendapat serupa seperti yang dikemukakan oleh Sugandi (2005: 28) bahwa
pembelajaran bila ditinjau sebagai suatu sistem maka di dalam pembelajaran terdapat
berbagai komponen yang saling berkaitan. Komponen-komponen tersebut adalah: tujuan,
subjek belajar, materi pelajaran, strategi, media, evaluasi, dan penunjang. Berdasarkan
beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan
serangkaian kegiatan yang telah disusun yang terdiri dari rancangan kegiatan, pelaksanaan
kegiatan, dan evaluasi kegiatan yang di dalamnya terjadi interaksi antara guru dengan
murid untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan yang telah dirancang guna
memudahkan siswa dalam proses belajar. Demikian juga dalam dunia pendidikan seni
rupa. Menurut Linderman dan Linderman dalam Syafii (2006: 12) bahwa pendidikan seni
rupa sebagai pendidikan estetis dapat dilakukan dengan jalan memberikan pengalaman
perseptual, kultural, dan artistik. Dalam belajar artistik terdapat tiga aspek utama yakni
kemampuan produktif, kritis, dan kultural (Eisner dalam Syafii 2006:12). Bila ditinjau dari
pendapat di atas maka secara ideal lingkup pendidikan seni rupa di sekolah meliputi aspek
pemahaman, apresiasi seni, dan pengalaman kreatif.
Pengalaman yang berkaitan dengan aspek pemahaman atau pengetahuan ini
misalnya tentang karakteristik suatu karya seni yang berbeda-beda. Pengetahuan ini dapat
diperoleh melalui deskripsi konseptual dan melalui sejarah seni rupa. Lingkup pengalaman
apresiasi seni berkaitan dengan tanggapan siswa atas karya siswa yang lain atau terhadap
karya seniman. Kegiatan ini tidak hanya melalui pembelajaran pameran, tetapi juga bisa
melalui media lain seperti televisi, video, dan lain-lain. Pengalaman kreatif berkaitan
dengan pembelajaran pembuatan suatu karya seni rupa secara langsung. Siswa diharapkan
mampu menemukan ide-ide baru selama proses pengalaman kreatif.
Ismiyanto (2009) menyatakan bahwa dalam konteks pembelajaran seni rupa,
hendaknya benar-benar diperhatikan perbedaan setiap individu karena setiap individu
berbeda-beda dalam mengekspresikan feeling dan emotions. Dalam pembelajaran seni rupa
harus diperhatikan tahap perkembangan anak. Setiap anak memiliki karakteristik yang
berbeda-beda. Karakteristik anak merupakan salah satu komponen dalam pembelajaran
seni rupa. Komponen-komponen tersebut seperti yang dijelaskan dalam Syafii (2006)
untuk memenuhi kebutuhan personal para siswa. Kebutuhan yang menyangkut sosial-
budaya misalnya adanya kenyataan bahwa kesenian terkait erat dengan kebutuhan-
kebutuhan religi, ekonomi, politik, edukasi, dan rekreasi. Kebutuhan personal yang bersifat
psikologis, terkait erat akan kebutuhan ekspresi pribadi dan aktualisasi diri seorang anak
didik.
Dalam rangka pembentukan manusia ideal, pendidikan seni di sekolah
dimaksudkan agar siswa menjadi terampil, kreatif, sadar budaya dan peka rasa. Peran
dalam pembentukan siswa agar sadar budaya dan peka rasa menjadi bagian yang penting
dari pendidikan seni di sekolah umum.
Untuk menjadi terampil dan kreatif, tentu diperlukan waktu yang cukup untuk
berlatih dalam berolah seni serta proses pembelajaran yang memungkinkan
pengembangan daya cipta secara optimal. Sementara pengembangan kesadaran budaya
dan kepekaan rasa di samping melalui terpenuhinya semua tahapan dalam proses
penciptaan karya seni, teristimewa adalah melalui program-program pembelajaran
apresiasi seni yang memadai. Kenyataan di lapangan, pendidikan seni di banyak sekolah
sering tidak mendapat perhatian, dan kalaulah diberikan, ia menjadi sekadar mata
pelajaran pelengkap.
Sementara itu Rohidi (dalam Sunaryo 2010: 2) mengingatkan, bahwa dilihat dari
signifikansinya dalam kehidupan manusia sebagai makluk individu, sosial dan budaya, seni
dapat dilihat fungsinya baik sebagai sarana untuk ekspresi pribadi, komunikasi dengan
sesama, maupun sebagai pengejawantahan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh
masyarakat. Dalam tataran individu, seni dikaitkan dengan ekspresi pribadi, kreativitas,
dan sublimasi. Pada tataran soial seni dikaitkan dengan sarana pengintegrasi, identitas,
komunikasi, simbol, kerjasama, dan orientasi masyarakat. Dalam tataran budaya seni
dikaitkan dengan nilai-nilai estetis yang dihayati, dilestarikan, dan dikembangkan.
Pendidikan seni rupa sebagai sarana member kesempatan berekspresi kepada
setiap individu untuk mengembangkan segenap potensi jiwanya ke arah dewasa, dewasa
secara rohani berarti berkembang sikap sosialnya, tenggang rasanya, tanggung jawabnya
kepada masyarakat dimana dia tinggal dan dewasa secara fisik berarti telah berkembang
aspek-aspek ketrampilan, yang tentu akan berguna dalam kehidupan kelak. Untuk
mencapai tujuan pengembangan secara optimal sangat diperlukan strategi pembelajaran
yang tepat guna (Utomo, 2009: 5).
Pembelajaran seni rupa mengatakan suatu usaha yang membuat siswa berkarya
seni rupa, melalui proses berekspresi dengan media grafis, bidang, dan warna (Sudarmaji
dalam Utomo, 2009: 6), misalnya menggambar, melukis, mematung, membatik dan
seterusnya. Menurut Ismiyanto (2009: 4), dalam proses pembelajaran seni rupa yang
terpenting adalah mengupayakan terciptanya situasi dan kondisi yang kondusif bagi
kegiatan belajar yang menyangkut ekspresi artistik dan menciptakan lingkungan yang
dapat membantu perkembangan anak untuk menemukan sesuatu melalui eksplorasi dan
eksperimentasi dalam belajar. Dengan kata lain memberikan perhatian dan kesempatan
semulanya tidak bisa menjadi bisa dan dari tidak tahu menjadi tahu. Keadaan tersebut
menunjukan adanya perubahan menuju kondisi tertentu yang lebih baik atau lebih maju.
Selanjutnya menurut Ismiyanto (2009: 1) pembelajaran pada hakikatnya berintikan
interaksi antara murid dengan guru dan lingkungannnya. Dengan demikian pembelajaran
mengandung dua jenis kegiatan yang tidak terpisahkan, yaitu mengajar dan belajar. Oleh
karena itu interaksi antara murid dengan guru dan lingkungannya disebut pula proses
belajar mengajar. Lebih lanjut dalam tulisannya tersebut, Ismiyanto menyatakan bahwa
dalam proses pembelajaran seni rupa yang terpenting adalah mengupayakan terciptanya
situasi dan kondisi yang kondusif bagi kegiaran belajar yang menyangkut ekspresi artistik
dan menciptakan lingkungan yang menyangkut ekspresi dan menciptakan lingkungan yang
dapat membantu perkembangan anak untuk ‘menemukan’ sesuatu melalui eksplorasi dan
eksperimentasi dalam belajar. Dengan kata lain memberikan perhatian dan kesempatan
kepada para murid untuk berekspresi, menyalurkan otoaktivitas, berimajinasi, berfantasi
yang kesemuanya sangat bermakna bagi pemeliharaan dan pengembangan kreativitas dan
produktivitas murid, sehingga tercipta kegiatan belajar kreatif.
Proses pembelajaran perlu adanya berbagai komponen pendukung. Adapun
komponen-komponen tersebut menurut Sanjaya (2007: 58) adalah (1) tujuan
pembelajaran, yaitu kemampuan yang harus dimiliki oleh anak didik setelah mempelajari
bahasan tertentu, dalam bidang studi tertentu, dan dalam satu kali pertemuan; (2) isi atau
materi, yaitu inti dari proses pembelajaran dengan mengacu pada sumber-sumber tertentu
atau dalam buku teks; (3) Metode, yaitu cara yang digunakan untuk mengimplementasikan
rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata, agar tujuan yang disusun tercapai
secara optimal; (4) Media Pembelajaran, yaitu alat dapat membantu guru dalam proses
penyampaian pesan dalam suatu kegiatan pembelajaran; dan (5) Evaluasi, yaitu suatu
proses yang sistematis untuk mengukur dan menentukan hasil pencapaian siswa dalam
pembelajaran.
Sementara itu disebutkan dalam Ismiyanto (2009: 19-28) komponen pembelajaran
meliputi beberapa unsur sebagai berikut.
1) Tujuan Pembelajaran. Tujuan pembelajaran disebut sasaran belajar. Merupakan
komponen utama dan paling awal harus dirumuskan oleh guru dalam
merancang pembelajaran. Tujuan pembelajaran merupakan rumusan perilaku
yang harus ditetapkan sebelumnya agar tampak pada diri siswa sebagai akibat
dari perbuatan belajar yang telah dilakukan.
2) Guru. Guru adalah orang professional yang melakukan penyelenggaraan
mengajar dalam suatu pembelajaran di sekolah, guru menempati posisi kunci
dan strategis dalam menciptakan suasana belajar yang kondusif dan
menyenangkan untuk mengarahkan siswa agar dapat mencapai tujuan secara
optimal.
3) Siswa. Siswa adalah semua individu yang menjadi peserta dalam suatu lingkup
pembelajaran.
4) Bahan Ajar. Bahan ajar adalah sesuatu yang harus diolah dan disajikan oleh guru
yang selanjutnya dipahami oleh murid dalam rangka pencapaian tujuan
pembelajaran yang diharapkan.
5) Pendekatan, Strategi, dan Metode. Pendekatan, strategi, dan metode
pembelajaran adalah rencana dan cara yang dilakukan oleh guru untuk
membantu mewujudkan interaksi komunikatif dalam kegiatan belajar-
mengajar. Pemahaman guru terhadap pendekatan pembelajaran akan dapat
membantu menetapkan pilihan strategi pembelajaran, selanjutnya strategi
pembelajaran akan dapat memberikan gambaran tentang bagaimana bentuk
interaksi belajar-mengajar yang diharapkan oleh guru dan dapat digunakan oleh
guru dalam memilih dan menetapkan metode pembelajaran atau merancang
kegiatan belajar-mengajar.
6) Sumber dan Media Pembelajaran. Sumber dan media pembelajaran adalah
pendukung kegiatan belajarmengajar, sumber belajar dapat digunakan oleh
guru untuk membantu mengembangkan bahan ajar dan bagi murid sebagai
media belajar yang diharapkan dapat meningkatkan pengalaman belajar murid
kearah yang lebih konkret dan bermakna bagi murid.
7) Evaluasi Hasil Pembelajaran. Evaluasi merupakan suatu usaha yang dilakukan
sebelum atau setelah berlangsungnya suatu kegiatan untuk mengetahui
kekurangan dan kelebihan kegiatan tersebut. Evaluasi sebaiknya dilakukan dua
kali, yang pertama pretest (sebelum pelaksanaan pembelajaran) dengan tujuan
mengetahui kemampuan awal murid berkenaan dengan pembelajaran, dan yang
kedua dilakukan post test (sesudah pelaksanaan pembelajaran) dengan tujuan
mengetahui gambaran kemampuan murid setelah mengikuti pembelajaran.
Dengan cara membandingkan hasil tes awal dengan akhir, maka guru akan
mengetahui efektivitas pembelajaran yang telah dilakukan untuk kemudian
dijadikan bahan pertimbangan perlu diadakan remedial (perbaikan) bagi para
murid atau program pembelajaran.
Menurut Syafii (2010: 20) dalam evaluasi pembelajaran terdapat instrumen, salah
satu instrumen yang paling penting dalam evaluasi pembelajaran seni rupa adalah tes. Ada
beragam jenis instrumen yaitu instrumen tes objektif, esai, penilaian kinerja, produk,
proyek, sikap, penilaian diri dan portofolio Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran seni
rupa adalah proses memperoleh ilmu melalui pendidikan formal, informal, maupun
nonformal yang berkaitan dengan kesenirupaan, dengan tujuan memperoleh suatu kondisi
(pengetahuan) yang lebih baik atau lebih maju. Ada pun ilmu yang diperoleh dari
pembelajaran seni rupa meliputi bidang konsepsi, kreasi dan apresiasi seni sebagai upaya
untuk mengembangkan kepribadian seseorang dalam rangka mempersiapkan menjadi
warga masyarakat yang mandiri dan bertanggung jawab.
Pembelajaran seni rupa adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru secara
terprogram, sistematis sesuai dengan komponen pembelajaran, serta menerapkan strategi-
strategi yang matang kepada siswanya demi tujuan yang diharapkan yaitu adanya
perubahan tingkah laku dan membantu perkembangan anak.
4. Tujuan Pembelajaran Seni Rupa
Hal pertama yang dilakukan jika bermaksud melaksanakan suatu kegiatan adalah
menentukan tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan kegiatan tersebut. Tujuan
pendidikan nasional menurut Suwarno (2006:32) adalah untuk mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokrasi serta bertanggung jawab.
Menurut (Ismiyanto, 2010: 34) tujuan-tujuan pendidikan seni sebagai berikut: (1)
mengembangkan kreativitas dan sensitivitas peserta didik, (2) meningkatkan kapasitas
dan kualitas pengetahuan kesenian peserta didik, dan (3) meningkatkan ketrampilan
peserta didik. Sejalan dengan konsep pendidikan seni yang dinyatakan oleh Depdiknas
(Sobandi, 2008: 6) bahwa pendidikan seni di sekolah umum pada dasarnya diarahkan
untuk menumbuhkan sensitivitas dan kreativitas, sehingga terbentuk sikap apresiatif,
kritis, dan kreatif pada diri siswa secara menyeluruh. Berdasarkan teori-teori di atas dapat
disimpukan bahwa tujuan pendidikan seni rupa secara umum adalah untuk
mengembangkan rasa dan kepekaan seni. Melalui kegiatan apresiasi dan kreasi anak-anak
dilatih untuk melatih sensitivitas, perasaan, kepekaan, sikap kritis yang selanjutnya
diharapkan dapat menumbuh kembangkan kreativitas.
Tujuan menentukan kemana kedudukan dan peranan kesenian sebagai media untuk
mengembangkan segi rasa keindahan dalam arti pengetahuan, keterampilan dan apresiasi
seni, juga sebagai alat pengembangan kesenian nasional dan rasa bangga terhadap karya
seni sebagai salah satu hasil budi daya (Jasin,1987: 262). Sebagai bagian dari pendidikan
secara umum, pembelajaran seni rupa memiliki tugas dan tanggung jawab sejajar dengan
pelajaran lain. Tujuan tersebut yakni, mencerdaskan kehidupan bangsa secara
keseluruhan. Tyler (dalam Miler dan Seller, 1985 dalam Syafii, 2006: 29) tujuan merupakan
komponen utama dan pertama dalam pembelajaran. Tujuan pembelajaran merupakan ke
arah mana siswa akan dibawa. Arah belajar siswa merupakan sasaran belajar, oleh karena
itu tujuan pembelajaran lazim disebut juga sasaran pembelajaran.
Sebagai bagian dari pendidikan secara umum atau bagian dari sistem pendidikan
nasional, maka pembelajaran seni rupa memiliki tugas dan tanggung jawab sejajar dengan
mata pelajaran lain. Terkait dengan itu sebelum berpikir ke arah mana tujuan
pembelajaran seni rupa yang akan dilakukan, guru perlu mencermati tujuan pendidikan
nasional dirumuskan. Rumusan tujuan pendidikan nasional ini dapat dibaca dalam undang-
undang sistem pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional ini tergolong rumusan
pendidikan yang masih umum, dalam arti luas cakupannya. Tujuan yang lebih rendah dari
tujuan pendidikan nasional adalah tujuan institusional, artinya tujuan pendidikan pada
tingkat kelembagaan, misalnya tujuan pendidikan TK, SD, SMP, atau SMA.
Tujuan-tujuan pendidikan ini pun perlu dipahami guru dan dapat dibaca dalam
peraturan-peraturan pemerintah yang mengikuti undang-undang pendidikan terkait
(Syafii, 2006: 29). Tujuan merupakan komponen utama dan pertama dalam pembelajaran.
Sekolah sebagai institusi pendidikan formal, tentu memiliki tujuan pembelajaran untuk
meningkatkan mutu atau kualitas pendidikan guna mencerdaskan peserta didiknya. Tidak
hanya institusi pendidikan formal, institusi pendidikan non formal seperti lembaga
bimbingan belajarpun memiliki tujuan pembelajaran yang serupa, yaitu mengarah pada
usaha meningkatkan mutu atau kualitas pendidikan. Seni rupa sebagai bagian dari
pendidikan secara umum atau bagian dari sistem pendidikan nasional memiliki tugas dan
tanggung jawab yang sejajar dengan mata pelajaran lain.
Menurut Garha dan Idris (1978: 7) tujuan yang hendak dicapai oleh pendidikan
kesenian ialah kepuasan anak-anak mengungkapkan perasaannya ke dalam bentuk karya
seni, sedangkan menurut Wickiser dan Soeharjo (dalam Sobandi, 2008:74) tujuan
pendidikan seni pada jenjang sekolah umum adalah untuk (1) menumbuhkan dan
mengembangkan kepribadian peserta didik, (2) mengasah rasa estetik anak didik, dan (3)
mengkayakan kehidupan peserta didik secara kreatif.
Tujuan pendidikan melalui seni yang penting adalah mengekspresikan perasaan dan
membangun komunikasi, serta mengembangkan dorongan spontanitas dan kekuatan
kreatif siswa (Salam, 2001: 22). Secara khusus, tujuan pendidikan seni rupa di sekolah
adalah dalam rangka penanaman nilai estetis yang terwujud dalam program pembelajaran
melalui pengalaman kreatif dan apresiatif (Syafii 2006: 13). Pendidikan yang dilakukan
melalui proses pembelajaran, khususnya pada pembelajaran seni rupa, siswa dapat
memahami keindahan suatu bentuk karya seni melalui pengamatan dan kegiatan atau
proses berkarya. Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran seni rupa bertujuan untuk
mengekspresikan perasaan dan membangun komunikasi peserta didik, mengembangkan
potensi peserta didik, serta mengasah rasa estetik dan kreativitas peserta didik melalui
pengalaman kreatif dan apresiatif atau pengalaman perseptual, kultural, artistik, dan
apresiatif.
berapresiasi, dan berkreasi, serta berekreasi. Dengan kata lain pendidikan seni rupa
dianggap sebagai wahana pendidikan ekspresivitas, sensitivitas, dan kreativitas.
Secara umum fungsi seni dapat dibagi menjadi fungsi individual dan fungsi sosial.
Menurut Rasjoyo (1996: 12) fungsi individual meliputi fungsi pemenuhan kebutuhan fisik
dan pemenuhan kebutuhan emosional. Fungsi sosial terpilah ke dalam empat bidang, yakni
bidang rekreasi, komunikasi, pendidikan, dan keagamaan. Fungsi individual untuk
pemenuhan kebutuhan fisik meliputi seni bangunan (rumah), seni furniture, pakaian
(tekstil), dan seni kerajinan.
Selanjutnya, fungsi individual untuk pemenuhan kebutuhan emosional dapat
dijelaskan bahwa melalui seni, seseorang dapat menuangkan emosinya. Emosi tidak hanya
amarah saja, namun kesedihan, kegembiraan, haru, iba, cinta, dan benci adalah termasuk
bagian dari emosi seseorang. Pemenuhan kebutuhan emosi, yaitu lebih menekankan pada
kepuasan batin ketika menciptakan sebuah karya seni. Rasa marah, sedih, gembira, haru,
iba, cinta, dan benci dapat dituangkan dalam suatu karya. Setiap orang membutuhkan
kesenian, hanya saja kadarnya berbeda. Hal ini didasari pada tingkat dan kedalaman
estetik seseorang. Seseorang yang pengalaman estetiknya lebih banyak memerlukan
pemuasan yang lebih banyak pula.
Pada bagian fungsi sosial yang pertama, yaitu bidang rekreasi. Fungsi seni sebagai
benda rekreasi adalah seni yang mampu menciptakan suatu kondisi tertentu yang bersifat
penyegaran dan pembaharuan dari kondisi yang telah ada. Fungsi sosial seni yang kedua,
yaitu bidang komunikasi, memiliki tujuan agar seniman dapat berkomunikasi dengan
pengamat karya. Karya seni rupa yang dapat digunakan sebagai sarana komunikasi,
misalnya poster dan spanduk. Selanjutnya, fungsi sosial seni ketiga, yakni bidang
pendidikan, misalnya pada gambar ilustrasi terjadinya proses rotasi bumi dan patung
peraga organ tubuh manusia; sedangkan fungsi sosial seni keempat, yakni bidang
keagamaan, artinya penciptaan karya seni untuk kepentingan keagamaan (religi), misalnya
kaligrafi Arab dan seni arsitektur masjid, gereja, candi, dan makam. Secara lebih luas, Syafii
(2006: 9-12) menyatakan bahwa fungsi pendidikan seni rupa dapat dilihat dari dua sisi,
yakni dari kebutuhan anak dan kebutuhan institusi. Fungsi pendidikan seni rupa bagi
kebutuhan anak, yaitu seni rupa sebagai pemenuhan kebutuhan berekspresi, berapresiasi,
dan berekreasi.
Fungsi pendidikan seni rupa bagi institusi pendidikan, yaitu sebagai pelestari dan
pengembang budaya visual estetik, juga sebagai pendidikan keterampilan. Seni rupa
memiliki kedudukan sebagai sarana untuk menyampaikan pengetahuan, keterampilan, dan
nilai-nilai luhur dari suatu generasi kepada generasi berikutnya. Dapat dikatakan bahwa
pewarisan budaya yang menjadi identitas bangsa dapat berjalan dengan
berkesinambungan. Selain fungsi penyampaian pengetahuan, keterampilan dan nilai,
pendidikan seni rupa juga berfungsi memupuk pengertian dan kesadaran mencintai
lingkungan hidupnya, termasuk menggugah kesadaran hidup berkelompok. Melalui
pembelajaran seni rupa di sekolah siswa dapat mempelajari budaya di Indonesia, jika tidak
ditempuh melalui jalur pendidikan dapat dimungkinkan pada generasi yang akan datang
tidak mengenal budayanya sendiri.
Dapat disimpulkan bahwa fungsi pembelajaran seni rupa dapat dikelompokkan menurut
(1) kebutuhan siswa, yang meliputi seni rupa sebagai pemenuhan kebutuhan atau media
bermain, berekspresi, komunikasi, pengembangan bakat, pendidikan, berapresiasi, dan
berekreasi; dan (2) kebutuhan institusi, yaitu sebagai pelestari dan pengembang budaya
visual estetik, juga sebagai pendidikan keterampilan, serta sebagai media/alat atau sarana
pendidikan.
Sejak awal munculnya kurikulum umum para pendidikan seni rupa berjuang agar
seni dipertimbangkan secara serius. Sejak lama seni telah diasumsikan memiliki peranan
penting untuk menghasilkan warga masyarakat yang baik, tambahan bagi mata pelajaran
akademik, program khusus bagi anak-anak berbakat, atau kegiatan ekstrakurikuler.
Berikut ini adalah fungsi seni di sekolah:
1. Sebagai Media Ekspresi
Kegiatan ekspresi telah dimulai anak sejak lahir. Mula-mula mengekspresikan
keinginan-keinginan nalurinya untuk diketahui ibunya dengan tangisan atau isyarat –
isyarat lainnya. Ekspresi yang ditunjukan oleh anak merupakan ekspresi keinginan
untuk mencapai suatu tujuan tertentu misalnya memuaskan rasa lapar, dapat pula
mengekspresikan sesuatu yang tak mengarah pada satu objek melainkan hanya
menyatakan perasaan seperti gembira, cemas, marah dan sebagainya. Kedua macam
ekspresi tersebut saling berhubungan, pemuasan rasa lapar misalnya mengakibatkan
rasa gembira yang dinyatakan dengan senyuman dan rasa lapar yang tak terpuaskan
akan terekspresikan dengan sedih atau menangis.
2. Sebagai Media Komunikasi
Mengapa anak berhasrat melahirkan sesuatu yang ada pada perasaannya?
Mengapa ia tidak puas dengan menyatakan dalam hati saja? Mengapa ia ingin
berkomunikasi? Komunikasi mengandung arti keinginan untuk menyampaikan
sesuatu pada orang lain. Keinginan berkomunikasi dapat melalui berbagai media
seperti suara, tulis, gerak, dan gambar. Melalui suara komunikasi dapat diwujudkan
dalam bentuk nyanyian atau musik. Contoh: dalam seni suara, banyak lagu yang
berisikan pesan yang ingin disampaikan pada pihak lain. Karya sastra atau puisi
merupakan media komunikasi yang ingin disampaikan penciptanya pada orang lain
melalui tulisan. Drama atau bermain peran merupakan media komunikasi yang
diwujudkan dalam gerak dan ucapan. Gambar merupakan media komunikasi yang
dibentuk dengan bahasa rupa yang cenderung paling banyak dilakukan oleh anak.
3. Sebagai Media Bermain
Ekspresi bebas meliputi banyak kegiatan fisik dan proses mental. Bermain
merupakan ekspresi bebas yang paling jelas yang ada pada anak-ana, merupakan
sesuatau yang dihasilkan oleh anak-anak yang paling murni. Permainan adalah
ekspresi tentang hubungan si anak dengan seluruh kehidupan. Sifatnya spontan dan
- Dengan teknik kontur. Teknik ini lebih cocok bagi siswa, mahasiswa atau ahli
gambar teknik yang sudah memiliki kemampuan motorik. Secara teknik,
penggambar dituntut untuk menangkap benda secara global dan
menyederhanakannya dalam bentuk gambar-gambar dasar (geometris) yang
dibuat dengan goresan garis. Kemudian gambar tersebut dikembangkan untuk
disempurnakan menjadi bentuk benda yang kompleks (detail).
6. Metode kerja kelompok
Ada dua macam metode kerja kelompok, yaitu :
- Metode Group Work (kerja kelompok jenis paduan)
Dalam kegiatan ini para siswa bekerja sama untuk menyelesaikan sketsa sebuah
gambar yang sebelumnya telah dirancang oleh seorang temanya yang bertindak
sebagai ketua kelompok sekaligus sebagai desainer.
- Metode Collective painting (kerja kelompok jenis kumpulan)
Perbedaan antara metode kerja kelompok jenis paduan dengan metode ini
adalah jumlah anggota harus genap dan pembagian tugas – yugas kelompoknya.
Model pembelajaran seni rupa di SD, antara lain:
1. Model Terkait, yaitu model pembelajaran terpadu yang paling sederhana karena
menekankan pada hubungan secara eksplisit tentang konsep atau prinsip,atau
pokok bahasan atau ketrampilan atau tugas,atau sikap dalam suatu bidang
studi.Pada pembelajaran SR-KT terpadu keterkaitan dalam substansial material
seni.
2. Model Terjala. Merupakan pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan
tematik. Model ini menekankan hubungan antara dua atau lebih mata pelajaran
melalui tema.
3. Model Terpadu. merupakan pembelahjaran terpadu yang menggunakan tema yang
diangkat dari adanya tumpang tindih tentang konsep ketrampilan dan sikap dalam
kurikulum yang berlaku dari berbagai mata pelajaran atau mata kajian.
BAB IV
RUANG LINGKUP SENI RUPA
Seni sebagai bagian dari kebudayaan manusia telah ada sejak peradaban manusia
hadir di bumi ini. Semua bentuk kegiatan manusia berada dalam lingkup budayanya.
Berkesenian merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan manusia. Pada awalnya seni
berkaitan erat dengan kegiatan ritual manusia purba, namun kemudian berkembang
menjadi cabang budaya yang disebut dengan kesenian. Kesenian memiliki media yang
beragam mulai dari media audio/suara hingga visual. Berdasarkan variasi medianya
tersebut seni kemudian dibeda-bedakan jenisnya. Saat ini seni dapat dibedakan ke dalam
tiga kelompok yaitu seni pertunjukan, seni rupa, dan seni seni sastra.
Seni Rupa adalah cabang seni yang membentuk karya seni dengan media yang bisa
ditangkap mata dan dirasakan dengan rabaan, kesan ini disiptakan dengan mengolah
konsep, titik garis, bidang, bentuk, volume, warna, tekstur, dan pencahayaan dengan acuan
estetika. Secara garis besar seni rupa memiliki 3 (tiga) cabang yakni seni lukis, seni patung,
dan seni kriya yang berada kelompok seni murni; sedangkan seni terapan meliputi semua
desain. Gambar termasuk seni lukis. Cabang seni ini merupakan seni dua dimensi atau
sering disebut dwimatra. Sedangkan seni patung yang memiliki dimensi ketiga yakni
kedalaman atau ketebalan atau ketinggian disebut dengan trimatra.
Bagan Cabang-cabang Seni rupa
seperti halnya seni rupa murni yang merupakan seni rupa yang hanya bisa dinikmati
keindahannya saja, berbeda dengan seni rupa terapan yang tidak hanya keindahannya
namun juga fungsi dan manfaatnya. Pengertian seni rupa adalah merupakan sebuah cabang
seni yang dapat menghasilkan sesuatu yang indah dengan kualitas dan ekspresi yang bisa
dilihat oleh indra penglihatan dan indra peraba manusia.
Maka dari itu jenis seni rupa terapan merupakan salah satu jenis dalam seni rupa
yang dimana dalam karya seni ini terkandung dua unsur seketika yaitu estetika dan fungsi
atau praktis. Namun pada penggunaan seni rupa terapan ini lebih mengutamakan fungsi
praktisnya atau kegunaannya ketimbang fungsi estetika karya seni rupa itu sendiri.
Menurut bahasa, seni rupa terapan dalam bahasa inggris lebih dikenal dengan
sebutan applied arts, atau sebagai seni yang dapat diaplikasikan. Menurut pengertiannya
kita dapat melihat bahwa penggunaan seni terapan sangatlah sering digunakan dalam
kehidupan sehari-hari manusia. Karena hal tersebut seni rupa terapan memiliki sifat yang
praktis dan berguna.
1. Sejarah seni rupa terapan
Di Indonesia sendiri sebuah karya seni terapan sudah ada sejak zaman prasejarah
sebelum memasuki abad masehi dan bahkan sudah berkembang sejak dulu. Dari
zaman leluhur dan nenek moyang bangsa Indonesia sendiri, sudah banyak yang
menggunakan kapak yang terbuat dari batu dan tulang untuk berburu. Hal tersebut
juga merupakan salah satu penerapan dalam penggunaan sebuah karya seni
terapan. Memasuki pra zaman atau era sebelum modern perkembangan sebuah
karya seni sangatlah pesat terutama karya seni rupa terapan. Jika pada zaman era
leluhur menggunakan sebuah batu sebagai bahan dasar pembuatan suatu alat.
Berbeda dengan era sekarang, tepatnya menuju masa yang sedikit modern para
pendahulu sudah menggunakan logam sebagai pengganti bahan batu. Caranya
adalah dimana bahan logam dileburkan terlebih dahulu untuk membuat sebuah
perhiasan dan juga peralatan lainnya semisal seperti bejana, neraca, dan alat-alat
rumah tangga lainnya.
2. Jenis-jenis seni rupa terapan
Dalam jenis seni rupa terapan sendiri digolongkan atau dikategorikan berdasarkan
fungsi masing-masing, masanya beserta wujudnya. Berikut sedikit ulasan atau
penjelasan tentang kategori-kategori apa saja yang termasuk dalam jenis seni rupa
ini, yaitu:
a) Seni Rupa Terapan Berdasarkan Fungsi
fungsi praktis atau kegunaan, membantu serta menunjang segala
aktivitas manusia dalam kehidupannya sehari-hari. Beberapa contoh
yang sering kita temui di sekitar kita adalah seperti lemari, meja, kursi,
peralatan rumah tangga dan benda-benda lainnya yang sering kita
gunakan.
Sumber:jurnalakeologipapua.kemdikbud.go.id
Fungsi estetis atau keindahan pada karya seni
Contoh dari karya seni rupa terapan yang bukan dapat dinikmati fungsi
kegunaannya namun juga fungsi estetisnya. Contohnya adalah seperti
kursi kayu dengan ukiran indah, lemari kayu yang diukir, dan masih
banyak lagi benda-benda yang bisa kita temui di sekitar kita.
Sumber:kebudayaan.kemdikbud.go.id
b) Seni rupa terapan berdasarkan bentuknya
Dalam kategorisasian nya, seni rupa terapan ini pun masih dikelompokkan
menjadi dua lagi yaitu seni rupa dua dimensi (2D) dan seni rupa tiga dimensi
(3D). Untuk memudahkan Anda para pembaca memahami, berikut
penjelasannya:
Seni rupa dua dimensi (2D)
Dua dimensi atau yang lebih dikenal dwimatra, merupakan salah satu
hasil dari karya seni rupa yang mempunyai dua unsur saja yaitu panjang
dan lebar. Dalam karya seni terapan ini untuk menikmatinya hanya bisa
dilakukan dari arah tertentu tergantung dari mana karya seni itu
ditujukan untuk menikmatinya baik itu dari samping, dari arah depan,
dari atas yang penting tetap satu arah saja untuk bisa menikmatinya.
Beberapa contoh yang sering kita temui yaitu seni lukis, seni batik, seni
ilustrasi, wayang kulit, sketsa, dan masih banyak contoh lainnya.
Seni rupa tiga dimensi (3D)
Karya seni rupa yang dikategorikan tiga dimensi atau dalam istilah seni
disebut trimatra merupakan salah satu cabang karya seni yang sudah
umum bagi kalangan masyarakat. Seni rupa tiga dimensi memiliki
pengertian suatu karya seni rupa terapan yang mempunyai tiga unsur
yang terkandung yaitu panjang, lebar dan tinggi.
Maka dari itu, berdasarkan tiga unsur yang dimilikinya itu menjadikan
seni rupa tiga dimensi ini mempunyai volume atau isi yang mana dapat
memudahkan karya seni ini dapat dilihat dari arah mana saja atau segala
arah. Banyak contoh karya seni ini yang dapat kita lihat dalam kehidupan
kita sehari-hari, contohnya seperti seni kriya, seni pahat, seni patung, dan
segala bentuk dari karya seni rupa yang dapat dilihat dari segala arah.
c) Jenis seni rupa bedasarkan wujudnya
Di Indonesia sendiri banyak sekali penerapan karya seni terapan kategori
berdasarkan wujud ini baik jika dilihat dari segi seni tradisional maupun seni
modern nya. Paling jelasnya dan banyak kita temui adalah penerapannya pada
karya-karya seni yang dibuat oleh masing-masing khas daerah yang tersebar di
Indonesia. Contohnya seperti rumah adat, senjata tradisional berupa keris,
golok, kujang dan lain-lain, transportasi tradisional perahu dan dokar, serta juga
seni kriya lainnya yang khas dari daerah masing-masing.
Sumber:perpustakaan.id
3. Macam-macam seni rupa terapan
a) Seni Kriya
Seni kriya salah satu contoh seni rupa terapan yang merupakan sebuah karya
seni yang dibuat menggunakan keterampilan atau skill tangan (hand skill). Karya
seni satu ini selain menggunakan kecekatan dan keterampilan tangan juga
membutuhkan kreativitas agar hasil jadi karya ini tetap memperlihatkan unsur
atau aspek fungsional/ kegunaan namun bersamaan juga dengan aspek
keindahan karya seni tersebut.
Beberapa contohnya adalah seperti seni ukir kayu, seni pahat topeng, seni kriya
logam, seni keramik, seni tekstil, seni anyaman bambu, dan beberapa lainnya.
Sumber:bernas.id
b) Seni arsitektur (bangunan)
Seni arsitektur merupakan suatu karya seni rupa dimana para seniman atau
pembuat seni ini membuat suatu rancangan pembangunan ruang atau
bangunan. Berdasarkan hal ini seni arsitektur sendiri sangat dibutuhkan untuk
membangun dan membentuk suatu bangunan tertentu baik dengan ukuran kecil
maupun besar misal rumah dan gedung.
Biasanya seni asitektur banyak dipakai dalam perancangan bangunan besar
seperti gedung-gedung pencakar langit, sebuah monumen, menara-menara
tinggi, jembatan dan lain sebagainya. Dari seni arsitektur tersebut menjadikan
segala sesuatu dalam membangun pun lebih struktural dan akan menghasilkan
bangunan yang cantik dan indah pastinya.
Dalam kehidupan kita sehari-hari mudah sekali kita menemui contoh-contoh
karya seni rupa ini. Beberapa diantara hasil karya seni arsitektur dan masih
bertahan hingga saat ini adalah Menara Eiffel di Paris, Taj Mahal di India, Candi
Borobudur di Indonesia dan masih banyak lagi lainnya yang merupakan karya
seni arsitektur ini.
Sumber:kebudayaan.kemdikbud.go.id
c) Seni ilustrasi
Seni ilustrasi merupakan salah satu jenis karya seni yang berbentuk atau berupa
suatu gambar maupun sebuah foto. Adapun beberapa pendapat yang
menyebutkan bahwa seni ilustrasi merupakan sebuah gambar yag mempunyai
suatu fungsi guna menerangkan sebuah kejadian maupun peristiwa.
Berdasarkan hal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa seni ilustrasi sendiri
adalah sebuah potongan gambar atau foto yang menyimpan suatu makna atau
nilai tertentu di dalamnya.
menggunakan bahan cat atau lain sebagainya. Contoh penerapannya adalah pada
pensablonan baju, pembuatan banner maupun media cetak yang lainnya.
Sumber: roemahmm.wordpress.com
e) Seni dekorasi
Seni dekorasi adalah salah satu bagian dari seni rupa terapan yang merupakan
sebuah tatanan terkait perabotan-perabotan atau alat-alat dan perangkat
pelengkap lainnya untuk membuat dan menjadikan sebuah ruangan atau
bangunan tertentu menjadi lebih elok dan cantik untuk dipandang.
Sederhananya. kita bisa mengartikan seni dekorasi ialah seni dimana cara kita
menghias atau memperindah suatu bangunan, benda, atau objek-objek yang
lainnya sesuai selera dan harapan kita. Fungsinya pun agar kita merasa nyaman,
selain fungsi kegunaan yang kita dapatkan ketika menggunakan maupun
beraktivitas di ruangan tersebut. Untuk contohnya juga banyak sekali seperti
mendekorasi kamar, menghias ruangan, dekorasi tempat pernikahan, dan masih
banyak lagi contohnya.
4. Contoh seni rupa terapan
a. Anyaman
Seni anyaman sendiri sebenarnya merupakan salah satu hasil karya seni kriya.
Seni anyaman biasanya berupa atau berasal dari seni merakit serat alami
tumbuhan namun kini juga biasanya memakai bahan serat sintetis. Bahan serat
dari tumbuhan biasanya seperti, bambu, rotan, serabut kelapa dan akar
pepohonan yang dikeringkan sebelumnya. Sedangkan untuk bahan sintetis
seperti plastik atau kulit buatan. Dari serat tersebutlah kemudian dianyam
hingga membentuk benda-benda yang memiliki fungsi kegunaan dan bernilai
estetika yang tinggi. Contoh dari seni anyaman ini adalah keset,sapu, kursi
anyaman rotan, keranjang, dan lain-lain.
indonesiakaya.com
b. Batik
Batik memang sudah sangat dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat baik lokal
Indonesia maupun manca negara. Batik merupakan hasil karya seni rupa
populer dan ikonik dari Indonesia yang sudah mendapat pengakuan oleh badan
internasional UNESCO sebagai warisan budaya leluhur nusantara.
Batik merupakan salah satu jenis seni grafis tradisional dalam seni terapan yang
mana menggunakan media kain sebagai bahan dasar dan zat pewarna dari alam
guna mempercantik tampilan unsur batik itu sendiri.
Sumber:belajar.kemdikbud.go.id
c. Seni keramik
Keramik sendiri merupakan salah satu karya seni rupa yang memang sudah ada
dan berkembang sejak dulu. Selain untuk dinikmati nilai estetika atau
keindahannya, seni keramik sekarang juga digunakan sebagai perabotan dalam
kehidupan sehari-hari masyarakat.
Untuk pembuatannya, awalnya keramik dibuat dari sebuah tanah liat yang
dibentuk sedemikian rupanya dengan macam-macam bentuk yang indah.
Kemudian setelah melalui proses pembakaran guna mengeraskan unsur tanah
tadi, keramik juga memiliki aspek fungsional tergantung macam bentuk yang
diaplikasikan pada keramik tersebut.
wikiwand.com
Beberapa contoh diantaranya gerabah, porselin, genteng rumah, guci, vas,
celengan, dan sebagainya.
d. Logam
Logam memiliki fungsi kegunaan untuk membantu kegiatan sehari-hari
manusia. Selain itu juga dapat digunakan sebagai hiasan yang mempercantik
ruangan maupun untuk manusia itu sendiri, contohnya bejana, perhiasan,
tempat minum, peralatan rumah tangga, dan lain-lain.
lahiya.com
e. Seni ukir/pahat
Seni ukir atau pahat merupakan kesenian paling kuno yang hingga saat ini masih
dipertahankan. Untuk media ukir atau pahat ini biasa menggunakan batu
maupun kayu. Dengan pemakaian alat khusus pahat disertai kreativitas tinggi
pemahatnya akan menghasilkan karya seni yang bernilai tinggi. Contoh seni
rupa ini berupa patung, relief, lemari dan kursi ukir, dan sebagainya.
triip.me
Sumber:sumberbelajar.belajar.kemdikbud.go.id
2. Patung
Patung merupakan ekspresi dari jiwa manusia. Orang yang membuat patung
biasanya berbentuk visual yang membentuk tiga dimensi. Sama seperti seni
lukisan, yang mana patung juga hanya bisa di manfaatkan dari segi nilai estetikanya
saja.terkadang memang bermanfaat sebagai ciri khas suatu daerah atau suatu
tempat. Akan tetapi, fungsinya tersebut tidak membuat seni ini sebagai
golongannya sebagai contoh karena seni rupa terapan ini memiliki nilai estetikanya
lebih besar di banding nilai praktisnya.
Sumber:ilmuseni.com
3. Relief
Relief adalah gambar atau lukisan yang ditampilkan dalam bentuk tiga dimensi atau
trimata, yang berada di atas bidang dua dimensi atau dwi mata. Relief biasanya
dapat kita temukan di berbagai candi atau bangunan-bangunan lama yang mana
anda bisa melihat pahatan demi pahatan dengan pola tertentu. Sehingga Pahatan-
pahatan ini yang disebut dengan relief. Dalam hal ini Relief adalah contoh seni rupa
murni 2 dimensi. Untuk fungsinya bukan hanya sekedar penghias belaka.
Sumber: Wikipedia.org
4. Kaligrafi
Kaligrafi merupakan jenis seni rupa murni 2 dimensi yang fungsinya hanya untuk
penghias semata. Tentu anda sudah tahu dan sebagai muslim tahu dengan yang
namanya Kaligrafi yang mana merupakan seni peninggalan dari sejarah Islam di
Tanah Air. Tidak sulit menemukan karya seni ini karena anda bisa menjumpainya
di berbagai tempat ibadah umat islam, pada kitab suci, Lukisan bernuansa islam.
Seperti halnya dengan Seni Rupa lainnya untuk kaligrafi hanya bisa di fungsikan
dari nilai estetikanya saja.
Sumber:pinterest.com
5. Seni fotografi
Seni fotografi adalah jenis seni rupa murni yang berkembang karena kemajuan
teknologi kamera. Fotografi banyak disukai oleh banyak kalangan sebagai media
mengekspresikan diri. Objek yang difoto menggunakan karema akan semakin indah
jika dipadukan dengan seni fotografi ini.
Sumber:mobgenic.com
6. Seni grafis
Seni grafis adalah bagian dari seni rupa murni yang sekaligus seni rupa terapan.
Kegunaannya diperuntukkan sebagai sarana ilustrasi maka merupakan seni rupa
terapan. Tetapi apabila digunakan sebagai hiasan maka termasuk seni rupa murni.
Sumber:pengajar.co.id
7. Topeng
Topeng adalah seni rupa murni apabila hanya dipajang di dinding. Selain itu
topeng dipakai sebagai properti tari atau kebutuhan lainnya. Seni rupa jenis ini adalah
mengekspresikan suasana hati manusia dan yang menambah nilai keindahan didalam
rumah.
Sumber:kebudayaan.kemdikbud.go.id
8. Mozaik
Mozaik adalah seni merangkai pecahan atau potongan kecil batu, keramik atau
kaca untuk dijadikan sebuah karya baru yang indah dilihat. Mozaik bisa menjadi
sebuah karya seni rupa murni karena ketika dipajang di dinding akan lebih indah.
Sumber: websitependidikan.com
9. Ukiran
Ukiran adalah seni memahat batu atau kayu untuk dijadikan suatu karya seni
yang di inginkan dengan memperlihatkan keindahan. Kebanyakan karya seni ukir
berbentuk makhluk hidup atau bunga dan kehidupan. Ukiran bisa menjadi hiasan di
dalam rumah atau perkantoran.
Sumber:kebudayaan.kemdikbud.go.id
10. Kerajinan Dari Keramik
Kerajinan keramik adalah kerajinan yang memperlihatkan keindahan dan
bahannya dari keramik. Bisa berbentuk guci, vas bunga, atau bentuk lain. Biasanya
akan di ukir dengan warna-warna yang indah. Yang paling sering dijumpai di
masyarakat adalah guci dan vas bunga.
Sumber:pelajaran.co.id
BAB V
PERKEMBANGAN SENI RUPA SISWA SEKOLAH DASAR
Pada masa peka atau keemasan ini anak harus diberi kesempatan agar
potensi yang dimilikinya berfungsi secara maksimal. Masa peka tiap orang berbeda-
beda. Secara umum, masa peka menggambar ada pada masa lima tahun, sedangkan
masa peka perkembangan ingatan logis pada umur 12 dan 13 tahun (Muharam dan
Sundaryati, 1991: 33).
Selanjutnya, untuk terciptanya kesempatan bagi siswa agar dapat melakukan
ekspresi kreatif, maka guru perlu melakukan kegiatan berupa: 1) memberi
perangsang (stimulasi) kepada siswa, 2) guru dapat mempertajam imajinasi dan
memperkuat emosi siswa dengan menggunakan metode pertanyaan yang
dikembangkan Sokrates.
Kemampuan siswa kelas rendah dalam membuat gambar tampak lebih
spontan dan kreatif dibandingkan dengan siswa kelas tinggi. Hal ini terjadi karena
semakin tinggi usia anak, maka kemampuan rasionya semakin berkembang sehingga
dapat berpikir kritis. Kondisi ini akan mempengaruhi anak dalam hal spontanitas dan
kreatifitas karya. Bila rasionya sudah berfungsi dengan baik, maka dalam membuat
karya seni, misalnya menggambar, mereka selalu mempertimbangkan objek gambar
secara rasional; bentuk yang baik, proporsi yang tepat, penggunaan warna yang cocok
sesuai dengan benda yang dilihatnya.
Sejalan dengan pendapat di atas, sebagai guru pendidikan seni rupa perlu
memahami perkembangan artistik (artistic development) peserta didik. Sehubungan
dengan itu, Dennie Wolf dan Howard Gardner (Hausman, 1980: 56)
mendeskripsikan perkembangan artistik anak sebagai berikut:
PERKEMBANGAN ARTISTIK ANAK USIA SEKOLAH DASAR
(Artistic Development)
CHALLENGE FOR
PHASE AGE MAJOR FEATURE EDUCATION IN THE ART
fasenya. Untuk lebih rinci tentang perkembangan gambar anak tersebut dijelaskan pada
uraian berikut.
Berdasarkan tahapan periodisasi di atas, pada bahan belajar mandiri ini Anda akan
mempelajari pendapat yang dikemukakan antara lain dari Viktor Lowenfeld dan Brittain.
Alasan pemilihan pendapat tokoh ini karena pembagian usia anak lebih lengkap dan
dipandang mewakili, sesuai dengan jenjeng pendidikan di negara kita, yaitu usia 7 – 12
tahun (SD), 13 – 15 tahun (SMP), dan usia 16 –18 tahun (SMA).
Tahap perkembangan menurut Viktor Lowenfeld dan Lambert Brittain (1970)
dalam: Creative and Mental Growth membagi periodisasi perkembangan seni rupa anak
usia sekolah dasar sebagai berikut:
1. Masa Pra Bagan (Pre Schematic Period)
Usia anak pada tahap ini bisanya berada pada jenjang pendidikan TK dan SD
kelas awal. Kecenderungan umum pada tahap ini, objek yang digambarkan anak
biasanya berupa gambar kepala-berkaki. Sebuah lingkaran yang menggambarkan
kepala kemudian pada bagian bawahnya ada dua garis sebagai pengganti kedua kaki.
Ciri-ciri yang menarik lainnya pada tahap ini yaitu telah menggunakan
bentuk-bentuk dasar geometris untuk memberi kesan objek dari dunia sekitarnya.
Koordinasi tangan lebih berkembang. Aspek warna belum ada hubungan tertentu
dengan objek, orang bisa saja berwarna biru, merah, coklat atau warna lain yang
disenanginya.
Gambar Kepala berkaki, ciri umum gambar anak usia 2-4 tahun
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Penempatan dan ukuran objek bersifat subjektif, didasarkan kepada
kepentingannya. Jika objek gambar lebih dikenalinya seperti ayah dan ibu, maka
gambar dibuat lebih besar dari yang lainnya. Ini dinamakan dengan “perspektif
batin”. Penempatan objek dan penguasan ruang belum dikuasai anak pada usia ini.
Gambar Objek yang penting, “Bapak” dan “Ibu” dibuat lebih besar
Sumber: Dokumentasi pribadi
2. Masa Bagan (Schematic Period)
Konsep bentuk mulai tampak lebih jelas. Anak cenderung mengulang bentuk.
Gambar masih tetap berkesan datar dan berputar atau rebah (tampak pada
penggambaran pohon di kiri kanan jalan yang dibuat tegak lurus dengan badan jalan,
bagian kiri rebah ke kiri, bagian kanan rebah ke kanan). Pada perkembangan
selanjutnya kesadaran ruang muncul dengan dibuatnya garis pijak (base line).
Gambar Penempatan objek gambar terletak pada garis dasar gambar (base line)
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Penafsiran ruang bersifat subjektif, tampak pada gambar “tembus pandang”
(contoh: digambarkan orang makan di ruangan, seakan-akan dinding terbuat dari
kaca). Gejala ini disebut dengan idioplastis (gambar terawang, tembus pandang).
Misalnya gambar sebuah rumahyang seolah-olah terbuat dari kaca bening, hingga
seluruh isi di dalam rumah kelihatan dengan jelas.
Pemahaman warna sudah mulai disadari. Warna biru langit berbeda dengan
biru air laut. Penguasan konsep ruang mulai dikenalnya sehingga letak objek tidak
lagi bertumpu pada garis dasar, melainkan pada bidang dasar sehingga mulai
ditemukan garis horizon. Selain dikenalnya warna dan ruang, penguasaan unsur
desain seperti keseimbangan dan irama mulai dikenal pada periode ini.
Ada perbedaan kesenangan umum, misalnya: anak laki-laki lebih senang
kepada menggambarkan kendaraan, anak perempuan kepada boneka atau bunga.
Gambar pemandangan, upaya anak dalam meniru bentuk alam, tampak sudah
mendekati kenyataan (realitas)
4. Masa Naturalisme Semu
Pada masa naturalisme semu, kemampuan berfikir abstrak serta kesadaran
sosialnya makin berkembang. Perhatian kepada seni mulai kritis, bahkan terhadap
karyanya sendiri. Pengamatan kepada objek lebih rinci. Tampak jelas perbedaan
anak-anak bertipe haptic dengan tipe visual. Tipe visual memperlihatkan kesadaran
rasa ruang, rasa jarak dan lingkungan, dengan fokus pada hal-hal yang menarik
perhatiannya.
Penguasaan rasa perbandingan (proporsi) serta gerak tubuh objek lebih
meningkat. Tipe haptic memperlihatkan tanggapan keruangan dan objek secara
subjektif, lebih banyak menggunakan perasaannya. Gambar-gambar gaya kartun
banyak digemari.
BAB VI
PEMBELAJARAN SENI RUPA DALAM KURIKULUM DI INDONESIA
Pendidikan seni rupa ini di Indonesia juga telah ada sejak masa lampau, terbukti
dengan adanya peninggalan purbakala seperti candi-candi, seni bangun, seni lukis, dan seni
hias. Para seniman tentu telah mewariskan keahliannya dari satu generasi ke generasi
berikutnya, yang mungkin juga menggunakan sistem magang atau pencantrikan.
Pendidikan seni rupa di Indonesia ini selanjutnya mendapat pengaruh dari pendidikan seni
rupa yang berasal dari dunia Barat, yang dibawa oleh bangsa Spanyol, Portugis, dan
Belanda.
Pada tahun 1950 di Indonesia muncul sekolah kelas satu (sekolah dasar) yang
lamanya lima tahun, khususnya untuk anak-anak para pamong praja. Di samping pelajaran
membaca, menulis, berhitung, menyanyi, ilmu alam, bahasa Jawa dan Melayu, sekolah ini
memberikan pelajaran menggambar. Pelajaran menggambar ini pada dasarnya didasarkan
pada kurikulum sekolah Belanda, dengan metode pembelajaran mencontoh, bahkan
mencontoh gambargambar dari negeri asalnya, seperti kincir angin, bunga tulip, dan sapi
perahan. Metode ini tentu saja tidak cocok untuk anak-anak Indonesia, dan untuk
mengatasi ketimpangan itu, Steenderen dan Toot menulis buku Gauwen Goed, yang
memberikan latihan keterampilan menggambar. Teknik menggambar ini mirip dengan
metode Ferdinand dan Alexander Dupuis di Perancis, yang dimulai dengan latihan
menggambar bentuk-bentuk dasar seperti garis lurus, miring, lengkung, lingkaran. Tujuan
kegiatan menggambar di sini adalah untuk mendapatkan kesenangan. Selain menggambar,
di Indonesia juga telah diterapkan pelajaran seni kerajinan. Sejak tahun 1887 hingga 1889
F Graffland melakukan percobaan pengajaran kerajinan anyam di sekolah-sekolah di
Ambon dan Menado. Oleh karena itu, sejak itu banyak orang Ambon mengenakan topi
anyaman.
Pada tahun 1904, J.H. Abendanon mendapat tugas menyelidiki kerajinan rakyat, dan
kemudian menyarankan agar sekolah rendah memberikan pelajaran menggambar dan
menganyam. Selanjutnya, R. Adolf mendapat tugas dari pemerintah Hindia Belanda untuk
merencanakan pelajaran kerajinan tangan di sekolah, dan sejak tahun 1926 pelajaran
kerajinan tangan mulai diajarkan di sekolah guru (HIK dan Normaalschool). Beberapa
tahun berikutnya para lulusan sekolah ini telah mengajarkan mata pelajaran tersebut di
sekolahsekolah. R. Adolf membagi pelajaran kerajinan tangan menjadi tiga jenis: (1)
kerajinan tangan pedagogis, yang berfungsi membantu mata pelajaran lain, (2) kerajinan
tangan social, termasuk membersihkan sekolah dan berkebun, (3) kerajinan tangan sebagai
mata pelajaran khusus yang berdiri sendiri. Tokoh bangsa Indonesia yang merintis
pendidikan seni rupa adalah Ki Hajar Dewantara dan Moh. Syafei. Mereka mendirikan
sekolah sendiri, Ki Hajar Dewantoro mendirikan sekolah Taman Siswa di Yogyakarta, dan
Moh. Syafei mendirikan INS di Kayutaman, Sumatera Barat. Di kedua sekolah tersebut telah
diperhatikan pelajaran ekspresi, termasuk seni rupa.
Pendidikan seni rupa, dalam pengertian pendidikan moderen, mulai dilaksanakan
sejak munculnya kurikulum 1975, yang didasarkan pada konsep pendidikan melalui seni
atau seni sebagai alat pendidikan. Sesuai dengan konsep ini, pendidikan seni rupa
merupakan mata pelajaran umum, yang diberikan kepada semua siswa baik di sekolah
dasar hingga sekolah menengah. Pendidikan seni rupa merupakan pembaharuan
kurikulum sebelumnya yang lebih menekankan keterampilan. Dalam perkembangan
pendidikan di Indonesia, terjadi perubahan paradigma pendidikan dengan munculnya
menjadi kurikulum berbasis kompetensi atau kurikulum tahun tahun 2004, yang masih
dilaksanakan secara terbatas. Kurikulum sebelumnya merupakan kurikulum berbasis isi,
dengan garis-garis besar program pengajaran (GBPP) yang berisi pokok-pokok bahasan
materi pelajaran. Kurikulum berbasis kompetensi berisi standar kompetensi dan
kompetensi dasar. Kurikulum 2004 kemudian disempurnakan menjadi Kurikulum 2006,
yang didasarkan pada Standar Isi yang ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan
(BSNP). Kurikulum baru ini selanjutnya dikenal sebagai kurikulum tingkat satuan
pendidikan (KTSP).
A. Pendidikan Seni Rupa dalam KTSP
Dalam KTSP, pendidikan seni rupa menjadi bagian dari mata pelajaran Seni Budaya
untuk SMP/MTs dan SMA/MA, dan mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan untuk
SD/MI. Baik di SD/MI, SMP/MTs, maupun di SMA/MA mata pelajaran seni budaya diberi
alokasi waktu dua jam pelajaran. Mata pelajaran Seni Budaya mencakup seni rupa, seni
musik, seni tari, dan seni teater. Dalam Standar Isi disebutkan bahwa pendidikan seni
budaya diberikan di sekolah karena keunikan, kebermaknaan, dan kebermanfaatannya
bagi perkembangan peserta didik. Pendidikan seni didasarkan pada pendekatan “belajar
dengan seni,” “belajar melalui seni” dan “belajar tentang seni.”
Belajar dengan seni berarti bahwa dengan mempelajari seni, peserta didik dapat
mengembangkan pengetahuannya di luar bidang seni. Dalam belajar melalui seni, peserta
didik dapat mengembangkan pengetahuannya melalui berkreasi seni. Belajar tentang seni
berarti bahwa peserta didik diharapkan dapat mengembangkan pengetahuannya tentang
seni itu sendiri. Dengan demikian pembelajaran seni di sini dipandang sebagai metode
belajar. Selain pendekatan tersebut, pendidikan seni budaya dipandang secara multilingual,
multidimensional, dan multikultural. Multilingual berarti pengembangan kemampuan
mengekspresikan diri melalui berbagai media seperti bahasa rupa, bunyi, gerak, peran dan
berbagai perpaduannya. Multidimensional berarti pengembangan berbagai kompetensi
meliputi konsepsi (aspek kognitif), apresiasi (aspek afektif), dan kreasi (aspek psikomotor)
dengan memadukan unsur estetika, logika, kinestetika, dan etika. Multikultural berarti
bahwa pendidikan seni menumbuhkembangkan kesadaran dan kemampuan apresiasi
terhadap beragam budaya Nusantara dan mancanegara, yang merupakan wujud sikap
demokratis agar seseorang hidup secara beradab serta toleran dalam masyarakat dan
budaya yang majemuk. Pendidikan seni budaya juga dipandang memiliki peranan dalam
pembentukan pribadi peserta didik yang harmonis dengan memperhatikan kebutuhan
perkembangan anak dalam mencapai multikecerdasan yang mencakup kecerdasan
intrapersonal, interpersonal, visual spasial, musikal, linguistik, logik matematik, naturalis
serta kecerdasan adversitas, kecerdasan kreativitas, kecerdasan spiritual dan moral, dan
kecerdasan emosional.
Bidang seni rupa, musik, tari, dan teater memiliki kekhasan sesuai dengan kaidah
keilmuan masing-masing. Dalam pendidikan seni budaya, aktivitas berkesenian harus
menampung kekhasan tersebut yang diberikan dalam pengalaman mengembangkan
konsepsi, apresiasi, dan kreasi. Hal ini dilakukan dengan eksplorasi elemen, prinsip, proses,
dan teknik berkarya dalam konteks budaya masyarakat yang beragam. Mata pelajaran Seni
Budaya bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: (1) memahami
konsep dan pentingnya seni budaya, (2) menampilkan sikap apresiasi terhadap seni
budaya, (3) menampilkan kreativitas melalui seni budaya, dan (4) menampilkan peran
serta dalam seni budaya dalam tingkat lokal, regional, maupun global. Selanjutnya mata
pelajaran Seni Budaya mencakup aspek-aspek sebagai berikut:
1. Seni rupa, mencakup pengetahuan, keterampilan, dan nilai dalam menghasilkan
karya seni berupa lukisan, patung, ukiran, cetak-mencetak, dan sebagainya
2. Seni musik, mencakup kemampuan untuk menguasai olah vokal, memainkan alat
musik, apresiasi karya musik
3. Seni tari, mencakup keterampilan gerak berdasarkan olah tubuh dengan dan tanpa
rangsangan bunyi, apresiasi terhadap gerak tari
4. Seni teater, mencakup keterampilan olah tubuh, olah pikir, dan olah suara yang
pementasannya memadukan unsur seni musik, seni tari dan seni peran. Di antara
keempat bidang seni yang ditawarkan, minimal diajarkan satu bidang seni sesuai
dengan kemampuan sumberdaya manusia serta fasilitas yang tersedia di sekolah.
Untuk sekolah yang mampu menyelenggarakan pembelajaran lebih dari satu bidang
seni, peserta didik diberi kesempatan untuk memilih bidang seni yang akan diikutinya.
Berdasarkan pendekatan, pandangan, dan tujuan tersebut, pendidikan seni dilaksanakan
dalam bentuk kegiatan berekspresi (berkreasi) dan berapresiasi seni. Untuk itu, di dalam
kurikulum tersebut ditetapkan dua standar kompetensi (SK) untuk bidang seni rupa, yaitu
mengapresiasi karya seni rupa dan mengekspresikan diri melalui karya seni rupa. Standar
kompetensi mengapresiasi seni rupa mencakup kemampuan mengidentifikasi dan
menampilkan sikap apresiasi terhadap karya seni rupa. Standar kompetensi
mengekspresikan diri melalui karya seni rupa mencakup kemampuan menciptakan karya
seni rupa serta melaksanakan pameran seni rupa. Kemampuan-kemampuan tersebut
dirumuskan menjadi sejumlah kompetensi dasar (KD) yang meliputi berbagai cabang seni
rupa (seni murni dan terapan) dan cakupan wilayah (lokal/daerah setempat, Nusantara,
dan mancanegara).
STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR
Kelas I, Semester 1
1. Mengapresiasi karya seni rupa 1.1 Mengidentifikasi unsur rupa pada benda di
alam sekitar
1.2 Menunjukkan sikap apresiatif terhadap unsur
rupa pada benda di alam sekitar
2. Mengekspresikan diri melalui 2.1 Mengekspresikan diri melalui gambar
karya seni ekspresif
rupa 2.2 Mengekspresikan diri melalui teknik
menggunting/ menyobek
Kelas I, Semester 2
7. Mengapresiasi karya seni rupa 7.1 Mengidentifikasi unsur rupa pada benda di
alam sekitar
7.2 Menyatakan sikap apresiatif terhadap unsur
rupa pada benda di alam sekitar
8. Mengekspresikan diri melalui 8.1 Mengekspresikan diri melalui karya seni
karya seni rupa gambar ekspresif
8.2 Mengekspresikan diri melalui karya seni rupa
dua dimensi dengan teknik menempel
Kelas II, Semester 1
1. Mengapresiasi karya seni rupa 1.1 Mengenal unsur rupa pada karya seni rupa
1.2 Menunjukkan sikap apresiatif terhadap unsur
rupa pada karya seni ruparupa pada benda di
alam sekitar
2. Mengekspresikan diri melalui 2.1 Mengekspresikan diri melalui gambar
karya seni ekspresif
rupa 2.2 Mengekspresikan diri melalui teknik cetak
tunggal
Kelas II, Semester 2
8. Mengapresiasi karya seni rupa 8.1 Mengidentifikasi unsur rupa pada karya seni
rupa
8.2 Menunjukkan sikap apresiatif terhadap unsur
rupa pada karya seni rupa tiga dimensi
9. Mengekspresikan diri melalui 9.1 Mengekspresikan diri melalui gambar
karya seni ekspresi
rupa 9.2 Menggunakan klise cetak timbul
9.3 Mengekspresikan diri melalui teknik cetak
timbul
Kelas III, Semester 1
1. Mengapresiasi karya seni rupa 1.1 Menjelaskan simbol dalam karya seni rupa
dua dimensi
1.2 Menunjukkan sikap apresiatif terhadap simbol
dalam karya seni rupa dua dimensi
2. Mengekspresikan diri melalui 2.1 Mengekspresikan diri melalui gambar
karya seni imajinatif mengenai diri sendiri
rupa 2.2 Mengekspresikan diri melalui gambar
dekoratif dari motif hias daerah setempat
Kelas III, Semester 2
8. Mengapresiasi karya seni rupa 8.1 Menjelaskan simbol dalam karya seni rupa
tiga dimensi
8.2 Menunjukkan sikap apresiatif terhadap simbol
dalam karya seni rupa tiga dimensi
9. Mengekspresikan diri melalui 9.1 Mengekspresikan diri melalui gambar
karya seni imajinatif mengenai alam sekitar
rupa 9.2 Memberi hiasan/warna pada benda tiga
dimensi
Kelas IV, Semester 1
1. Mengapresiasi karya seni rupa 1.1 Menjelaskan makna seni rupa terapan
1.2 Mengidentifikasi jenis karya seni rupa terapan
yang ada di daerah setempat
1.3 Menunjukkan sikap apresiatif terhadap
kesesuaian fungsi karya seni rupa terapan
1.4 Menunjukkan sikap apresiatif terhadap
keartistikan karya seni rupa terapan
2. Mengekspresikan diri melalui karya 2.1 Mengekspresikan diri melalui gambar ilustrasi
seni dengan tema benda alam: buah-buahan, tangkai,
rupa kerang, dsb
2.2 Memamerkan hasil gambar ilustrasi dengan
tema benda alam: buah-buahan, tangkai, kerang,
dsb di depan kelas
Kelas IV, Semester 2
9. Mengapresiasi karya seni rupa 9.1 Menjelaskan makna seni rupa murni
9.2 Mengidentifikasi jenis karya seni rupa murni
yang ada di daerah setempat
9.3 Menampilkan sikap apresiatif terhadap karya
seni rupa murni
10. Mengekspresikan diri melalui 10.1 Membuat relief dari bahan plastis dengan
karya seni pola motif hias
rupa 10.2 Menyiapkan karya seni rupa yang dibuat
untuk pameran kelas
10.3 Menata karya seni rupa yang dibuat dalam
bentuk pameran kelas
Kelas V, Semester 1
1. Mengapresiasi karya seni rupa 1.1 Menjelaskan makna motif hias
1.2 Mengidentifikasi jenis motif hias pada karya
seni rupa Nusantara daerah setempat
1.3 Menampilkan sikap apresiatif terhadap
keunikan motif hias karya seni rupa Nusantara
daerah setempat
2. Mengekspresikan diri melalui 2.1 Mengekspresikan diri melalui gambar
karya seni dekoratif dengan motif hias Nusantara
rupa 2.2 Mengekspresikan diri melalui gambar ilustrasi
dengan tema hewan dan kehidupannya
2.3 Membuat motif hias dasar jumputan pada kain
Kelas V, Semester 2
9. Mengapresiasi karya seni rupa 9.1 Mengidentifikasi jenis motif hias pada karya
seni rupa Nusantara daerah setempat
9.2 Menampilkan sikap apresiatif terhadap
keunikan motif hias karya seni rupa Nusantara
daerah setempat
10. Mengekspresikan diri melalui 10.1 Membuat topeng secara kreatif dalam hal
karya seni rupa teknik dan bahan
10.2 Mengekspresikan diri melalui gambar
ilustrasi manusia dan kehidupannya
10.3 Menyiapkan karya seni rupa yang diciptakan
untuk pameran kelas
10.4 Menata karya seni rupa yang diciptakan
dalam bentuk pameran kelas/sekolah
Kelas VI, Semester 1
1. Mengapresiasi karya seni rupa 1.1 Mengidentifikasi jenis motif hias pada karya
seni rupa Nusantara daerah lain
1.2 Menjelaskan cara membatik
1.3 Menampilkan sikap apresiatif terhadap
keunikan motif hias karya seni rupa Nusantara
daerah lain
Dalam kurikulum 2013 cabang seni rupa merupakan mata pelajaran yang menjadi
include atau menjadi satu kesatuan dengan mata pelajaran seni budaya dan prakarya.
SBdP atau Seni Budaya dan Prakarya merupakan salah satu mata pelajaran siswa Sekolah
Dasar (SD) yang mempelajari tentang kesenian, kebudayaan, dan keterampilan seperti,
seni musik, seni lukis, seni tari, dan sebagainya. Tujuan adanya materi SBdP adalah agar
siswa dapat menumbuhkan kecintaan terhadap seni budaya Indonesia. Rasa kecintaan ini
dapat menimbulkan minat, kreativitas, dan apresiasi siswa terhadap seni dan budaya
bangsa. Mata pelajaran SBdP merupakan sarana untuk mengembangkan potensi siswa di
bidang seni. Adanya mata pelajaran tersebut, dapat menumbuhkan semangat siswa untuk
berkarya serta mengekspresikan minat dan bakat mereka. Potensi yang dimiliki setiap
siswa berbeda-beda, terutama dalam kegiatan belajar. Ada yang aktif bergerak, ada yang
senang berbicara, ada juga yang memiliki potensi dalam hal visual spasial.
Mata pelajaran ini terintegritasi dengan mata pelajaran lainnya seperti Ilmu
Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Bahasa Indonesia, Matematika dan lain
sbagainya. Hal ini dikarenakan kurikulum 2013 tersusun dalam tema-tema yang di
dalamnya ada beberapa pembelajaran. Setiap pembelajaaran yang berlangsung akan
disampaikan untuk satu hari efektif kegiatan belajar mengajar. Seni Budaya dan Prakarya
(SBdP) diajarkan bukan dengan tujuan agar siswa menjadi seorang seniman atau
semacamnya, melainkan mendidik siswa untuk menjadi anak yang kreatif.
Berikut adalah Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) pada kurikulum
2013 dimana mata pelajaran Seni Budaya dan Prakarya (SBdP) yang merupakan
perpaduan antar bidang seni musik, seni tari dan seni rupa dalam jenjang pendidikan
Sekolah Dasar
KELAS I
NO KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR
1. Menerima dan menjalankan 1.1 Merasakan keindahan alam sebagai salah
ajaran agama yang dianutnya satu tanda-tanda kekuasaan Tuhan
2. Memiliki perilaku jujur, disiplin, 2.1 Menunjukkan rasa percaya diri untuk
tanggung jawab, santun, peduli, berlatih mengekspresikan diri dalam
dan percaya diri dalam mengolah karya seni
berinteraksi dengan keluarga, 2.2 Menunjukkan rasa ingin tahu untuk
teman, dan guru mengenal alam di lingkungan sekitar sebagai
sumber ide dalam berkarya seni
2.3 Menunjukkan perilaku disiplin, tanggung
jawab dan kepedulian terhadap alam sekitar
melalui berkarya seni
3. Memahami pengetahuan faktual 3.1 Mengenal cara dan hasil karya seni ekspresi
dengan cara mengamati 3.2 Mengenal pola irama lagu bervariasi
KELAS II
NO KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR
1. Menerima dan menjalankan 1.1 Menikmati keindahan alam dan karya seni
ajaran agama yang dianutnya sebagai salah satu tanda-tanda kekuasaan
Tuhan
2. Memiliki perilaku jujur, disiplin, 2.1 Menunjukkan rasa percaya diri untuk berlatih
tanggung jawab, santun, peduli, mengekspresikan diri dalam mengolah karya
dan percaya diri dalam seni
berinteraksi dengan keluarga, 2.2 Menunjukkan rasa ingin tahu untuk mengenal
teman, dan guru alam di lingkungan sekitar sebagai sumber ide
dalam berkarya seni
2.3 Menunjukkan perilaku disiplin, tanggung
jawab dan kepedulian terhadap alam sekitar
melalui berkarya seni
3. Memahami pengetahuan faktual 3.1 Mengenal bahan dan alat serta tekniknya
dengan cara mengamati dalam membuat karya seni rupa
[mendengar, melihat, membaca] 3.2 Mengenal pola irama lagu bertanda birama
dan menanya berdasarkan rasa tiga, pola bervariasi dan pola irama rata
ingin tahu tentang dirinya, dengan alat musik ritmis
makhluk ciptaan Tuhan dan 3.3 Memahami gerak sehari-hari dengan
kegiatannya, dan benda-benda memperhatikan tempo gerak
yang dijumpainya di rumah dan 3.4 Mengetahui cara mengolah bahan alam yang
di sekolah dapat dimanfaatkan sebagai karya kreatif dan
olahan makanan
3.5 Memahami budaya dan bahasa daerah di
tempat tinggalnya
4. Menyajikan pengetahuan faktual 4.1 Menggambar ekspresi dengan mengolah garis,
dalam bahasa yang jelas dan warna, bentuk dan tekstur berdasarkan hasil
logis, dalam karya yang estetis, pengamatan di lingkungan sekitar
dalam gerakan yang 4.2 Membuat karya seni mozaik sederhana
mencerminkan anak sehat, dan dengan dengan menggunakan bahan alam
dalam tindakan yang 4.3 Menggambar imajinatif dengan
mencerminkan perilaku anak memanfaatkan beragam media
beriman dan berakhlak mulia 4.4 Membentuk karya relif dari bahan yang ada di
lingkungan sekitar
4.5 Menyanyikan lagu anak-anak dengan pola
irama yang bervariasi
4.6 Memainkan pola irama bervariasi lagu
bertanda birama empat
4.7 Menyanyikan lagu anak-anak sederhana
dengan membuat kata-kata sendiri yang
bermakna
4.8 Memainkan pola irama bervariasi lagu
bertanda birama tiga
4.9 Menirukan gerak binatang dengan mengamati
secara langsung atau dengan media rekam
4.10 Menirukan gerak binatang dengan mengamati
secara langsung atau media rekam
menggunakan tempo lambat, sedang, dan
cepat
4.11 Menirukan gerak bermain, berkebun, bekerja
melalui gerak kepala, tangan, kaki, dan badan
dengan mengamati secara langsung atau
dengan media rekam
4.12 Menirukan gerak bermain, berkebun, bekerja
melalui gerak kepala, tangan, kaki, dan badan
menggunakan tempo lambat, sedang, dan
cepat sesuai dinamika gerak
4.13 Membuat karya kerajinan sebagai penghias
benda dengan menggunakan bahan alam di
lingkungan sekitar melalui kegiatan melipat,
menggunting dan menempel
4.14 Membuat karya kerajinan bahan alam melalui
kegiatan melipat, menggunting, dan
KELAS III
NO KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR
KELAS IV
1. Menerima dan menjalankan 1.1 Mengagumi ciri khas keindahan karya seni dan
ajaran agama yang dianutnya karya kreatif masing-masing daerah sebagai
anugerah tuhan
2. Memiliki perilaku jujur, disiplin, 2.1 Menunjukkan sikap berani mengekspresikan
tanggung jawab, santun, peduli, diri dalam berkarya seni
dan percaya diri dalam 2.2 Menunjukkan rasa ingin tahu dalam
berinteraksi dengan keluarga, mengamati alam di lingkungan sekitar untuk
teman, dan guru mendapatkan ide dalam berkarya seni
2.3 Menunjukkan perilaku Mengenal sikap
disiplin, tanggung jawab dan kepedulian
terhadap alam sekitar melalui berkarya seni
3. Memahami pengetahuan faktual 3.1 Mengenal karya dua dan tiga dimensi
dengan cara mengamati berdasarkan pengamatan
[mendengar, melihat, membaca] 3.2 Membedakan panjang-pendek bunyi, dan
dan menanya berdasarkan rasa tinggi-rendah nada dengan gerak tangan
ingin tahu tentang dirinya, 3.3 Mengenal tari-tari daerah dan keunikan
makhluk ciptaan Tuhan dan geraknya
kegiatannya, dan benda-benda 3.4 Mengetahui berbagai alur cara dan pengolahan
yang dijumpainya di rumah dan media karya kreatif
di sekolah 3.5 Memahami cerita terkait situs-situs budaya
baik benda maupun tak benda di Indonesia
dengan menggunakan bahasa daerah
4. Menyajikan pengetahuan faktual 4.1 Menggambar berdasarkan tema
dalam bahasa yang jelas dan 4.2 Membuat karya seni kolase dengan berbagai
logis, dalam karya yang estetis, bahan di lingkungan sekitar
dalam gerakan yang 4.3 Menggambar model benda kesukaan
mencerminkan anak sehat, dan berdasarkan pengamatan langsung
dalam tindakan yang 4.4 Membentuk karya seni tiga dimensi dari
mencerminkan perilaku anak bahan alam
beriman dan berakhlak mulia 4.5 Menyanyikan lagu dengan gerak tangan dan
badan sesuai dengan tinggi rendah nada
4.6 Memainkan pola irama lagu bertanda birama
empat dan menunjukkan perbedaan panjang
pendek bunyi
4.7 Menyanyikan solmisasi lagu wajib dan lagu
daerah yang harus dikenal
4.8 Memainkan alat musik melodis lagu yang
KELAS V
NO KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR
1. Menerima dan menjalankan 1.1 Menerima kekayaan dan keragaman karya seni
ajaran agama yang dianutnya daerah sebagai anugerah Tuhan
2. Memiliki perilaku jujur, disiplin, 2.1 Menunjukkan rasa percaya diri dalam
tanggung jawab, santun, peduli, mengolah karya seni
dan percaya diri dalam 2.2 Menghargai alam dan lingkungan sekitar
berinteraksi dengan keluarga, sebagai sumber ide dalam berkarya seni
teman, dan guru 2.3 Menunjukkan perilaku disiplin, tanggung
jawab dan kepedulian terhadap alam sekitar
melalui berkarya seni
KELAS VI
NO KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR
sederhana
4.18Membuat produk olahan sampah organik atau
sampah anorganik di lingkungan sekitar
4.19Memamerkan dan mempertunjukan karya
seni.
BAB VII
PERENCANAAN PEMBELAJARAN SENI RUPA
metode pembelajaran, (9) kegiatan pembelajaran, (10) penilaian hasil belajar, dan (11)
sumber belajar.
Identitas mata pelajaran meliputi satuan pendidikan, kelas, semester,
program/program keahlian, mata pelajaran atau tema pelajaran, jumlah pertemuan.
Standar kompetensi dan kompetensi dasar diambil dari Standar Isi. Indikator pencapaian
kompetensi ditentukan oleh guru. Indikator pencapaian kompetensi merupakan perilaku
yang dapat diukur dan/atau diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi
dasar tertentu yang digunakan sebagai acuan penilaian mata pelajaran. Indikator
pencapaian kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional (yang
dapat diamati dan diukur) dan mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Tujuan
pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh
peserta didik, sesuai dengan kompetensi dasar. Materi ajar memuat fakta, konsep, prinsip,
dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan
indikator pencapaian kompetensi. Alokasi waktu, yang ditentukan sesuai dengan keperluan
untuk pencapaian KD dan beban belajar.
Metode pembelajaran digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana dan proses
pembelajaran agar peserta didik dapat mencapai kompetensi dasar atau indikator-
indikator yang telah ditetapkan. Pemilihan metode pembelajaran disesuaikan dengan
situasi dan kondisi peserta didik, karakteristik dari setiap indikator, serta kompetensi yang
hendak dicapai pada setiap mata pelajaran. Khususnya untuk peserta didik kelas 1 sampai
kelas 3 SD/MI, digunakan pendekatan pembelajaran tematik.
Kegiatan pembelajaran meliputi tiga bagian, yaitu pendahuluan, inti, dan penutup.
Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan pembelajaran yang
ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian peserta didik untuk
berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Kegiatan inti merupakan proses
pembelajaran untuk mencapai KD. Kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif,
serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai
dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan ini
dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan
konfirmasi. Kegiatan penutup merupakan kegiatan untuk mengakhiri aktivitas
pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan, penilaian
dan refleksi, umpan balik, dan tindaklanjut.
Penilaian hasil belajar meliputi prosedur dan instrumen penilaian proses dan hasil
belajar, yang disesuaikan dengan indikator pencapaian kompetensi serta mengacu pada
Standar Penilaian. Sumber belajar ditentukan berdasarkan pada standar kompetensi dan
kompetensi dasar, serta materi ajar, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian
kompetensi.
Penyusunan RPP didasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
C. Pelaksanaan Pembelajaran
Pelaksanaan proses belajar mengajar merupakan sistem dengan komponen-
komponen yang saling berhubungan satu sama lainnya. Proses belajar mengajar terjadi
dengan adanya kerja sama antarkomponen yang terorganisir yang saling berhubungan
dalam mencapai suatu tujuan. Komponen-komponen dalam proses belajar mengajar
meliputi tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, dan metode pembelajaran.
1. Tujuan pembelajaran
Komponen tujuan dalam kegiatan belajar perlu mendapat perhatian seksama
terutama dari guru sebagai penentu, akan dibawa kemana arah kegiatan belajar yang
dilakukan. Selain sebagai sasaran akhir, tujuan ini akan berfungsi sebagai pedoman
atau kreteria kegiatan pembelajaran yang dilakukan. Aspek tujuan juga akan
berpengaruh terhadap komponen-komponen lain seperti materi pembelajaran dan
metode pembelajaran.
BAB VIII
PENGEMBANGAN BAHAN AJAR SENI RUPA DENGAN PENDEKATAN YANG INOVATIF
material) seperti CAI (Computer Assisted Instruction), compact disk (CD) multimedia
pembelajaran interaktif dan bahan ajar berbasis web (web based learning material).
hitam, dan compact disc audio. Bahan ajar audio visual seperti, CAI (Computer Assisted
Instruction), dan bahan ajar berbasis web (web based learning materials) (Ika Lestari,
2013: 5). Lebih lanjut Mulyasa (2006: 96) menambahkan bahwa bentuk bahan ajar atau
materi pembelajaran antara lain adalah bahan cetak (hand out, buku, modul, LKS, brosur,
dan leaflet), audio (radio, kaset, cd audio), visual (foto atau gambar), audio visual (seperti;
video/ film atau VCD) dan multi media (seperti; CD interaktif, computer based, dan
internet).
C. Inovasi/Inovatif
“Inovatif yaitu usaha seseorang dengan mendayagunakan pemikiran, kemampuan,
imajinasi, berbagai stimulan dan individuyang mengelilinginya dalam menghasilkan
produk baru, baik bagi dirinya sendiri ataupun lingkungannya.” Berfikir inovatif yaitu
proses berfikir yang menghasilkan solusi dan gagasan di luar bingkai konservatif. Syarat-
syarat berfikir inovatif adalah :
1. Elastisitas yang tinggi
2. Produktifitas yang tinggi
3. Orisinalitas yang tinggi
4. Sensitivitas yang tinggi
Inovasi hakekatnya adalah pembaharuan atau perubahan (secara) baru. Guru
semestinya selalu berpikir/bersikap/bertindak selaku inovator, artinya selalu tertantang
untuk menjadi pembaharu, penemu cara-cara baru.Itu bisa terjadi manakala guru selalu
merasa ‘tidak cepat puas’. Untuk bisa menjadi orang yang inovatif, kata kuncinya hanya
satu, yaitu ‘kreatif’.Orang yang kreatif sesungguhnya adalah orang yang memiliki daya
cipta.
Bidang seni rupa, musik, tari, dan teater memiliki kekhasan sesuai dengan kaidah
keilmuan masing-masing. Dalam pendidikan seni budaya, aktivitas berkesenian harus
menampung kekhasan tersebut yang diberikan dalam pengalaman mengembangkan
konsepsi, apresiasi, dan kreasi. Hal ini dilakukan dengan eksplorasi elemen, prinsip, proses,
dan teknik berkarya dalam konteks budaya masyarakat yang beragam. Mata pelajaran Seni
Budaya bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. memahami konsep dan pentingnya seni budaya,
2. menampilkan sikap apresiasi terhadap seni budaya,
3. menampilkan kreativitas melalui seni budaya, dan
4. menampilkan peran serta dalam seni budaya dalam tingkat lokal, regional, maupun
global.
Jenis dan karakteristik bahan ajar dapat dipilah-pilah antara bahan ajar seni
rupa/kerajinan yang bersifat teori, ada yang bersifat praktik pelatihan (drill) penguasaan
kecakapan teknis-motorik, ada yang mengembangkan kemampuan berekspresi-kreatif, ada
yang menekankan pengembangan apresiasi. Secara garis besar, dapat pula dibedakan
(siswa) dalam pembelajaran offline maupun online atau bahan ajar yang diakses
menggunakan jaringan internet. Beberapa jenis bahan pembelajaran digital yang lazim
digunakan dalam pembelajaran secara online yaitu bahan ajar Audio, Video,
PowerPoint Presentation (PPT), Modul Elektronik/Buku Sekolah Elektronik (BSE), dan
Multimedia Pembelajaran Interaktif (MPI). Dalam merancang bahan ajar pada
umumnya guru harus melakukan analisis tugas, pengetahuan, serta keterampilan yang
diperlukan dalam rangka penentuan jenis bahan pembelajaran apa yang nanti
dikembangkan. Selanjutnya, guru mengembangkan bahan ajar sesuai prosedur masing-
masing bahan ajar, hingga cara penyebaran bahan ajar tersebut.
a. Bahan Ajar Audio
Bahan ajar audio merupakan sebuah bahan ajar yang hanya mengandalkan
bunyi dan suara untuk menyampaikan informasi dan pesan kepada peserta
didik. Menurut Sudjana & Rivai (2013: 130), karakteristik audio umumnya
berhubungan dengan segala kegiatan melatih keterampilan yang berhubungan
dengan aspek-aspek keterampilan mendengarkan. Media audio dalam bentuk
suara, musik, dan kata-kata dapat digunakan untuk pembelajaran langsung,
namun juga bisa digunakan untuk pembelajaran tidak langsung yaitu dengan
cara merekamnya kemudian disebarluaskan secara online dalam bentuk digital
atau dalam format MP3. Pengembangan bahan ajar audio diawali dengan
penyusunan Garis Besar Isi Program Media (GBIPM), kemudian perancangan
naskah bahan ajar audio, produksi bahan pembelajaran audio dengan
melakukan rekaman dalam sebuah studio, pemberian sound efek dan
penggabungan setiap bagian dari rekaman menjadi sebuah program audio utuh.
Selanjutnya dilakukan evaluasi program audio pembelajaran oleh judgement
expert. Apabila masih ditemukan noisy, suara yang tidak seharusnya ada,
volume intonasi dan pelafalan yang salah, maka dilakukan perbaikan
berulangkali hingga audio siap digunakan. Setelah bahan ajar audio dalam
bentuk digital sudah jadi, dengan menggunakan jaringan internet sekarang ini,
bahan ajar audio dapat didistribusikan secara online supaya siswa yang jauh
dapat menggunakannya di mana saja serta kapan saja dibutuhkan. Ada lembaga
pemerintah yang sudah mengembangangkan produk-produk audio
pembelajaran yaitu Pustekkom. K
b. Bahan Ajar Video
Video pembelajaran merupakan bahan ajar yang diperoleh dari kamera berisi
pesan-pesan pembelajaran dan dikemas dalam tampilan visual digital.
Penerapan penggunaan bahan pembelajaran berbentuk video dapat melalui dua
cara, yaitu synchronus (langsung) dan asynchronus (tidak langsung).
Pembelajaran langsung menggunakan video merupakan pembelajaran yang
terjadi melalui sarana elektronik dengan akses kecepatan internet tinggi yang
bersifat realtime (dijadwal dalam satu waktu yang sama), kolektif, atau
kolaboratif dengan ada siswa, fasilitator, dan instruktur. Perhatikan kegiatan
dalam contoh berikut:
1) Video Conference, Video Conference dapat digunakan untuk pembelajaran
jarak jauh melalui aplikasi yang dapat mengkonferensikan siswa-siswa
dengan guru.
2) Web Casting, Guru bisa streaming atau live pada sebuah web atau youtube
untuk dimanfaatkan dalam proses belajar-mengajar secara “siaran langsung”,
dimana guru disuatu tempat berbeda dengan siswa yang menontonnya
c. PowerPoint Presentation (PPT)
Software PowerPoint Presentation merupakan salah satu bahan ajar untuk
dapat menampilkan sebuah presentasi dengan berbagai ilustrasi, gambar, teks,
audio, dan video. Menggunakan software ini seorang guru dapat merancang
pembelajaran yang menarik. PowerPoint mudah dibuat dengan memasukkan
komponen-komponen yang dibutuhkan dalam bahan ajar. Pengembangan
PowerPoint dapat dilakukan dengan beberapa langkah, yaitu: 1) identifikasi
tujuan pembelajaran, 2) analisis kebutuhan dan karakteristik pengguna (3)
membuat desain outline PowerPoint, 4) menuangkan desain kedalam
Powerpoint, 5) menambahkan multimedia seperti clip art, picture, image,
background dan kebutuhan materi lainnya, serta 6) evaluasi kembali
PowerPoint sehingga menjadi bahan ajar yang sesuai tujuan pembelajaran.
Setelah PowerPoint selesai dikembangkan, pemanfaatannya dapat melalui dua
cara, yaitu secara offline dipresentasikan di kelas atau secara online, yaitu
dengan meng-upload-nya sebagai bahan ajar dalam sebuah e-learning.
d. Modul Elektronik/Buku Sekolah Elektronik (BSE)
Modul Elektronik merupakan bahan ajar noncetak yang bertujuan agar siswa
mampu belajar mandiri dan bersifat lengkap yang menyajikan per-unit terkecil
dari materi berbentuk elektronik atau digital. Modul elektronik dapat dibuat
menggunakan software MS.Word. Tahapan pengembangan modul elektronik
sama dengan modul cetak. Tahapan tersebut yaitu: 1) mengidentifikasi tujuan
pembelajaran, 2) memformulasikan garis besar materi, 3) menulis materi, 4)
menentukan format dan tata letak (Tian Belawati, 2003). Apabila modul cetak
hanya diketik dan disusun pada MS. Word, sementara pada modul elektronik
biasanya menggunakan software Flip Book Maker dalam penyusunan materinya,
seperti: text, gambar, audio, dan video. Efek flipbook ini dapat menampilkan
seperti membaca buku sungguhan karena software ini dapat membuka atau
membalik lembar demi lembar halaman buku. Tidak hanya kualitas secara
teknik di atas yang perlu dipertimbangkan, namun pengembangan modul juga
didasarkan pada teori psikologi, khususnya teori belajar, sosiokultural peserta
didik, desain pembelajaran, dan riset fitur-fitur tipologis bahan ajar cetak yang
dapat membantu peserta didik untuk belajar (Haryanto, 2015:72).
e. Multimedia Pembelajaran Interaktif (MPI)
Definisi multimedia secara terminologis adalah kombinasi berbagai media
seperti teks, gambar, suara, animasi, video dan lainnya secara terpadu dan
sinergis melalui komputer atau peralatan elektronik lain untuk mencapai tujuan
tertentu. (Herman D. Surjono, 2017:2). MPI sebagai bahan ajar memiliki
beberapa komponen di antaranya: 1) Pendahuluan yang berisi title page, menu,
tujuan pembelajaran, dan petunjuk penggunaan; 2) Isi Materi meliputi kontrol,
interaksi, navigasi, teks, suara, gambar, video, dan simulasi; serta 3) Penutup,
yang berisi ringkasan, latihan, dan evaluasi. Navigasi dalam MPI atau Graphichal
User Interface (GUI) biasanya berupa icon, button, scroll bar, menu yang dapat
dioperasikan oleh pengguna untuk menonton, memutar maupun membuka
jendela informasi lain dengan bantuan sarana Hyperlink. Setelah kita memahami
karakteristik MPI pada bahasan sebelumnya, selanjutnya kita belajar
mengembangkan MPI dengan model APPED. Model ini memiliki lima langkah
sebagaimana dapat Anda lihat pada gambar di bawah ini: Gambar 1. Proses
Pengembangan MPI Dalam analisis kebutuhan awal, pengembang menetapkan
tujuan pembelajaran untuk disesuaikan dengan karakteristik siswa, tugas dan
sebagainya. Selanjutnya kita melakukan perancangan pembelajaran dimulai
dengan pembuatan GBIM, flowchart, screendesign dan storyboard.
DAFTAR PUSTAKA
Sembada, Dwi. 2014. Artikel Kreativitas Guru Dalam Pengimplementasian Kurikulum 2013
Pada Pembelajaran Seni Budaya Dan Prakarya Sd/Mi. UPBJJ UT Surabaya.
http://repository.ut.ac.id.
Septiana Nurfatoni. 2013. Kajian Gambar Ekspresi Karya Siswa Tingkat Sekolah Dasar.
http://ripository.upi.edu.
Simon Ridwan. 2019. Artikel Pembelajaran Seni Musik Tematik Sebagai Implementasi
Kurikulum 2013. http://ejournal.upi.edu/index.php/ritme/article/view.
Sasrawan, Hedi. 2013. 5 Jenis Seni Rupa Terapan Beserta Gambar
http://hedisasrawan.blogspot.co.id/2013/09/5-jenis-seni-rupa-terapan-beserta-
gambar.html .
Sinaga, Alex. 2014. Pengertian Seni Rupa Menurut 20 Ahli Dan Bahasa
http://silontong.com/2014/11/15/ini-pengertian-seni-rupa-menurut-20-para-ahli-
dan-bahasa/
Suryahadi, Agung. 2008. Seni Rupa Menjadi Sensitif, Kreatif, Apresiatif dan Produktif Jilid 1
untuk SMK. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat
Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan
Nasional.
Susanto, Hadi. 2016. Pembelajaran Seni Rupa. Error! Hyperlink reference not valid..
Wikipedia. Seni Rupa. http://map-bms.m.wikipedia.org/seni_rupa
Pengembangan Bahan Ajar. https://kp2ma.uajy.ac.id/wpcontent/uploads/2018/07/
MODUL_5_PENGEMBANGAN-BAHAN-AJAR.pdf