Anda di halaman 1dari 8

Pengertian:

 Suspensi dapat dibagi 2 jenis, yaitu suspensi yang siap digunakan atau yang
direkonstitusikan dengan sejumlah air untuk injeksi atau pelarut lain yang sesuai sebelum
digunakan. Suspensi tidak boleh diinjeksikan secara intravena dan intratekal.
 Serbuk dan granul untuk larutan dan suspensi oral: serbuk oral adalah preparat yang
mengandung zat longgar (loose), partikel kering yang bervariasi dalam derajat
kehalusannya. Dapat mengandung satu atau lebih zat aktif, dengan atau tanpa bahan
pembantu, dan jika perlu, warna yang diizinkan serta zat pemberi rasa. Disuspensikan
dalam air atau pembawa lain sebelum diberikan oral. (BP 2002 hal. 1181-1182)
 Suatu suspensi rekonstitusi adalah campuran kering yang didispersikan dengan air pada
saat akan digunakan dan harus mencantumkan ".....untuk suspensi oral" Sesuai ISP.
Bentuk suspensi ini digunakan terutama untuk obat yang mempunyai stabilitas terbatas
di dalam pelarut air dan memiliki waktu simpan maksimal 14 hari setelah direkonstitusi.
(Pharm Dogase Forms: Disperse System, 1989, vol 2, hal 243)
Alasan pembuatan suspensi kering atau rekonstitusi:
• umumnya, sediaan ini dibuat karena stabilitas zat aktif di dalam pelarut air terbatas,
baik stabilitas kimia atau stabilitas fisik dan juga menghindarkan masalah yang mungkin
terjadi pada suspensi biasa. Dan juga penggunaan antibiotik suspensi ditunjukkan untuk
anak-anak karena itu dibuat menjadi suspensi rekonstitusi. (Pharm.Dosage Forms:
Disperse System, 1989, vol 2, hal 244)
Persyaratan sediaan suspensi kering/rekonstitusi:
1. Campuran serbuk atau granul haruslah merupakan campuran yang homogen
sehingga konsentrasi/dosis tetap untuk setiap pemberian obat.
2. Selama rekonstitusi campuran serbuk harus terdispersi secara cepat dan sempurna
dalam medium pembawa.
3. Suspensi yang sudah direkonstitusi harus dengan mudah diredispersikan kembali
dan dituang oleh pasien untuk memperoleh dosis yang tepat dan homogen.
4. Produk akhir haruslah memiliki penampilan, rasa, dan aroma yang sesuai/dapat
diterima. (Pharm.Dosage Forms: Disperse System, 1989, vol 2, hal 244)

Evaluasi sediaan akhir

A. Evaluasi fisika
Berdasarkan Pharm Dosage Forms: Disperse System, 1989, vol 2, hal 255 dan 303 yang
harus dilakukan:

1. Organoleptik

Tujuan: memeriksa kesesuaian warna, bau, rasa dan melihat pemisahan fase pada
suspensi di mana serdapat mungkin mendekati dengan spesifikasi sediaan yang telah
ditentukan selama formulasi.

Prinsip: pemeriksaan bau, rasa, warna dan pemisahan fase menggunakan panca
indera.

Penafsiran hasil: warna, bau dan rasa murni spesifikasi formulasi yaitu disesuaikan
dengan spec sediaan yang dibuat.

2. Penentuan volume sedimentasi

Tujuan: melihat kestabilan suspensi yang dihasilkan.

Prinsip: perbandingan antara volume akhir (Vu) sedimen dengan volume asal (Vo)
sebelum terjadi pengendapan.

Prosedur:

a. Sediaan dimasukkan ke dalam tabung sedimentasi yang berkala.


b. Volume yang diisikan merupakan volume awal (Vo)
c. Setelah beberapa waktu/hari diamati volume akhir dengan terjadinya
sedimentasi. Volume terakhir tersebut diukur (Vu)
d. Hitunglah volume sedimentasi (F)
e. Buat kurva/grafik antara F (sumbu Y) terhadap waktu (sumbu x)

Penafsiran hasil: semakin besar nilai Vu atau nilai F=1 atau mendekati 1, semakin
baik suspendibilitasnya dan kurva yang terbentuk antara F terhadap waktu
membentuk garis yang horizontal atau sedikit curam. Bila F>1 terjadi Vlog sangat
longgar sehingga volume akhir lebih besar dari volume awal. Maka perlu ditambah
Zat tambahan.

3. Penentuan waktu rekonstitusi

Tujuan: menjamin sediaan mudah direkonstitusikan dengan pengocokan sedang.


Prinsip: menentukan waktu yang diperlukan sejak air dimasukkan dalam botol
sampai serbuk terdispersi sempurna.

Penafsiran hasil: waktu rekonstitusi yang baik kurang dari 30 detik.

4. Penentuan viskositas dan sifat aliran

Tujuan: menentukan viskositas dan rheologi cairan Newton maupun non Newton.

Prinsip: menggunakan viskometer Brookfield RV pada beberapa harga kecepatan


geser untuk mengukur viskositas dan sifat aliran dari sediaan. Sifat aliran diketahui
dengan memplot kurva ppm terhadap usaha yang digunakan untuk memutar spindel.

Prosedur:

a. Penyiapan sampel

Sampel yang akan diukur ditempatkan pada gelas piala dengan permukaan rata
(sedapat mungkin penuh) dan tidak boleh ada gelembung udara didalamnya.

b. Orientasi sampel

Jika spindel: TA, TB, TC, TD, TE, TF (diurut dari yang besar sampai yang kecil).
Semakin kental sampel yang akan diuji, gunakan spindel yang semakin kecil.
Salah satu spindel dipilih, dicoba pada 4 kecepatan (rpm) yaitu 0,5 ; 1 ; 2,5 dan 5
rpm. Jika masing-masing RPM memberikan harga di antara 30 - 80 maka spindel
dapat digunakan, jika di luar rentang harga tersebut maka spindel diganti dengan
yang lain.

c. Pengukuran
 dilakukan pada suhu kamar
 pembacaan skala dilakukan pada rentang waktu tertentu misalnya 2 menit.
Setiap formula dapat dilakukan 2 - 3 x pengukuran. Pembacaan dilakukan
dengan menyatakan jenis bindel dan kecepatan putarnya.
d. Cara kerja
 suspensi dikocok lalu dimasukkan ke dalam beker gelas sebanyak 400-500
mL
 spindel dipasang pada gantungan spindel
 spindel diturunkan sedemikian rupa sehingga batas spindel tercelup ke dalam
cairan yang akan diukur viskositasnya
 stop kontak dipasang
 motor dinyalakan sambil menekan tombol
 pindel dibiarkan berputar dan dilihat jarum merah pada skala
 dibaca angka yang ditunjukkan oleh jarum tersebut. Untuk menghitung
viskositas, maka angka pembacaan tersebut dikali dengan suatu faktor yang
dapat dilihat pada tabel yang terdapat pada brosur alat
 dengan mengubah ubah RPM, maka didapat viskositas pada berbagai RPM
 untuk mengetahui sifat aliran, dibuat kurva antara RPM dan usaha yang
dibutuhkan untuk memutar spindel. Usaha dapat dihitung dengan mengalikan
angka yang terbaca pada skala dengan 7,187 dyne cm (untuk viskometer
Brookfield tipe RV)

Penafsiran hasil: dibuat kurva antara kecepatan geser (rpm) dan usaha (dine cm)
yang dibutuhkan untuk memutar spindel. Usaha dihitung dengan mengalikan angka
yang terbaca pada skala dengan 7,187 dyne cm.

5. Penentuan homogenitas

Tujuan: menjamin distribusi Bahan aktif yang homogen

Prinsip: homogenitas dapat ditentukan berdasarkan jumlah partikel maupun


distribusi ukuran partikelnya dengan pengambilan sampel pada berbagai tempat
(ditentukan menggunakan mikroskop untuk hasil yang lebih akurat).

Jika sulit dilakukan atau membutuhkan waktu yang lama, homogenitas dapat
ditentukan secara visual, prosedurnya adalah sebagai berikut:

a. Sampel diambil pada bagian atas, tengah, atau bawah setelah suspensi dikocok
terlebih dahulu
b. Sampel diteteskan pada kaca objek kemudian diratakan dengan kaca objek lain
sehingga terbentuk lapisan tipis
c. Susunan partikel yang terbentuk atau ketidakhomogenan diamati secara visual
d. Penafsiran hasil: suspensi yang homogen akan memperlihatkan jumlah atau
distribusi ukuran partikel yang relatif hampir sama pada berbagai tempat
pengambilan sampel.
6. Penentuan pH

Tujuan: mengetahui pH sediaan sesuai dengan Persyaratan yang telah ditentukan

Prinsip: pengukuran pH cairan uji menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi

Penafsiran hasil: pH sesuai dengan spesifikasi formulasi sediaan.

7. Distribusi ukuran partikel zat yang terdispersi

Tujuan: menentukan distribusi ukuran partikel

Prinsip: menghitung frekuensi ukuran partikel dengan menggunakan mikroskop


dan membuat plot antara frekuensi ukuran terhadap range ukuran partikel

Prosedur:

a. Suspensi (yang sebelumnya diencerkan ataupun tidak) diteteskan pada slide


(semacam objek glass). Kemudian besarnya akomodasi mikroskop diatur
sehingga partikel terlihat dengan jelas.
b. Frekuensi ukuran yang diperoleh di plot terhadap range ukuran partikel
sehingga diperoleh kurva distribusi ukuran partikel.
c. Jumlah partikel yang harus dihitung untuk memperoleh data yang baik adalah
antara 300- 500 partikel. Yang penting jumlah partikel yang ditentukan harus
cukup sehingga diperoleh data yang representatif. British standard bahkan
menetapkan pengukuran terhadap 625 partikel.
d. Jika distribusi ukuran partikel luas, dianjurkan untuk menentukan ukuran
partikel dengan jumlah yang lebih besar lagi. Sedangkan, jika distribusi ukuran
partikel sempit, 200 partikel sudah mencukupi.
e. Untuk memudahkan pengerjaan dan perhitungan akan lebih baik bila
dilakukan pemotretan. Metode ini membutuhkan ketelitian konsentrasi dan
waktu yang cukup lama. Jika partikel yang ada dalam larutan lebih dari satu
macam, sebaiknya tidak digunakan metode ini.

Penafsiran hasil: distribusi ukuran yang baik adalah menghasilkan kurva


distribusi normal.

8. Penentuan redispersibilitas
Tujuan: untuk menentukan kemampuan partikel untuk didisperse ulang setelah
membentuk suatu masa caking akibat masa partikel yang terdeflokulasi

Prinsip: mengocok sediaan dalam wadah atau dengan pengocok mekanik


(pengocokan mekanik hasilnya lebih reprodusibel). Suspensi yang sudah terdapat
sedimen ditempatkan dalam tabung 100 mL, pengocokan diputar 360° dengan
kecepatan 20 rpm, titik akhir pengocokan jika pada dasar tabung sudah tidak
terdapat endapan.

Penafsiran hasil: kemampuan redispersi baik bila suspensi telah terdispersi


sempurna dengan pengocokan tangan maksimum 30 detik.

9. Berat jenis sediaan

Tujuan: menjamin sediaan memiliki bobot jenis untuk spesifikasi produk yang
akan dibuat

Prinsip: membandingkan bahwa zat uji di udara terhadap bobot air dengan
volume dan suhu yang sama

Prosedur dan penafsiran hasil:

a. Piknometer bersih dan kering yang telah dikalibrasi ditimbang bobotnya


sebagai W1
b. Piknometer yang telah diisi air pada suhu 25°C ditimbang bobotnya sebagai
W2
c. Piknometer yang telah diisi larutan uji/sediaan pada suhu 25°C ditimbang
bobotnya sebagai W3
d. Bobot jenis larutan uji/sediaan dapat dihitung dengan rumus:

dt = W3 - W1

W2 - W1

10. Penentuan volume terpindahkan

Tujuan: sebagai jaminan bahwa larutan oral yang dikemas dalam wadah dosis
ganda, dengan volume yang tertera di etiket tidak lebih dari 250 mL, jika
dipindahkan dari wadah asli akan memberikan volume sediaan seperti tertera di
etiket.
Prinsip: mengukur kesesuaian volume sediaan dengan yang tertulis pada etiket
jika dipindahkan dari wadah asli

Prosedur:

a. Dipilih tidak kurang dari 30 wadah/ botol


b. Perlakuan awal: 10 botol dipilih dan dikocok satu persatu
c. Isi botol dituang perlahan untuk menghindari pembentukan gelembung udara
ke dalam gelas ukur berkapasitas tidak lebih dari 2,5 kali volume yang diukur
dan telah dikalibrasi
d. Didiamkan selama lebih kurang 30 menit, Jika telah bebas gelembung udara,
volume dapat diukur

Penafsiran hasil:

 volume rata-rata campuran larutan atau sirup yang diperoleh dari 10 wadah
tidak kurang dari 100%
 tidak satupun volume wadah kurang dari 95% dari volume pada etiket
 Jika A adalah volume rata-rata kurang dari 100% dari yang tertera pada etiket
akan tetapi tidak satu wadah pun volumenya kurang dari 95% atau B adalah
tidak lebih dari 1 wadah, volume kurang dari 95% tetapi tidak kurang dari
90% volume tertera pada etiket maka dilakukan uji tambahan terhadap 20
wadah tambahan.

Persyaratan: volume rata-rata larutan atau sirup yang diperoleh dari 30 wadah
tidak kurang dari 100% dari yang tertera di etiket, dan tidak lebih dari 1 pada 30
wadah volume kurang dari 95% tetapi tidak kurang dari 90% dari yang tertera di
etiket.

B. Evaluasi kimia

1. Penetapan kadar sesuai dengan monografi zat aktif masing-masing.

2. Identifikasi sesuai monografi zat aktif masing-masing.

C. Evaluasi biologi
1. Penetapan potensi antimikroba (untuk zat aktif antibiotik)

Tujuan: untuk memastikan aktivitas antibiotik tidak berubah selama proses


pembuatan larutan dan menunjukkan daya hambat antibiotik terhadap mikroba.
Prinsip: pengukuran hambatan pertumbuhan biakan mikroba oleh antibiotik dalam
sediaan yang ditambahkan ke dalam media padat atau cair yang mengandung biakan
mikroba berdasarkan metode lempeng atau metode turbidimetri.

Penafsiran hasil: potensi antibiotik ditentukan dengan menggunakan metode garis


lurus transformasi log dengan prosedur penyesuaian kuadrat terkecil dari uji
linieritas (FI IV, hani 899). Harga KHM yang makin rendah, makin kuat potensinya.
Pada umumnya antibiotik yang berpotensi tinggi mempunyai KHM yang rendah dan
diameter hambat yang besar.

2. Pengujian efektivitas pengawet antimikroba

Tujuan: menunjukkan efektivitas pengawet antimikroba yang ditambahkan pada


sediaan dosis ganda yang dibuat dengan dasar atau bahan pembawa berair seperti
produk paranteral, telinga hidung, dan mata yang dicantumkan pada etiket produk
yang bersangkutan.

Prinsip: pengurangan jumlah mikroba yang ditambahkan ke dalam sediaan yang


mengandung pengawet dalam selang waktu tertentu dapat digunakan sebagai
parameter efektivitas pengawet dalam sediaan.

Syarat atau penafsiran hasil:

Suatu pengawet dinyatakan efektif di dalam contoh yang diuji jika:

1. Jumlah bakteri viabel pada hari ke-14 berkurang hingga titik lebih dari 0,1%
dari jumlah awal.
2. Jumlah kapang dan khamir viabel selama 14 Hari pertama adalah tetap atau
kurang dari jumlah awal
3. Jumlah tiap mikroba uji selama hari tersisa dari 28 hari pengujian adalah
tetap atau kurang dari bilangan yang disebut pada a dan b

Anda mungkin juga menyukai