Disusun oleh :
Dosen Pembimbing :
Gigi merupakan salah satu bagian penting dari tubuh yang berperan sebagai alat
pengunyahan yang membantu proses pencernaan makanan secara mekanis, selain itu gigi juga
memiliki fungsi fonetik yang membantu saat berbicara dan fungsi estetik untuk keindahan.
Kehilangan gigi menimbulkan gangguan pada fungsi utama gigi, yakni fungsi mastikasi,
fonetik dan estetika. Selain itu, kondisi ini juga berdampak pada gigi tetangga, gigi antagonis,
maupun jaringan di sekitar gigi. Perawatan gigi tiruan dapat dilakukan untuk mengatasi
masalah ini (Adhiatman dkk., 2018). Gigi tiruan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu
gigi tiruan tetap dan gigi tiruan lepasan. Gigi tiruan lepasan/removable denture (yang
dibagi lagi menjadi gigi tiruan sebagian dan gigi tiruan lengkap) dapat dilepas pasang sendiri
oleh pasien, sedangkan gigi tiruan tetap/fixed disemenkan ke gigi pasien secara permanen. Gigi
tiruan cekat (GTC) adalah suatu jenis gigi tiruan yang dilekatkan secara tetap pada satu atau
lebih gigi penyangga, dan mengganti satu atau lebih dari satu gigi yang hilang guna
memperbaiki fungsi pengunyahan akibat kehilangan gigi, memperbaiki estetika, mencegah
over erupsi gigi antagonis dan perpindahan gigi tetangga, meningkatkan kenyamanan, dan
menjaga kesehatan jaringan periodontal (Rizki dkk., 2012).
Gigi tiruan cekat memiliki beberapa kelebihan, diantaranya memiliki estetika yang baik,
lebih nyaman dan aman digunakan bagi pasien, memiliki kemampuan untuk meneruskan
kekuatan sepanjang axis gigi, memiliki kekuatan yang superior, fungsi oklusi maksimal,
menjaga integritas lengkung/posisi gigi, serta menjaga dan mempertahankan struktur yang
tersisa. Namun, terdapat kekurangan pada gigi tiruan cekat seperti memerlukan preparasi pada
gigi tetangga, gigi abutment rentan mengalami karies, apabila terjadi kesalahan saat preparasi
dapat melukai pulpa atau jaringan periodontal, serta memerlukan biaya yang cukup tinggi
(Rangajaran dkk., 2017).
Pembuatan gigi tiruan cekat (GTC) memerlukan persiapan dan evaluasi yang baik.
Penegakan diagnosis yang baik diperlukan untuk menentukan rencana perawatan yang tepat.
Selain itu, penentuan desain GTC yang akan digunakan sangat menentukan keberhasilan
perawatannya sehingga memerlukan pertimbangan dari berbagai segi untuk mendapatkan hasil
yang optimal dari segi biokompatibilitas, retensi dan resistensi serta estetika (Susaniawaty
dkk., 2015).
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Yusrina dkk. (2012) dan Susniawaty dan Utama (2015), indikasi
pemasangan GTC adalah:
3
3. Keberadaan diastema anterior yang tetap ingin dipertahankan oleh pasien
4. Ketidakinginan pasien untuk melakukan preparasi pada kedua gigi di sebelah sisi
area edentulous
5. Pasien usia muda dengan tanduk pulpa yang lebar pada mahkota klinis
1. Fixed-fixed bridge
Merupakan GTC yang pontiknya didukung oleh satu atau lebih gigi penyangga
pada kedua sisi yang bersifat rigid atau kaku.
2. Semi-fixed bridge
4
Merupakan GTC yang salah satu pontiknya dihubungkan pada retainer
menggunakan konektor non-rigid atau tidak kaku, dan satu pontik lainnya
dihubungkan menggunakan konektor rigid.
5
3. Cantilever bridge
Merupakan GTC yang salah satu ujungnya melekat secara rigid pada retainer,
sedangkan ujung lainnya bebas menggantung.
Merupakan GTC yang memiliki komponen pontik yang terpasang jauh dari
retainer dan dihubungkan menggunakan palatal bar.
5. Compound bridge
Merupakan GTC yang terdiri dari gabungan atau kombinasi dari dua jenis GTC
yang disatukan menjadi suatu kesatuan piranti.
Komponen gigi tiruan cekat menurut Rangajaran dkk. (2017) terdiri dari retainer, gigi
abutment, pontik dan konektor.
6
1. Retainer
Retainer merupakan bagian dari gigi tiruan cekat berupa crown atau restorasi
yang disemenkan pada gigi abutment dan berhubungan dengan seluruh bagian
restorasi gigi tiruan. Retainer bertanggung jawab pada stabilisasi dan retensi dari
protesa. Retainer secara umum terbagi menjadi dua, yakni retainer mayor dan
minor. Retainer mayor umumnya menutupi seluruh bagian dari gigi abutment
seperti full veneer crown dan partial veneer crown. Sedangkan, retainer minor
merupakan logam kecil yang disemenkan ke gigi seperti inlay atau onlay. Selain
itu, juga terdapat retainer konservatif yang hanya memerlukan preparasi gigi
minimal (terutama diindikasikan untuk gigi anterior), namun retainer jenis ini
tidak dapat menerima beban oklusal yang berat. Contoh retainer konservatif
antara lain resin-bonded bridge.
Gambar 2A. Full and partial veneer crown (Rangajaran dkk., 2017)
2. Gigi Abutment
Gigi abutment merupakan gigi asli yang dipreparasi sedemikian rupa sebagai
tempat retainer disementasikan.
7
3. Pontik
Pontik merupakan gigi tiruan yang menggantikan gigi asli yang hilang untuk
mengembalikan fungsinya dan mengisi ruang dari gigi yang telah hilang. Pontik
yang ideal memiliki persyaratan, di antaranya mampu mengembalikan fungsi gigi
yang digantikan, memberikan kenyamanan dan memperbaiki estetika, bersifat
biokompatibel, mudah dibersihkan dan dirawat, mempertahankan residual ridge
dan kesehatan mukosa dibawahnya, dan memiliki kekuatan yang cukup untuk
menahan gaya oklusal.
Pontik diklasifikasikan berdasarkan kontak mukosa dengan jaringan
dibawahnya sebagai berikut :
a. Ridge lap/saddle pontic
Saddle pontik memiliki permukaan yang cekung, permukaan gingival
dari pontik ini tidak berkontak secara langsung dengan alveolar ridge,
namun hanya berkontak pada akhiran gingival sebelah bukal/lingual.
Pontik ini mensimulasikan gigi asli yang hilang dengan estetika yang baik.
Namun, saddle pontik memiliki kekurangan diantaranya sulit dibersihkan
karena permukaan gingivalnya tertutup, dan memungkinkan terjadinya
peradangan ketika permukaan gingival pontik berkontak dengan alveolar
ridge sehingga pontik ini jarang digunakan.
8
optimal. Pontik ini paling sering digunakan pada area yang memiliki
visibilitas yang tinggi.
9
e. Sanitary/hygienic pontic
Sanitary pontik merupakan pontik yang didesain tidak berkontak
sama sekali dengan jaringan dibawahnya untuk memaksimalkan
pembersihan dan pemeliharaan serta meminimalisir inflamasi pada
jaringan. Secara estetika pontik ini kurang baik, sehingga hanya digunakan
untuk gigi posterior saja. Jarak pontik ke ridge adalah 2 mm dengan
ketebalan minimal okluso-gingival pontik adalah 3 mm sehingga
menyediakan space yang adekuat untuk pembersihan. Terdapat dua jenis
desain sanitary pontic:
- Fish belly pontic/conventional hygienic pontic: permukaan bawah
pontik dibulatkan tanpa sudut.
- Bar hygienic pontic: permukaan bawah pontik didesain rata.
4. Konektor
Konektor merupakan bagian yang menghubungkan retainer dengan pontik.
Konektor secara umum dibagi menjadi dua jenis, yakni konektor rigid dan
konektor non-rigid.
a. Konektor rigid
Konektor rigid tidak memungkinkan terjadinya gerakan apapun
(kaku) karena seluruh beban tekanan pengunyahan disalurkan langsung ke
gigi abutment. Konektor ini digunakan untuk menggabungkan retainer
dengan pontik pada fixed-fixed bridge dengan cara dicor. Desain konektor
rigid dibuat pada model malam dengan dimensi jarak 0,13 mm.
10
b. Konektor non-rigid
Konektor non-rigid memungkinkan terjadinya gerakan terbatas
antara retainer dengan pontik dan memiliki sedikit fleksibilitas. Konektor
ini diindikasikan apabila insersi paralel tidak dapat tercapai dikarenakan
posisi gigi abutment tidak sejajar. Konektor ini memiliki komponen
mortice (female) dan tenon (male) pada pontik yang berbeda bentuk dan
konfigurasinya untuk mengakomodasi gerakan yang dibutuhkan.
11
3. Rasio mahkota-akar
Rasio mahkota-akar adalah ukuran panjang oklusal gigi terhadap puncak
tulang alveolar dengan panjang akar yang tertanam dalam tulang alveolar. Rasio
idealnya adalah 2:3, atau minimal 1:1.
4. Kondisi jaringan periodontal
Kondisi jaringan periodontal harus baik, serta desain retainer dan pontik
harus direncanakan untuk menjaga kesehatan jaringan periodontal.
5. Mobilitas gigi
Derajat mobilitas gigi minimal, derajat 3 adalah kontraindikasi. Apabila
mobilitas disebabkan karena masalah periodontal, dapat dilakukan splinting
terlebih dahulu.
6. Hukum Ante
Hukum Ante menyatakan bahwa luas permukaan akar gigi-gigi abutment
harus sama dengan atau lebih besar dari luas permukaan akar gigi yang akan
digantikan. Satu gigi yang hilang setidaknya harus memiliki dua gigi abutment,
apabila dua gigi yang hilang dapat menggunakan dua gigi abutment jika Hukum
Ante tercapai.
12
gigi cukup parah, dapat dilakukan perawatan ortodontik atau dengan perencanaan
desain konektor yang dapat mengkompensasi seperti partial crown/telescopic
crown, atau dengan penggunaan konektor non-rigid.
13
Gambar 6A. Finishing line tipe chamfer (Rangajaran dkk., 2017)
Gambar 6B. Finishing line tipe deep chamfer (Rangajaran dkk., 2017)
3. Shoulder
Digunakan untuk all-ceramic crown (crown jaket porselain tradisional).
Shoulder secara general tidak digunakan sebagai finishing line untuk restorasi
metal. Memiliki kelebihan dalam hal estetika maksimal, kekuatan crown
maksimal, dan menghindari overcontouring. Memiliki kekurangan dalam hal
destruksi gigi dan lebih banyak stress yang dibebankan pada gigi dibandingkan
chamfer.
14
Gambar 6C. Finishing line tipe shoulder (Rangajaran dkk., 2017)
4. Shoulderless/knife edge
Digunakan untuk menyediakan margin akut dari restorasi metal. Memiliki
kelebihan dalam hal destruksi minimal, sedangkan kekurangannya adalah
overcontouring apabila digunakan untuk bahan keramik, estetika yang buruk, dan
margin crown yang lemah.
15
III. LAPORAN KASUS
A. Identifikasi Pasien
Nama Pasien : Amsal Theopilus Purba
Umur : 24 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : Jl. Selamat Ketaren GG. No 4
No. Kartu :
B. Anamnesis
1. Pemeriksaan Subjektif
Chief Complaint Pasien ingin dibuatkan gigi tiruan karena terdapat satu gigi
belakang kiri bawahnya yang hilang yang mengganggu
pengunyahan pasien.
Present Illness
Gigi belakang kanan bawah pasien pernah berlubang dan
kemudian ditumpat 1(satu) bulan yang lalu, dan tidak ada
keluhan tergait tumpatan yang telah dilakukan. Saat
pemeriksaan tidak ada keluhan rasa sakit.
Past Dental History Pasien pernah mencabutkan gigi belakang kiri bawahnya dan
gigi belakang kanan bawah
Past Medical History Kondisi pasien baik, tidak terdapat kecurigaan adanya
penyakit sistemik, tidak ada riwayat alergi makanan/obat.
Family History Ayah dan ibu tidak dicurigai menderita penyakit sistemik
maupun alergi.
16
2. Pemeriksaan Objektif
a. Umum
● Jasmani : sehat, compos mentis
● Rohani : kooperatif dan komunikatif
b. Lokal
● Ekstra oral
● Muka : simetris, tidak ada kelainan
● Profil : cembung normal
● Bibir : simetris, tidak ada kelainan
● Intra oral
● Palatum : U, tinggi
● Mukosa : normal, tidak ada kelainan
● Gingiva : normal, tidak ada kelainan
● Lidah : normal, tidak ada kelainan
c. Pemeriksaan Elemen
8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
8 7 6
X 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7
X 8
Keterangan:
X : gigi telah dicabut
C. Klasifikasi
RA : Kelas V Applegate-Kennedy
17
D. Pemeriksaan Rontgen Foto
Tidak terdapat kelainan di sekitar gigi 35 dan 37 yang akan dijadikan sebagai gigi
abutment, jaringan periodontal baik, dan tidak terdapat area radiolusen di sekitar apeks gigi
abutment.
18
IV. RENCANA PERAWATAN
1. Kunjungan I
a. Pemeriksaan subjektif dan objektif
b. Menginstruksi pasien untuk melakukan perawatan scaling dan restorasi
gigi berlubang sebelum dilakukannya perawatan GTC
c. Evaluasi gigi abutment melalui rontgen foto untuk mengetahui kondisi
gigi abutment yaitu gigi 35 dan 37, serta area edentulous yaitu 36
d. Melakukan pencetakan RA dan RB
1. Pemilihan ukuran sendok cetak sediaan untuk rahang bergigi yang
disesuaikan dengan ukuran rahang pasien, yaitu sendok cetak
perforated stock tray no. 1 untuk RA dan no. 1 untuk RB dengan
tambahan malam wax dibelakangnya.
2. Sendok cetak dicobakan terlebih dahulu kepada pasien, apabila
dibutuhkan dilakukan modifikasi pada sendok cetak
3. Bahan cetak alginat (irreversible hydrocolloid) dimanipulasi sesuai
dengan instruksi pabrik, kemudian ditaruh pada sendok cetak,
diratakan, dan dimasukkan ke dalam mulut pasien
4. Dilakukan pencetakan pada RB terlebih dahulu, kemudian
dilanjutkan RA
5. Pada proses pencetakan metode mukostatik ini, pasien
diinstruksikan untuk mengucapkan huruf U dan dilakukan muscle
trimming
6. Setelah setting, cetakan dikeluarkan dari mulut pasien dan
dibersihkan dengan air mengalir untuk menghilangkan saliva dan
membersihkan debris-debris lainnya
7. Sendok cetak yang sudah terisi cetakan negatif dari bahan alginat
kemudian diisi dengan gips stone dan dibiarkan mengeras untuk
mendapatkan cetakan positif
8. Setelah mengeras sempurna, cetakan positif tersebut diboxing untuk
dijadikan sebagai model studi.
e. Model studi kemudian digunakan untuk membuat desain GTC. Tipe GTC
yang dipilih adalah fixed-fixed bridge yang dibuat dari bahan porcelain
19
fused to metal (PFM). GTC ini terdiri dari 3 unit dengan abutment pada
gigi
20
35 dan 37, pontik menggantikan gigi 36, dan retainer jenis ekstrakoronal
berupa mahkota penuh (full crown). Desain pontik berdasarkan kontak
mukosanya menggunakan pontik jenis modified ridge lap, yaitu jenis
pontik yang mengombinasikan pontik jenis hygienic dan saddle. Pontik ini
baik untuk digunakan karena mengombinasikan karakteristik estetika dan
proses pembersihkan yang mudah. Pada pontik ini, kontak dengan
jaringan hanya berada pada lingir sisa fasial.
21
g. Kondisi gigi sebelum dipreparasi:
9,88mm 11,87 mm
7.55 mm
22
Desain GTC
Keterangan:
A = Gigi abutment
B = Retainer ekstrakoronal (full crown)
C = Pontik (modified ridge lap pontic)
D = Konektor tipe rigid
2. Kunjungan II
Sebelum dilakukan preparasi pada gigi abutment, dilakukan pencetakan
terlebih dahulu kembali. Hasil cetakan negatif tersebut disimpan untuk pembuatan
gigi tiruan sementara setelah gigi abutment dipreparasi. Preparasi pada GTC 3
unit ini menggunakan bur kecepatan tinggi (high-speed). Preparasi dilakukan
dengan mengikuti prinsip kesejajaran atau paralelisme dinding-dinding aksial dari
gigi abutment yang akan dipreparasi.
Pada gigi 35 dan 37, akan dilakukan tahapan preparasi dengan tahapan-
tahapan sebagai berikut:
1. Menyiapkan alat-alat yang diperlukan dalam melakukan preparasi, yaitu
fissure bur, tapered bur, chamfer/torpedo bur, round end tapered bur, round-
edge wheel bur, sand paper disc, dan handpiece.
Gambar 7: A. Fissure bur. B. Round-end tapered diamond bur;
C. Chamfer diamond bur; D. Flat-end tapered diamond bur; E. Flame bur;
F. Tapered/long needle diamond bur
2
iii. Periksa jarak permukaan oklusal gigi yang telah direduksi dengan
gigi antagonisnya.
b. Pembuatan bevel
i. Pembuatan bevel pada buccooclusal line angle dilakukan dengan
menggunakan round end tapered diamond bur. Bur dibentuk
dengan sudut 45° terhadap dinding aksial.
3
ii. Setelah itu, menggunakan torpedo diamond bur, kurangi bagian
buccal gigi sedalam 1,5 mm. Hal ini dilakukan dengan mengurangi
sebanyak 1,5 mm permukaan buccal pada bagian yang mengarah
ke oklusal terlebih dahulu, sesuai dengan panduan kedalaman yang
telah dibuat sebelumnya.
iii. Setelah itu, kurangi permukaan buccal gigi pada bagian yang
mendekati gingiva sedalam 1,5 mm sesuai dengan panduan
kedalaman yang telah dibuat sebelumnya.
iv. Bur digunakan dengan aksis mendatar pada permukaan gigi yang
dipreparasi. Reduksi pada permukaan buccal harus menghasilkan
permukaan yang cembung.
d. Reduksi permukaan proksimal
Kurangi permukaan proksimal gigi sedalam 1,5 mm dengan
menggunakan torpedo diamond bur. Reduksi ini harus memperhatikan
prinsip paralelisme dari preparasi, di mana bagian proksimal mesial dan
distal harus sejajar, atau sedikit konvergen ke arah oklusal dengan sudut
sebesar ± 6o.
4
e. Reduksi permukaan lingual
Kurangi permukaan lingual gigi sedalam 1,5 mm dengan
menggunakan torpedo diamond bur.
5
d. Teknik pencetakan : double impression
e. Tahap pencetakan :
Gigi yang telah dipreparasi lalu dibersihkan dan dilakukan retraksi
pada gingiva menggunakan benang yang telah direndam dalam
adrenalin. Bahan cetak putty berupa base dan katalis dengan
perbandingan 1:1 dicampur secara cepat menggunakan tangan selama 30
detik hingga warnanya homogen. Kemudian bahan cetak putty
diletakkan pada sendok cetak dan diberi cekungan pada bagian gigi yang
dipreparasi. Selanjutnya bahan cetak elastomer diaduk dengan plastis
instrumen pada glass plate, setelah homogen dimasukkan ke dalam
syringe dan diletakkan pada bagian cekung tersebut. Kemudian lakukan
pencetakan rahang. Setelah bahan cetak setting, sendok cetak ditarik
dengan cepat dari mulut pasien, kemudian diisi dengan gips stone.
Selanjutnya, dilakukan pembuatan model malam dan diproses di lab.
D. Pembuatan Mahkota Sementara
Pembuatan mahkota sementara dilakukan dengan metode indirek dan
dipasangkan setelah dilakukan preparasi dengan cara :
a. Cetak rahang dengan menggunakan alginat dan dibuat cetakan positifnya.
b. Cetakan positif dipasangkan gigi artifisial yang sesuai, kemudian dicetak
kembali menggunakan alginat (cetakan pertama)
c. Melakukan preparasi pada gigi abutment, kemudian dicetak dengan
alginat, kemudian dibuatkan cetakan positifnya (cetakan kedua)
d. Memasukkan self-curing acrylic ke dalam cetakan alginat yang telah
diolesi vaselin, kemudian cetak ke cetakan kedua.
e. Apabila sudah mengeras, lepaskan dan pasangkan pada gigi pasien.
Bersihkan ekses dengan bur.
f. Mahkota sementara dan gigi pasien kemudian dibersihkan, dikeringkan
dan dilekatkan dengan freegenol. Lalu lakukan cek oklusi.
3. Kunjungan III (Try in gigi tiruan cekat)
Mahkota sementara dilepaskan dengan menggunakan crown removal. Pasang
retraction cord pada kedua gigi abutment, lalu bridge yang telah selesai dibuat
6
dicobakan ke gigi pasien. Bridge harus memiliki kontak proksimal yang baik
dengan gigi tetangga, tepi bridge tidak boleh menekan gingiva. Lakukan cek
oklusi, retensi, dan stabilisasi.
a. Oklusi
Pemeriksaan oklusi dilakukan pada posisi sentrik, lateral dan
anteroposterior. Pemeriksaan dilakukan menggunakan articulating paper yang
diletakkan antara gigi rahang atas dan bawah, kemudian pasien diminta
melakukan gerakan mengunyah. Setelah itu, articulating paper diambil dan
dilihat apakah ada pewarnaan yang tidak merata pada oklusal gigi. Apabila
terdapat warna yang tidak merata maka terjadi traumatik oklusi pada sisi
tersebut dan harus dilakukan grinding. Pemeriksaan oklusi dilakukan beberapa
kali hingga tidak ada bagian yang mengalami traumatik oklusi.
b. Retensi
Retensi merupakan kemampuan gigi tiruan untuk melawan gaya yang
cenderung memindahkan gigi tiruan ke arah oklusal. Pemeriksaan retensi
dilakukan dengan cara memasang gigi tiruan ke dalam mulut pasien dan
dilihat apakah gigi tiruan tersebut akan terpasang atau terlepas. Apabila gigi
tiruan tidak terlepas maka gigi tiruan tersebut memiliki retensi yang baik.
c. Stabilisasi
Stabilisasi merupakan kemampuan gigi tiruan untuk bertahan melawan
gaya yang cenderung memindahkan tempat atau gaya horizontal ketika gigi
tiruan berfungsi/melakukan mastikasi. Pemeriksaan stabilisasi dilakukan
dengan cara menekan gigi tiruan secara bergantian, apabila gigi tiruan tidak
bergerak maka stabilisasi gigi tiruan tersebut baik.
Try in bridge menggunakan freegenol dilakukan selama 1 minggu untuk
adaptasi. Sebelumnya, dilakukan pembersihan gigi tiruan dan gigi abutment yang
telah dipreparasi, kemudian semen sementara (freegenol) diaduk dan dioleskan
pada gigi abutment yang telah dipreparasi dan pada bagian dalam bridge.
Selanjutnya, bridge dipasang lalu pasien diminta menggigit cotton roll selama
beberapa menit. Apabila terdapat ekses semen dibersihkan, lalu dilakukan
pemeriksaan oklusi dan pemeriksaan margin gingiva. Pasien diinstruksikan untuk
7
menjaga oral hygiene dan menghindari makanan dengan tekstur keras terlebih
dahulu, kemudian pasien diminta untuk kontrol 1 minggu setelahnya untuk
pemasangan gigi tiruan secara permanen.
4. Kunjungan IV (Insersi gigi tiruan cekat)
Satu minggu setelah try in sementara, pasien datang kembali untuk dilakukan
pemeriksaan subjektif dan objektif terkait pemakaian gigi tiruan dan pemeriksaan
klinis terhadap jaringan di sekitar gigi tiruan. Apabila tidak terdapat keluhan dan
tidak terdapat peradangan pada jaringan sekitar dapat dilakukan pemasangan gigi
tiruan cekat secara permanen menggunakan SIK tipe I dengan cara sebagai
berikut:
a. Gigi abutment yang telah dipreparasi dan bridge dibersihkan, lalu dikeringkan
dan diisolasi menggunakan cotton roll.
b. Aduk SIK tipe I dengan agate spatula pada paper pad dengan konsistensi
agak encer.
c. Aplikasikan bahan SIK tipe I ke gigi abutment yang telah dipreparasi dan
bagian dalam bridge secara menyeluruh.
d. Gunakan teknik pumping ketika memasang bridge diawal, dengan cara
memompa hingga 3 kali untuk mencegah udara terjebak. Kemudian pasang
bridge dengan tekanan maksimal menggunakan ibu jari.
e. Letakkan cotton roll pada permukaan oklusal, lalu minta pasien untuk
menggigit cotton roll tersebut selama beberapa menit.
f. Ekses dibersihkan.
g. Cek oklusi, retensi dan stabilisasi.
h. Pasien diminta untuk datang 1 minggu setelahnya untuk kontrol.
5. Kunjungan V (Kontrol)
Satu minggu setelah insersi, pasien datang kembali untuk dilakukan
pemeriksaan subjektif dan objektif sebagai berikut :
a. Pemeriksaan subjektif : Menanyakan apakah terdapat keluhan setelah
pemakaian gigi tiruan cekat selama seminggu.
b. Pemeriksaan objektif : Melihat keadaan jaringan lunak di sekitar gigi
8
tiruan cekat, apakah terdapat peradangan atau
tidak. Dilakukan pemeriksaan oklusi, retensi,
stabilisasi dan estetiknya.
Apabila terdapat keluhan/peradangan pada jaringan lunak di sekitar gigi tiruan
cekat harus dilakukan reparasi.
9
V. DISKUSI
Pada kasus ini, pasien mengeluhkan fungsi pengunyahan yang terganggu sejak hilangnya
gigi 36 sekitar tiga tahun yang lalu. Semenjak gigi di sebelah kiri hilang, pasien sering
mengunyah satu sisi menggunakan gigi-geligi di sisi kanannya dikarenakan rasa tidak nyaman
untuk mengunyah pada sisi kiri dengan gigi yang hilang tetapi beberapa bulan yang lalu gigi
geraham kanan pasien dicabut karena berlubang besar sehingga sekarang pasien kesulitan
mengunyah pada kedua sisi. Berdasarkan hasil pemeriksaan subjektif dan objektif, rencana
perawatan untuk kasus ini adalah pembuatan gigi tiruan cekat. Faktor usia dan kondisi gigi-geligi
pasien setelah diperiksa sesuai dengan indikasi perawatan prostetik GTC. Hasil rontgen
panoramik pasien menunjukkan bahwa keadaan jaringan pendukung pada daerah edentulous
maupun gigi abutment di sebelah kedua sisinya tidak menunjukkan adanya terdapat kelainan.
Gigi 35 dan 37 dipilih menjadi gigi abutment karena sesuai dengan hukum Ante, bahwa luas
jaringan periodonsium gigi abutment hendaknya sama atau lebih besar daripada luas jaringan
periodonsium gigi yang hilang dan akan diganti. Pertimbangan pemilihan gigi 35 dan 37 sebagai
gigi abutment juga didasari atas pertimbangan rasio mahkota-akar yang cukup, jaringan
periodonsium yang baik, jaringan pulpa yang sehat, dan posisi aksis gigi yang cukup normal.
Preparasi gigi abutment dilakukan menggunakan tipe full crown dengan finishing line
jenis chamfer berdasar atas pertimbangan retensi dan resistensinya yang baik. Retainer pada gigi
abutment yang dipreparasi dipilih menggunakan retainer ekstrakoronal berupa full veneer crown
berdasar atas pertimbangan jenis retainer yang lebih kuat, mampu melindungi gigi dari karies
dan fraktur, serta tahapan preparasi, pencetakan, pembuatan, dan penyemenan yang mudah untuk
dilakukan. Bahan pembuatan GTC terbuat dari porcelain fused to metal (PFM) yang
mengombinasikan bahan logam dan porselin yang memberikan karakteristik restorasi yang kuat
dan awet, serta estetis.
Bentuk pontik yang digunakan pada kasus ini adalah modified ridge lap, pontik didesain
tidak menyentuh aspek lingual dari ridge, namun hanya berkontak pada permukaan bukal dengan
tetap mempertahankan penampilan natural selayaknya gigi asli sehingga kontak dengan
jaringannya minimal. Sehingga nilai estetika pontik ini tetap terjaga, dan tetap mempertahankan
kebersihan dengan memperkecil kemungkinan terjadinya impaksi/akumulasi makanan..
Desain GTC pada kasus ini adalah GTC tiga unit tipe fixed-fixed bridge yang terdiri dari
dua retainer dan satu pontik yang dihubungkan oleh konektor secara rigid (kaku).
10
VI. PROGNOSIS
Prognosis dari pembuatan gigi tiruan cekat (GTC) ini adalah baik. Hal ini dikarenakan
gigi abutment kuat untuk mendukung GTC, jaringan pendukung gigi abutment sehat, kesehatan
umum dan kebersihan mulut pasien baik, serta pasien kooperatif dan komunikatif.
Operator, Operator,
Pembimbing,
11
DAFTAR PUSTAKA
Adhiatman, A.A.G.W., Kusumadewi, S., dan Griadhi, P.A., (2018) Hubungan Kehilangan Gigi
dengan Status Gizi dan Kualitas Hidup pada Perkumpulan Lansia di Desa Penatahan
Kecamatan Penebel Tabanan. ODONTO Dental Journal. 5(2):145-151.
Rangajaran, V., dan Padmanabhan, T.V. Textbook of Prosthodontic. 2017. India: Elsevier.
Rizki, C., Firman, D., dan Adenan, A., (2012) Gigi Tiruan Jembatan Adesif Sebagai Perawatan
Alternatif pada Kasus Kehilangan Satu Gigi. Dentofasial. 11(2):105-110.
Shillingburg, H.T., Sather, D.A., Wilson, E.L., Mitchell, J.R.C., Blanco, L.J., dan Kessler, J.C.
Fundamentals of Fixed Prosthodontics. 4th ed. 2012. USA: Quintessence Publishing
Co,Inc.
Soratur, S.H. Essentials of Prosthodontics. 2006. New Delhi: Jaypee Brothers Medical
Publishers.
Susaniawaty, Y., dan Utama, M.D., (2015) Kegagalan Estetik pada Gigi Tiruan Cekat (Esthetic
failure in fixed denture). Makassar Dent J. 4(6):193-199.
Yusrina, S., Dipoyono, H.M., dan Sugiatno, E., (2012) Pembuatan Cantilever Bridge Anterior
Rahang Atas Sebagai Koreksi Estetik. Maj. Ked. Gi. 19(2):167-170.
12
13