12
berkarya, tidak ada batasan dalam cara mengklasifikasikannya.
Demikian pula dalam ilmu fikih, orang boleh saja membaginya
berdasarkan fokus kajiannya, misalnya fikih sejarah, fikih
dakwah, fikih politik (siyasah), fikih keluarga, fikih peperangan,
dan seterusnya. Masing-masing fokus kajian tersebut dapat
dimasukkan ke dalam bab-bab fikih di atas ataupun tidak, karena
sangat memungkinkan muncul kajian baru ilmu fikih yang
belum sempat dikodifikasi para ulama terdahulu.
Walaupun dimungkinkan muncul bab baru ilmu fikih atau
muncul berdasarkan fokus-fokus kajiannya, bab-bab pokok ilmu
fikih di atas sudah begitu luar biasanya telah menyumbangkan
sebagian besar yang memungkinkan menjadi kajian ilmu fikih.
Pertemuan ilmu fikih dengan sains sebetulnya juga akan
menambah makin dinamisnya berbagai disiplin ilmu. Jika akan
ditinjau dari ilmu kimia, ilmu fikih dapat diklasifikasikan ke
dalam ilmu fikih kebendaan dan non kebendaan. Dalam hal ini,
biologi dan ilmu fisika dapat berada pada status seperti ilmu
kimia, hanya berbicara pada klasifikasi kebendaan, kecuali
fisika ditambah dengan energi, ruang dan waktu. Jika ditinjau
dengan sains modern saat ini, permasalahan klasifikasi benda
dan non benda sungguh makin tidak terlihat batasannya. Hal ini
makin tampak jika sudah berbicara masalah energi dan
gelombang, baik karena merupakan kajian ilmu fisika maupun
karena ilmu kimia tidak dapat dipisahkan dengan masalah energi
(pada termokimia) dan gelombang (pada fotokimia dan
spektroskopi).
Dengan rasionalisasi di atas, dalam buku ini kita akan
memokuskan kajian fikih kebendaan, yakni bagian-bagian dari
setiap bab ilmu fikih yang masih melibatkan benda-benda. Jika
ditinjau secara sekilas pembagian bab-bab ilmu fikih, yang
terpikirkan langsung adalah cabang-cabang ilmu sosial dan
humaniora yang bersifat abstrak, namun jika kita pikirkan
dengan jernih mengenai munculnya ilmu fikih itu berdasarkan
perilaku makhluk, khususnya manusia. Sentralnya memang
13
manusia yang dikenai aturan, namun semua aktivitas manusia
yang dikenai aturan tersebut tidak akan pernah terlepas dari
aktivitasnya dengan benda-benda. Benda-benda di sini juga
meliputi manusia, antar manusia, dan manusia dan benda-benda
di sekitarnya.
Sebagian besar ilmu fikih yang melibatkan interaksi
dengan benda-benda dapat pahami dan dijelaskan oleh kimia,
terkait dengan hukum halal dan haram, suci dan najis, perintah
dan larangan yang tidak terkait langsung dengan kategori halal-
haram maupun suci-najis, serta penggunaan benda yang menjadi
ciri khas umat Islam dibandingkan dengan orang-orang non
muslim. Dalam Islam, semuanya baik yang dapat dipahami akal
maupun tidak, semuanya masuk dalam dasar keimanan. Hanya
sebagian kecil interaksi dengan benda yang tidak dapat dikaitkan
dengan kimia, dan hal itu merupakan otoritas Allah dan rasul-
Nya dalam memerintahkan, menganjurkan, atau melarangnya.
Namun perlu dicatat, sains bagaimanapun direkayasa arah
pemahaman fundamentalnya, akan makin terus membuka tabir
kebenaran ajaran Islam, ajaran untuk kebaikan manusia itu
sendiri.
Jika dilihat dari cakupan dan tujuannya, ilmu fikih tidak
memiliki tingkat kesetaraan dengan ilmu filsafat. Ilmu fikih
secara eksplisit menentukan tujuan dan harus apa tujuannya,
sedangkan filsafat hanya merumuskan tujuan untuk mencari
kebenaran. Ilmu fikih berbicara langsung secara rinci apa yang
harus dikerjakan manusia, yang perlu dihindarinya, baik lisan
maupun gerakan, baik pikiran maupun perbuatan. Ilmu fikih
juga berbicara masalah pandangan dan keimanan, serta
menyampaikan bagaimana hasil-hasilnya (akhlaknya). Ilmu
fikih secara rinci membahas masalah gender, filsafat justru
beragam sesuai dengan selera dan ideologi pencetus teorinya.
Ilmu fikih berbicara masalah status hukum pemerkosa,
sedangkan filsafat maupun cabangnya masih terus-menerus
dalam pencarian atau bersifat trial untuk kebudayaan tertentu.
14
Ilmu fikih berbicara hukum universal, filsafat terlihat sangat
kerdil. Jika filsafat berbicara masalah ontologi,1 epistemologi,2
dan aksiologi,3 ilmu fikih sudah memenuhinya dalam tiap bab
yang dibahas. Buku ini disajikan masih cukup terbatas,
sedangkan ilmu fikih sendiri sangat luas cakupan dan
rinciannya. Namun demikian, jika buku ini dibaca secara utuh,
maka akan terjawab semua aspek yang dipermasalahkan filsafat.
Dari mulai esensi sampai nilai-nilai yang dapat diraih dalam
ilmu fikih jelas tidak akan sebanding dengan filsafat.4
1
Ontologi merupakan salah satu kajian filsafat yang paling kuno dan berasal
dari Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat
konkret. Tokoh Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis
dikenal seperti Thales, Plato, dan Aristoteles. Jika mau digali secara serius,
fikih taharah mampu menjelaskan secara konkret maksud dari taharah itu
sendiri, yakni menyucikan.
2
Epistemologi adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan asal, sifat,
karakter dan jenis pengetahuan. Topik ini termasuk salah satu yang paling
sering diperdebatkan dan dibahas dalam bidang filsafat, misalnya tentang
apa itu pengetahuan, bagaimana karakteristiknya, macamnya, serta
hubungannya dengan kebenaran dan keyakinan. Mengenai asal, sifat,
karakter dan jenis pengetahuan dapat disimak pembahasan tentang ilmu,
baik dalam Quran maupun Hadits-hadits sahih.
3
Aksiologi merupakan cabang filsafat yang mempertanyakan bagaimana
manusia menggunakan ilmunya. Aksiologi berasal dari kata Yunani: axion
(nilai) dan logos (teori), yang berarti teori tentang nilai. Jelas sekali,
pembahasan nilai taharah adalah penyucian jiwa dan raga.
4
Cukup mengherankan jika filsafat sangat digandrungi sebagian besar
akademisi muslim, padahal cabang-cabang ilmu keislaman sangat luas,
termasuk keluasan yang dibahas, seperti luasnya salah satu cabangnya, ilmu
fikih.
15
terhitung jumlahnya. Dapat diikatakan demikian jika akan
mempertimbangkan ilmu kimia saat ini, belum lagi jika
ditambah dengan fisika, biologi, dan geologi. Kimia berbicara
masalah materi dari tingkatan makroskopik sampai
mikroskopik, berbicara masalah bentuk ruah sampai dengan
skala pikometer. Ilmu kimia berbicara tentang zat-zat yang
menyusun alam raya ini, misalnya bintang-bintang, sampai
berbicara masalah benda terkecil, yakni partikel-partikel sub
atomik. Islam telah mengantisipasi ukuran ini sampai detail
dengan ukuran volume dan berat dzarrah.5
Fikih taharah berbicara masalah air, jika ditelusuri secara
empiris memiliki fungsi membersihkan dan menyucihamakan
(sampai membahas masalah mikrobiologi). Pembahasan air
dalam Islam meliputi hujan, terjadinya hujan (siklus hidrologi),
sifat-sifat alamiah air, perubahan sifat karena interaksi
molekuler dan ionik. Dalam Quran, air hujan telah dinyatakan
sebagai air yang bersih, yang tidak pernah secara eksplisit
dinyatakan dalam sains dasar.
Fikih makanan dan minuman sudah secara eksplisit
menentukan barang-barang yang dinyatakan berbahaya (haram),
seperti darah, babi, khamr, dan kotoran. Sains dengan sangat
mudah memahaminya mengapa barang-barang tersebut
berbahaya. Fikih ini juga sudah secara eksplisit menyebutkan
jenis-jenis makanan yang dianjurkan dan sains memahaminya
sebagai makanan yang menyehatkan. Islam melarang
membumihanguskan kebun-kebun dan pepohonan meskipun
dalam peperangan, sangat mudah pula dipahami dalam sains dan
5
Jika fisikawan dan kimiawan muslim mau jujur dan fokus terhadap ajaran
agama yang dianutnya, dzarrah dapat dimaknai sampai level partikel-
partikel sub atomik: partikel-partikel inti atom dan partikel-partikel
elektron.
16
ilmu lingkungan.6 Demikian seterusnya, kita tidak akan pernah
kehabisan gagasan dengan masalah fikih ini.
6
Membumihanguskan pepohonan akan mengakibatkan malapetaka besar,
kelaparan, miskinnya oksigen, longsor, hilangnya sumber-sumber mata air,
dan kekeringan, tidak akan terhindarkan.
7
Jika kita perhatikan secara seksama, teori relativitas dari Einstein bukanlah
teori hebat jika kita pertimbangkan pengetahuan muslim tentang fananya
makhluk, dan yang tetap dan kekal adalah Maha Pencipta. Hal ini sudah
menjadi dasar-dasar keimanan muslim, bahwa ciptaan (benda, ruang, dan
waktu) masuk pada kategori makhluk, bersifat fana. Dengan menggunakan
hukum relativitas dari Einstein yang sama-sama pembahasan sains, kita
dapat memastikan sebenarnya hukum kekekalan massa (materi) dan energi
tidak memiliki landasan yang kuat lagi, sangat rapuh. Perihal sistem
adiabatis yang diangankan ada, hanyalah mengubah-ubah pengetahuan
sifat-sifat bilangan seperti komutatif, distributif, dan asosiatif, agar
mempermudah perhitungan. Ketiga sifat bilangan tersebut tidaklah sama
dengan kimia yang selalu berhadapan dengan masalah ketidakmurnian,
rendemen, dan reaksi eksoterm yang merupakan kecenderungan
perubahan kimia yang disukai, akan selalu kehilangan massa dalam skala
yang sangat kecil sehingga jelas tidak dapat ditimbang dengan neraca
analitik. Jika ada timbangan elektron – dan itu hanya akan tersedia di akhirat
nanti -, maka “hukum kekekalan massa” jelas sangat terlihat sebagai majas
hiperbola. Lalu teori relativitas dari Einstein dengan sendirinya hanya
berupa penegasan tentang sifat makhluk ciptaan yang sudah dipahami
dengan baik oleh setiap muslim yang belajar tentang tauhid, khususnya
sifat-sifat wajib bagi Allah.
17
toksik dan non toksik. Kita hanya dapat membuat perkiraan
dosis ambang batas keamanan bahan kimia yang masih aman
bagi manusia, itupun antar seseorang dengan yang lainnya masih
dapat dikatakan relatif. Seseorang dapat mengalami alergi
terhadap obat tertentu, padahal bahan tersebut sudah dikatakan
obat (obat = bahan yang menyembuhkan), bagi orang tersebut
ambang batas maksimal dosis masih amannya bahan tersebut
dipastikan jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan standar
nilai ambang batas over dosis yang telah diberikan oleh
perusahaan farmasi yang membuat obat tersebut.
Hukum benda menurut ilmu fikih dapat dibagi menjadi
halal, mubah, makruh, dan haram. Jika dikaitkan dengan
aktivitas/kegiatan, dapat dibagi menjadi wajib, sunat, mubah,
makruh, dan haram. Dalam hal hukum benda yang tak terkait
secara langsung dalam aktivitas, paling nyata dan paling mudah
dapat ditelusuri esensinya berdasarkan tinjauan ilmu kimia
adalah halal dan haram, namun tetap harus dicamkan di antara
keduanya terdapat gradasi. Jika akan disetarakan dengan ilmu
kimia, masalah halal dan haram benda/zat setara dengan non
toksik dan toksik, aman dan berbahaya, dan seterusnya, dapat
bersifat jangka pendek maupun jangka panjang, dapat terjadi
terhadap fungsi organ ataupun perilaku.
Lebih lanjut, terdapat kesetaraan keadaan riil benda yang
halal dan haram, yakni terkait dengan suci dan najis. Terdapat
sedikit perbedaan, jika masalah suci dan najis terkait dengan
sifat benda, sedangkan halal dan haram terkait dengan status
hukum perlakuan atau yang dikenainya. Namun demikian,
seperti analogi-analogi yang disampaikan sebelumnya, kita
dapat mengelompokkan benda ke dalam pasangan-pasangan.
Pertimbangan ini didasarkan pada sifat berpasang-pasangannya
makhluk sebagaimana disampaikan dalam Quran,
Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu
mengingat kebesaran Allah. (QS. 51:49)
Kimia fikih akan mudah dipelajari dalam hubungan
pasangan-pasangan ini, misalnya halal-haram, wajib-haram,
18
suci-najis, dan seterusnya. Jadi pada dasarnya kategorisasi
benda berdasarkan tinjauan apapun akan menjadi dua bagian.
Pembagian gradasinya dapat menjadi tiga, lima, tujuh, dan
seterusnya adalah masalah presisi kualitatif, namun semuanya
berada sebagai bagian dari gradasi antar dua kategorisasi
tersebut.
Daftar Istilah
Fikih Sifat kimia
Halal Suci
Haram Toksik
Najis
Non toksik
19
20