Anda di halaman 1dari 8

ASWAJA

Pengertian Aliran-aliran Pokok-pokok Metodologi


Sejarah Pemikiran Islam Pemikiran
Aswaja Dalam Islam
Aswaja Aswaja (Manhaj
Al-Fikr)
Jabariyah
Fiqh Aqidah Tasawuf
Tawasut
Qodariyah Imam Imam Al-
Syafi'i Imam Hasan Al-Asyari Ghozali
Tawazun
Muta'zilah Imam Imam Hasan
Hanafi Al-Syadzili
Imam Al-Maturidiyah Tasamuh
Imam Imam Al-
Maliki Bagdadiyah
Ta'adul
Imam
Hambali

PETA KONSEP
Tujuan :

1. Peserta dapat memahami tentang sejarah munculnya Aswaja, Aliran-aliran dalam Islam,
dan pokok-pokok pmikiran Ahlu Sunah Wal Jama’ah.
2. Mengilustrasikan dan menggambarkan proses munculnya Aswaja dalam prespektif
historis dan doktrin.
3. Menerima Aswaja sebagai sumber nilai yang diyakini kebenarannya.

Pokok Pembahasan :

1. Pengertian Aswaja
2. Sejarah
3. Aliran-aliran dalam Islam
4. Pokok-pokok pemikiran Islam Aswaja
5. Metodologi Pemikiran Aswaja (Manhaj Al-Fikr)

A. Pengertian Aswaja
Secara umum Aswaja adalah singkatan dari Ahlu Sunah Wal Jama’ah, yang
terdiri dari tiga kata, yakni :
1. Ahlu : Keluarga, golongan atau pengikut.
2. Al-Sunnah : Segala sesuatu yang telah diajarkan oleh Rasulullah (Semua
yang datang dari Nabi baik berupa perbuatan, ucapan dan pengakuan Nabi.
3. Al-Jama’ah : Apa yang telah disepakati oleh para Sahabat Rasulullah pada
masa Khalifaur Rasyidin (Khalifah Abu Bakar ra, Umar Bin Khaththab ra,
Utsman Bin Affan ra, Ali Bin Abi Thalib ra).

KH. Muhammad Hasyim Asy’ari menyebutkan dalam kitabnya Ziyadat Ta’liq


(Hal. 23-24) bahwa Aswaja (Ahlu Sunah Wal Jama’ah) adalah kelompok ahli tafsir,
ahli hadist dan ahli fiqh. Merekalah yang mengikuti dan berpegang teguh dengan
sunnah Nabi dan sunnah Khalifaur Rasyidin setelahnya. Mereka adalah kelompok
yang selamat. Mereka mengatakan, bahwa kelompok tersebut sekarang ini terhimpun
dalam madzhab yang empat, yaitu pengikut Madzhab Syafi’i, Hanafi, Hambali,
Maliki.

Secara sepesifik Aswaja (Ahlu Sunah Wal Jama’ah) adalah Islam yang murni
sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi dan sesuai dengan apa yang telah digariskan
serta diamalkan oleh para sahabatnya.

B. Sejarah
Proses pembentukan Aswaja terentang dari zaman Khulafa’ ar-rasyidin. Yakni
dimulai dari perang siffin (657 M) setahun setelah perang Jamal (Ali Bin Abi Thalib
r.a dengan Sayyidah Aisyah r.a). Sedangkan perang Sifiin ini melibatkan antara Ali
bin Abi Thalib r.a dengan Muawiyyah Bin Abu Suffyan. Muawwiyah sendiri
merupakan kerabat dari Khalifah Utsman Bin Affan r.a, Khalifah sebelum Ali Bin
Abi Thalib. Alasan ada nya perang Siffin sendiri dikarenakan terbunuhnya Khalifah
Utsman, yang pada saat itu Muawiyyah menginginkan pembunuh Khalifah Utsman
ditemukan dan diadili terlebih dahulu sebelum menunjuk Khalifah pengganti Ustman.
Namun Ali telah ditunjuk sebagai Khalifah pengganti Utsman sehingga membuat
Muawiyah menolak berbaiat kepada Ali dan memberontak terhadap Ali bin Abi
Talib, sehingga terjadinya Perang Siffin yang terjadi di daerah perbatasaan Suriah-
Irak dan berakhir dengan proses arbitrase (takhim). Yang pada saat itu kubu
Muawiyyah di wakili oleh Amru Bin Ash sedangkan kubu Ali diwakili oleh Abu
Musa al-Asy’ari. Karena pristiwa Tahkim lah umat islam terpecah kedalam berbagai
golongan, di antaranya :
1. Syiah
Syiah adalah kelompok yang menyatakan bahwa Ali bin Abi Thalib
adalah yang paling utama diantara para Sahabat dan yang berhak untuk
memegang tampuk kepemimpinan atas kaum muslim, demikian pula anak
cucunya. Syiah menolak kepemimpinan tiga Khalifah sebelumnya Ali bin Abi
Thaib.
2. Khawarij
Suatu kelompok atau aliran pengikut Aii bin Abi Thalib yang kemudian
keluar meninggalkan barisan karena ketidak sepakatan terhadap keputusan Ali
yang menerima arbitase (tahkim), dalam perang siffin pada tahun 657 M
dengan kelompok Muawiyah bin Abu Sufyan perihal persengketaan Khalifah.
3. Murjiah
Golongan yang terdapat dalam islam yang muncul dari golongan yang tak
sepeham dengan khwarij. Pengertiaan murjiah sendiri berasal dari kata Arj’a
yaitu menunda atau menangguhkan atau juga penangguhan keputusan atas
perbuatan sesorang sampai di pengadilan Allah SWT kelak. Jadi mereka tidak
mengkafirkan orang muslim yang berdosa besar, sebab yang berhak
menjatuhkan hukuman terhadap seorang pelaku dosa hanyalah Allah swt.
Sehingga dalam klompok ini tetap diakui sebagai muslim dan punya harapan
hingga kesempatan bertobat.

C. Aliran-Aliran Dalam Islam


1. Jabariyah
Adalah sebuah idielogi dalam sekte ibadah didalam akidah yang muncul
pada abad ke-2 hijriah di krusana. Jabariyah memiliki keyakinan bahwa setiap
manusia terpaksa oleh takdir tanpa memiliki pilihan dan usaha dalam
perbuatan.
2. Qadariyah
Kelompok ini memiliki keyakinan mengingkari akdir yaitu perbuatan
makhluk berada diluar kehendak Allah dan juga bukan ciptaan Allah. Para
hamba berkehendak bebas melakukan kehendak sendiri dan makhluk senidiri
yang menciptakan amal sendiri tanpa adanya andil dari Allah.
3. Muktazilah
Aliran ini sama muncul di basra pada abad ke 2 H, kelahirannya bermula
dari tindakan Wail bin Atha (700-750 M) berpisah dari gurunya Imam al-
Bashri karena perbedaan pendapat. Hasan Al-Bashri berpendapat mukmin
yang melakukan dosa besar masih berstatus mukmin. Sementara Wasil bin
Atha’ bahwa muslim yang berdosa besar bukanlah mukmin tapi juga bukan
khafir. Diantara kelompok itu ada yang dipelopori oleh imam Abu Sa’id
Hasan Al-Bashri (21-11-H/ 639-728 M), yang cenderung mengembangkan
aktivitas keagamaan yang bersifat kultural (tsaqiyah), ilmiah dan berusha
mencari jalan kebenaran secara jernih. Komunitas ini menghindari pertikayan
politik antara berbagai faksi politik (fikrah) yang berkembang ketika itu,
sebaliknya mereka mengembangka system keberagaman yang sejuk, moderat
dan juga tidak ekstrim.

D. Pokok-Pokok Pemikiran Islam Aswaja


Seiring dengan zaman yang terus mengalami perubahan, dalam hal ini juga ada
perkembangan dari pokok-pokok pemikiran dalam islam ahlussunnahwaljamaah yang
menjadi prinsip, ajaran, dan metode untuk melanjutkan kehidupan dalam
kesehariannya, bahkan sebagai sebuah metode untuk memperjuangkan ukhuwah
islamiyah, amar ma’ruf nahi munkar, mabadi khirul ummah dan masih banyak lagi
yang menjadi medan perjuangan, bahkan dalam PMII sendiri hal itu nyata dalam
setiap pergerakan yang dibawa. Tentunya hal itu memiliki prinsip dan akurasi dalam
setiap bidangnya.
1. Bidang Fiqh
a. Dalam bidang fiqh aswaja memiliki sumber yang dijadikan sebuah acuan
dalam pengambilan hukumnya, bahkan sumber sumber tersebut masih
bisa dikatakan relevan diberlakukan pada zaman saat ini, sumber tersebut
berasal dari ke 4 tokoh imam yaitu imam Syafi’i, imam Maliki, imam
Hanbali, dan Imam Hanafi.
b. Sumber hukum yang diambil dari ke 4 imam tersebut memiliki keteraturan
dalam pengambilannya, sama halnya sebuah kaidah dalam hukum yang
mengacu terhadap UUD dan Pancasila, begitupun juga di bidang fiqih
yang mengacu pada :
 Al-Quran
Al-Quran sebagai sumber utama dalam pengambilan hukum
dan hal ini tidak dapat dibantah oleh semua madzhab fiqh
sebagai sumber hukum naqli yang posisinya tidak bisa
diragukan dan menjadi sumber hukum tertinggi dalam islam.
 As-Sunnah
As-Sunnah meliputi al-Hadist dan segala tindak dan perilaku
Rasul SAW, sebagaimana diriwayatkan oleh para Shabat dan
Tabi’in. Penempatannya ialah setelah proses istinbath al-hukm
tidak ditemukan dalam Al-Qur’an, atau digunakan sebagai
komplemen (pelengkap) dari apa yang telah dinyatakan dalam
Al-Qur’an.
 Ijma’
Menurut Abu Hasan Ali Ibn Ali Ibn Muhammad Al-Amidi,
Ijma’ adalah Kesepakatan kelompok legislatif (ahl al-halli wa
al-aqdi) dan ummat Muhammad pada suatu masa terhadap
suatu hukum dari suatu kasus. Atau kesepakatan orang-orang
mukallaf dari ummat Muhammada pada suatu masa terhadap
suatu hukum dari suatu kasus. Dalam Al-Qur’an dasar Ijma’
terdapat dalam QS AnNisa’, 4: Dan QS Al-Baqarah, 2: 143.
 Qiyas
Qiyas, sebagai sumber hukum Islam, merupakan salah satu
hasil ijtihad para Ulama.Qiyas yaitu mempertemukan sesuatu
yang tak ada nash hukumnya dengan hal lain yang ada nash
hukumnya karena ada persamaan ‘illat hukum. Qiyas sangat
dianjurkan untuk digunakan oleh Imam Syafi’i.
2. Bidang Aqidah
Dalam bidang aqidah aswaja mengikuti 2 imam yaitu imam Asyari dan Imam
Maturidhi
A. Aswaja menekankan bahwa pilar utama adalah ke-Imanan manusia
adalah Tauhid, sebuah keyakinan yang teguh dan murni yang ada dalam
hati setiap Muslim bahwa Allah-lah yang Menciptakan, Memelihara dan
Mematikan kehidupan semesta alam. Ia Esa, tidak terbilang dan tidak
memiliki sekutu.
B. Pilar yang kedua adalah Nubuwwat, yaitu dengan meyakini bahwa Allah
telah menurunkan wahyu kepada para Nabi dan Rosul sebagai utusannya.
Sebuah wahyu yang dijadikan sebagai petunjuk dan juga acuan ummat
manusia dalam menjalani kehidupan menuju jalan kebahagiaan dunia dan
akhirat, serta jalan yang diridhai oleh Allah SWT. Dalam doktrin
Nubuwwat ini, ummat manusia harus meyakini dengan sepebuhnya bahwa
Muhammad SAW adalah utusan Allah SWT, yang membawa risalah
(wahyu) untuk umat manusia. Dia adalah Rasul terakhir, yang harus
diikuti oleh setiap manusia.
C. Pilar yang ketiga adalah Al-Ma’ad, sebuah keyakinan bahwa nantinya
manusia akan dibangkitkan dari kubur pada hari kiamat dan setiap
manusia akan mendapat imbalan sesuai amal dan perbuatannya (yaumul
jaza’). Dan mereka semua akan dihitung (hisab) seluruh amal perbuatan
mereka selama hidup di dunia. Mereka yang banyak beramal baik akan
masuk surga dan mereka yang banyak beramal buruk akan masuk neraka.
3. Bidang Tasawuf
Dalam bidang tasawud dalam aswaja mengikuti 2 imam juga yaitu Imam
Junaid Al-Baghdadi dan Imam Abu Hamid Al-Ghozali
Imam Abu Hamid Al-Tusi Al-Ghazali menjelaskan “Tasawuf adalah
menyucikan hati dari apa saja selain Allah. kaum sufi adalah para pencari di
Jalan Allah, dan perilaku mereka adalah perilaku yang terbaik, jalan mereka
adalah jalan yang terbaik, dan pola hidup mereka adalah pola hidup yang
paling tersucikan. Mereka telah membersihkan hati mereka dari berbagai hal
selain Allah dan menjadikannya sebagai saluran tempat mengalirnya sungai-
sungai yang membawa ilmu-ilmu dari Allah.” kata Imam Al-Ghazali. Seorang
sufi adalah mereka yang mampu membersihkan hatinya dari keterikatan selain
kepada-Nya.
Banyak contoh sufi atau ahli tasawuf yang telah zuhud namun juga sukses
dalam ukuran duniawi. Kita lihat saja Imam Al-Junaid adalah adalah
pengusaha botol yang sukses, Al-Hallaj sukses sebagai pengusaha tenun,
Umar Ibn Abd Aziz adalah seorang sufi yang sukses sebagai pemimpin
negara, Abu Sa’id Al Kharraj sukses sebagai pengusaha konveksi, Abu Hasan
al-Syadzily sukses sebagai petani, dan Fariduddin al-Atthar sukses sebagai
pengusaha parfum. Mereka adalah sufi yang pada maqomnya tidak lagi terikat
dengan urusan duniawi tanpa meninggalkan urusan duniawi.

E. Metodologi Pemikiran Aswaja (Manhaj Al-Fikr)


Aswaja Jika kita mencermati doktrin-doktrin paham ASWAJA, baik dalam akidah
(iman), syariat (islam) ataupun akhlak (ihsan), maka bisa kita dapati sebuah metodologi
pemikiran (manhaj alfkr) yang tengah dan moderat (tawassuth), berimbang atau harmoni
(tawâzun), netral atau adil (ta'âdul), dan toleran (tasâmuh). Metodologi pemikiran
ASWAJA senantiasa menghidari sikap-sikap tatharruf (ekstrim), baik ekstrim kanan atau
ekstrim kiri. Inilah yang menjadi esensi identitas untuk mencirikan paham ASWAJA
dengan sekte-sekte Islam lainnya. Dan dari prinsip metodologi pemikiran seperti inilah
ASWAJA membangun keimanan, pemikiran, sikap, perilaku dan gerakan.
1. Tawasuth (Moderat-Ideologi)
Tawassuth ialah sebuah sikap tengah atau moderat yang tidak cenderung ke
kanan atau ke kiri.Dalam konteks berbangsa dan bernegara, pemikiran
moderat ini sangat urgen menjadi semangat dalam mengakomodir beragam
kepentingan dan perselisihan, lalu berikhtiar mencari solusi yang paling
ashlah (terbaik). Sikap ini didasarkan pada firman Allah: Dan demikian (pula)
Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar
kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad)
menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. (QS. Albaqarah: 143).
2. Tawazun (Seimbang-Dunia Akhirat)
Tawâzun ialah sikap berimbang dan harmonis dalam mengintegrasikan dan
mensinergikan dalil-dalil (pijakan hukum) atau pertimbangan-pertimbangan
untuk mencetuskan sebuah keputusan dan kebijakan.Dalam konteks pemikiran
dan amaliah keagamaan, prinsip tawâzun menghindari sikap ekstrim
(tatharruf) yang serba kanan sehingga melahirkan fundamentalisme, dan
menghindari sikap ekstrim yang serba kiri yang melahirkan liberalisme dalam
pengamalan ajaran agama. Sikap tawâzun ini didasarkan pada firman Allah:
Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa
bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Alkitab dan
neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. (QS.
Alhadid: 25).
3. Ta'adul (Adil-Kebijakan)
Ta'adul ialah sikap adil dalam melihat, menimbang, menyikapi dan
menyelesaikan segala permasalahan. Adil tidak selamanya berarti sama atau
setara (tamatsul). Adil adalah sikap proporsional berdasarkan hak dan
kewajiban masing-masing. Kalaupun keadilan menuntut adanya kesamaan
atau kesetaraan, hal itu hanya berlaku ketika realitas individu benar-benar
sama dan setara secara persis dalam segala sifat-sifatnya. Apabila dalam
realitasnya terjadi tafâdlul (keunggulan), maka keadilan menuntut perbedaan
dan pengutamaan (tafdlil). Penyetaraan antara dua hal yang jelas tafâdlul,
adalah tindakan aniaya yangbertentangan dengan asas keadilan itu sendiri.
Sikap ta'âdul ini berdasarkan firman Allah: Hai orang-orang yang beriman,
hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena
Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu
terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku
adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. (QS. Alma'idah: 8).
4. Tasamuh (Toleransi-Sosial Politik)
Tasâmuh ialah sikap toleransi yang bersedia menghargai terhadap segala
kenyataan perbedaan dan keanekaragaman, baik dalam pemikiran, keyakinan,
sosial kemasyarakatan, suku, bangsa, agama, tradisi-budaya dan lain
sebagainya.Toleransi dalam konteks agama dan keyakinan bukan berarti
kompromi akidah. Bukan berarti mengakui kebenaran keyakinan dan
kepercayaan orang lain. Toleransi agama juga bukan berarti mengakui
kesesatan dan kebatilan sebagai sesuatu yang haq dan benar.Yang salah dan
sesat tetap harus diyakini sebagai kesalahan dan kesesatan. Dan yang haq dan
benar harus tetap diyakini sebagai kebenaran yang haq. Dalam kaitannya
dengan toleransi agama, Allah SWT berfirman: Untukmulah agamamu, dan
untukkulah, agamaku. (QS. Alkafirun: 6). Barangsiapa mencari agama selain
agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)
daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. (QS. Ali
Imran: 85).
Toleransi dalam konteks tradisi-budaya bangsa, ialah sikap permisif yang
bersedia menghargai tradisi dan budaya yang telah menjadi nilai normatif
masyarakat. Dalam pandangan ASWAJA, tradisibudaya yang secara
substansial tidak bertentangan dengan syariat, maka Islam akan menerimanya
bahkan mengakulturasikannya dengan nilai-nilai keislaman.
Dengan demikian, tasâmuh (toleransi), berati sebuah sikap untuk
menciptakan keharmonisan kehidupan sebagai sesama umat manusia. Sebuah
sikap untuk membangun kerukunan antar sesama makhluk Allah di muka
bumi, dan untuk menciptakan peradaban manusia yang madani. Dari sikap
tasâmuh inilah selanjutnya ASWAJA merumuskan konsep persaudaraan
(ukhuwwah) universal. Meliputi ukhuwwah islamiyyah (persaudaan
keislaman), ukhuwwah wathaniyyah (persaudaraan kebangsaaan) dan
ukhuwwah basyariyyah atau insaniyyah (persaudaraan kemanusiaan).
Persaudaraan universal untuk menciptakan keharmonisan kehidupan di muka
bumi ini, merupakan implementasi dari firman Allah SWT: Hai manusia,
sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya
kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara
kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. (QS.
Alhujurat; 13). Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:
“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi“.
(QS. Albaqarah: 30).

Anda mungkin juga menyukai