Anda di halaman 1dari 18

AKHLAK TASAWUF HUBUNGAN ILMU AKHLAK DENGAN ILMU

LAINNYA

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang


Sebelum melangkah lebih jauh membahas materi, seyogyanya perlu
dimengerti bahwa akhlak merupakan suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari
padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan
pertimbangan terlebih dahulu. sedangkan ilmu akhlak adalah ilmu yang menjelaskan
arti baik dan buruk, dan menerangkan apa yang harus diperbuat oleh sebagian
manusia terhadap sesamanya dan menjelaskan tujuan yang hendak dicapai oleh
manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukkan yang lurus yang harus diperbuat.
Ilmu Akhlak sering disamakan dengan etika, namun diantara keduanya memiliki
perbedaan yaitu etika menentukan baik dan buruk perbuatan manusia dengan tolak
ukur akal pikiran, sedangkan ilmu akhlak menentukannya dengan tolak ukur ajaran
agama. Dengan demikian objek pembahasan ilmu akhlak berkaitan dengan norma
atau penilaian terhadap suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang.
Kaitannya dengan akhlak seseorang, itu tidak terlepas dari tingkah laku
(sikap) dengan sesama dan penciptanya (Tuhannya). Maka dalam hal ini ilmu akhlak
tentunya mempunyai hubungan-hubungan yang terkait dengan ilmu-ilmu lainnya,
baik dari segi tujuan, konsep dan kontribusi ilmu akhlak terhadap ilmu-ilmu tersebut
dan sebaliknya bagaimana kontribusi ilmu lain terhadap ilmu akhlak.

B.     Rumusan masalah


1.      Bagaimana Hubungan ilmu ahklak dengan ilmu filsafat?
2.      Bagaimana hubungan ilmu akhlak dengan ilmu psikologi?
3.      Bagaimana hubungan ilmu akhlak dengan ilmu sosiologi?
4.      Bagaimana hubungan ilmu akhlak dengan ilmu hukum?
5.      Bagaimana hubungan ilmu akhlak dengan ilmu tasawuf?
6.      Bagaimana hubungan ilmu akhlak dengan ilmu pendidikan?

7.      Bagaimana hubungan ilmu akhlak dengan ilmu akidah dan ibadah?
8. Bagaimana hubungan ilmu akhlak dengan ilmu tauhid?

C.     Tujuan
1.    Untuk mengetahui bagaimana Hubungan ilmu ahklak dengan ilmu filsafat.
2.    Untuk mengetahui bagaimana hubungan ilmu akhlak dengan ilmu psikologi.
3.    Untuk mengetahui bagaimana hubungan ilmu akhlak dengan ilmu sosiologi.
4.    Untuk mengetahui bagaimana hubungan ilmu akhlak dengan ilmu hukum.
5.    Untuk mengetahui bagaimana hubungan ilmu akhlak dengan ilmu tasawuf.
6. Untuk mengetahui bagaimana hubungan ilmu akhlak dengan ilmu pendidikan.
7. Untuk mengetahui bagaimana hubungan ilmu akhlak dengan ilmu akidah dan ibadah.
8. Untuk mengetahui bagaimana hubungan ilmu akhlak dengan ilmu tauhid.
BAB II
PEMBAHASAN

HUBUNGAN ILMU AKHLAK DENGAN ILMU-ILMU LAINNYA


Perkembangan keilmuan dalam islam melaju dengan cepat dan pasti. Dalam
hal ini Nabi Muhammad sebagai tokoh penyebar agama islam, telah memberikan
penegasan tentang fungsi dan peran ilmu dalam Islam.
Ilmu-ilmu agama islam muncul pada masa-masa awal Dinasti Abasiyah (133-
766 H/750-1258), tepatnya setelah kaum muslimin dapat menciptakan stabilitas
keamanan diseluruh wilayah islam. Kaum muslimin yang tingkat kehidupanya
semakin baik, tidak lagi berorientasi untuk memperluas wilayah, melainkan berupaya
untuk membangun suatu peradaban melalui pengembangan ilmu pengetahuan. Oleh
karena itu, muncullah berbagai kegiatan yang berkaitan dengan kengangkitan ilmu
pengetahuan. Kegiatan-kegiatan tersebut berupa: 1) penyusun buku-buku, 2)
perumusan ilmu-ilmu Islam, dan 3) penerjemahan manuskrip dan buku-buku
berbahasa asing ke bahasa Arab1[1]
Ilmu pengetahuan yang berkembang saat itu, tidak hanya Ilmu-ilmu agama
Islam. Ilmu-ilmu keduniaan yang memang tidak bisa dipisahkan dari ilmu-ilmu
agama juga turut berkembang, sehingga pada masa ini muncul ahli-ahli ilmu bahasa
arab, ahli ilmu alam, dan para filsuf.
Ada beberapa hal yang mendorong berkembangnya ilmu pengetahuan sebagai
berikut:
1.      Masuknya orang-orang non-Arab kedalam agama islam (mawali), baik dari Persia,
bizantium, maupun Mesir. sebagian dari mereka adalah orang dewasa yang sudah
memiliki ilmu pengetahuan cukup tinggi, atau memiliki kemampuan dibidang
administrasi negara.

1[1] Masykuri Abdillah, Sejarah dan Pertumbuhan Ilmu-Ilmu Agama Islam, (Jakarta:
1997),hlm.2.
2.      Dukungan Khalifah Abasiyah, terutama sejak Abu Ja’far Al-Manshur (137-159
H/734-755 M), untuk melakukan penerjemahan buku-buku filsafat yunani ke dalam
bahasa Arab, serta pembukuan ilmu-ilmu islam. Penulisan buku-buku ini selain atas
dorongan internal kaum muslimin pada waktu itu, juga sebagai upaya untuk
pelindungi pengaruh pemikiran-pemikiran asing yang tidak sesuai dengan ajaran
islam.
3.      Bertambahnya perhatian dalam menghafal Alquran dan pembukuan hadis, sehingga
mempermudah ijtihad dan menemukan ilmu-ilmu agama islam2[2].
Ilmu-ilmu agama islam yang timbul dikalangan umat islam ketika itu, antara
lain; ulum Alquran, ilmu hadis, ilmu fiqih Islam-ushul fiqih, ilmu kalam (akidah),
ilmu tasawuf, ilmu akhlak, ilmu filsafat islam, ilmu sejarah islam, Ilmu pendidikan
islam, dan ilmu dakwah. Sementara itu, akhlak sebagai sebuah disiplin ilmu
keislaman, tidak dapat lepas dari ilmu-ilmu keislaman lainya, seperti ilmu filsafat,
tasawuf, psikologi, ilmu kalam, dan fiqh.
Secara subtansial, pengertian akhlak dan moral tidak terlalu berbeda,
keduanya mengacu pada masalah perbuatan baik dan buruk. Oleh karena itu,
sebagian ahli menyebut bahwa akhlak merupakan konsep moral dalam Islam. Dengan
demikian, objek formal dalam kajian akhlak adalah tentang perilaku baik dan buruk
manusia.
Ajaran akhlak dan moral biasanya mengacu pada ajaran yang disampaikan
melalui khutbah-khutbah, kumpulan peraturan dan ketepatan, tentang bagaimana
manusia hidup dan bertindak agar ia menjadi manusia yang baik.3[3] Ajaran-ajaran
moral dalam islam, bersumber dari Alquran dan hadis.
Firman Allah :

Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur. (QS. AL-Qalam
(68) : 4).

2[2] Ibid.,hlm.2-3

3
Rasulullah memberikan keteladanan kepada umatnya untuk berakhlak mulia. Oleh
karena itu, salah satu misi utama diutusnya Nbi Muhammad adalah untuk
menyempurnakan akhlak manusia.
Akhlak sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri, dalam menjalankan fungsinya
memilii keterkaitan dengan ilmu-ilmu yang lain. Berikut akan dijelaskan hubungan
antara ilmu akhlak dengan ilmu-ilmu lainya.

A. HUBUNGAN ILMU AKHLAK DENGAN FILSAFAT


Menurut Al-Farabi (w. 950 M), filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam
yang maujud, dan bertujuan menyelidiki hakikatnya.4[4] sementara menurut
Immanuel Kant (1725-1804), filsafat merupakan ilmu pokok dari segala ilmu
pengetahuan, yang mencakup empat persoalan, yaitu a) apa yang dapat kita ketahui?
(Dijawab oleh metafisika), b) apa yang boleh kita kerjakan? (Dijawab oleh etika,
akhlak), c) sampai dimana penghargaan kita? (Dijawab oleh agama), dan d) apa yang
dinamakan manusia? (Dijawab antropologi).
Objek kajian filsafat meliputi, alam dengan segala isinya; manusia, perilaku,
dan sikapnya; serta mengenal eksistensi Allah. Adapun objek kajian ilmu akhlak,
adalah perilaku manusia tersebut, dapat diketahui sebagai perbuatan baik atau buruk
melalui kajian ilmu filsafat, dengan dasar-dasar ajaran agama.
Pada masa lampau, ketika ilmu-ilmu sangat terbatas, ternyata filsafat
menaungi semua ilmu, demikian juga filsuf pada masa itu, mampu menguasai semua
ilmu. Pada saat itu, objek kajian filsafat terbagi menjadi dua bagian, pertama, hal-hal
yang tidak terdapat intervensi manusia, kecuali yang berkaitan dengan perbuatan
manusia (filsafat teoretis). Kedua, hal-hal yang bergantung pada usaha manusia, yaitu
tindakan-tindakan manusia (filsafat praktis).

4[4] Endang Saifuddin Anshari, Ilmu Filsafat Dan Agama, (Surabaya: Bina Ilmu,
1990),Hlm.83.
Filsafat teoretis (al-hikmah an-nazhariyyah) terbagi dalam tiga bagian.
1.      Filsafat ketuhanan (al-hikmah al-Ilahiyyah), yaitu yang berkaitan dengan aturan-
aturan umum tentang eksistensi, awal mula eksistensi, dan akhir eksistensi.
2.      Fisika (thabi’iyat) yang terbagi dalam beberapa bagian lagi.
3.      Matematika yang juga terbagi dalam beberapa bagian.
Adapun filsafat praktis al-hikmah al-amaliyyah terbagi dalam tiga bagian.
1.      Akhlak yang menjadi penyebab bagi kebahagiaan atau kesesatan manusia.
2.      Manajemen rumah tangga (tadbir al-manzil) dan segala sesuatu yang berkaitan
dengan keluarga.
3.      Politik dan manajemen negara.
Antara ilmu filsafat dan ilmu akhlak pada awalnya saling berkaitan. Bahkan
karya-karya khusus dibidang akhlak juga turut berbicara mengenai manajemen rumah
tangga dan politik negara. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa ilmu akhlak
merupakan cabang filsafat praktis. Namun demikian, karena sekarang jumlah ilmu
sedemikian banyak, ilmu akhlak berdiri menjadi ilmu tersendiri.

B. HUBUNGAN ILMU AKHLAK DENGAN PSIKOLOGI


Psikologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari gejala jiwa manusia
yang normal, dewasa, dan beradab5[5]. Menurut Ahmad Amin, psikologi menyelidiki
dan membicarakan kekuatan perasaan, paham, mengenal, ingatan, kehendak,
kemerdekaan, khayal, rasa kasih, kenikmatan, dan rasa sakit. Sementara itu, akhlak
membutuhkan sesuatu yang dibahas dalam psikologi. Bahkan psikologi merupakan
pengantar bagi akhlak.6[6]
Psikologi mempelajari tingkah laku manusia selaku anggota masyarkat,
sebagai manifestasi dan aktifitas rohaniah, terutama yang ada hubunganya dengan
tingkah laku. Selain itu, psikologi juga membahas interaksi antara satu orang dengan
lainya dalam masyarakat. Adapun ilmu akhlak memberikan gambaran kepada

5[5] Jalalluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: Raja Grafindo, 2004), Hlm.77

6[6] Ahmad Amin, Etika(Ilmu Akhlak), Terj. Farid Ma’ruf, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975),
Hlm.8
manusia tentang perbuatan yang baik dan yang buruk, perbuatan yang terpujji dan
tercela, perbuatan yang halal dan haram.
Sementara itu, psikologi agama menurut Zakiah Daradjat, adalah ilmu yang
mempelajari kesadaran agama pada seseorang, yang pengaruhnya terlihat dalam
perilaku beragama orang itu dalam kehidupan. Thoeless menyatakan bahwa persoalan
pokok dalam psikologi agama, adalah kajian terhadap kesadaran dan tingkah laku
agama.
Psikologi agama menelaah ihwal kehidupan beragama pada seseorang, dan
mempelajari seberapa besar pengaruh keyakinan agama terhadap sikap dan tingkah
laku, serta keadaan hidup pada umumnya. Selain itu, psikologi agama juga
mempelajari pertumbuhan dan perkembangan jiwa agama pada seseorang serta
faktor-faktor yang mempengaruhi keyakinan tersebut.
Adapun akhlak berupaya mengkaji kehidupan seseorang, seberapa besar
pengaruh keyakinan agama terhadap sikap, perilaku, serta keadaan hidup pada
umumnya. Dalam akhlak dipelajari bagaimana cara seseorang bersikap dan
berperilaku sesuai dengan ajaran agama.
Oleh Karena Itu, Ilmu Akhlak Memiliki Keterkaitan Dengan Psikologi.
Dalam hal ini, psikologi berhubungan dengan tingkah laku, khususnya kejiwaan
manusia, sementara ilmu akhlak juga mempelajari tingkah laku. Dengan demikian,
antara psikologi dan ilmu akhak saling membutuhkan. Keduanya saling berkaitan,
karena refleksi dari psikologi juga menjadi refleksi dari akhlak seseorang.
Pengendalian kejiwaan seseorang sangat dipengaruhi oleh akhlak atau budi pekerti
seseorang.

C. HUBUNGAN ILMU AKHLAK DENGAN SOSIOLOGI


Sosiologi mempelajari perbuatan manusia dalam masyarakat, dimana hal ini
juga merupakan objek kajian dalam ilmu akhlak. Manusia tidak dapat hidup tanpa
bermasyarakat. Dalam hal ini, ilmu akhlak memberikan gambaran mengetahui bentuk
masyarakat yang ideal, menyangkut perilaku, manusia yang baik dan sesuai dengan
ajaran agama dalam masyarakat7[7]
Sosiologi mempelajari tingkah laku, bahasa, agama, dan keluarga, bahkan
pemerintahan dalam masyarakat. Semua hal tersebut berkaitan dengan tingkah laku
yang timbul dari kehendak jiwa (akhlak). Dengan demikian sosiologi bekontribusi
pada ilmu akhlak, dalam merumuskan pengertian tingkah laku manusia dalam
kehidupanya.
Ilmu akhlak adalah bagian tidak terpisahkan dengan ilmu sosiologi mengingat
keduanya saling berhubungan. Dengan mempelajari ilmu akhlak seseorang akan
mudah dalam bergaul di masyarakat karena pada dasarnya sosiologi adalah cara
hidup bermasyarakat, maka antara ilmu akhlak dengan ilmu sosiologi saling
membutuhkan dan keberadaanya saling melengkapi.
manusis adalah mahluk sosial, karena itu diperlukan sosiologi sebagai ilmu
yang mempelajari masalah-masalah sosial manusia. Adapun ilmu akhlak,
mempelajari bagaimana seseorang bisa diterima dengan baik dalam komunitasnya,
melalui tingkah laku atau perbuatan yang baik. Dengan demikian, tidak diragukan
lagi bahwa antara sosiologi dan ilmu akhalak saling berkaitan

D. HUBUNGAN ILMU AKHLAK DENGAN ILMU HUKUM


Antara Ilmu Hukum Dan Ilmu Akhlak Memiliki Pokok Pembicaraan Yang
sama, yaitu perbuatan manusia. Tujuanya pun hampir sama, yaitu mengatur
perbuatan manusia demi terwujudnya keserasian, keselarasan, keselamatan, dan
kebahagiaan. Tata cara manusia bertingkah laku, terdapat pada kaidah-kaidah hukum
dan akhlak.8[8]
Namun demikian, ruang lingkup ilmu akhlak lebih luas. Dalam hal ini, ilmu
aklak memerintahkan perbuatang yang bermanfaat dan melarang perbuatan yang
membahayakan. Adapun ilmu hukum tidak demikian, banyak perbuatan yang jelas-

7[7] Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama,(Jakarta:Bulan Bintang,1970),Hlm.15

8[8] Samsul Munir Amin, Ilmu Akhlak,(Wonosobo:Imprin Bumi Aksara,2016),Hlm.131


jelas bermanfaat, namun tidak diperintahkan dalam ilmu hukum. Sebagai contoh,
berbuat baik pada fakir miskin, dan perlakuan baik antara suami dan istri. Sebaliknya,
terdapat beberapa perbuatan yang jelas-jelas tidak baik, tetapi tidak dicegah dalam
ilmu hukum, misalnya dusta dan dengki.
Ilmu hukum tidak membahas hal-hal tersebut, karena tidak mempunyai
kapasitas untuk memerintah atau melarang. Ilmu hukum berbicara sesuai aturan dan
ketentuan hukumnya, suatu perbuatan dianggap melanggar aturan hukum atau tidak.
Jika tidak melanggar ketentuan, hukum membolehkanya, walaupun mungkin
bertentangan dengan akhlak.
Hukum Islam memiliki lingkup pembahasan lebih lengkap dibanding ilmu
akhlak. Dalam hal ini, semua perbuatan yang dinilai baik atau buruk oleh akhlak,
akan mendapat kepastian hukum tertentu. Misalnya, menyingkirkan duri dari jalan
raya, dinilai sebagai perbuatan yang baik, sementara hukum positif menilainya tidak
berarti apa-apa. Dalam hukum islam, ihwal tersebut dinilai sebagai sesuatu yang
diaanjurkan (mandub).
Dengan demikian, pertalian antara hukum islam dan akhlak, lebih erat
dibandingkan dengan hukum positif atau etika filsafat. setiap perbuatan yang dinilai
oleh akhlak, pasti mendapatkan kepastian hukum islam, berupa salah satu dari lima
kategori, yaitu wajib, sunnah, mubah, haram, dan makruh. Sebaliknya, untuk segala
perbuatan yang diputus hukumnya oleh hukum islam, akan dinilai oleh akhlak
tentang baik buruknya. Ini adalah manifestasi dari luasnya ruang lingkup hukum
islam yang menilai setiap perbuatan.
Di samping itu, ilmu hukum hanya mempelajari tingkah laku dari segi luasnya
saja, sedangkan ilmu akhlak melihatnya secara utuh; dari sisi luar dan batin manusia.
Ilmu akhlak mengatur agar manusia memiliki perilaku yang baik dan benar, tidak
melanggar hukum dan peraturan yang berlaku. Dengan demikian, akan tercipta
kehidupan masyarakat yang damai, tentram, serta terwujud kebahagiaan manusia,
secara lahir dan batin.
E. HUBUNGAN ILMU AKHLAK DENGAN ILMU TASAWUF
Tasawuf ialah usaha melatih jiwa yang dilakukan dengan sungguh-sungguh,
yang dapat membebaskan manusia dari pengaruh kehidupan duniawi untuk
bertaqarub kepada tuhan. Dengan demikian, jiwa manusia akan menjadi bersih,
mencerminkan akhlak mulia, dan menemukan kebahagiaan spiritual.9[9]
Dalam kajian tasawuf, terdapat satu asas yang disepakati, yaitu tasawuf ialah
moralitas yang berasaskan Islam. Dalam hal ini, seluruh ajaran islam dari segala
aspeknya adalah prinsip moral. Bertasawuf adalah manifestasi dari pengalaman nilai-
nilai luhur akhlaq al-karimah kepada Allah, dalam upaya bertaqarub ila Allah.
Jika tasawuf dipahami sebagai ilmu tentang filsafat hidup, ilmu tentang
bagaimana mengelola hati agar menjadi baik, jelaslah hubungan keterkaitan antara
akhlak dengan tasawuf. Hubungan ini semakin tampak jelas pada aspek terkait
dengan akhlak bathini, semisal ikhlas dalam beribadah, tawakal, dan sabar, dalam
rangka mendekatkan diri kepada Allah.
Dengan pemahaman tersebut, tidak heran jika ada sebagian ulama yang
mengartikan bahwa inti tasawuf adalah akhlak itu sendiri. Misalnya, dikatakan oleh
Abdul Qadir Isa dalam kitab Haqa’iq At-Tashawwuf, bahwa ar-tashawwuf kulluhu
akhlaq, faman zada ‘alaika bil akhlaq, zada alaika bi at-tasawuf (tasawuf itu
semuanya akhlaq, barang siapa yang semakin bertambah baikakhlaknya, berarti
semakin baik pula kadar kesufianya). Dengan demikian, adalah hal yang kontra,
ketika seseorang mengaku bertasawuf, tetapi tidak berakhal. Karena pada dasarnya,
bertasawuf adalah berakhlak.
Tasawuf dapat dikategorikan menjadi dua: pertama, tasawuf nazhari. Tasawuf
yang bersifat teoritis filosofis ini, dimunculkan oleh para filsuf-sufi, dengan
mengedepankan beberapa ajaran tertentu. Diantara konsep yang diajarkan dalam
tasawuf ini, adalah Hulul, widhatul wujud, fana, baqa, dan berbagai konsep lain.

9[9] Samsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf, (Jakarta: Amzah,Cetakan Ke-3,2015),Hlm.9


Kedua, tasawuf ‘amali (praktis), yaitu ajaran-ajaran moral yang dimaksudkan untuk
membentuk keshalehan seseorang, baik secara ritual maupun sosial. Pada taraf inilah
hubungan akhlak dengan tasawuf sangat erat, bahkan keduanya memiliki entitas yang
sama.
Memang terdapat sebagan orang yang tidak suka dengan istilah tasawuf,
sebab tasawuf dianggap berasal dari ajaran non-islam. padahal inti dari ajaran
tasawuf, adalah keluhuran akhalak sebagai menifestasi dari ma’rifatullah (mengenal
Allah), yang dalam hadis Nabi disebut dengan istilah ihsan. Ihsan adalah perasaan
selalu diawasi oleh Allah dalam beribadah (bertindak, bersikap, dan bertutur kata).
Perihal ihsan, Nabi menyatakan, “Al-ihsanu an ta’budallaha ka’annaka
tarahu fain lam takun tarahu fa’innahu yaraka.”(Kamu beribadah kepada Allah
seolah-olah kamu melihat-Nya, jika kamu tidak bisa melihat-Nya ‘dengan mata hati’,
maka ketahuilah sesungguhnya Dia melihatnya). (HR. Al-Bukhari)
Dengan ma’rifatullah yang merupakan pancaran dari nilai-nilai ihsan,
munculah kesadaran moral dalam hidup seseorang, yang disebut dengan istilah moral
otonom. Sebagai contoh perilaku moral otonom, adalah seorang karyawan yang
selalu bekerja dengan baik, rajin, profesional, dan tepat waktu, meski tidak ada
pengawasan idari atasanya. Akan tetapi, ia melakukan hal tersebut karena sadar
bahwa pekerjaanya itu adalah bagian dari ibadah dan amanat yang harus
dipertanggungjawabkan, tidak hanya didunia, tetapi juga dihadapan Allah.
Bertasawuf tanpa akhlak adalah hal yang mustahil. Seorang sufi adalah pelaku
akhlak yang luhur, tidak hanya kepada Allah, tetapi kepada seluruh manusia dan
seluruh makhluk-Nya. Islam merupakan agama yang sangat menjaga keseimbangan
dalam beragama. Oleh karna itu, antara keshalehahan ritual dan individual dengan
keshalehahan sosial harus seimbang. Sebagian besar pembicara tasawuf berkaitan
dengan pengetahuan tentang ketuhanan (al-ma’arif Al-Ilahiyah). Akan tetapi, hal
tersebut tidak ditempuh dengan jalan ilmu dan pembuktian ilmiah. Oleh karena itu
hati manusia harus berfungsi seperti cermin yang bersih, sehingga dapat menangkap
hakikat dan menyikap tirai.
Tujuan ilmu tasawuf adalah membersihkan hati (tazkiyatun nafs) . dalam hal
ini, ilmu akhlak dapat membantu seseorang untuk menghilangkan berbagai penyakit
hati, yang menghalangi pemiliknya dari esensi ketuhanan. Jadi, dapat dikatakan
bahwa akhlak merupakan pintu gerbang menuju ilmu tasawuf.

F. HUBUNGAN ILMU AKHLAK DENGAN ILMU PENDIDIKAN


Pendidikan tidak bisa dipisahkan dari akhlak, karena pada dasarnya tujuan
pendidikan dalam islam, adalah membentuk perilaku anak didik menjadi baik dan
mulia. Hakikat pendidikan adalah menyiapkan dan mendampingi seseorang agar
memperoleh kemajuan dan kesempurnaan.kebutuhan manusia terhadap pendidikan
beragam, seiring dengan beragamnya kebutuhan manusia. Manusia membutuhkan
kebutuhan fisik untuk menjaga kesehatan fisiknya. Pendidikan etika untuk menjaga
tingkah lakunya, ia membutuhkan pendidikan alam agar dapat mengenal alam, serta
berbagai disiplin ilmu yang lain.
Ilmu pendidikan dalam hal ini pendidikan islam,memang sangat erat
kaitannya dengan ilmu akhlak. Menurut Asy-Syaibani, tujuan pendidikan islam
sebagai berikuat :
1.      Tujuan yang berkaitan dengan individu, mencakup perubahan yang berupa
pengatahuan, tingkah laku, jasmani dan rohani, dan kemampuan-kemampuan yang
harus dimiliki untuk hidup di dunia dan akhirat.
2.      Tujuan yang berkaitan dengan masyarakat, mencakup tingkah laku masyarakat,
tingkah laku individu dalam masyarakat, perubahan kehidupan masyarakat, dan
memperkaya pengalaman masyarakat.
3.      Tujuan professional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai
ilmu, sebagai seni, sebagai profesi, dan sebagai kegiatan masyarakat.
Menurut Ahmad Tafsir, pendidikan islam adalah bimbingan yang diberikan
oleh seseorang kepada orang lain, agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan
ajaran islam. Singkatnya pendidikan islam adalah bimbingan terhadap seseorang agar
ia menjadi muslim semaksimal mungkin.10[10]
Berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran islam, menjadi tujuan
akhlak. Karena seseorang yang mempelajari akhlak kemudian menjalankannya sesuai
ajaran islam, adalah inti dari menjalankan nilai-nilai pendidikan islam. Dengan
demikian, ilmu pendidikan islam berjalan parallel dengfan ilmu akhlak. Hal ini
karena keduanya sama-sama bertujuan membentuk pribadi sebagai insan kamil, yang
menjalankan ajaran islam sesuai dengan tuntunan yang diajarkan Rasulullah.

G. HUBUNGAN ILMU AKHLAK DENGAN AKIDAH DAN IBADAH


Akidah merupakan barometer bagi setiap ucapan dan perbuatan dengan segala
bentuk interaksi manusia. Berdasarkan keterangan Al-Qur’an dan Sunnah, seseorang
yang beriman kepada Allah, merupakn bukti bahwa ia memiliki akhlak terpuji.
Untuk mengetahui hubungan akhlak dengan akidah atau keimanan, terlebih
dahulu dijelaskan pengertian iman. Iman menurut bahasa berarti membenarkan (at-
tashdiq), sedangkan menurut syara’ adalah membenarkan dengan hati, dalam arti
menerima dan tunduk pada sesuatu yang berasal dari agama Nabi Muhammad SAW.
Mengenai hal ini ada yang mengatakan bahwa, selain membenarkan dalam hati, iman
juga menuturkan dengan lisan, dan mengajarkan dengan anggota badan11[11].
Definisi lain menyebutkan, iman adalah membenarkan Rasul tentang apa yang beliau
datangkan dari Tuhannya.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa iman bukan sekedar
tashdiq (membenarkan) dalam hati, tetapi diperlukan juga sikap menerima dan
tunduk. Denag kata lain, setelah membenarkan dan mempercayai dalam hatinya,
kemudian dilanjutkan dengan realisasi penerimaan lisan, juga diamalkan dengan
anggota badan. Iman tidak hanya memercayai ihwal yang terkandung dalam rukun

10[10] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosda
Karya, 1994), Hlm.32.

11[11] Muhammad Bin Alan Ash-Shidiqy Syafi’i Al Asy’ari Al-Maky, Dalilul Falikhin, Juz1,
(Mesir: Musthafa Al-Babi Al-Halabi Wa Auladih,1971) ,Hlm.219
iman lebih dari itu, mencakup pengalaman terhadap ajaran yang dibawa oleh Nabi
Muhammad. Dengan demikian, makna imam sesungguhnya, I’tikad bi al-qalbi,wa al-
amalu bi-al arkan akan terwujud.
Lalu apa hubungan antara akhlak dan akidah? Kolerasi antara kedua nya dapat dilihat
pada firman Allah Swt, yang mengaitkan keimanan dengan akhlah mulia

Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang


selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk
berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan. (QS. Al-Maidah (5):8).
Antara iman (akidah) dan amal shaleh (akhlak), dianjurkan untuk
dilaksanakan secara bersamaan. Iman tidak cukup sekedar disimpan dalam hati, tetapi
harus direalisasikan dalam perbuatan nyata dan amal shaleh. Hanya iman yang
melahirkan amal shaleh, yang dinamakan iman yang sempurna.
Adapun hubungan antara ilmu akhlak dengan ibadah, tercermin dari tujuan
akhir ibadah, yaitu keluhuran akhlak. Misalnya pada ibadah shalat. Shalat merupakan
ibadah terpenting dan yang paling pertama di hisab pada hari kiamat. Dalam hal ini,
hikmah disyariatkannya shalat, adalah menjauhkan dari perbuatan kerji dan mungkar.
Firman Allah:

Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan
dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan)
keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar
(keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan. (QS. Al-Ankabut (29): 45)
Maka jelaslah bahwa ilmu akhlak memiliki keterkaitan yang sangat erat
dengan akidah dan ibadah. Iman (akidah) dan amal shaleh (ibadah) tidak bisa
dipisahkan dengan perilaku manusia, dalam hal ini akhlak manusia. Seseorang yang
akidahnya baik, dapat dipastikan akhlaknya baik pula. Sebaliknya, seseorang yang
ibadahnya baik, sudah pasti akhlaknya juga baik.

H. HUBUNGAN ILMU AKHLAK DENGAN ILMU TAUHID 12[12]


Ilmu Tauhid dikemukakan Harun Nasution mengandung arti sebagai ilmu
yang membahas tentang cara-cara meng-Esakan Tuhan sebagai salah satu sifat -sifat
Tuhan Lainya. Selain itu ilmu ini juga di sebut sebagai Ilmu Ushul al-Din dan oleh
karena itu buku yang membahas soal-soal Teologi dalam islam selalu diberi nama
Kitab Ushul-al-Din. Selain itu ilmu ini disebut juga Ilmu ‘Aqa’id kredo atau
keyakinan-keyakinan, dan buku-buku yang mengupas keyakinan –keyakinan itu
diberi judul al-‘aqaid. ilmu ini dinamai Ilmu aqa’id (ikatan yang kokoh), karena
keyakinan kepada Tuhan harus merupakan ikatan yang kokoh yang tidak boleh
dibuka atau dilepaskan begitu saja, karena bahayanya amat besar bagi kehidupan
manusia.selanjutnya ilmu tauhid disebut pula Ilmu Kalam yang secara Harfiah berarti
Ilmu tentang kata-kata. Kalauyang dimaksud dengan Kalam adalah Sabda Tuhan ,
maka yang dimkasud adalah Kalam Tuhan yang ada dalam Al-Qur’an dan masalah
ini pernah menimbulkan perbincangan bahkan pertentangan keras dikalangan umat
islam diabad ke Sembilan Masehi sehingga menimbulkan pertentangan dan
penganiayaan terhadap sesama umat Muslim. Selanjutnya kalau yang dimaksud
kalam adalah kata-kata manusia maka yang dimaksud dengan ilmu kalam ilmu yang
membahas tentang kata-kata atau silat lidah dalam rangka mempertahankan pendapat
dan pendirian masing-masing. Dari berbagai istilah yang berkaitan dengan ilmu
tauhid itu kita dapat memperoleh kesan yang mendalam bahwa ilmu tauhid pada
intinya berkaitan dengan upaya memahami dan menyakini adanya tuhan dengan
segala sifat dan perbuatan nya.
Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tauhid ini sekurang-kurangnya dapat dilihat
melalui dua analisis sebagai berikut:
12[12] Harun Nasution,Islam Rasional,Op.Cit.,Hlm.59.
Pertama ,diihat dari segi objek pembahasan nya, ilmu Tauhid sebagaimana di
uraikan di atas membahas masalah Tuhan baik dari segi zat, sifat dan perbuatannya.
Kepercayaan yang mantap kepada tuhan yang demikian itu akan menjadi landasan
untuk mengarahkan amal perbuatan yang dilakukan manusia, sehingga perbuatan
yang dilakukan manusia itu tertuju semata-mata karna Allah SWT. Ilmu tauhid akan
mengarahkan perbuatan manusia menjadi iklas,dan keikhlasan nya ini merupakan
salah satu akhlak yang mulia. Allah SWT, berfirman,

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan


memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan
supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah
agama yang lurus. (QS AL-Bayyinah [98]:5).
Kedua dilihat dari segi fungsinya ilmu tauhid menghendaki agar seseorang
yang bertauhid tidak hanya cukup dengan menghafal rukun iman yang enam dengan
dalil-dalilnya saja,tetapi yang terpenting adalah agar orang yang bertauhid itu meniru
dan mencontoh terhadap subjek yang terdapat dalam rukun Iman itu. jika kita percaya
bahwa allah memiliki sifat-sifat yang mulia, maka sebaiknya manusia meniru sifat
Tuhan itu. Allah SWT. Misalnya bersifat al-Rahman, dan al-Rahim (Maha Pengasih
dan Maha Penyanyang ), maka sebaiknya manusia meniru sifat tersebut dengan
mengembangkan sikap kasih sayang dimuka Bumi.
Demikian juga jika seseorang beriman kepada para Malaikat, maka yang di
maksudkan antara lain adalah agar manusia meniru sifat-sifat yang terdapat Malaikat,
seperti sifat jujur, amanah, tidak pernah durhaka dan patuh melaksanakan segala
diperintahkan Tuhan. Dengan cara demikian percaya kepada malaikat akan
membawa kepada perbaikan akhlak yang mulia Allah SWT, berfirman,

Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya


malaikat pengawas yang selalu hadir. ( QS. Qaaf [50]: 18) .
Dari uraian yang agak panjang lebar ini dapat dilihat dengan jelas adanya
hubungan yang erat antara keimanan yang dibahas ilmu Tauhid dengan perbuatan
baik yang dibahas dalam ilmu Akhlak.Tauhid tanpa Akhlak yang mulia tidak akan
ada artinya, dan Akhlak yang mulia tanpa Tauhid tidak akan kokoh. Selain itu Tauhid
memberi arah terhadap Akhlak, dan Akhlak memberi isi terhadap arahan tersebut
disinilah letak hubungan yang erat dekat anatara Tauhid dan Akhlak.

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Ilmu akhlak tentunya mempunyai hubungan-hubungan yang terkait dengan
ilmu-ilmu lainnya, baik dari segi tujuan, konsep dan kontribusi ilmu akhlak terhadap
ilmu-ilmu tersebut dan sebaliknya bagaimana kontribusi ilmu lain terhadap ilmu
akhlak. Ilmu akhlak memiliki banyak hubungan dengan ilmu lainnya seperti ilmu
filsafat, filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam yang maujud, dan bertujuan
menyelidiki hakikatnya. Lalu ada ilmu sosiologi yaitu ilmu akhlak memberikan
gambaran kepada manusia tentang perbuatan yang baik dan yang buruk, perbuatan
yang terpujji dan tercela, perbuatan yang halal dan haram. Ilmu hukum Antara ilmu
hukum dan ilmu akhlak memiliki pokok pembicaraan yang sama, yaitu perbuatan
manusia. Tujuanya pun hampir sama, yaitu mengatur perbuatan manusia demi
terwujudnya keserasian, keselarasan, keselamatan, dan kebahagiaan. Tata cara
manusia bertingkah laku, terdapat pada kaidah-kaidah hukum dan akhlak. dan masih
banyak lagi ilmu-ilmu lainnya seperti ilmu tasawuf, ilmu pendidikan, ilmu akidah dan
ibadah dan juga ilmu tauhid.
DAFTAR PUSTAKA

Amin,Samsul Munir, Ilmu Akhlak, (Wonosobo: Imprint Bumi Aksara, 2016)


Nata, Abuddin, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2013)

Anda mungkin juga menyukai