ROGAYA
Alumni STKIP Banten
1. PENDAHULUAN
Ada beberapa faktor yang menghubungkan akhlak/moral siswa di sekolah, secara
garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua faktor, yaitu :
Pertama faktor eksternal yaitu faktor yang timbul dari luar diri siswa, seperti,
lingkungan keluarga. Lingkungan sekolah (Guru dan peraturannya), lingkungan
social/masyarakat. Dan yang kedua faktor Internal, yaitu faktor yang datang dari
dalam diri siswa itu sendiri, seperti kesehatan, kemauan, minat, perhatian,
intelegensi dan sebagainya.
Akhlak/moral yang ada pada diri siswa, ikut menghubungkan kualitas
pribadi siswanya, karena dengan melalui akhlak/moral pula seseorang akan dapat
meyakini dan memberikan reaksi positif maupun negative. Setiap pribadi siswa
diharapkan agar berbudi pekerti baik, akan tetapi pada kenyataannya masih
banyak siswa SMP dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) baik negeri maupun swasta
yang belum memahami isi sila pertama Pancasila dengan baik. Hal ini dapat
disebabkan antara lain, Masalah keluarga, masalah hubungan sosial, masalah
intelegensi, masalah perhatian dan sebagainya. Maka dengan begitu proses
perkembangan dan kelangsungan belajar mengajar menjadi terganggu, sehingga
dapat mengakibatkan akhlak/moral siswa kurang baik/buruk.
Telah banyak usaha yang dilakukan untuk pembentukan akhlak/moral
siswa, salah satu diantaranya adalah pemberian materi pelajaran yang
mengarahkan siswa untuk perubahan dan pembentukan akhlak/moral siswa yang
lebih baik. Agama dan Pelajaran PKn di SMP/MTs adalah suatu mata pelajaran
wajib yang diberikan kepada siswa agar supaya siswa dapat mencapai tujuan
pendidikan secara optimal.
Dalam memberikan materi pelajaran kepada siswa, guru hendaknya
melakukan berbagai kegiatan-kegiatan pembiasaan/contoh-contoh sikap/perbuatan
yang baik yang sesuai dengan norma-norma yang berlaku dimasyarakat pada
umumnya. Dengan demikian diharapkan pelaksanaan pembelajaran didaam kelas
tidak menimbulkan kebosanan/kejenuhan dan tumpang tindih dapat dihindari. Hal
itu sangat penting karena pelajaran Agama dan PKn
diselenggarakan/dilaksanakan disemua tingkat, jalur, dan jenjang pendidikan,
bahkan sepanjang hayat. Oleh karena itu, setiap guru diharapakan agar dapat
mengajarkan pelajaran Agama dan PKn ini sesuai dengan panduan dan acuan
yang ada dan melalui pula keteladanan jiwa seorang guru.
Berdasarkan pada pengamatan dilapangan, penulis banyak sekali
menjumpai para siswa yang moral/ sikap prilakunya kurang baik di tingkat
sekolah dasar misalnya, masih banyak siswa yang menganggap bahwa pelajaran
Agama dan PKn hanya pelajaran biasa-biasa saja dan kurang bermanfaat untuk
masa depan, maka akibatnya banyak para siswa ditingkat sekolah dasar budi
pekertinya /sikap prilakunya kurang baik.
Dari uraian diatas, penulis tertarik untuk meneliti apakah ada Hubungan
toleransi beragama dalam membentuk akhlaq/moral siswa kelas VII di SMP
Garuda Teknologi Teknologi Kecamatan Pakuhaji Kabupaten Tangerang.maka
dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu sebagai beikut: Apakah terdapat
Hubungan Pemahaman Sila pertama Pancasila dengan Toleransi Beragama Siswa
Kelas VII di SMP Garuda Teknologi Pantura Kecamatan Pakuhaji Kabupaten
Tangerang?
2. LANDASAN TEORI
2.1. Pengertian Pemahaman Sila Pertama Pancasila
Sila pertama dari Pancasila Dasar Negara NKRI adalah Ketuhanan Yang Maha
Esa. Kalimat pada sila pertama ini tidak lain menggunakan istilah dalam bahasa
Sansekerta ataupun bahasa Pali. Banyak diantara kita yang salah paham
mengartikan makna dari sila pertama ini. Baik dari sekolah dasar sampai sekolah
menengah umum kita diajarkan bahwa arti dari Ketuhanan Yang Maha Esa adalah
Tuhan Yang Satu, atau Tuhan yang jumlahnya satu. Jika kita membahasnya dalam
bahasa Sansekerta ataupun Pali, Ketuhanan Yang Maha Esa bukanlah Tuhan yang
bermakna satu.(Kaelan, 2010)
Ketuhanan berasal dari kata tuhan yang diberi imbuhan berupa awalan ke-
dan akhiran –an. Penggunaan awalan ke- dan akhiran –an pada suatu kata dapat
merubah makna dari kata itu dan membentuk makna baru. Penambahan awalan
ke- dan akhiran –andapat memberi makna perubahan menjadi antara lain:
mengalami hal sifat.
Kata ketuhanan yang beasal dari kata tuhan yang diberi imbuhan ke- dan –
an bermakna sifat-sifat tuhan. Dengan kata lain ketuhanan berarti sifat-sifat tuhan
atau sifat-sifat yang berhubungan dengan tuhan.
Kata Maha berasal dari bahasa Sansekerta atau Pali yang bisa berarti mulia
atau besar (bukan dalam pengertian bentuk). Kata Maha bukan berarti sangat.
Kata “esa” juga berasal dari bahasa Sansekerta atau Pali. Kata “esa” bukan berarti
satu atau tunggal dalam jumlah. Kata “esa” berasal dari kata “etad” yang lebih
mengacu pada pengertian keberadaan yang mutlak atau mengacu pada kata “ini”
(this- Inggris). Sedangkan kata “satu” dalam pengertian jumlah dalam bahasa
Sansekerta atau bahasa Pali adalah kata “eka”. Jika yang dimaksud dalam sila
pertama adalah jumlah Tuhan yang satu, 10 maka kata yang seharusnya digunakan
adalah “eka” bukan kata “esa”.
Dari penjelasan yang disampaikan di atas dapat dikesimpulan bahwa arti
dari Ketuhanan Yang Maha Esa bukanlah berarti Tuhan Yang Hanya Satu, bukan
mengacu pada suatu individual yang kita sebut Tuhan Yang jumlahnya satu.
Tetapi sesungguhnya Ketuhanan Yang Maha Esa berarti Sifat-sifat Luhur atau
Mulia Tuhan yang mutlak harus ada. Jadi yang ditekankan pada sila pertama dari
Pancasila ini adalah sifat-sifat luhur atau mulia, bukan Tuhannya.
2.1.1. Makna Pemahaman Sila Pertama Pancasila
Makna sila ini adalah
1) Percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan
kepercayaannya masing-maisng menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab.
2) Hormat dan menghormati serta bekerjasama antara pemeluk agama dan
penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina
kerukunan hidup.
3) Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama
dan kepercayaan masing-masing
4) Tidak memaksakan suatu agama atau kepercayaannya kepada orang lain.
5) Frasa Ketuhanan Yang Maha Esa bukan berarti warga Indonesia harus
memiliki agama monoteis namun frasa ini menekankanke-esaan dalam
beragama.
6) Mengandung makna adanya Causa Prima (sebab pertama) yaitu Tuhan
Yang Maha Esa.
7) Menjamin peenduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah
menurut agamanya.
8) Negara memberi fasilitas bagi tumbuh kembangnya agama dan dan iman
warga negara dan mediator ketika terjadi konflik agama.
9) Bertoleransi dalam beragama, dalam hal ini toleransi ditekankan dalam
beribadah menurut agama masing-masing.
Variabel X Variabel Y
Pemahaman Sila Toleransi Beragama
Pertama Pancasila Siswa
Berdasarkan deskripsi teoritis yang telah diuraikan diatas, maka dapat disusun
kerangka berpikir sebagai berikut : Untuk dapat mengetahui akhlaq/moral siswa
adalah dengan cara melihat hasil belajar pada mata pelajaran PPKn dan Agama
Islam. Akhlaq /moral siswa ada yang baik dan ada yang kurang baik (tercela),
yang menyebabkan baik buruknya akhlaq/moral siswa adalah dipengaruhi oleh
dua faktor, yaitu faktor intrinsic dan faktor ekstrinsik, Adapun akhlaq yang baik
(terpuji) merupakan dambaan/harapan semua siswa, orang tua, guru, sekolah
tetapi tidak semua siswa dapat berkahlaq dengan baik. Ada beberapa masalah
yang dapat menghambat perubahan akhlaq/moral siswa. Disini pelajaran PPKn
betujuan untuk menciptakan kondisi yang kondusif dalam rangka membentuk
akhlaq/moral siswa menjadi lebih baik.
Kesediaan dan semangat siswa untuk selalu mengikuti pelajaran PPKn di
sekolah, sangat tergantung pada dorongan dan bimbingan dari guru, khususnya
guru mata pelajaran PPKn, akan tetapi sebaliknya apabila siswa tidak mau atau
malas mengikuti pelajaran PPKn, berarti dorongan dan bimbingan dari guru
sangat berkurang, sehingga usaha dalam membentuk akhlaq/moral siswa menjadi
rendah atau tidak berhasil
2.4. Hipotesis
Berdasarkan kerangka berpikir tersebut diatas, maka peneliti dapat menarik suatu
kesimpulan yaitu sebagai berikut:
Ada hubungan yang signifikan antara pemahaman sila pertama Pancasila
dengan toleransi beragama siswa kelas VII di SMP Garuda Teknologi Pantura
Kecamatan Pakuhaji Kabupaten Tangerang.
Ho = Tidak ada hubungan antara variabel X dengan variabel Y.
Hi = Ada hubungan antara variabel X dengan variabel Y
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Banyak metode yang dapat digunakan dalam sebuah penelitian, tergantung dari
sifat dan tujuan penelitian yang dilakukan. Penelitian yang penulis lakukan
adalah untuk mengetahui pengaruh pemahaman sila Ketuhanan Yang Maha Esa
terhadap prestasi belajar siswa pada mata pelajaran PKn. Oleh karena itu, penulis
menggunakan metode deskriptif korelasi.
Deskriptif merupakan istilah umum yang mencakup berbagai tekhnik,
diantaranya adalah menuturkan, menganalisis dan mengklasifikasikan,
penyesuaian dengan teknik survey, interview, angket, observasi, dan analisis
kuantitaif. (Arikunto, 2010)
Dalam penelitian ini teknik yang digunakan penulis adalah studi
korelasi yaitu angket dan teknik tes. Studi korelasi adalah penelitian deskriptif
yang bertujuan menetapkan besarnya hubungan antar variabel (Rahmat, 1997:
429). Adapun teknik penelitian ialah menggunakan angket. Angket, yaitu teknik
penelitian yang dilakukan dengan cara tertulis atau wawancara tertulis untuk
mencari data tentang motivasi belajar dan prestasi belalajar.
Keterangan :
r = Koefisien Korelasi
n = Banyaknya peserta / siswa
x = Nilai rata – rata tes
y = Nilai kuesioner
xy = Jumlah hasil perkalian x dan y
x2 = Jumlah kuadrat seluruh skor x
y2 = Jumlah kuadrat seluruh skor y
2. Uji Hipotesis
Bertitik tolak dari bentuk data yaitu mengenai data pemahaman sila pertama
Pancasila dengan toleransi beragama siswa, maka teknik analisis datanya adalah
sebagai berikut : Data pemahaman sila pertama Pancasila dengan toleransi
beragama dan ditabulasikan sesuai dengan fungsi yaitu :
Data x untuk pemahaman sila pertama Pancasila
Data y untuk Toleransi beragama
Kedua data diambil dari angket yang disebarkan pada 30 responden.
Penulisan menggunakan metode statistic dengan menggunakan rumus koefisien
korelasi person atau product moment coefficient of correlation.
nx.y (x).(y)
r 2
2
(n.x (x)2 ).(n. y (y)2 )
Keterangan :
r = Koefisien Korelasi
n = Banyaknya peserta / siswa
x = Nilai rata – rata tes
y = Nilai kuesioner
xy = Jumlah hasil perkalian x dan y
x2 = Jumlah kuadrat seluruh skor x
y2 = Jumlah kuadrat seluruh skor y
4. HASIL PENELITIAN
4.1. Deskripsi Data
4.1.1. Pemahaman Sila Pertama Pancasila Variabel X
Secara keseluruhan skor yang diperoleh dari variable X yaitu pemahaman Sila
Pertama Pancasila berjumlah 2406 dengan skor tertinggi 92 dan skor terendah 66.
Dari jumlah tersebut diperoleh rata – rata (mean) 80,2 median 87,5 modus 85,5
standar deviasi 4,89.
Apabila data – data tersebut digambarkan dalam bentuk grafik histogram
dan polygon akan terlihat gambar di bawah ini.
Tabel 1
Distribusi Frekuensi Untuk Pembuatan Grafik Histogram dan Polygon
Variabel X Pemahaman Sila Pertama Pancasila
Kelas Frekuensi Titik Tengah Batas Nyata
66 – 69 3 67,5 65,5 – 69,5
70 – 73 4 71,5 69,5 – 73,5
74 – 77 3 75,5 73,5 – 77,5
78 – 81 6 79,5 77,5 – 81,5
82 – 85 6 83,5 81,5 – 85,5
86 – 89 6 87,5 85,5 – 89,5
90 – 93 2 91,5 89,5 – 93,5
Jumlah 30
F
Y
r 6
e
k
u 5
e
n 4
s
i
3
1
65,5 69,5 73,5 77,5 81,5 85,5 89,5
Kelas Interval
Berdasarkan grafik diatas terlihat bahwa frekuensi tertinggi terletak pada kelas
interval (77,5 – 81,5). Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman sila pertama
Pancasila berada pada rentangan (77,5 – 81,5 ) tinggi untuk sebagian reponden.
Berdasarkan grafik diatas terlihat bahwa frekuensi tertinggi terletak pada kelas
interval (74,5 – 77,5). Hal ini menunjukkan bahwa toleransi beragama berada
pada rentangan (74,5 – 77,5) tinggi ntuk sebagian responden.
1.2 Variabel Y
Setelah dilakukan perhitungan diperoleh Lohitung sebesar 0,4667. Jika
dikonsultasikan dengan table lillefors pada taraf signifikan 0,05 dan N = 30
diperoleh Lotabel 0,161. Sehingga dapat disimpulkan bahwa data pada variabel
Y berasal dari populasi berdistribusi normal.
Tabel 3
Uji Normalitas Variabel Y dari 30 Responden
5.2. Saran-saran
1. Toleransi beragama berhubungan dengan moral/akhlaq siswa di sekolah, maka
guru harus memperbanyak materi pelajaran yang dapat membentuk
moral/akhlaq siswa di sekolah
2. Dalam meningkatkan moral siswa, maka guru harus dapat memotivasi siswa
untuk mengikuti semua pelajaran yang diberikan disekolah. Sehingga toleransi
beragamanya meningkat., sehingga moral siswa akan terdorong menjadi lebih
baik.
3. Guru hendaknya dalam memberikan pelajaran di sekolah harus atau perlu
menanamkan nilai-nilai agama dalam usaha membentuk moral/akhlaq siswa
disekolah.
4. Harus ada kerja sama antara guru, kepala sekolah dan orang tua dalam usaha
meningkatkan toleransi beragama siswa demi membentuk moral siswa yang
baik di sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur,an dan Terjemahannya, 1979. Departemen Agama RI.
Djatmika Rachmat, 1988. Sistem Ethika Islam (Akhlaq Mulia), Surabaya, Islam,
Sutrisno Hadi, Statistik Jilid 2 ; CV. Andi Offset.
Kaelan, M.S. Pendidikan Pancasila(Yogyakarta:Paradigma.2010).hal.15
Suharsimi Arikunto.2010.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta.PT Asdi Mahsatya. Hal.34