Anda di halaman 1dari 84

PERSANDINGAN UU NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

DENGAN UU NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA

UU NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PPLH UU NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 2
(Paragraf 3 Pasal 22)
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1 Pasal 1 Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan 1. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua 1. Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan
semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk semua benda, daya, keadaan, dan makhluk
termasuk manusia dan perilakunya, yang manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang
mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan
perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta manusia serta makhluk hidup lain. perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta
makhluk hidup lain. 2. Perlindungan dan pengeloiaan lingkungan hidup adalah makhluk hidup lain.
2. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk 2. Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
adalah upaya sistematis dan terpadu yang melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah adalah upaya sistematis dan terpadu yang
dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan dilakukan untuk melestarikan fungsi Lingkungan
hidup dan mencegah terjadinya pencemaran hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, Hidup dan mencegah terjadinya pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan dan/atau kerusakan Lingkungan Hidup yang
meliputi perencanaan, pemanfaatan, penegakan hukum. meliputi perencanaan, pemanfaatan,
pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan 3. Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan
penegakan hukum. terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, penegakan hukum.
3. Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk 3. Pembangunan Berkelanjutan adalah upaya sadar
dan terencana yang memadukan aspek lingkungan menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, dan terencana yang memadukan aspek
hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi Lingkungan Hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam
pembangunan untuk menjamin keutuhan masa kini dan generasi masa depan. strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan
lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, 4. Rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup Lingkungan Hidup serta keselamatan,
kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini yang selanjutnya disingkat RPPLH adalah perencanaan kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup
dan generasi masa depan. tertulis yang memuat potensi, masalah lingkungan hidup, generasi masa kini dan generasi masa depan.
4. Rencana perlindungan dan pengelolaan serta upaya perlindungan dan pengelolaannya dalam 4. Rencana Perlindungan dan Pengelolaan
lingkungan hidup yang selanjutnya disingkat kurun waktu tertentu. Lingkungan Hidup yang selanjutnya disingkat
RPPLH adalah perencanaan tertulis yang memuat 5. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang RPPLH adalah perencanaan tertulis yang
potensi, masalah lingkungan hidup, serta upaya merupakan kesatuan utuh-menyeluruh dan saling memuat potensi, masalah Lingkungan Hidup,
perlindungan dan pengelolaannya dalam kurun mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, serta upaya perlindungan dan pengelolaannya
waktu tertentu. stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup. dalam kurun waktu tertentu.
5. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup 5. Ekosistem adalah tatanan unsur Lingkungan
yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan Hidup yang merupakan kesatuan utuh-
saling mempengaruhi dalam membentuk 6. Pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah rangkaian menyeluruh dan saling memengaruhi dalam
keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan membentuk keseimbangan, stabilitas, dan
lingkungan hidup. daya tampung lingkungan hidup. produktivitas Lingkungan Hidup.
6. Pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah 7. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan 6. Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup adalah
rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan rangkaian upaya untuk memelihara
daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan kelangsungan daya dukung dan daya tampung
7. Daya dukung lingkungan hidup adalah antarkeduanya. Lingkungan Hidup.
kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung 8. Daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan 7. Daya Dukung Lingkungan Hidup adalah
perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau kemampuan Lingkungan Hidup untuk
keseimbangan antarkeduanya. komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya. mendukung perikehidupan manusia, makhluk
8. Daya tampung lingkungan hidup adalah 9. Sumber daya alam adalah unsur lingkungan hidup yang hidup lain, dan keseimbangan antarkeduanya.
kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, terdiri atas sumber daya hayati dan nonhayati yang secara 8. Daya Tampung Lingkungan Hidup adalah
energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau keseluruhan membentuk kesatuan ekosistem. kemampuan Lingkungan Hidup untuk menyerap
dimasukkan ke dalamnya. 10. Kajian lingkungan hidup strategis yang selanjutnya zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk
9. Sumber daya alam adalah unsur lingkungan hidup disingkat KLHS adalah rangkaian analisis yang sistematis, atau dimasukkan ke dalamnya.
yang terdiri atas sumber daya hayati dan nonhayati menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa 9. Sumber Daya Alam adalah unsur Lingkungan
yang secara keseluruhan membentuk kesatuan prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar Hidup yang terdiri atas sumber daya hayati dan
ekosistem. dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/ nonhayati yang secara keseluruhan membentuk
10. Kajian lingkungan hidup strategis, yang selanjutnya atau kebijakan, rencana, dan/atau program. kesatuan Ekosistem.
disingkat KLHS, adalah rangkaian analisis yang 11. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang 10. Kajian Lingkungan Hidup Strategis yang
sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk selanjutnya disebut Amdal adalah Kajian mengenai selanjutnya disingkat KLHS adalah rangkaian
memastikan bahwa prinsip pembangunan dampak penting pada lingkungan hidup dari suatu usaha analisis yang sistematis, menyeluruh, dan
berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dan/atau kegiatan yang direncanakan, untuk digunakan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip
dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau sebagai prasyarat pengambilan keputusan tentang Pembangunan Berkelanjutan telah menjadi dasar
kebijakan, rencana, dan/atau program. penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan serta termuat dan terintegrasi dalam pembangunan suatu
11. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup, yang dalam Pertzinan Berusaha, atau persetujuan Pemerintah wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau
selanjutnya disebut Amdal, adalah kajian Pusat atau Pemerintah Daerah. program.
mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau 12. Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya 11. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
kegiatan yang direncanakan pada lingkungan pemantauan lingkungan hidup yang selanjutnya disebut yang selanjutnya disebut Amdal adalah kajian
hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan UKL-UPL adalah rangkaian proses pengelolaan dan mengenai dampak penting pada Lingkungan
keputusan tentang penyelenggaraan usaha pemantauan lingkungan hidup yang dituangkan dalam Hidup dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang
dan/atau kegiatan. bentuk standar untuk digunakan sebagai prasyarat direncanakan, untuk digunakan sebagai
12. Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pengambilan keputusan serta termuat dalam Pertzinan prasyarat pengambilan keputusan tentang
pemantauan lingkungan hidup, yang selanjutnya Berusaha, atau persetujuan Pemerintah Pusat atau penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan serta
disebut UKL-UPL, adalah pengelolaan dan Pemerintah Daerah. termuat dalam Perizinan Berusaha atau
pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan 13. Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau persetujuan Pemerintah Pusat atau Pemerintah
yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada Daerah.
hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan atau harus ada danlatau unsur pencemar yang ditenggang 12. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan
Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup yang
keputusan tentang penyelenggaraan usaha keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai selanjutnya disebut UKL-UPL adalah rangkaian
dan/atau kegiatan. unsur lingkungan hidup. proses pengelolaan dan pemantauan Lingkungan
13. Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas 14. Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau Hidup yang dituangkan dalam bentuk standar
atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau untuk digunakan sebagai prasyarat pengambilan
komponen yang ada atau harus ada dan/atau komponen iain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan keputusan serta termuat dalam Perizinan
unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup Berusaha atau persetujuan Pemerintah Pusat
dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur yang telah ditetapkan. atau Pemerintah Daerah.
lingkungan hidup. 15. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup adalah ukuran 13. Baku Mutu Lingkungan Hidup adalah ukuran
14. Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau batas perubahan sifat fisik, kimia, dan/atau hayati batas atau kadar makhluk hidup, zat, ertergi, atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, lingkungan hidup yang dapat ditenggang oleh lingkungan komponen yang ada atau hams ada dan/atau
dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup untuk dapat tetap melestarikan fungsinya. unsur pencemar yang ditenggang
hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui 16. Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan orang yang keberadaannya dalam suatu sumber daya
baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung tertentu sebagai unsur Lingkungan Hidup.
15. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup adalah terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup 14. Pencemaran Lingkungan Hidup adalah masuk
ukuran batas perubahan sifat fisik, kimia, dan/atau sehingga melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi,
hayati lingkungan hidup yang dapat ditenggang hidup. dan/atau komponen lain ke dalam Lingkungan
oleh lingkungan hidup untuk dapat tetap 17. Kerusakan lingkungan hidup adalah perubahan langsung Hidup oleh kegiatan manusia sehingga
melestarikan fungsinya. dan/atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, melampaui Baku Mutu Lingkungan Hidup yang
16. Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan dan/atau hayati lingkungan hidup yang melampaui kriteria telah ditetapkan.
orang yang menimbulkan perubahan langsung baku kerusakan lingkungan hidup. 15. Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup
atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, 18. Konsenrasi sumber daya alam adalah pengelolaan sumber adalah ukuran batas perubahan sifat fisik, kimia,
dan/atau hayati lingkungan hidup sehingga daya alam untuk menjamin pemanfaatannya secara dan/atau hayati Lingkungan Hidup yang dapat
melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan bijaksana serta kesinambungan ketersediaannya dengan ditenggang oleh Lingkungan Hidup untuk dapat
hidup. tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta tetap melestarikan fungsinya.
17. Kerusakan lingkungan hidup adalah perubahan keanekaragamannya. 16. Perusakan Lingkungan Hidup adalah tindakan
langsung dan/atau tidak langsung terhadap sifat 19. Perubahan iklim adalah berubahnya iklim yang diakibatkan orang yang menimbulkan perubahan langsung
fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia,
melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan sehingga menyebabkan perubahan komposisi atmosfir dan/atau hayati Lingkungan Hidup sehingga
hidup. secara global dan selain itu juga berupa perubahan melampaui Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan
18. Konservasi sumber daya alam adalah pengelolaan variabilitas iklim alamiah yang teramati pada kurun waktu Hidup.
sumber daya alam untuk menjamin yang dapat dibandingkan. 17. Kerusakan Lingkungan Hidup adalah perubahan
pemanfaatannya secara bijaksana serta 20. Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan. langsung dan/atau tidak langsung terhadap sifat
kesinambungan ketersediaannya dengan tetap 21. Bahan berbahaya dan beracun yang selanjutnya disingkat fisik, kimia, dan/atau hayati Lingkungan Hidup
memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta B3 adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang yang melampaui Kriteria Baku Kerusakan
keanekaragamannya. karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara Lingkungan Hidup.
19. Perubahan iklim adalah berubahnya iklim yang langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan 18. Konservasi Sumber Daya Alam adalah
diakibatkan langsung atau tidak langsung oleh dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/ atau pengelolaan Sumber Daya Alam untuk menjamin
aktivitas manusia sehingga menyebabkan membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta pemanfaatannya secara bijaksana serta
perubahan komposisi atmosfir secara global dan kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain. kesinambungan ketersediaannya dengan letap
selain itu juga berupa perubahan variabilitas iklim 22. Limbah bahan berbahaya dan beracun yang selanjutnya memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta
alamiah yang teramati pada kurun waktu yang disebut Limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau keanekaragamannya.
dapat dibandingkan. kegiatan yang mengandung B3. 19. Perubahan Iklim adalah berubahnya iklim yang
20. Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau 23. Pengelolaan limbah B3 adalah kegiatan yang meliputi diakibatkan langsung atau tidak langsung oleh
kegiatan. pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, aktivitas manusia sehingga menyebabkan
21. Bahan berbahaya dan beracun yang selanjutnya pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan/atau perubahan komposisi atmosfer secara global dan
disingkat B3 adalah zat, energi, dan/atau penimbunan. selain itu juga berupa perubahan variabilitas iklim
komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, 24. Dumping (pembuangan) adalah kegiatan membuang, alamiah yang teramati pada kurun waktu yang
dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun menempatkan, dan/atau memasukkan limbah dan/atau dapat dibandingkan.
tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau bahan dalam jumlah, konsentrasi, waktu, dan lokasi 20. Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau
merusak lingkungan hidup, dan/atau tertentu dengan persyaratan tertentu ke media lingkungan kegiatan.
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, hidup tertentu. 21. Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya
serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk 25. Sengketa lingkungan hidup adalah perselisihan antara dua disingkat 83 adalah zat, energi, danf atau
hidup lain. pihak atau lebih yang timbul dari kegiatan yang berpotensi komponen lain yang karena sifat, konsentrasi,
22. Limbah bahan berbahaya dan beracun, yang dan/atau telah berdampak pada lingkungan hidup. dan/atau jumlahnya, baik secara langsung
selanjutnya disebut Limbah B3, adalah sisa suatu 26. Dampak lingkungan hidup adalah pengaruh perubahan maupun tidak langsung, dapat mencemarkan
usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3. pada lingkungan hidup yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau merusak Lingkungan Hidup, danf atau
23. Pengelolaan limbah B3 adalah kegiatan yang dan/atau kegiatan. membahayakan Lingkungan Hidup, kesehatan,
meliputi pengurangan, penyimpanan, 27. Organisasi lingkungan hidup adalah kelompok orang yang serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk
pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, terorganisasi dan terbentuk atas kehendak sendiri yang hidup lain.
pengolahan, dan/atau penimbunan. tujuan dan kegiatannya berkaitan dengan lingkungan 22. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang
24. Dumping (pembuangan) adalah kegiatan hidup. selanjutnya disebut Limbah 83 adalah sisa suatu
membuang, menempatkan, dan/atau memasukkan 28. Audit lingkungan hidup adalah evaluasi yang dilakukan usaha dan/atau kegiatan yang mengandung 83.
limbah dan/atau bahan dalam jumlah, konsentrasi, untuk menilai ketaatan penanggung jawab usaha danlatau 23. Pengelolaan Limbah 83 adalah kegiatan yang
waktu, dan lokasi tertentu dengan persyaratan kegiatan terhadap persyaratan hukum dan kebijakan yang meliputi pengurangan, penyimpanan,
tertentu ke media lingkungan hidup tertentu. ditetapkan oleh pemerintah. pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan,
25. Sengketa lingkungan hidup adalah perselisihan 29. Ekoregion adalah wilayah geografis yang memiliki pengolahan, danf atau penimbunan.
antara dua pihak atau lebih yang timbul dari kesamaan ciri iklim, tanah, air, flora, dan fauna asli, serta 24. Dumping/Pembuangan adalah kegiatan
kegiatan yang berpotensi dan/atau telah pola interaksi manusia dengan alam yang membuang, menempatkan, danf atau
berdampak pada lingkungan hidup. menggambarkan integritas sistem alam dan lingkungan memasukkan Limbah dan/atau bahan dalam
26. Dampak lingkungan hidup adalah pengaruh hidup. jumlah, konsentrasi, waktu, dan lokasi tertentu
perubahan pada lingkungan hidup yang 30. Kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang berlaku dalam dengan persyaratan tertentu ke media
diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan. tata kehidupan masyarakat untuk antara lain melindungi Lingkungan Hidup tertentu.
27. Organisasi lingkungan hidup adalah kelompok dan mengelola lingkungan hidup secara lestari. 25. Sengketa Lingkungan Hidup adalah perselisihan
orang yang terorganisasi dan terbentuk atas 31. Masyarakat hukum adat adalah kelompok masyarakat antara dua pihak atau lebih yang timbul dari
kehendak sendiri yang tujuan dan kegiatannya yang secara turun temurun bermukim di wilayah geografis kegiatan yang berpotensi dan/atau telah
berkaitan dengan lingkungan hidup. tertentu karena adanya ikatan pada asal usul leluhur, berdampak pada Lingkungan Hidup.
28. Audit lingkungan hidup adalah evaluasi yang adanya hubungan yang kuat dengan lingkungan hidup,
dilakukan untuk menilai ketaatan penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata 26. Dampak Lingkungan Hidup adalah pengaruh
persyaratan hukum dan kebijakan yang ditetapkan ekonomi, politik, sosial, dan hukum. perubahan pada Lingkungan Hidup yang
oleh pemerintah. 32. Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan.
29. Ekoregion adalah wilayah geografis yang memiliki usaha, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak 27. Organisasi Lingkungan Hidup adalah kelompok
kesamaan ciri iklim, tanah, air, flora, dan fauna asli, berbadan hukum. orang yang terorganisasi dan terbentuk atas
serta pola interaksi manusia dengan alam yang 33. Instrumen ekonomi lingkungan hidup adalah seperangkat kehendak sendiri yang tujuan dan kegiatannya
menggambarkan integritas sistem alam dan kebijakan ekonomi untuk mendorong Pemerintah, berkaitan dengan Lingkungan Hidup.
lingkungan hidup. pemerintah daerah, atau setiap orang ke arah pelestarian 28. Audit Lingkungan Hidup adalah evaluasi yang
30. Kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang berlaku fungsi lingkungan hidup. dilakukan untuk menilai ketaatan penanggung
dalam tata kehidupan masyarakat untuk antara lain 34. Ancaman serius adalah ancaman yang berdampak luas jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap
melindungi dan mengelola lingkungan hidup terhadap lingkungan hidup dan menimbulkan keresahan persyaratan hukum dan kebijakan yang
secara lestari. masyarakat. ditetapkan oleh pemerintah.
31. Masyarakat hukum adat adalah kelompok 35. Persetujuan Lingkungan adalah Keputusan Kelayakan 29. Ekoregion adalah wilayah geografis yang memiliki
masyarakat yang secara turun temurun bermukim Lingkungan Hidup atau pernyataan Kesanggupan kesamaan ciri iklim, tanah, air, flora, dan fauna
di wilayah geografis tertentu karena adanya ikatan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang telah mendapatkan asli, serta pola interaksi manusia dengan alam
pada asal usul leluhur, adanya hubungan yang persetujuan dari pemerintah Pusat atau Pemerintah yang menggambarkan integritas sistem alam dan
kuat dengan lingkungan hidup, serta adanya Daerah. Lingkungan Hidup.
sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, 36. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia 30. Kearifan Lokal adalah nilai-nilai luhur yang
politik, sosial, dan hukum. yang memegang kekuasaan pemerintahan negara berlaku dalam tata kehidupan masyarakat rlntuk
32. Setiap orang adalah orang perseorangan atau Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil presiden dan antara lain melindungi dan mengelola Lingkungan
badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Hidup secara lestari.
yang tidak berbadan hukum. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 31. Masyarakat Hukum Adat adalah kelompok
33. Instrumen ekonomi lingkungan hidup adalah 37. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur masyarakat yang secara turun temurun bermukim
seperangkat kebijakan ekonomi untuk mendorong penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin di wilayah geografis tertentu karena adanya
Pemerintah, pemerintah daerah, atau setiap orang pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi ikatan pada asal usul leluhur, adanya hubungan
ke arah pelestarian fungsi lingkungan hidup. kewenangan daerah otonom. yang kuat dengan Lingkungan Hidup, serta
34. Ancaman serius adalah ancaman yang berdampak 38. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan adanya sistem nilai yang menentukan pranata
luas terhadap lingkungan hidup dan menimbulkan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan ekonomi, politik, sosial, dan hukum.
keresahan masyarakat. lingkungan hidup. 32. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau
35. Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada badan usaha, baik yang berbadan hukum
setiap orang yang melakukan usaha dan/atau maupun yang tidak berbadan hukum.
kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL dalam 33. Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup adalah
rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan seperangkat kebijakan ekonomi untuk
hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin mendorong Pemerintah Pusat, Pemerintah
usaha dan/atau kegiatan. Daerah, atau Setiap Orang ke arah Pelestarian
36. Izin usaha dan/atau kegiatan adalah izin yang Fungsi Lingkungan Hidup.
diterbitkan oleh instansi teknis untuk melakukan 34. Ancaman Serius adalah ancaman yang
usaha dan/atau kegiatan. berdarnpak luas terhadap Lingkungan Hidup dan
menimbulkan keresahan masyarakat.
37. Pemerintah pusat, yang selanjutnya disebut 35. Persetujuan Lingkungan adalah keputusan
Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia kelayakan Lingkungan Hidup atau pernyataan
yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara kesanggupan pengelolaan Lingkungan Hidup
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam yang telah mendapatkan persetujuan dari
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.
Tahun 1945. 36. Dihapus
38. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau 37. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik
walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur Indonesia yang memegang kekuasaan
penyelenggara pemerintah daerah. pemerintahan negara Republik Indonesia yang
39. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri
urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
pengelolaan lingkungan hidup. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
38. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah
sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan
Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah
otonom.
39. Menteri adalah menteri yang menyelerggarakan
urusan pemerintahan di bidang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Penjelasan:
Angka 36 dalam UU No. 32 Tahun 2009 dihapus
dalam Perppu
BAB II
ASAS, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP
Bagian Kesatu
Asas
Pasal 2 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
dilaksanakan berdasarkan asas:
a. tanggung jawab negara;
b. kelestarian dan keberlanjutan;
c. keserasian dan keseimbangan;
d. keterpaduan;
e. manfaat;
f. kehati-hatian;
g. keadilan;
h. ekoregion;
i. keanekaragaman hayati;
j. pencemar membayar;
k. partisipatif;
l. kearifan lokal;
m. tata kelola pemerintahan yang baik; dan
n. otonomi daerah.

Penjelasan:
Huruf a
Yang dimaksud dengan “asas tanggung jawab negara”
adalah:
a. negara menjamin pemanfaatan sumber daya alam
akan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi
kesejahteraan dan mutu hidup rakyat, baik generasi
masa kini maupun
generasi masa depan.
b. negara menjamin hak warga negara atas lingkungan
hidup yang
baik dan sehat.
c. negara mencegah dilakukannya kegiatan
pemanfaatan sumber daya alam yang menimbulkan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

Huruf b
Yang dimaksud dengan “asas kelestarian dan
keberlanjutan” adalah bahwa setiap orang memikul
kewajiban dan tanggung jawab terhadap generasi
mendatang dan terhadap sesamanya dalam satu
generasi dengan melakukan upaya pelestarian daya
dukung ekosistem dan memperbaiki kualitas
lingkungan hidup.

Huruf c
Yang dimaksud dengan “asas keserasian dan
keseimbangan” adalah bahwa pemanfaatan lingkungan
hidup harus memperhatikan berbagai aspek seperti
kepentingan ekonomi, sosial, budaya, dan perlindungan
serta pelestarian ekosistem.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “asas keterpaduan” adalah
bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
dilakukan dengan memadukan berbagai unsur atau
menyinergikan berbagai komponen terkait.

Huruf e
Yang dimaksud dengan “asas manfaat” adalah bahwa
segala usaha dan/atau kegiatan pembangunan yang
dilaksanakan disesuaikan dengan potensi sumber daya
alam dan lingkungan hidup untuk peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan harkat manusia selaras
dengan lingkungannya.

Huruf f
Yang dimaksud dengan “asas kehati-hatian” adalah
bahwa ketidakpastian mengenai dampak suatu usaha
dan/atau kegiatan karena keterbatasan penguasaan
ilmu pengetahuan dan teknologi bukan merupakan
alasan untuk menunda langkah-langkah
meminimalisasi atau menghindari ancaman terhadap
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

Huruf g
Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah bahwa
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus
mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap
warga negara, baik lintas daerah, lintas generasi,
maupun lintas gender.

Huruf h
Yang dimaksud dengan “asas ekoregion” adalah bahwa
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus
memperhatikan karakteristik sumber daya alam,
ekosistem, kondisi geografis, budaya masyarakat
setempat, dan kearifan lokal.

Huruf i
Yang dimaksud dengan “asas keanekaragaman hayati”
adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup harus memperhatikan upaya terpadu
untuk mempertahankan keberadaan, keragaman, dan
keberlanjutan sumber daya alam hayati yang terdiri atas
sumber daya alam nabati dan sumber daya alam
hewani yang bersama dengan unsur nonhayati di
sekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem.

Huruf j
Yang dimaksud dengan “asas pencemar membayar”
adalah bahwa setiap penanggung jawab yang usaha
dan/atau kegiatannya menimbulkan pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup wajib
menanggung biaya pemulihan lingkungan.

Huruf k
Yang dimaksud dengan “asas partisipatif” adalah
bahwa setiap anggota masyarakat didorong untuk
berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan
dan pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup, baik secara langsung maupun tidak
langsung.

Huruf l
Yang dimaksud dengan “asas kearifan lokal” adalah
bahwa dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup harus memperhatikan nilai-nilai luhur
yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat.

Huruf m
Yang dimaksud dengan “asas tata kelola pemerintahan
yang baik” adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup dijiwai oleh prinsip partisipasi,
transparansi, akuntabilitas, efisiensi, dan keadilan.

Huruf n
Yang dimaksud dengan “asas otonomi daerah” adalah
bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman
daerah dalam bingkai Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Bagian Kedua
Tujuan
Pasal 3 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
bertujuan:
a. melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik
a. Indonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup;
b. menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan
manusia;
c. menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup
dan kelestarian ekosistem;
d. menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;
e. mencapai keserasian, keselarasan, dan
keseimbangan lingkungan hidup;
f. menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini
dan generasi masa depan;
g. menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas
lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi
manusia;
h. mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam
secara bijaksana;
i. mewujudkan pembangunan berkelanjutan; dan
j. mengantisipasi isu lingkungan global.
Bagian Ketiga
Ruang Lingkup
Pasal 4 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
meliputi:
a. perencanaan;
b. pemanfaatan;
c. pengendalian;
d. pemeliharaan;
e. pengawasan; dan
f. penegakan hukum.
BAB III
PERENCANAAN
Pasal 5 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
Perencanaan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup dilaksanakan melalui tahapan:
a. inventarisasi lingkungan hidup;
b. penetapan wilayah ekoregion; dan
c. penyusunan RPPLH.
Bagian Kesatu
Inventarisasi Lingkungan Hidup
Pasal 6 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
(1) Inventarisasi lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 huruf a terdiri atas
inventarisasi lingkungan hidup:
a. tingkat nasional;
b. tingkat pulau/kepulauan; dan
c. tingkat wilayah ekoregion.
(2) Inventarisasi lingkungan hidup dilaksanakan untuk
memperoleh data dan informasi mengenai sumber
daya alam yang meliputi:
a. potensi dan ketersediaan;
b. jenis yang dimanfaatkan;
c. bentuk penguasaan;
d. pengetahuan pengelolaan;
e. bentuk kerusakan; dan
f. konflik dan penyebab konflik yang timbul akibat
pengelolaan.
Bagian Kedua
Penetapan Wilayah Ekoregion
Pasal 7 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
(1) Inventarisasi lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a dan huruf
b menjadi dasar dalam penetapan wilayah
ekoregion dan dilaksanakan oleh Menteri setelah
berkoordinasi dengan instansi terkait.
(2) Penetapan wilayah ekoregion sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan
mempertimbangkan kesamaan:
a. karakteristik bentang alam;
b. daerah aliran sungai;
c. iklim;
d. flora dan fauna;
e. sosial budaya;
f. ekonomi;
g. kelembagaan masyarakat; dan
h. hasil inventarisasi lingkungan hidup.
Pasal 8 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
Inventarisasi lingkungan hidup di tingkat wilayah
ekoregion sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat
(1) huruf c dilakukan untuk menentukan daya dukung
dan daya tampung serta cadangan sumber daya alam.
Bagian Ketiga
Penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pasal 9 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
(1) RPPLH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
huruf c terdiri atas:
a. RPPLH nasional;
b. RPPLH provinsi; dan
c. RPPLH kabupaten/kota.
(2) RPPLH nasional sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a disusun berdasarkan inventarisasi
nasional.
(3) RPPLH provinsi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b disusun berdasarkan:
a. RPPLH nasional;
b. inventarisasi tingkat pulau/kepulauan; dan c.
inventarisasi tingkat ekoregion.
(4) RPPLH kabupaten/kota sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c disusun berdasarkan:
a. RPPLH provinsi;
b. inventarisasi tingkat pulau/kepulauan; dan c.
inventarisasi tingkat ekoregion.
Pasal 10 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
(1) RPPLH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
disusun oleh Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
(2) Penyusunan RPPLH sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) memperhatikan:
a. keragaman karakter dan fungsi ekologis;
b. sebaran penduduk;
c. sebaran potensi sumber daya alam;
d. kearifan lokal;
e. aspirasi masyarakat; dan
f. perubahan iklim.
(3) RPPLH diatur dengan:
a. peraturan pemerintah untuk RPPLH nasional;
b. peraturan daerah provinsi untuk RPPLH
provinsi; dan
c. peraturan daerah kabupaten/kota untuk
RPPLH kabupaten/kota.
(4) RPPLH memuat rencana tentang:
a. pemanfaatan dan/atau pencadangan sumber
daya alam;
b. pemeliharaan dan perlindungan kualitas
dan/atau fungsi lingkungan hidup;
c. pengendalian, pemantauan, serta
pendayagunaan dan pelestarian sumber daya
alam; dan
d. adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan
iklim.
(5) RPPLH menjadi dasar penyusunan dan dimuat
dalam rencana pembangunan jangka panjang dan
rencana pembangunan jangka menengah.

Penjelasan:
Huruf d
Kearifan lokal dalam ayat ini termasuk hak ulayat yang
diakui oleh DPRD.
Pasal 11 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
Ketentuan lebih lanjut mengenai inventarisasi
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6, penetapan ekoregion sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 dan Pasal 8, serta RPPLH sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 10 diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
BAB IV
PEMANFAATAN
Pasal 12 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
(1) Pemanfaatan sumber daya alam dilakukan
berdasarkan RPPLH.
(2) Dalam hal RPPLH sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) belum tersusun, pemanfaatan sumber
daya alam dilaksanakan berdasarkan daya
dukung dan daya tampung lingkungan hidup
dengan memperhatikan:
a. keberlanjutan proses dan fungsi lingkungan
hidup;
b. keberlanjutan produktivitas lingkungan hidup;
dan
c. keselamatan, mutu hidup, dan kesejahteraan
masyarakat.
(3) Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan
oleh:
a. Menteri untuk daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup nasional dan
pulau/kepulauan;
b. gubernur untuk daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup provinsi dan
ekoregion lintas kabupaten/kota; atau
c. bupati/walikota untuk daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup kabupaten/kota dan
ekoregion di wilayah kabupaten/kota.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
penetapan daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) diatur dalam peraturan pemerintah.
BAB V
PENGENDALIAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 13 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
(1) Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup dilaksanakan dalam rangka
pelestarian fungsi lingkungan hidup.
(2) Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:
a. pencegahan;
b. penanggulangan; dan
c. pemulihan.
(3) Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah, dan penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan sesuai dengan kewenangan,
peran, dan tanggung jawab masing-masing.

Penjelasan:
Ayat (1)
Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup yang dimaksud dalam ketentuan ini,
antara lain pengendalian:
a. pencemaran air, udara, dan laut; dan
b. kerusakan ekosistem dan kerusakan akibat
perubahan iklim.
Bagian Kedua
Pencegahan
Pasal 14 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup terdiri atas:
a. KLHS;
b. tata ruang;
c. baku mutu lingkungan hidup;
d. kriteria baku kerusakan lingkungan hidup;
e. amdal;
f. UKL-UPL;
g. perizinan;
h. instrumen ekonomi lingkungan hidup;
i. peraturan perundang-undangan berbasis
lingkungan hidup;
j. anggaranberbasislingkunganhidup;
k. analisis risiko lingkungan hidup;
l. audit lingkungan hidup; dan
m. instrumen lain sesuai dengan kebutuhan dan/atau
perkembangan ilmu pengetahuan.
Paragraf 1
Kajian Lingkungan Hidup Strategis
Pasal 15 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib
membuat KLHS untuk memastikan bahwa prinsip
pembangunan berkelanjutan telah telah menjadi
dasar dan pembangunan suatu wilayah dan/atau
kebijakan, rencana, dan/atau program.
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib
melaksanakan KLHS sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ke dalam penyusunan atau evaluasi:
a. rencana tata ruang wilayah (RTRW) beserta
rencana rincinya, rencana pembangunan
jangka panjang (RPJP), dan rencana
pembangunan jangka menengah (RPJM)
nasional, provinsi, dan kabupaten/kota; dan
b. kebijakan, rencana, dan/atau program yang
berpotensi menimbulkan dampak dan/atau
risiko lingkungan hidup.
(3) KLHS dilaksanakan dengan mekanisme:
a. pengkajian pengaruh kebijakan, rencana,
dan/atau program terhadap kondisi lingkungan
hidup di suatu wilayah;
b. perumusan alternatif penyempurnaan
kebijakan, rencana, dan/atau program; dan
c. rekomendasi perbaikan untuk pengambilan
keputusan kebijakan, rencana, dan/atau
program yang mengintegrasikan prinsip
pembangunan berkelanjutan.

Penjelasan:
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “wilayah” adalah ruang yang
merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur
terkait yang batas dan sistemnya ditentukan
berdasarkan aspek administrasi dan/atau aspek
fungsional.

Ayat (2)
Huruf b
Dampak dan/atau risiko lingkungan hidup yang
dimaksud meliputi:
a. perubahan iklim;
b. kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan
keanekaragaman hayati;
c. peningkatan intensitas dan cakupan wilayah
bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau
kebakaran hutan dan lahan;
d. penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya
alam;
e. peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau
lahan;
f. peningkatan jumlah penduduk miskin atau
terancamnya keberlanjutan penghidupan
sekelompok masyarakat; dan/atau
g. peningkatan risiko terhadap kesehatan dan
keselamatan manusia.
Pasal 16 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
KLHS memuat kajian antara lain:
a. kapasitas daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup untuk pembangunan;
b. perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan
hidup;
c. kinerja layanan/jasa ekosistem;
d. efisiensi pemanfaatan sumber daya alam;
e. tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap
perubahan iklim; dan
f. tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman
hayati.
Pasal 17 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
(1) Hasil KLHS sebagaimana dimaksud dalam Pasal
15 ayat (3) menjadi dasar bagi kebijakan, rencana,
dan/atau program pembangunan dalam suatu
wilayah.
(2) Apabila hasil KLHS sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) menyatakan bahwa daya dukung dan
daya tampung sudah terlampaui,
a. kebijakan, rencana, dan/atau program
pembangunan tersebut wajib diperbaiki sesuai
dengan rekomendasi KLHS; dan
b. segala usaha dan/atau kegiatan yang telah
melampaui daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup tidak diperbolehkan lagi.
Pasal 18 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
(1) KLHS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
ayat (1) dilaksanakan dengan melibatkan
masyarakat dan pemangku kepentingan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
penyelenggaraan KLHS diatur dalam Peraturan
Pemerintah.

Penjelasan:
Ayat (1)
Pelibatan masyarakat dilakukan melalui dialog, diskusi,
dan konsultasi publik.
Paragraf 2
Tata Ruang
Pasal 19 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
(1) Untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan
hidup dan keselamatan masyarakat, setiap
perencanaan tata ruang wilayah wajib didasarkan
pada KLHS.
(2) Perencanaan tata ruang wilayah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
memperhatikan daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup.
Paragraf 3
Baku Mutu Lingkungan Hidup
Pasal 20 Pasal 20 Pasal 20
(1) Penentuan terjadinya pencemaran lingkungan (1) Penentuan terjadinya pencemaran lingkungan hidup diukur (1) Penentuan terjadinya Pencemaran Lingkungan
hidup diukur melalui baku mutu lingkungan hidup. melalui baku mutu lingkungan hidup. Hidup diukur melalui Baku Mutu Lingkungan
(2) Baku mutu lingkungan hidup meliputi: (2) Baku mutu lingkungan hidup meliputi: Hidup.
a. baku mutu air; a. baku mutu air; (2) Baku Mutu Lingkungan Hidup meliputi:
b. baku mutu air limbah; b. baku mutu air limbah; a. baku mutu air;
c. baku mutu air laut; c. baku mutu air laut; b. baku mutu air Limbah;
d. baku mutu udara ambien; d. baku mutu udara ambien; c. baku mutu air laut;
e. baku mutu emisi; e. baku mutu emisi; d. baku mutu udara ambien;
f. baku mutu gangguan; dan f. baku mutu gangguan; dan e. baku mutu emisi;
g. baku mutu lain sesuai dengan perkembangan g. baku mutu lain sesuai dengan perkembangan ilmu f. baku mutu gangguan; dan
ilmu pengetahuan dan teknologi. pengetahuan dan teknologi. g. baku mutu lain sesuai dengan
(3) Setiap orang diperbolehkan untuk membuang (3) Setiap orang diperbolehkan untuk membuang limbah ke perkembangan ilmu pengetahuan dan
limbah ke media lingkungan hidup dengan media lingkungan hidup dengan persyaratan: teknologi.
persyaratan: a. memenuhi baku mutu lingkungan hidup; dan (3) Setiap orang diperbolehkan untuk membuang
a. memenuhi baku mutu lingkungan hidup; dan b. mendapat persetujuan dari pemerintah pusat atau Limbah ke media Lingkungan Hidup dengan
b. mendapat izin dari Menteri, gubernur, atau Pemerintah Daerah. persyaratan:
bupati/walikota sesuai dengan (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai baku mutu lingkungan a. memenuhi Baku Mutu Lingkungan Hidup;
kewenangannya. hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam dan
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai baku mutu Peraturan pemerintah. b. mendapat Persetujuan dari Pemerintah
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada Pusat atau Pemerintah Daerah.
ayat (2) huruf a, huruf c, huruf d, dan huruf g diatur Penjelasan: (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Baku Mutu
dalam Peraturan Pemerintah. Ayat (2) Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai baku mutu Huruf a pada ayat (2) diatur dalam Peraturan
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada Yang dimaksud dengan "baku mutu air" adalah ukuran batas Pemerintah.
ayat (2) huruf b, huruf e, dan huruf f diatur dalam atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang
peraturan menteri. ada atau harus ada, dan/atau unsur pencemar yang ditenggang
keberadaannya di dalam air. Penjelasan:
Penjelasan: Perubahan penggunaan huruf kapital
Ayat (2) Huruf b
Huruf a Yang dimaksud dengan "baku mutu air limbah" adalah ukuran
Yang dimaksud dengan “baku mutu air” adalah ukuran batas atau kadar polutan yang ditenggang untuk dimasukkan
batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau ke media air.
komponen yang ada atau harus ada, dan/atau unsur Huruf c
pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam Yang dimaksud dengan "baku mutu air laut" adalah ukuran
air. batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen
yang ada atau harus ada danlatau unsur pencemar yang
Huruf b ditenggang keberadaannya di dalam air laut.
Yang dimaksud dengan “baku mutu air limbah” adalah Huruf d
ukuran batas atau kadar polutan yang ditenggang untuk Yang dimaksud dengan "baku mutu udara ambien" adalah
dimasukkan ke media air. ukuran batas atau kadar zat, energi, dan/atau komponen yang
seharusnya ada, dan/atau unsur pencemar yang ditenggang
Huruf c keberadaannya dalam udara ambien.
Yang dimaksud dengan “baku mutu air laut” adalah
ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, Huruf e
atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau Yang dimaksud dengan "baku mutu emisi" adalah ukuran batas
unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di atau kadar polutan yang ditenggang untuk dimasukkan ke
dalam air laut. media udara.

Huruf d Huruf f
Yang dimaksud dengan “baku mutu udara ambien” Yang dimaksud dengan "baku mutu gangguan" adalah ukuran
adalah ukuran batas atau kadar zat, energi, dan/atau batas unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya yang
komponen yang seharusnya ada, dan/atau unsur meliputi unsur getaran, kebisingan, dan kebauan.
pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam
udara ambien.

Huruf e
Yang dimaksud dengan “baku mutu emisi” adalah
ukuran batas atau kadar polutan yang ditenggang untuk
dimasukkan ke media udara.

Huruf f
Yang dimaksud dengan “baku mutu gangguan” adalah
ukuran batas unsur pencemar yang ditenggang
keberadaannya yang meliputi unsur getaran,
kebisingan, dan kebauan.
Paragraf 4
Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup
Pasal 21 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
(1) Untuk menentukan terjadinya kerusakan
lingkungan hidup, ditetapkan kriteria baku
kerusakan lingkungan hidup.
(2) Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup meliputi
kriteria baku kerusakan ekosistem dan kriteria
baku kerusakan akibat perubahan iklim.
(3) Kriteria baku kerusakan ekosistem meliputi:
a. kriteria baku kerusakan tanah untuk produksi
biomassa;
b. kriteria baku kerusakan terumbu karang;
c. kriteria baku kerusakan lingkungan hidup yang
berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau
lahan;
d. kriteria baku kerusakan mangrove;
e. kriteria baku kerusakan padang lamun;
f. kriteria baku kerusakan gambut;
g. kriteria baku kerusakan karst; dan/atau
h. kriteria baku kerusakan ekosistem lainnya
sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
(4) Kriteria baku kerusakan akibat perubahan iklim
didasarkan pada paramater antara lain:
a. kenaikan temperatur;
b. kenaikan muka air laut;
c. badai; dan/atau
d. kekeringan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria baku
kerusakan lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Penjelasan:
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “produksi biomassa” adalah
bentuk-bentuk pemanfaatan sumber daya tanah untuk
menghasilkan biomassa.
Yang dimaksud dengan “kriteria baku kerusakan tanah
untuk produksi biomassa” adalah ukuran batas
perubahan sifat dasar tanah yang dapat ditenggang
berkaitan dengan kegiatan produksi biomassa.
Kriteria baku kerusakan tanah untuk produksi biomassa
mencakup lahan pertanian atau lahan budi daya dan
hutan.

Huruf b
Yang dimaksud dengan “kriteria baku kerusakan
terumbu karang” adalah ukuran batas perubahan fisik
dan/atau hayati terumbu karang yang dapat ditenggang.

Huruf c
Yang dimaksud dengan “kerusakan lingkungan hidup
yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau
lahan” adalah pengaruh perubahan pada lingkungan
hidup yang berupa kerusakan dan/atau pencemaran
lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran
hutan dan/atau lahan yang diakibatkan oleh suatu
usaha dan/atau kegiatan.
Paragraf 5
Amdal
Pasal 22 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
(1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak
penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki
amdal.
(2) Dampak penting ditentukan berdasarkan kriteria:
a. besarnya jumlah penduduk yang akan terkena
dampak rencana usaha dan/atau kegiatan;
b. luas wilayah penyebaran dampak;
c. intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
d. banyaknya komponen lingkungan hidup lain
yang akan terkena dampak;
e. sifat kumulatif dampak;
f. berbalik atau tidak berbaliknya dampak;
dan/atau
g. kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Pasal 23 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
(1) Kriteria usaha dan/atau kegiatan yang berdampak
penting yang wajib dilengkapi dengan amdal terdiri
atas:
a. pengubahan bentuk lahan dan bentang alam;
b. eksploitasi sumber daya alam, baik yang
terbarukan maupun yang tidak terbarukan;
c. proses dan kegiatan yang secara potensial
dapat menimbulkan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup serta pemborosan
dan kemerosotan sumber daya alam dalam
pemanfaatan;
d. proses dan kegiatan yang hasilnya dapat
mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan
buatan, serta lingkungan sosial dan budaya;
e. proses dan kegiatan yang hasilnya akan
mempengaruhi pelestarian kawasan
konservasi sumber daya alam dan/atau
perlindungan cagar budaya;
f. introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, hewan, dan
jasad renik;
g. pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan
nonhayati;
h. kegiatan yang mempunyai risiko tinggi
dan/atau mempengaruhi pertahanan negara;
dan/atau
i. penerapan teknologi yang diperkirakan
mempunyai potensi besar untuk
mempengaruhi lingkungan hidup.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis usaha
dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan
amdal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan peraturan Menteri.

Penjelasan:
Ayat (1)
Huruf f
Jasad renik dalam huruf ini termasuk produk rekayasa
genetik.
Pasal 24 Pasal 24 Pasal 24
Dokumen amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal (1) Dokumen Amdal merupakan dasar uji kelayakan (1) Dokumen Amdal merupakan dasar uji kelayakan
22 merupakan dasar penetapan keputusan kelayakan lingkungan hidup untuk rencana usaha dan/atau kegiatan. Lingkungan Hidup untuk rencana usaha
lingkungan hidup. (2) Uji kelayakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dan/atau kegiatan.
pada ayat (1) dilakukan oleh tim uji kelayakan lingkungan (2) Uji kelayakan Lingkungan Hidup sebagaimana
hidup yang dibentuk oleh lembaga uji kelayakan dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh tim uji
lingkungan hidup pemerintah Pusat. kelayakan Lingkungan Hidup yang dibentuk oleh
lembaga uji kelayakan Lingkungan Hidup
Pemerintah Pusat.
(3) Tim uji kelayakan lingkungan hidup sebagaimana (3) Tim uji kelayakan Lingkungan Hidup
dimaksud pada ayat (2) terdiri atas unsur pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas
Pusat, Pemerintah Daerah, dan ahli bersertifikat. unsur Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan
(4) Pemerintah Pusat atau pemerintah Daerah menetapkan ahli bersertifikat.
Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup berdasarkan (4) Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah
hasil uji kelayakan lingkungan hidup. menetapkan keputusan kelayakan Lingkungan
(5) Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup sebagaimana Hidup berdasarkan hasil uji kelayakan
dimaksud pada ayat (4) digunakan sebagai persyaratan Lingkungan Hidup.
penerbitan perizinan Berusaha, atau persetujuan (5) Keputusan kelayakan Lingkungan Hidup
Pemerintah pusat atau pemerintah Daerah. sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata laksana uji kelayakan sebagai persyaratan penerbitan Perizinan
lingkungan hidup diatur dalam peraturan Pemerintah. Berusaha, atau Persetujuan Pemerintah Pusat
atau Pemerintah Daerah.
Penjelasan: (6) Ketentuan mengenai tata laksana uji kelayakan
Ayat (5) Lingkungan Hidup diatur dalam Peraturan
Yang dimaksud dengan "Keputusan Kelayakan Lingkungan Pemerintah.
Hidup" adalah keputusan yang menyatakan kelayakan
lingkungan hidup dari suatu rencana usaha dan/atau kegiatan
yang wajib dilengkapi dengan Amdal. Penjelasan:
Perubahan penggunaan huruf kapital
Yang dimaksud dengan "persetujuan Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah" adalah bentuk keputusan yang diterbitkan
oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sebagai dasar
pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh instansi Pemerintah
Pusat atau Pemerintah Daerah.
Pasal 25 Pasal 25 Pasal 25
Dokumen amdal memuat: Dokumen Amdal memuat: Dokumen Amdal memuat:
a. pengkajian mengenai dampak rencana usaha a. pengkajian mengenai dampak rencana usaha dan/atau a. pengkajian mengenai dampak rencana usaha
dan/atau kegiatan; kegiatan; dan/atau kegiatan;
b. evaluasi kegiatan di sekitar lokasi rencana usaha b. evaluasi kegiatan di sekitar lokasi rencana usaha dan/atau b. evaluasi kegiatan di sekitar lokasi rencana usaha
dan/atau kegiatan; kegiatan; dan/atau kegiatan;
c. saran masukan serta tanggapan masyarakat c. saran masukan serta tanggapan masyarakat terkena c. saran masukan serta tanggapan masyarakat
terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan; dampak langsung yang relevan terhadap rencana usaha terkena dampak langsung yang relevan terhadap
d. prakiraan terhadap besaran dampak serta sifat dan/atau kegiatan; rencana usaha dan/atau kegiatan;
penting dampak yang terjadi jika rencana usaha d. prakiraan terhadap besaran dampak serta sifat penting d. prakiraan terhadap besaran dampak serta sifat
dan/atau kegiatan tersebut dilaksanakan; dampak yang terjadi jika rencana usaha dan/atau kegiatan penting dampak yang terjadi jika rencana usaha
e. evaluasi secara holistik terhadap dampak yang tersebut dilaksanakan; dan/atau kegiatan tersebut dilaksanakan;
terjadi untuk menentukan kelayakan atau
ketidaklayakan lingkungan hidup; dan
f. rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan e. evaluasi secara holistik terhadap dampak yang terjadi untuk e. evaluasi secara holistik terhadap dampak yang
hidup. menentukan kelayakan atau ketidaklayakan, lingkungan terjadi untuk menentukan kelayakan atau
hidup; dan ketidaklayakan Lingkungan Hidup; dan
Penjelasan: f. rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup. f. rencana pengelolaan dan pemantauan
Huruf f Lingkungan Hidup.
Rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan Penjelasan:
hidup dimaksudkan untuk menghindari, meminimalkan, Huruf f Penjelasan:
memitigasi, dan/atau mengompensasikan dampak Rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup Perbedaaan dengan UUCK yaitu yang semula
suatu usaha dan/atau kegiatan. dimaksudkan untuk menghindari, meminimalkan, memitigasi, “lingkungan hidup” berubah menjadi “Lingkungan
dan/atau mengompensasikan dampak suatu usaha dan/atau Hidup”
kegiatan.

Pasal 26 Pasal 26 Pasal 26


(1) Dokumen amdal sebagaimana dimaksud dalam (1) Dokumen Amdal sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 (1) Dokumen Amdal sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 22 disusun oleh pemrakarsa dengan disusun oleh pemrakarsa dengan meiibatkan masyarakat. pasal 22 disusun oleh pemrakarsa dengan
melibatkan masyarakat. (2) Penyusunan dokumen Amdal dilakukan dengan meiibatkan masyarakat.
(2) Pelibatan masyarakat harus dilakukan melibatkan masyarakat yang terkena dampak langsung (2) Penyusunan dokumen Amdal dilakukan dengan
berdasarkan prinsip pemberian informasi yang terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan. melibatkan masyarakat yang terkena dampak
transparan dan lengkap serta diberitahukan (3) Ketentuan lebih tanjut mengenai proses pelibatan langsung terhadap rencana usaha dan/atau
sebelum kegiatan dilaksanakan. masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur kegiatan.
(3) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam Peraturan pemerintah. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai proses pelibatan
meliputi: masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
a. yang terkena dampak; diatur dalam Peraturan pemerintah.
b. pemerhati lingkungan hidup; dan/atau
c. yang terpengaruh atas segala bentuk Penjelasan:
keputusan dalam proses amdal. Tidak ada perubahan dari UUCK ke dalam Perppu
(4) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat mengajukan keberatan terhadap dokumen
amdal.

Penjelasan:
Ayat (1)
Pelibatan masyarakat dilaksanakan dalam proses
pengumuman dan konsultasi publik dalam rangka
menjaring saran dan tanggapan.
Pasal 27 Pasal 27 Pasal 27
Dalam menyusun dokumen Amdal, pemrakarsa sebagaimana
dimaksud dalam pasal 26 (1) dapat menunjuk pihak lain.
Dalam menyusun dokumen amdal, pemrakarsa Dalam menyusun dokumen Amdal, pemrakarsa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dapat Penjelasan: sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (1)
meminta bantuan kepada pihak lain. Yang dimaksud dengan "pihak lain" antara lain lembaga dapat menunjuk pihak lain.
penyusun amdal atau konsultan.
Penjelasan: Penjelasan:
Yang dimaksud dengan “pihak lain” antara lain lembaga Penambahan kata “ayat (1)”
penyusun amdal atau konsultan.
Pasal 28 Pasal 28 Pasal 28
(1) Penyusun amdal sebagaimana dimaksud dalam (1) Penyusun Amdal sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 (1) Penyusun Amdal sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 26 ayat (1) dan Pasal 27 wajib memiliki ayat (1) dan Pasal 27 wajib memiliki sertifikat kompetensi pasal 26 ayat (1) dan Pasal 27 wajib memiliki
sertifikat kompetensi penyusun amdal. penyusun Amdal. sertifikat kompetensi penyusun Amdal.
(2) Kriteria untuk memperoleh sertifikat kompetensi (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi dan kriteria (2) Ketentuan mengenai sertifikasi dan kriteria
penyusun amdal sebagaimana dimaksud pada kompetensi penyusun Amdal diatur dalam Peraturan kompetensi penyusun Amdal diatur dalam
ayat (1) meliputi: Pemerintah. Peraturan Pemerintah.
a. penguasaan metodologi penyusunan amdal;
b. kemampuan melakukan pelingkupan, Penjelasan:
prakiraan, dan evaluasi dampak serta Kata “lebih lanjut” pada ayat (2) dihapus
pengambilan keputusan; dan
c. kemampuan menyusun rencana pengelolaan
dan pemantauan lingkungan hidup.
(3) Sertifikat kompetensi penyusun amdal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan
oleh lembaga sertifikasi kompetensi penyusun
amdal yang ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang- undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi dan
kriteria kompetensi penyusun amdal diatur dengan
peraturan Menteri.
Pasal 29 Pasal 29 dihapus Pasal 29 dihapus
(1) Dokumen amdal dinilai oleh Komisi Penilai Amdal
yang dibentuk oleh Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
(2) Komisi Penilai Amdal wajib memiliki lisensi dari
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya.
(3) Persyaratan dan tatacara lisensi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan
Menteri.
Pasal 30 Pasal 30 dihapus Pasal 30 dihapus
(1) Keanggotaan Komisi Penilai Amdal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 terdiri atas wakil dari
unsur:
a. instansi lingkungan hidup;
b. instansi teknis terkait;
c. pakar di bidang pengetahuan yang terkait
dengan jenis usaha dan/atau kegiatan yang
sedang dikaji;
d. pakar di bidang pengetahuan yang terkait
dengan dampak yang timbul dari suatu usaha
dan/atau kegiatan yang sedang dikaji;
e. wakil dari masyarakat yang berpotensi terkena
dampak; dan
f. organisasi lingkungan hidup.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya, Komisi Penilai
Amdal dibantu oleh tim teknis yang terdiri atas
pakar independen yang melakukan kajian teknis
dan sekretariat yang dibentuk untuk itu.
(3) Pakar independen dan sekretariat sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya.
Pasal 31 Pasal 31 dihapus Pasal 31 dihapus
Berdasarkan hasil penilaian Komisi Penilai Amdal,
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menetapkan
keputusan kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan
hidup sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 32 Pasal 32 Pasal 32
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah membantu (1) Pemerintah Pusat dan pemerintah Daerah membantu (1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
penyusunan amdal bagi usaha dan/atau kegiatan penyusunan Amdal bagi usaha dan/atau kegiatan Usaha membantu penyusunan Amdal bagi usaha
golongan ekonomi lemah yang berdampak penting Mikro dan Kecil yang berdampak penting terhadap dan/atau kegiatan Usaha mikro dan kecil yang
terhadap lingkungan hidup. lingkungan hidup. berdampak penting terhadap lingkungan hidup.
(2) Bantuan penyusunan amdal sebagaimana (2) Bantuan penyusunan Amdal sebagaimana dimaksud pada (2) Bantuan penyusunan Amdal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berupa fasilitasi, biaya, ayat (1) berupa fasilitasi, biaya, dan/atau penyusunan dimaksud pada ayat (1) berupa fasilitasi, biaya,
dan/atau penyusunan amdal. Amdal. dan/atau penyusunan Amdal.
(3) Kriteria mengenai usaha dan/atau kegiatan (3) Penentuan mengenai usaha dan/atau kegiatan Usaha (3) Penentuan mengenai usaha dan/atau kegiatan
golongan ekonomi lemah diatur dengan peraturan Mikro dan Kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) usaha mikro dan kecil sebagaimana dimaksud
perundang-undangan. dilakukan berdasarkan kriteria sesuai dengan ketentuan pada ayat (1) dilakukan berdasarkan kriteria
peraturan perundang-undangan.
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Penjelasan:
Perubahan huruf kapital menjadi huruf kecil

Pasal 33 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku


Ketentuan lebih lanjut mengenai amdal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 32
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Paragraf 6
UKL-UPL
Pasal 34 Pasal 34 Pasal 34
(1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak (1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak (1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak
termasuk dalam kriteria wajib amdal sebagaimana penting terhadap Lingkungan Hidup wajib memenuhi berdampak penting terhadap Lingkungan Hidup
dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) wajib memiliki standar UKL-UPL. wajib memenuhi standar UKL-UPL.
UKL-UPL. (2) Pemenuhan standar UKL-UPL sebagaimana dimaksud (2) Pemenuhan standar UKL-UPL sebagaimana
(2) Gubernur atau bupati/walikota menetapkan jenis pada ayat (1) dinyatakan dalam Pernyataan Kesanggupan dimaksud pada ayat (1) dinyatakan dalam
usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi Pengelolaan Lingkungan Hidup. pernyataan kesanggupan pengelolaan
dengan UKL-UPL. (3) Berdasarkan Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2), (3) Berdasarkan pernyataan kesanggupan
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah menerbitkan pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana
Perizinan Berusaha, atau persetujuan Pemerintah Pusat dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Pusat atau
atau Pemerintah Daerah. Pemerintah Daerah menerbitkan Perizinan
(4) Pemerintah Pusat menetapkan jenis usaha dan/atau Berusaha, atau persetujuan Pemerintah Pusat
kegiatan yang wajib dilengkapi UKL-UPL. atau Pemerintah Daerah.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai UKL-UPL diatur dalam (4) Pemerintah Pusat menetapkan jenis usaha
Peraturan Pemerintah. dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi UKL-
UPL.
Penjelasan: (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai UKL-UPL diatur
Ayat (2) dalam Peraturan Pemerintah.
Yang dimaksud dengan "Pernyataan Kesanggupan
Pengelolaan Lingkungan Hidup" adalah standar pengelolaan Penjelasan:
lingkungan hidup dan pemantauan lingkungan hidup dari Perubahan penggunaan kapital menjadi huruf kecil
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang telah
disahkan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah bagi
usaha dan/atau kegiatan yang wajib UKL-UPL.
Pasal 35 Pasal 35 Pasal 35
(1) Usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib (1) Usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib dilengkapi UKL- (1) Usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib
dilengkapi UKL-UPL sebagaimana dimaksud UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (4) wajib dilengkapi UKL-UPL wajib membuat surat
dalam Pasal 34 ayat (2) wajib membuat surat membuat surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pernyataan kesanggupan pengelolaan dan
pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang diintegrasikan ke pemantauan Lingkungan Hidup yang
pemantauan lingkungan hidup. dalam Nomor Induk Berusaha. diintegrasikan ke dalam nomor induk berusaha.
(2) Penetapan jenis usaha dan/atau kegiatan (2) Penetapan jenis usaha dan/atau kegiatan sebagaimana (2) Penetapan jenis usaha dan/atau kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap kegiatan yang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
berdasarkan kriteria: termasuk dalam kategori berisiko rendah. terhadap kegiatan yang termasuk dalam kategori
a. tidak termasuk dalam kategori berdampak (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai surat pernyataan berisiko rendah.
penting sebagaimana dimaksud dalam Pasal kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai surat pernyataan
23 ayat (1); dan hidup diatur dalam Peraturan Pemerintah. kesanggupan pengelolaan dan pemantauan
b. kegiatan usaha mikro dan kecil. Lingkungan Hidup diatur dalam Peraturan
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai UKL-UPL dan Pemerintah.
surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan
pemantauan lingkungan hidup diatur dengan Penjelasan:
peraturan Menteri. 1. Pada ayat (1) menghapus “sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34 ayat (4)” yang ada
dalam UU CK.
2. Perubahan penggunaan kapital menjadi huruf
kecil
Paragraf 7
Perizinan
Pasal 36 Pasal 36 dihapus Pasal 36 dihapus
(1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib
memiliki amdal atau UKL-UPL wajib memiliki izin
lingkungan.
(2) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diterbitkan berdasarkan keputusan kelayakan
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 31 atau rekomendasi UKL-UPL.
(3) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) wajib mencantumkan persyaratan yang dimuat
dalam keputusan kelayakan lingkungan hidup atau
rekomendasi UKL-UPL.
(4) Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri, gubernur,
atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya.

Penjelasan:
Ayat (2)
Rekomendasi UKL-UPL dinilai oleh tim teknis instansi
lingkungan hidup.
Pasal 37 Pasal 37 Pasal 37
(1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai Perizinan Berusaha dapat dibatalkan apabila: Perizinan Berusaha dapat dibatalkan apabila:
dengan kewenangannya wajib menolak a. persyaratan yang diajukan dalam permohonan Perizinan a. persyaratan yang diajukan dalam permohonan
permohonan izin lingkungan apabila permohonan Berusaha mengandung cacat hukum, kekeliruan, Perizinan Berusaha mengandung cacat hukum,
izin tidak dilengkapi dengan amdal atau UKL-UPL. penyalahgunaan, serta ketidakbenaran dan/atau pemalsuan kekeliruan, penyalahgunaan, serta
(2) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam data, dokumen, dan/atau informasi; ketidakbenaran dan/atau pemalsuan data,
Pasal 36 ayat (4) dapat dibatalkan apabila: b. penerbitannya tanpa memenuhi syarat sebagaimana dokumen, dan/atau informasi;
a. persyaratan yang diajukan dalam permohonan tercantum dalam Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup b. penerbitannya tanpa memenuhi syarat
izin mengandung cacat hukum, kekeliruan, atau Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan sebagaimana tercantum dalam keputusan
penyalahgunaan, serta ketidakbenaran Hidup; atau kelayakan Lingkungan Hidup atau pernyataan
dan/atau pemalsuan data, dokumen, dan/atau c. kewajiban yang ditetapkan dalam dokumen Amdal atau kesanggupan pengelolaan Lingkungan Hidup;
informasi; UKL-UPL tidak dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha atau
b. penerbitannya tanpa memenuhi syarat dan/atau kegiatan. c. kewajiban yang ditetapkan dalam dokumen
sebagaimana tercantum dalam keputusan Amdal atau UKL-UPL tidak dilaksanakan oleh
komisi tentang kelayakan lingkungan hidup penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.
atau rekomendasi UKL- UPL; atau
c. kewajiban yang ditetapkan dalam dokumen Penjelasan:
amdal atau UKL-UPL tidak dilaksanakan oleh Perubahan penggunaan kapital menjadi huruf kecil
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.
Pasal 38 Pasal 38 dihapus Pasal 38 dihapus
Selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
37 ayat (2), izin lingkungan dapat dibatalkan melalui
keputusan pengadilan tata usaha negara.
Pasal 39 Pasal 39 Pasal 39
(1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai (1) Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup diumumkan (1) Keputusan kelayakan Lingkungan Hidup
dengan kewenangannya wajib mengumumkan kepada masyarakat. diumumkan kepada masyarakat.
setiap permohonan dan keputusan izin lingkungan. (2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) (2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat dilakukan melalui sistem elektronik dan/atau cara lain yang (1) dilakukan melalui sistem elektronik dan/atau
(1) dilakukan dengan cara yang mudah diketahui ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. cara lain yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
oleh masyarakat.
Penjelasan: Penjelasan:
Ayat (1) Perubahan penggunaan kapital menjadi huruf kecil
Pengumuman dalam Pasal ini merupakan pelaksanaan
atas keterbukaan informasi. Pengumuman tersebut
memungkinkan peran serta masyarakat, khususnya
yang belum menggunakan kesempatan dalam prosedur
keberatan, dengar pendapat, dan lain-lain dalam proses
pengambilan keputusan izin.
Pasal 40 Pasal 40 dihapus Pasal 40 dihapus
(1) Izin lingkungan merupakan persyaratan untuk
memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.
(2) Dalam hal izin lingkungan dicabut, izin usaha
dan/atau kegiatan dibatalkan.
(3) Dalam hal usaha dan/atau kegiatan mengalami
perubahan, penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan wajib memperbarui izin lingkungan.

Penjelasan:
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan izin usaha dan/atau kegiatan
dalam ayat ini termasuk izin yang disebut dengan nama
lain seperti izin operasi dan izin konstruksi.

Ayat (3)
Perubahan yang dimaksud dalam ayat ini, antara lain,
karena kepemilikan beralih, perubahan teknologi,
penambahan atau pengurangan kapasitas produksi,
dan/atau lokasi usaha dan/atau kegiatan yang
berpindah tempat.
Pasal 41 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
Ketentuan lebih lanjut mengenai izin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36 sampai dengan Pasal 40
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Paragraf 8
Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup
Pasal 42 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
(1) Dalam rangka melestarikan fungsi lingkungan
hidup, Pemerintah dan pemerintah daerah wajib
mengembangkan dan menerapkan instrumen
ekonomi lingkungan hidup.
(2) Instrumen ekonomi lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. perencanaan pembangunan dan kegiatan
ekonomi;
b. pendanaan lingkungan hidup; dan
c. insentif dan/atau disinsentif.

Penjelasan:
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “instrumen ekonomi dalam
perencanaan pembangunan” adalah upaya internalisasi
aspek lingkungan hidup ke dalam perencanaan dan
penyelenggaraan pembangunan dan kegiatan
ekonomi.

Huruf b
Yang dimaksud dengan “pendanaan lingkungan”
adalah suatu sistem dan mekanisme penghimpunan
dan pengelolaan dana yang digunakan bagi
pembiayaan upaya perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup. Pendanaan lingkungan berasal dari
berbagai sumber, misalnya pungutan, hibah, dan
lainnya.

Huruf c
Insentif merupakan upaya memberikan dorongan atau
daya tarik secara moneter dan/atau nonmoneter
kepada setiap orang ataupun Pemerintah dan
pemerintah daerah agar melakukan kegiatan yang
berdampak positif pada cadangan sumber daya alam
dan kualitas fungsi lingkungan hidup.
Disinsentif merupakan pengenaan beban atau
ancaman secara moneter dan/atau nonmoneter kepada
setiap orang ataupun Pemerintah dan pemerintah
daerah agar mengurangi kegiatan yang berdampak
negatif pada cadangan sumber daya alam dan kualitas
fungsi lingkungan hidup.
Pasal 43 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
(1) Instrumen perencanaan pembangunan dan
kegiatan ekonomi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 42 ayat (2) huruf a meliputi:
a. neraca sumber daya alam dan lingkungan
hidup;
b. penyusunan produk domestik bruto dan produk
domestik regional bruto yang mencakup
penyusutan sumber daya alam dan kerusakan
lingkungan hidup;
c. mekanisme kompensasi/imbal jasa lingkungan
hidup antardaerah; dan
d. internalisasi biaya lingkungan hidup.
(2) Instrumen pendanaan lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2)
huruf b meliputi:
a. dana jaminan pemulihan lingkungan hidup;
b. dana penanggulangan pencemaran dan/atau
kerusakan dan pemulihan lingkungan hidup;
dan
c. dana amanah/bantuan untuk konservasi.
(3) Insentif dan/atau disinsentif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf c antara
lain diterapkan dalam bentuk:
a. pengadaan barang dan jasa yang ramah
lingkungan hidup;
b. penerapan pajak, retribusi, dan subsidi
lingkungan hidup;
c. pengembangan sistem lembaga keuangan dan
pasar modal yang ramah lingkungan hidup;
d. pengembangan sistem perdagangan izin
pembuangan limbah dan/atau emisi;
e. pengembangan sistem pembayaran jasa
lingkungan hidup;
f. pengembangan asuransi lingkungan hidup;
g. pengembangan sistem label ramah lingkungan
hidup; dan
h. sistem penghargaan kinerja di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai instrumen
ekonomi lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 42 dan Pasal 43 ayat (1)
sampai dengan ayat (3) diatur dalam Peraturan
Pemerintah.

Penjelasan:
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “neraca sumber daya alam”
adalah gambaran mengenai cadangan sumber daya
alam dan perubahannya, baik dalam satuan fisik
maupun dalam nilai moneter.

Huruf b
Yang dimaksud dengan “produk domestik bruto” adalah
nilai semua barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu
negara pada periode tertentu.
Yang dimaksud dengan “produk domestik regional
bruto” adalah nilai semua barang dan jasa yang
diproduksi oleh suatu daerah pada periode tertentu.

Huruf c
Yang dimaksud dengan “mekanisme kompensasi/imbal
jasa lingkungan hidup antardaerah” adalah cara-cara
kompensasi/imbal yang dilakukan oleh orang,
masyarakat, dan/atau pemerintah daerah sebagai
pemanfaat jasa lingkungan hidup kepada penyedia jasa
lingkungan hidup.

Huruf d
Yang dimaksud dengan “internalisasi biaya lingkungan
hidup” adalah memasukkan biaya pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup dalam
perhitungan biaya produksi atau biaya suatu usaha
dan/atau kegiatan.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “dana jaminan pemulihan
lingkungan hidup” adalah dana yang disiapkan oleh
suatu usaha dan/atau kegiatan untuk pemulihan
kualitas lingkungan hidup yang rusak karena
kegiatannya.

Huruf b
Yang dimaksud dengan “dana penanggulangan” adalah
dana yang digunakan untuk menanggulangi
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
yang timbul akibat suatu usaha dan/atau kegiatan.

Huruf c
Yang dimaksud dengan “dana amanah/bantuan” adalah
dana yang berasal dari sumber hibah dan donasi untuk
kepentingan konservasi lingkungan hidup.

Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “pengadaan barang dan jasa
ramah lingkungan hidup” adalah pengadaaan yang
memprioritaskan barang dan jasa yang berlabel ramah
lingkungan hidup.

Huruf b
Yang dimaksud dengan “pajak lingkungan hidup”
adalah pungutan oleh Pemerintah dan pemerintah
daerah terhadap setiap orang yang memanfaatkan
sumber daya alam, seperti pajak pengambilan air
bawah tanah, pajak bahan bakar minyak, dan pajak
sarang burung walet.
Yang dimaksud dengan “retribusi lingkungan hidup”
adalah pungutan yang dilakukan oleh pemerintah
daerah terhadap setiap orang yang memanfaatkan
sarana yang disiapkan pemerintah daerah seperti
retribusi pengolahan air limbah.
Yang dimaksud dengan “subsidi lingkungan hidup”
adalah kemudahan atau pengurangan beban yang
diberikan kepada setiap orang yang kegiatannya
berdampak memperbaiki fungsi lingkungan hidup.

Huruf c
Yang dimaksud dengan “sistem lembaga keuangan
ramah lingkungan hidup” adalah sistem lembaga
keuangan yang menerapkan persyaratan perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup dalam kebijakan
pembiayaan dan praktik sistem lembaga keuangan
bank dan lembaga keuangan nonbank.
Yang dimaksud dengan “pasar modal ramah lingkungan
hidup” adalah pasar modal yang menerapkan
persyaratan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup bagi perusahaan yang masuk pasar modal atau
perusahaan terbuka, seperti penerapan persyaratan
audit lingkungan hidup bagi perusahaan yang akan
menjual saham di pasar modal.

Huruf d
Yang dimaksud dengan “perdagangan izin
pembuangan limbah dan/atau emisi” adalah jual beli
kuota limbah dan/atau emisi yang diizinkan untuk
dibuang ke media lingkungan hidup antarpenanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan.

Huruf e
Yang dimaksud dengan “pembayaran jasa lingkungan
hidup” adalah pembayaran/imbal yang diberikan oleh
pemanfaat jasa lingkungan hidup kepada penyedia jasa
lingkungan hidup.

Huruf f
Yang dimaksud dengan “asuransi lingkungan hidup”
adalah asuransi yang memberikan perlindungan pada
saat terjadi pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “sistem label ramah lingkungan
hidup” adalah pemberian tanda atau label kepada
produk-produk yang ramah lingkungan hidup.
Paragraf 9
Peraturan Perundang-undangan Berbasis Lingkungan Hidup
Pasal 44 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
Setiap penyusunan peraturan perundang- undangan
pada tingkat nasional dan daerah wajib memperhatikan
perlindungan fungsi lingkungan hidup dan prinsip
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang
ini.
Paragraf 10
Anggaran Berbasis Lingkungan Hidup
Pasal 45 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
(1) Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia serta pemerintah daerah dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah wajib
mengalokasikan anggaran yang memadai untuk
membiayai:
a. kegiatan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup; dan
b. program pembangunan yang berwawasan
lingkungan hidup.
(2) Pemerintah wajib mengalokasikan anggaran dana
alokasi khusus lingkungan hidup yang memadai
untuk diberikan kepada daerah yang memiliki
kinerja perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup yang baik.

Penjelasan:
Ayat (2)
Kriteria kinerja perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup meliputi, antara lain, kinerja
mempertahankan kawasan koservasi dan penurunan
tingkat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup.
Pasal 46 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
Selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
45, dalam rangka pemulihan kondisi lingkungan hidup
yang kualitasnya telah mengalami pencemaran
dan/atau kerusakan pada saat undang-undang ini
ditetapkan, Pemerintah dan pemerintah daerah wajib
mengalokasikan anggaran untuk pemulihan lingkungan
hidup.
Paragraf 11
Analisis Risiko Lingkungan Hidup
Pasal 47 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
(1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi
menimbulkan dampak penting terhadap
lingkungan hidup, ancaman terhadap ekosistem
dan kehidupan, dan/atau kesehatan dan
keselamatan manusia wajib melakukan analisis
risiko lingkungan hidup.
(2) Analisis risiko lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pengkajian risiko;
b. pengelolaan risiko; dan/atau
c. komunikasi risiko.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai analisis risiko
lingkungan hidup diatur dalam Peraturan
Pemerintah.

Penjelasan:
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “analisis risiko lingkungan”
adalah prosedur yang antara lain digunakan untuk
mengkaji pelepasan dan peredaran produk rekayasa
genetik dan pembersihan (clean up) limbah B3.

Ayat (2)
Huruf a
Dalam ketentuan ini “pengkajian risiko” meliputi seluruh
proses mulai dari identifikasi bahaya, penaksiran
besarnya konsekuensi atau akibat, dan penaksiran
kemungkinan munculnya dampak yang tidak
diinginkan, baik terhadap keamanan dan kesehatan
manusia maupun lingkungan hidup.

Huruf b
Dalam ketentuan ini “pengelolaan risiko” meliputi
evaluasi risiko atau seleksi risiko yang memerlukan
pengelolaan, identifikasi pilihan pengelolaan risiko,
pemilihan tindakan untuk pengelolaan, dan
pengimplementasian tindakan yang dipilih.

Huruf c
Yang dimaksud dengan “komunikasi risiko” adalah
proses interaktif dari pertukaran informasi dan pendapat
di antara individu, kelompok, dan institusi yang
berkenaan dengan risiko.
Paragraf 12
Audit Lingkungan Hidup
Pasal 48 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
Pemerintah mendorong penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan untuk melakukan audit lingkungan
hidup dalam rangka meningkatkan kinerja lingkungan
hidup.
Pasal 49 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
(1) Menteri mewajibkan audit lingkungan hidup
kepada:
a. usaha dan/atau kegiatan tertentu yang berisiko
tinggi terhadap lingkungan hidup; dan/atau
b. penanggung kegiatan jawab usaha dan/atau
yang menunjukkan terhadap peraturan
ketidaktaatan perundang-undangan.
(2) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib
melaksanakan audit lingkungan hidup.
(3) Pelaksanaan audit lingkungan hidup terhadap
kegiatan tertentu yang berisiko tinggi dilakukan
secara berkala.

Penjelasan:
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “usaha dan/atau kegiatan
tertentu yang berisiko tinggi” adalah usaha dan/atau
kegiatan yang jika terjadi kecelakaan dan/atau keadaan
darurat menimbulkan dampak yang besar dan luas
terhadap kesehatan manusia dan lingkungan hidup
seperti petrokimia, kilang minyak dan gas bumi, serta
pembangkit listrik tenaga nuklir.
Dokumen audit lingkungan hidup memuat:
a. informasi yang meliputi tujuan dan proses
pelaksanaan audit;
b. temuan audit;
c. kesimpulan audit; dan
d. data dan informasi pendukung.
Pasal 50 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
(1) Apabila penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan tidak melaksanakan kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1),
Menteri dapat melaksanakan atau menugasi pihak
ketiga yang independen untuk melaksanakan audit
lingkungan hidup atas beban biaya penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan yang
bersangkutan.
(2) Menteri mengumumkan hasil audit lingkungan
hidup.
Pasal 51 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
(1) Audit lingkungan hidup sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 48 dan Pasal 49 dilaksanakan oleh
auditor lingkungan hidup.
(2) Auditor lingkungan hidup sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib memiliki sertifikat kompetensi
auditor lingkungan hidup.
(3) Kriteria untuk memperoleh sertifikat kompetensi
auditor lingkungan hidup sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) meliputi kemampuan:
a. memahami prinsip, metodologi, dan tata
laksana audit lingkungan hidup;
b. melakukan audit lingkungan hidup yang
meliputi tahapan perencanaan, pelaksanaan,
pengambilan kesimpulan, dan pelaporan; dan
c. merumuskan rekomendasi langkah perbaikan
sebagai tindak lanjut audit lingkungan hidup.
(4) Sertifikat kompetensi auditor lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan
oleh lembaga sertifikasi kompetensi auditor
lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 52 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
Ketentuan lebih lanjut mengenai audit lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 sampai dengan
Pasal 51 diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Ketiga
Penanggulangan
Pasal 53 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
(1) Setiap orang yang melakukan pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup wajib
melakukan penanggulangan pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
(2) Penanggulangan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
a. pemberian informasi peringatan pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup kepada
masyarakat;
b. pengisolasian pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup;
c. penghentian sumber pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup; dan/atau
d. cara lain yang sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat
Pemulihan
Pasal 54 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
(1) Setiap orang yang melakukan pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup wajib
melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup.
(2) Pemulihan fungsi lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
tahapan:
a. penghentian sumber pencemaran dan
pembersihan unsur pencemar;
b. remediasi;
c. rehabilitasi;
d. restorasi; dan/atau
e. cara lain yang sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pemulihan fungsi lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan
Pemerintah.

Penjelasan:
Ayat (2)
Huruf b
Yang dimaksud dengan “remediasi” adalah upaya
pemulihan pencemaran lingkungan hidup untuk
memperbaiki mutu lingkungan hidup.

Huruf c
Yang dimaksud dengan “rehabilitasi” adalah upaya
pemulihan untuk mengembalikan nilai, fungsi, dan
manfaat lingkungan hidup termasuk upaya pencegahan
kerusakan lahan, memberikan perlindungan, dan
memperbaiki ekosistem.

Huruf d
Yang dimaksud dengan “restorasi” adalah upaya
pemulihan untuk menjadikan lingkungan hidup atau
bagian-bagiannya berfungsi kembali sebagaimana
semula.
Pasal 55 Pasal 55 Pasal 55
(1) Pemegang izin lingkungan sebagaimana (1) Pemegang Persetujuan Lingkungan wajib menyediakan (1) Pemegang Persetujuan Lingkungan wajib
dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) wajib dana penjaminan untuk pemulihan fungsi lingkungan menyediakan dana penjaminan untuk pemulihan
menyediakan dana penjaminan untuk pemulihan hidup. fungsi Lingkungan Hidup.
fungsi lingkungan hidup. (2) Dana penjaminan disimpan di bank pemerintah yang (2) Dana penjaminan disimpan di bank pemerintah
(2) Dana penjaminan disimpan di bank pemerintah ditunjuk oleh Pemerintah Pusat. yang ditunjuk oleh Pemerintah Pusat.
yang ditunjuk oleh Menteri, gubernur, atau (3) Pemerintah Pusat dapat menetapkan pihak ketiga untuk (3) Pemerintah Pusat dapat menetapkan pihak ketiga
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup dengan untuk melakukan pemulihan fungsi Lingkungan
(3) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai menggunakan dana penjaminan. Hidup dengan menggunakan dana penjaminan.
dengan kewenangannya dapat menetapkan pihak (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai dana penjaminan (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai dana penjaminan
ketiga untuk melakukan pemulihan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
lingkungan hidup dengan menggunakan dana (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah. dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
penjaminan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai dana penjaminan Penjelasan:
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai Perubahan penggunaan huruf kecil menjadi huruf
dengan ayat (3) diatur dalam Peraturan kapital
Pemerintah.
Pasal 56 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengendalian
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 sampai dengan
Pasal 55 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB VI
PEMELIHARAAN
Pasal 57 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
(1) Pemeliharaan lingkungan hidup dilakukan melalui
upaya:
a. konservasi sumber daya alam;
b. pencadangan sumber daya alam; dan/atau
c. pelestarian fungsi atmosfer.
(2) Konservasi sumber daya alam sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi kegiatan:
a. perlindungan sumber daya alam;
b. pengawetan sumber daya alam; dan
c. pemanfaatan secara lestari sumber daya alam.
(3) Pencadangan sumber daya alam sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan
sumber daya alam yang tidak dapat dikelola dalam
jangka waktu tertentu.
(4) Pelestarian fungsi atmosfer sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim;
b. upaya perlindungan lapisan ozon; dan
c. upaya perlindungan terhadap hujan asam.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai konservasi dan
pencadangan sumber daya alam serta pelestarian
fungsi atmosfer sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Penjelasan:
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pemeliharaan lingkungan
hidup” adalah upaya yang dilakukan untuk menjaga
pelestarian fungsi lingkungan hidup dan mencegah
terjadinya penurunan atau kerusakan lingkungan hidup
yang disebabkan oleh perbuatan manusia.
Huruf a
Konservasi sumber daya alam meliputi, antara lain,
konservasi sumber daya air, ekosistem hutan,
ekosistem pesisir dan laut, energi, ekosistem lahan
gambut, dan ekosistem karst.

Huruf b
Pencadangan sumber daya alam meliputi sumber daya
alam yang dapat dikelola dalam jangka panjang dan
waktu tertentu sesuai dengan kebutuhan.
Untuk melaksanakan pencadangan sumber daya alam,
Pemerintah, pemerintah provinsi, atau pemerintah
kabupaten/kota dan perseorangan dapat membangun:
a. taman keanekaragaman hayati di luar kawasan
hutan;
b. ruang terbuka hijau (RTH) paling sedikit 30% dari
luasan pulau/kepulauan; dan/atau
c. menanam dan memelihara pohon di luar kawasan
hutan, khususnya tanaman langka.

Ayat (2)
Huruf b
Yang dimaksud dengan ”pengawetan sumber daya
alam” adalah upaya untuk menjaga keutuhan dan
keaslian sumber daya alam beserta ekosistemnya.

Ayat (4)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “mitigasi perubahan iklim”
adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam
upaya menurunkan tingkat emisi gas rumah kaca
sebagai bentuk upaya penanggulangan dampak
perubahan iklim.
Yang dimaksud dengan “adaptasi perubahan iklim”
adalah upaya yang dilakukan untuk meningkatkan
kemampuan dalam menyesuaikan diri terhadap
perubahan iklim, termasuk keragaman iklim dan
kejadian iklim ekstrim sehingga potensi kerusakan
akibat perubahan iklim berkurang, peluang yang
ditimbulkan oleh perubahan iklim dapat dimanfaatkan,
dan konsekuensi yang timbul akibat perubahan iklim
dapat diatasi.
BAB VII
PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN SERTA LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN
Bagian Kesatu
Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun
Pasal 58 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
(1) Setiap orang yang memasukkan ke dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia,
menghasilkan, mengangkut, mengedarkan,
menyimpan, memanfaatkan, membuang,
mengolah, dan/atau menimbun B3 wajib
melakukan pengelolaan B3.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan B3
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.

Penjelasan:
Ayat (1)
Kewajiban untuk melakukan pengelolaan B3
merupakan upaya untuk mengurangi terjadinya
kemungkinan risiko terhadap lingkungan hidup yang
berupa terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup, mengingat B3 mempunyai potensi
yang cukup besar untuk menimbulkan dampak negatif.
Bagian Kedua
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Pasal 59 Pasal 59 Pasal 59
(1) Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib (1) Setiap orang yang menghasilkan Limbah B3 wajib (1) Setiap Orang yang menghasilkan Limbah B3
melakukan pengelolaan limbah B3 yang melakukan Pengelolaan Limbah B3 yang dihasilkannya. wajib melakukan Pengelolaan Limbah B3 yang
dihasilkannya. (2) Dalam hal B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat dihasilkannya.
(2) Dalam hal B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal (1) telah kedaluwarsa, pengelolaannya mengikuti (2) Dalam hal B3 sebagaimana dimaksud dalam
58 ayat (1) telah kedaluwarsa, pengelolaannya ketentuan Pengelolaan Limbah B3. Pasal 58 ayat (1) telah kedaluwarsa,
mengikuti ketentuan pengelolaan limbah B3. (3) Dalam hal setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat pengelolaannya mengikuti ketentuan Pengelolaan
(3) Dalam hal setiap orang tidak mampu melakukan (1) tidak mampu melakukan sendiri Pengelolaan Limbah Limbah B3.
sendiri pengelolaan limbah B3, pengelolaannya B3, pengelolaannya diserahkan kepada pihak lain. (3) Dalam hal setiap orang sebagaimana dimaksud
diserahkan kepada pihak lain. (4) Pengelolaan Limbah B3 wajib mendapat Perizinan pada ayat (1) tidak mampu melakukan sendiri
(4) Pengelolaan limbah B3 wajib mendapat izin dari Berusaha, atau persetujuan Pemerintah Pusat atau Pengelolaan Limbah B3, pengelolaannya
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai Pemerintah Daerah. diserahkan kepada pihak lain.
dengan kewenangannya. (5) Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah wajib (4) Pengelolaan Limbah B3 wajib mendapat
(5) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota wajib mencantumkan persyaratan lingkungan hidup yang harus Perizinan Berusaha atau persetujuan
mencantumkan persyaratan lingkungan hidup dipenuhi dan kewajiban yang harus dipatuhi pengelola Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.
yang harus dipenuhi dan kewajiban yang harus limbah B3 dalam Perizinan Berusaha, atau persetujuan (5) Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah wajib
dipatuhi pengelola limbah B3 dalam izin. Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah. mencantumkan persyaratan lingkungan hidup
(6) Keputusan pemberian izin wajib diumumkan. (6) Keputusan pemberian Perizinan Berusaha wajib yang harus dipenuhi dan kewajiban yang harus
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan diumumkan. dipatuhi pengelola limbah B3 dalam Perizinan
limbah B3 diatur dalam Peraturan Pemerintah. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengelolaan Limbah B3 Berusaha, atau persetujuan Pemerintah Pusat
diatur dalam Peraturan Pemerintah. atau Pemerintah Daerah.
Penjelasan: (6) Keputusan pemberian Perizinan Berusaha wajib
Ayat (1) Penjelasan: diumumkan.
Pengelolaan limbah B3 merupakan rangkaian kegiatan Ayat (1) (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengelolaan
yang mencakup pengurangan, penyimpanan, Pengelolaan limbah B3 merupakan rangkaian kegiatan yang Limbah B3 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, dan/atau mencakup pengurangan, penyimpanan, pengumpulan,
pengolahan, termasuk penimbunan limbah B3. pengangkutan, pemanfaatan, dan/atau pengolahan, termasuk Penjelasan:
penimbunan limbah B3. Perubahan huruf kapital menjadi huruf kecil
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan pihak lain adalah badan usaha Ayat (3)
yang melakukan pengelolaan limbah B3 dan telah Yang dimaksud dengan "pihak lain" adalah badan usaha yang
mendapatkan izin. melakukan pengelolaan Limbah B3 dan telah mendapatkan
izin.
Bagian Ketiga
Dumping
Pasal 60 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
Setiap orang dilarang melakukan dumping limbah
dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin.
Pasal 61 Pasal 61 Pasal 61
(1) Dumping sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 (1) Dumping sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 hanya (1) Dumping/Pembuangan sebagaimana dimaksud
hanya dapat dilakukan dengan izin dari Menteri, dapat dilakukan dengan persetujuan dari Pemerintah dalam Pasal 60 hanya dapat dilakukan dengan
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan Pusat. persetujuan dari Pemerintah Pusat.
kewenangannya. (2) Dumping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya (2) Dumping/Pembuangan sebagaimana dimaksud
(2) Dumping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan di lokasi yang telah ditentukan. pada ayat (1) hanya dapat dilakukan di lokasi yang
hanya dapat dilakukan di lokasi yang telah (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan telah ditentukan.
ditentukan. dumping limbah atau bahan diatur dalam Peraturan (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan Pemerintah. persyaratan Dumping/Pembuangan Limbah atau
persyaratan dumping limbah atau bahan diatur bahan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
dalam Peraturan Pemerintah.
Penjelasan:
Penambahan kata yang semula “Dumping” menjadi
“Dumping/Pembuangan”
Pasal 61A Pasal 61A
Dalam hal penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan: Dalam hal penanggung jawab usaha dan/atau
a. menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, kegiatan:
memanfaatkan, dan/atau mengolah B3; a. menghasilkan, mengangkut, mengedarkan,
b. menghasilkan, mengangkut, menyimpan, mengumpulkan, menyimpan, memanfaatkan, dan/atau mengolah
memanfaatkan, mengolah, dan/atau menimbun Limbah B3; B3;
c. melakukan pembuangan air limbah ke laut; b. menghasilkan, mengangkut, menyimpan,
d. melakukan pembuangan air limbah ke sumber air; mengumpulkan, memanfaatkan, mengolah,
e. membuang emisi ke udara; dan/atau dan/atau menimbun Limbah B3;
f. memanfaatkan air limbah untuk aplikasi ke tanah; c. melakukan pembuangan air Limbah ke laut;
yang merupakan bagian dari kegiatan usaha, pengelolaan d. melakukan pembuangan air Limbah ke sumber
tersebut dinyatakan dalam Amdal atau UKL-UPL. air;
e. membuang emisi ke udara; dan/atau
f. memanfaatkan air Limbah untuk aplikasi ke
tanah,
yang merupakan bagian dari kegiatan usaha,
pengelolaan tersebut dinyatakan dalam Amdal atau
UKL-UPL.
Penjelasan:
Perubahan penggunaan huruf kecil menjadi kapital
BAB VIII
SISTEM INFORMASI
Pasal 62 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah
mengembangkan sistem informasi lingkungan
hidup untuk mendukung pelaksanaan dan
pengembangan kebijakan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
(2) Sistem informasi lingkungan hidup dilakukan
secara terpadu dan terkoordinasi dan wajib
dipublikasikan kepada masyarakat.
(3) Sistem informasi lingkungan hidup paling sedikit
memuat informasi mengenai status lingkungan
hidup, peta rawan lingkungan hidup, dan informasi
lingkungan hidup lain.
Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem informasi
lingkungan hidup diatur dengan Peraturan Menteri.

Penjelasan:
Ayat (1)
Sistem informasi lingkungan hidup memuat, antara lain,
keragaman karakter ekologis, sebaran penduduk,
sebaran potensi sumber daya alam, dan kearifan lokal.
BAB IX
TUGAS DAN WEWENANG PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH
Pasal 63 Pasal 63 Pasal 63
(1) Dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan (1) Dalam pelindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, (1) Dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
hidup, Pemerintah bertugas dan berwenang: Pemerintah Pusat bertugas dan berwenang: Hidup, Pemerintah Pusat bertugas dan berwenang:
a. menetapkan kebijakan nasional; a. menetapkan kebijakan nasional; a. menetapkan kebijakan nasional;
b. menetapkan norma, standar, prosedur, dan b. menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria; b. menetapkan norma, standar, prosedur, dan
kriteria; c. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai kriteria;
c. menetapkan dan melaksanakan kebijakan RPPLH nasional; c. menetapkan dan melaksanakan kebijakan
mengenai RPPLH nasional; d. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai mengenai RPPLH nasional;
d. menetapkan dan melaksanakan kebijakan KLHS; d. menetapkan dan melaksanakan kebijakan
mengenai KLHS; e. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai mengenai KLHS;
amdal dan UKL-UPL;
e. menetapkan dan melaksanakan kebijakan f. menyelenggarakan inventarisasi sumber daya alam e. menetapkan dan melaksanakan kebijakan
mengenai amdal dan UKL-UPL; nasional dan emisi gas rumah kaca; mengenai Amdal dan UKL-UPL;
f. menyelenggarakan inventarisasi sumber g. mengembangkan standar kerja sama; f. menyelenggarakan inventarisasi Sumber
daya alam nasional dan emisi gas rumah h. mengoordinasikan dan melaksanakan pengendalian Daya Alam nasional dan emisi gas rumah
kaca; pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; kaca;
g. mengembangkan standar kerja sama; i. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai g. mengembangkan standar kerja sama;
h. mengoordinasikan dan melaksanakan sumber daya alam hayati dan nonhayati, h. mengoordinasikan dan melaksanakan
pengendalian pencemaran dan/atau keanekaragaman hayati, sumber daya genetik, dan pengendalian Pencemaran Lingkungan
kerusakan lingkungan hidup; keamanan hayati produk rekayasa genetik; Hidup dan atau Kerusakan Lingkungan
i. menetapkan dan melaksanakan kebijakan j. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai Hidup;
mengenai sumber daya alam hayati dan pengendalian dampak perubahan iklim dan i. menetapkan dan melaksanakan kebijakan
nonhayati, keanekaragaman hayati, sumber perlindungan lapisan ozon; mengenai Sumber Daya Alam hayati dan
daya genetik, dan keamanan hayati produk k. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai nonhayati, keanekaragaman hayati,
rekayasa genetik; B3, limbah, serta limbah B3; sumberdaya genetik, dan keamanan hayati
j. menetapkan dan melaksanakan kebijakan l. menetapkan dan melaksanakan kebijakan produk rekayasa genetik;
mengenai pengendalian dampak perubahan mengenai perlindungan lingkungan laut; j. menetapkan dan melaksanakan kebijakan
iklim dan perlindungan lapisan ozon; m. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai mengenai pengendalian dampak Perubahan
k. menetapkan dan melaksanakan kebijakan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup Iklim dan perlindungan lapisan ozon;
mengenai B3, limbah, serta limbah B3; lintas batas negara; k. menetapkan dan melaksanakan kebijakan
l. menetapkan dan melaksanakan kebijakan n. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap mengenai B3, Limbah, serta Limbah B3;
mengenai perlindungan lingkungan laut; pelaksanaan kebijakan tingkat nasional dan kebijakan l. menetapkan dan melaksanakan kebijakan
m. menetapkan dan melaksanakan kebijakan tingkat provinsi; mengenai perlindungan lingkungan laut;
mengenai pencemaran dan/atau kerusakan o. melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan m. menetapkan dan melaksanakan kebijakan
lingkungan hidup lintas batas negara; penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap mengenai Pencemaran Lingkungan Hidup
n. melakukan pembinaan dan pengawasan ketentuan persetujuan Lingkungan dan peraturan dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup
terhadap pelaksanaan kebijakan nasional, perundang- undangan; lintas batas negara;
peraturan daerah, dan peraturan kepala p. mengembangkan dan menerapkan instrumen n. melakukan pembinaan dan pengawasan
daerah; lingkungan hidup; terhadap pelaksanaan kebijakan tingkat
o. melakukan pembinaan dan pengawasan q. mengoordinasikan dan memfasilitasi kerja sama dan nasional dan kebijakan tingkat provinsi;
ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau penyelesaian perselisihan antardaerah serta o. melakukan pembinaan dan pengawasan
kegiatan terhadap ketentuan perizinan penyelesaian sengketa; ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau
lingkungan dan peraturan perundang- r. mengembangkan dan melaksanakan kebijakan kegiatan terhadap ketentuan Persetujuan
undangan; pengelolaan pengaduan masyarakat; Lingkungan dan peraturan perundang-
p. mengembangkan dan menerapkan instrumen s. menetapkan standar pelayanan minimal; undangan;
lingkungan hidup; t. menetapkan kebijakan mengenai tata cara pengakuan p. mengembangkan dan menerapkan instrurnen
q. mengoordinasikan dan memfasilitasi kerja keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal, Lingkungan Hidup;
sama dan penyelesaian perselisihan dan hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan q. mengoordinasikan dan memfasilitasi kerja
antardaerah serta penyelesaian sengketa; perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; sama dan penyelesaian perselisihan antar
u. mengelola informasi lingkungan hidup nasional;
r. mengembangkan dan melaksanakan v. mengoordinasikan, mengembangkan, dan daerah serta penyelesaian Sengketa
kebijakan pengelolaan pengaduan menyosialisasikan pemanfaatan teknologi ramah Lingkungan Hidup;
masyarakat; lingkungan hidup; r. mengembangkan dan melaksanakan
s. menetapkan standar pelayanan minimal; w. memberikan pendidikan, pelatihan, pembinaan, dan kebijakan pengelolaan pengaduan
t. menetapkan kebijakan mengenai tata cara penghargaan; masyarakat;
pengakuan keberadaan masyarakat hukum x. mengembangkan sarana dan laboratorium lingkungan s. menetapkan standar pelayanan minimal;
adat, kearifan lokal, dan hak masyarakat hidup; t. menetapkan kebijakan mengenai tata cara
hukum adat yang terkait dengan perlindungan y. menerbitkan Perizinan Berusaha atau persetujuan pengakuan keberadaan Masyarakat Hukum
dan pengelolaan lingkungan hidup; Pemerintah pusat; Adat, Kearifan Lokal, dan hak Masyarakat
u. mengelola informasi lingkungan hidup z. menetapkan wilayah ekoregion; dan Hukum Adat yang terkait dengan Perlindungan
nasional; aa. melakukan penegakan hukum lingkungan hidup. dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
v. mengoordinasikan, mengembangkan, dan (2) Dalam pelindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, u. mengelola informasi Lingkungan Hidup
menyosialisasikan pemanfaatan teknologi pemerintah provinsi sesuai dengan norma, standar, nasional;
ramah lingkungan hidup; prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah v. mengoordinasikan, mengembangkan, dan
w. memberikan pendidikan, pelatihan, Pusat bertugas dan berwenang: menyosialisasikan pemanfaatan teknologi
pembinaan, dan penghargaan; a. menetapkan kebijakan tingkat provinsi; ramah Lingkungan Hidup;
x. mengembangkan sarana dan standar b. menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat provinsi; w. memberikan pendidikan, pelatihan,
laboratorium lingkungan hidup; c. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai pembinaan, dan penghargaan;
y. menerbitkan izin lingkungan; RPPLH provinsi; x. mengembangkan sarana dan standar
z. menetapkan wilayah ekoregion; dan d. melaksanakan kebijakan mengenai Amdal dan UKL- laboratorium Lingkungan Hidup;
aa. melakukan penegakan hukum lingkungan UPL; y. menerbitkan Perizinan Berusaha atau
hidup. e. menyelenggarakan inventarisasi sumber daya alam persetujuan Pemerintah Pusat;
(2) Dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan dan emisi gas rumah kaca pada tingkat provinsi; z. menetapkan wilayah Ekoregion; dan
hidup, pemerintah provinsi bertugas dan f. mengembangkan dan melaksanakan kerja sama dan aa. melakukan penegakan hukum Lingkungan
berwenang: kemitraan; Hidup.
a. menetapkan kebijakan tingkat provinsi; g. mengoordinasikan dan melaksanakan pengendalian
b. menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup (2) Dalam Perlindungan dan Pengelolaan
provinsi; lintas kabupatenlkota; Lingkungan Hidup, Pemerintah Daerah provinsi
c. menetapkan dan melaksanakan kebijakan h. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan
mengenai RPPLH provinsi; pelaksanaan kebijakan tingkat kabupatenlkota; kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat
d. menetapkan dan melaksanakan kebijakan i. melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan bertugas dan berwenang:
mengenai amdal dan UKL-UPL; penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan sesuai a. menetapkan kebijakan tingkat provinsi;
e. menyelenggarakan inventarisasi sumber ketentuan peraturan perundang- undangan; b. menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat
daya alam dan emisi gas rumah kaca pada j. mengembangkan dan menerapkan instrumen provinsi;
tingkat provinsi; lingkungan hidup; c. menetapkan dan melaksanakan kebijakan
f. mengembangkan dan melaksanakan kerja k. mengoordinasikan dan memfasilitasi kerja sama dan mengenai RPPLH provinsi;
sama dan kemitraan; penyelesaian perselisihan antarkabupaten/antarkota d. melaksanakan kebijakan mengenai Amdal
g. mengoordinasikan dan melaksanakan serta penyelesaian sengketa; dan UKL-UPL;
pengendalian pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup lintas l. melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan e. menyelenggarakan inventarisasi Sumber
kabupaten/kota; pengawasan kepada kabupaten/kota di bidang Daya Alam dan emisi gas rumah kaca pada
h. melakukan pembinaan dan pengawasan program dan kegiatan; tingkat provinsi;
terhadap pelaksanaan kebijakan, peraturan m. melaksanakan standar pelayanan minimal; f. mengembangkan dan melaksanakan kerja
daerah, dan peraturan kepala daerah n. menetapkan kebijakan mengenai tata cara pengakuan sama dan kemitraan;
kabupaten/kota; keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal, g. mengoordinasikan dan melaksanakan
i. melakukan pembinaan dan pengawasan dan hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan pengendalian Pencemaran Lingkungan
ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pada Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan
kegiatan terhadap ketentuan perizinan tingkat provinsi; Hidup lintas kabupaten/kota;
lingkungan dan peraturan perundang- o. mengelola informasi lingkungan hidup tingkat provinsi; h. melakukan pembinaan dan pengawasan
undangan di bidang perlindungan dan p. mengembangkan dan menyosialisasikan pemanfaatan terhadap pelaksanaan kebijakan tingkat
pengelolaan lingkungan hidup; teknologi ramah lingkungan hidup; kabupaten/kota;
j. mengembangkan dan menerapkan instrumen q. memberikan pendidikan, pelatihan, pembinaan, dan i. melakukan pembinaan dan pengawasan
lingkungan hidup; penghargaan; ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau
k. mengoordinasikan dan memfasilitasi kerja r. menerbitkan Perizinan Berusaha atau persetujuan kegiatan sesuai dengan ketentuan peraturan
sama dan penyelesaian perselisihan Pemerintah Daerah pada tingkat provinsi; dan perundang-undangan;
antarkabupaten/antarkota serta penyelesaian s. melakukan penegakan hukum lingkungan hidup pada j. mengembangkan dan menerapkan instrument
sengketa; tingkat provinsi. Lingkungan Hidup;
l. melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan (3) Dalam pelindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, k. mengoordinasikan dan memfasilitasi kerja
pengawasan kepada kabupaten/kota di pemerintah kabupatenlkota sesuai dengan norma, standar, sama dan penyelesaian perselisihan
bidang program dan kegiatan; prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah antarkabupaten/antarkota serta penyelesaian
m. melaksanakan standar pelayanan minimal; Pusat bertugas dan berwenang: Sengketa Lingkungan Hidup;
n. menetapkan kebijakan mengenai tata cara a. menetapkan kebijakan tingkat kabupatenlkota; l. melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan
pengakuan keberadaan masyarakat hukum b. menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat pengawasan kepada kabupaten kota di
adat, kearifan lokal, dan hak masyarakat kabupatenlkota; bidang program dan kegiatan;
hukum adat yang terkait dengan perlindungan c. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai m. melaksanakan standar pelayanan minimal;
dan pengelolaan lingkungan hidup pada RPPLH tingkat kabupatenlkota; n. menetapkan kebijakan mengenai tata cara
tingkat provinsi; d. melaksanakan kebijakan mengenai Amdal dan UKL- pengakuan keberadaan Masyarakat Hukum
o. mengelola informasi lingkungan hidup tingkat UPL; Adat, Kearifan Lokal, dan hak Masyarakat
provinsi; e. menyelenggarakan inventarisasi sumber daya alam Hukum Adat yang terkait dengan
p. mengembangkan dan menyosialisasikan dan emisi gas rumah kaca pada tingkat Perlindungan dan Pengelolaan
pemanfaatan teknologi ramah lingkungan kabupatenlkota; Lingkungan Hidup pada tingkat provinsi;
hidup; f. mengembangkan dan melaksanakan kerja sama dan o. mengelola informasi Lingkungan Hidup
q. memberikan pendidikan, pelatihan, kemitraan; tingkat provinsi;
pembinaan, dan penghargaan; g. mengembangkan dan menerapkan instrumen p. mengembangkan dan menyosialisasikan
r. menerbitkan izin lingkungan pada tingkat lingkungan hidup; pemanfaatan teknologi ramah Lingkungan
provinsi; dan h. memfasilitasi penyelesaian sengketa; Hidup;
s. melakukan penegakan hukum lingkungan q. memberikan pendidikan, pelatihan,
hidup pada tingkat provinsi. pembinaan, dan penghargaan;
(3) Dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan i. melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan r. menerbitkan Perizinan Berusaha atau
hidup, pemerintah kabupaten/kota bertugas dan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan sesuai persetujuan Pemerintah Daerah pada tingkat
berwenang: ketentuan peraturan perundang- undangan; provinsi; dan
a. menetapkan kebijakan tingkat j. melaksanakan standar pelayanan minimal; s. melakukan penegakan hukum Lingkungan
kabupaten/kota; k. melaksanakan kebijakan mengenai tata cara Hidup pada tingkat provinsi.
b. menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat,
kabupaten/kota; kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum adat yang (3) Dalam Perlindungan dan Pengelolaan
c. menetapkan dan melaksanakan kebijakan terkait dengan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup, Pemerintah Daerah
mengenai RPPLH kabupaten/kota; lingkungan hidup pada tingkat kabupatenlkota; kabupaten/kota sesuai dengan norma, standar,
d. menetapkan dan melaksanakan kebijakan l. mengelola informasi lingkungan hidup tingkat prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh
mengenai amdal dan UKL-UPL; kabupatenlkota; Pemerintah Pusat bertugas dan berwenang:
e. menyelenggarakan inventarisasi sumber m. mengembangkan dan melaksanakan kebijakan sistem a. menetapkan kebijakan tingkat
daya alam dan emisi gas rumah kaca pada informasi lingkungan hidup tingkat kabupaten/kota; kabupaten/kota;
tingkat kabupaten/kota; n. memberikan pendidikan, pelatihan, pembinaan, dan b. menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat
f. mengembangkan dan melaksanakan kerja penghargaan; kabupaten/kota;
sama dan kemitraan; o. menerbitkan Perizinan Berusaha atau persetujuan c. menetapkan dan melaksanakan kebijakan
g. mengembangkan dan menerapkan instrumen Pemerintah Daerah pada tingkat kabupaten/kota; dan mengenai RPPLH tingkat kabupaten/kota;
lingkungan hidup; p. melakukan penegakan hukum lingkungan hidup pada d. melaksanakan kebijakan mengenai Amdal
h. memfasilitasi penyelesaian sengketa; tingkat kabupaten/ kota. dan UKL-UPL;
i. melakukan pembinaan dan pengawasan e. menyelenggarakan inventarisasi Sumber
ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau Daya Alam dan emisi gas rumah kaca pada
kegiatan terhadap ketentuan perizinan tingkat kabupaten/kota;
lingkungan dan peraturan perundang- f. mengembangkan dan melaksanakan kerja
undangan; sama dan kemitraan;
j. melaksanakan standar pelayanan minimal; g. mengembangkan dan menerapkan
k. melaksanakan kebijakan mengenai tata cara instrument Lingkungan Hidup;
pengakuan keberadaan masyarakat hukum h. memfasilitasi penyelesaian Sengketa
adat, kearifan lokal, dan hak masyarakat Lingkungan Hidup;
hukum adat yang terkait dengan perlindungan i. melakukan pembinaan dan pengawasan
dan pengelolaan lingkungan hidup pada ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau
tingkat kabupaten/kota; kegiatan sesuai dengan ketentuan peraturan
l. mengelola informasi lingkungan hidup tingkat perundang-undangan;
kabupaten/kota; j. melaksanakan standar pelayanan minimal;
m. mengembangkan dan melaksanakan k. melaksanakan kebijakan mengenai tata cara
kebijakan sistem informasi lingkungan hidup pengakuan keberadaan Masyarakat Hukum
tingkat kabupaten/kota; Adat, Kearifan Lokal, dan hak Masyarakat
n. memberikan pendidikan, pelatihan, Hukum Adat yang terkait dengan
pembinaan, dan penghargaan; Perlindungan dan Pengelolaan
o. menerbitkan izin lingkungan pada tingkat Lingkungan Hidup pada tingkat
kabupaten/kota; dan kabupaten/kota;
p. melakukan penegakan hukum lingkungan l. mengelola informasi Lingkungan Hidup
hidup pada tingkat kabupaten/kota. tingkat kabupaten/ kota;
m. mengembangkan dan melaksanakan
kebijakan sistem informasi Lingkungan
Hidup tingkat kabupaten/kota;
n. memberikan pendidikan, pelatihan,
pembinaan, dan penghargaan;
o. menerbitkan Perizinan Berusaha atau
persetujuan Pemerintah Daerah pada tingkat
kabupaten/kota; dan
p. melakukan penegakan hukum Lingkungan
Hidup pada tingkat kabupaten/kota.

Penjelasan:
1. Perubahan penggunaan huruf kapital pada kata
“Sumber Daya Alam”
2. Perubahan kata “pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup” menjadi
“Pencemaran Lingkungan Hidup dan atau
Kerusakan Lingkungan Hidup”
3. Perubahan huruf kecil menjadi huruf kapital pada
kata “Perubahan Iklim”
4. Perubahan kata “sengketa” menjadi “Sengketa
Lingkungan Hidup”
5. Perubahan kata “pemerintah provinsi” menjadi
“Pemerintah Daerah provinsi”
6. Perubahan huruf kecil menjadi huruf kapital pada
kata “Masyarakat Hukum Adat, Kearifan Lokal,
dan hak Masyarakat Hukum Adat”

Pasal 64 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku


Tugas dan wewenang Pemerintah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) dilaksanakan
dan/atau dikoordinasikan oleh Menteri.
BAB X
HAK, KEWAJIBAN, DAN LARANGAN
Bagian Kesatu
Hak
Pasal 65 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
(1) Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang
baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi
manusia.
(2) Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan
lingkungan hidup, akses informasi, akses
partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi
hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
(3) Setiap orang berhak mengajukan usul dan/atau
keberatan terhadap rencana usaha dan/atau
kegiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan
dampak terhadap lingkungan hidup.
(4) Setiap orang berhak untuk berperan dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(5) Setiap orang berhak melakukan pengaduan akibat
dugaan pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
diatur dengan Peraturan Menteri.

Penjelasan:
Ayat (2)
Hak atas informasi lingkungan hidup merupakan suatu
konsekuensi logis dari hak berperan dalam pengelolaan
lingkungan hidup yang berlandaskan pada asas
keterbukaan. Hak atas informasi lingkungan hidup akan
meningkatkan nilai dan efektivitas peran serta dalam
pengelolaan lingkungan hidup, di samping akan
membuka peluang bagi masyarakat untuk
mengaktualisasikan haknya atas lingkungan hidup yang
baik dan sehat. Informasi lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat ini dapat berupa
data, keterangan, atau informasi lain yang berkenaan
dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup yang menurut sifat dan tujuannya memang
terbuka untuk diketahui masyarakat, seperti dokumen
analisis mengenai dampak lingkungan hidup, laporan,
dan evaluasi hasil pemantauan lingkungan hidup, baik
pemantauan penaatan maupun pemantauan
perubahan kualitas lingkungan hidup dan rencana tata
ruang.
Pasal 66 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
Setiap orang yang memperjuangkan hak atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat
dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.

Penjelasan:
Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi korban
dan/atau pelapor yang menempuh cara hukum akibat
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
Perlindungan ini dimaksudkan untuk mencegah
tindakan pembalasan dari terlapor melalui pemidanaan
dan/atau gugatan perdata dengan tetap memperhatikan
kemandirian peradilan.
Bagian Kedua
Kewajiban
Pasal 67 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian
fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
Pasal 68 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan
berkewajiban:
a. memberikan informasi yang terkait dengan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
secara benar, akurat, terbuka, dan tepat waktu;
b. menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup;
dan
c. menaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan
hidup dan/atau kriteria baku kerusakan lingkungan
hidup.
Bagian Ketiga
Larangan
Pasal 69 Pasal 69 Pasal 69
(1) Setiap orang dilarang: (1) Setiap orang dilarang: (1) Setiap Orang dilarang:
a. melakukan perbuatan yang mengakibatkan a. melakukan perbuatan yang mengakibatkan a. melakukan perbuatan yang mengakibatkan
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup; Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau
hidup; b. memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan Perusakan Lingkungan Hidup;
b. memasukkan B3 yang dilarang menurut perundang-undangan ke dalam wilayah Negara b. memasukkan B3 yang dilarang menurut
peraturan perundang-undangan ke dalam Kesatuan Republik Indonesia; peraturan perundang-undangan ke dalam
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; c. memasukkan limbah yang berasal dari luar wilayah wilayah Negara Kesatuan Republik
c. memasukkan limbah yang berasal dari luar Negara Kesatuan Republik Indonesia ke media Indonesia;
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia lingkungan hidup Negara Kesatuan Republik c. memasukkan Limbah yang berasal dari luar
ke media lingkungan hidup Negara Kesatuan Indonesia; wilayah Negara Kesatuan Republik
Republik Indonesia; d. memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Negara Indonesia ke media Lingkungan Hidup
d. memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Kesatuan Republik Indonesia; Negara Kesatuan Republik Indonesia;
Negara Kesatuan Republik Indonesia; e. membuang limbah ke media lingkungan hidup; d. memasukkan Limbah B3 ke dalam wilayah
e. membuang limbah ke media lingkungan hidup; f. membuang B3 dan limbah B3 ke media lingkungan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
f. membuang B3 dan limbah B3 ke media hidup; e. membuang Limbah ke media Lingkungan
lingkungan hidup; g. melepaskan produk rekayasa genetik ke media Hidup;
g. melepaskan produk rekayasa genetik ke media lingkungan hidup yang bertentangan dengan peraturan f. membuang B3 dan Limbah B3 ke media
lingkungan hidup yang bertentangan dengan perundang-undangan atau persetujuan lingkungan; Lingkungan Hidup;
peraturan perundang-undangan atau izin h. melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar; g. melepaskan produk rekayasa genetik ke
lingkungan; i. menyusun Amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi media Lingkungan Hidup yang
h. melakukan pembukaan lahan dengan cara penyusun Amdal; dan/atau bertentangan dengan peraturan perundang-
membakar; j. memberikan informasi palsu, menyesatkan, undangan atau Persetujuan Lingkungan ;
i. menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat menghilangkan informasi, merusak informasi, atau h. melakukan pembukaan lahan dengan cara
kompetensi penyusun amdal; dan/atau memberikan keterangan yang tidak benar. membakar;
j. memberikan informasi palsu, menyesatkan, (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h i. menyusun Amdal tanpa memiliki sertifikat
menghilangkan informasi, merusak informasi, dikecualikan bagi masyarakat yang melakukan kegiatan kompetensi penyusun Amdal; dan/atau
atau memberikan keterangan yang tidak benar. dimaksud dengan memperhatikan sungguh-sungguh j. memberikan informasi palsu, menyesatkan,
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kearifan lokal di daerah masing-masing. menghilangkan informasi, merusak
huruf h memperhatikan dengan sungguh- sungguh informasi, atau memberikan keterangan yang
kearifan lokal di daerah masing- masing. Penjelasan: tidak benar.
Ayat (2) (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Penjelasan: Kearifan lokal yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah huruf h dikecualikan bagi masyarakat yang
Ayat (1) melakukan pembakaran lahan dengan luas maksimal 2 (dua) melakukan kegiatan dimaksud dengan
Huruf b hektar per kepala keluarga untuk ditanami tanaman jenis memperhatikan sungguh-sungguh Kearifan
B3 yang dilarang dalam ketentuan ini, antara lain, DDT, varietas lokal dan dikelilingi oleh sekat bakar sebagai Lokal di daerah masing-masing.
PCBs, dan dieldrin. pencegahan penjalaran api ke wilayah sekelilingnya.
Penjelasan:
Huruf c Perubahan penggunaan huruf kecil menjadi huruf
kapital
Larangan dalam ketentuan ini dikecualikan bagi yang
diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Huruf d
Yang dilarang dalam huruf ini termasuk impor.

Ayat (2)
Kearifan lokal yang dimaksud dalam ketentuan ini
adalah melakukan pembakaran lahan dengan luas
lahan maksimal 2 hektare per kepala keluarga untuk
ditanami tanaman jenis varietas lokal dan dikelilingi oleh
sekat bakar sebagai pencegah penjalaran api ke
wilayah sekelilingnya.
BAB XI
PERAN MASYARAKAT
Pasal 70 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
(1) Masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang
sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif
dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup.
(2) Peran masyarakat dapat berupa:
a. pengawasan sosial;
b. pemberian saran, pendapat, usul, keberatan,
pengaduan; dan/atau
c. penyampaian informasi dan/atau laporan.
(3) Peran masyarakat dilakukan untuk:
a. meningkatkan kepedulian dalam perlindungan
lingkungan hidup;
b. meningkatkan kemandirian, keberdayaan
masyarakat, dan kemitraan;
c. menumbuhkembangkan kemampuan dan
kepeloporan masyarakat;
d. menumbuhkembangkan ketanggapsegeraan
masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial;
dan
e. mengembangkan dan menjaga budaya dan
kearifan lokal dalam rangka pelestarian fungsi
lingkungan hidup.
Penjelasan:
Ayat (2)
Huruf b
Pemberian saran dan pendapat dalam ketentuan ini
termasuk dalam penyusunan KLHS dan amdal.
BAB XII
PENGAWASAN DAN SANKSI ADMINISTRATIF
Bagian Kesatu
Pengawasan
Pasal 71 Pasal 71 Pasal 71
(1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai (1) Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah melakukan (1) Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah
dengan kewenangannya wajib melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha melakukan pengawasan terhadap ketaatan
pengawasan terhadap ketaatan penanggung dan/atau kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan dalam penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas
jawab usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pelindungan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan
yang ditetapkan dalam peraturan perundang- dan pengelolaan lingkungan hidup. perundang-undangan di bidang Perlindungan dan
undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan (2) Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah dapat Pengelolaan Lingkungan Hidup.
lingkungan hidup. mendelegasikan kewenangannya dalam melakukan (2) Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah dapat
(2) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota dapat pengawasan kepada pejabat/instansi teknis yang mendelegasikan kewenangannya dalam
mendelegasikan kewenangannya dalam bertanggung jawab di bidang perlindungan dan melakukan pengawasan kepada pejabat/instansi
melakukan pengawasan kepada pejabat/instansi pengelolaan lingkungan hidup. teknis yang bertanggung jawab di bidang
teknis yang bertanggung jawab di bidang (3) Dalam melaksanakan pengawasan, pemerintah pusat atau Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Pemerintah Daerah menetapkan pejabat pengawas Hidup.
(3) Dalam melaksanakan pengawasan, Menteri, lingkungan hidup yang merupakan pejabat fungsional. (3) Dalam melaksanakan pengawasan, Pemerintah
gubernur, atau bupati/walikota menetapkan (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pejabat pengawas Pusat atau Pemerintah Daerah menetapkan
pejabat pengawas lingkungan hidup yang lingkungan hidup diatur dalam peraturan Pemerintah. pejabat pengawas Lingkungan Hidup yang
merupakan pejabat fungsional. merupakan pejabat fungsional.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pejabat
pengawas Lingkungan Hidup diatur dalam
Peraturan Pemerintah

Penjelasan:
Perubahan penggunaan huruf kecil menjadi huruf
kapital
Pasal 72 Pasal 72 Pasal 72
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai dengan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai
kewenangannya wajib melakukan pengawasan kewenangannya berdasarkan norma, standar, prosedur, dan dengan kewenangannya berdasarkan norma,
kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah pusat wajib melakukan standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh
ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau Pemerintah Pusat wajib melakukan pengawasan
terhadap izin lingkungan. kegiatan terhadap Perizinan Berusaha, atau persetujuan ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah. terhadap Perizinan Berusaha, atau persetujuan
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.
Pasal 73 Pasal 73 Pasal 73
Menteri dapat melakukan pengawasan terhadap Menteri dapat melakukan pengawasan terhadap ketaatan Menteri dapat melakukan pengawasan terhadap
ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang Perizinan ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
yang izin lingkungannya diterbitkan oleh pemerintah Berusaha atau persetujuan Pemerintah Daerah diterbitkan oleh yang Perizinan Berusaha atau persetujuan
daerah jika Pemerintah menganggap terjadi Pemerintah Daerah jika Menteri menganggap terjadi Pemerintah Daerah diterbitkan oleh Pemerintah
pelanggaran yang serius di bidang perlindungan dan pelanggaran yang serius di bidang pelindungan dan Daerah dalam hal Menteri menganggap terjadi
pengelolaan lingkungan hidup. pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan norma, standar, pelanggaran yang serius di bidang Perlindungan dan
prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Pengelolaan Lingkungan Hidup berdasarkan norma,
Penjelasan: standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh
Yang dimaksud dengan “pelanggaran yang serius” Pemerintah Pusat.
adalah tindakan melanggar hukum yang
mengakibatkan pencemaran dan/atau kerusakan Penjelasan:
lingkungan hidup yang relatif besar dan menimbulkan Perubahan Kata “jika Menteri” menjadi “dalam hal
keresahan masyarakat. Menteri”
Pasal 74 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
(1) Pejabat pengawas lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 71 ayat (3) berwenang:
a. melakukan pemantauan;
b. meminta keterangan;
c. membuat salinan dari dokumen dan/atau
membuat catatan yang diperlukan;
d. memasuki tempat tertentu;
e. memotret;
f. membuatrekamanaudiovisual;
g. mengambil sampel;
h. memeriksa peralatan;
i. memeriksa instalasi dan/atau alat transportasi;
dan/atau
j. menghentikan pelanggaran tertentu.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya, pejabat
pengawas lingkungan hidup dapat melakukan
koordinasi dengan pejabat penyidik pegawai
negeri sipil.
(3) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
dilarang menghalangi pelaksanaan tugas pejabat
pengawas lingkungan hidup.
Pasal 75 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pengangkatan pejabat pengawas lingkungan hidup dan
tata cara pelaksanaan pengawasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 71 ayat (3), Pasal 73, dan Pasal
74 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Sanksi Administratif
Pasal 76 Pasal 76 Pasal 76
(1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota (1) Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah menerapkan (1) Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah
menerapkan sanksi administratif kepada sanksi administratif kepada penanggung jawab usaha menerapkan sanksi administratif kepada
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika
dalam pengawasan ditemukan pelanggaran pelanggaran terhadap Perizinan Berusaha, atau dalam pengawasan ditemukan pelanggaran
terhadap izin lingkungan. persetujuan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah. terhadap Perizinan Berusaha, atau persetujuan
(2) Sanksi administratif terdiri atas: (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.
a. teguran tertulis; sanksi diatur dalam Peraturan Pemerintah. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
b. paksaan pemerintah; pengenaan sanksi diatur dalam Peraturan
c. pembekuan izin lingkungan; atau Pemerintah
d. pencabutan izin lingkungan.
Pasal 77 Pasal 77 Pasal 77
Menteri dapat menerapkan sanksi administratif Menteri dapat menerapkan sanksi administratif terhadap Menteri dapat menerapkan sanksi administratif
terhadap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dalam hal Menteri terhadap penanggung jawab usaha dan/atau
jika Pemerintah menganggap pemerintah daerah menganggap Pemerintah Daerah secara sengaja tidak kegiatan dalam hal Menteri menganggap Pemerintah
secara sengaja tidak menerapkan sanksi administratif menerapkan sanksi administratif terhadap pelanggaran yang Daerah secara sengaja tidak menerapkan sanksi
terhadap pelanggaran yang serius di bidang serius di bidang pelindungan dan pengelolaan lingkungan administratif terhadap pelanggaran yang serius di
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. hidup. bidang pelindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup.
Pasal 78 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 76 tidak membebaskan penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan dari tanggung jawab pemulihan dan
pidana.
Pasal 79 Pasal 79 dihapus Pasal 79 dihapus
Pengenaan sanksi administratif berupa pembekuan
atau pencabutan izin lingkungan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2) huruf c dan huruf d
dilakukan apabila penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan tidak melaksanakan paksaan pemerintah.
Pasal 80 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
(1) Paksaan pemerintah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 76 ayat (2) huruf b berupa:
a. penghentian sementara kegiatan produksi;
b. pemindahan sarana produksi;
c. penutupan saluran pembuangan air limbah
atau emisi;
d. pembongkaran;
e. penyitaan terhadap barang atau alat yang
berpotensi menimbulkan pelanggaran;
f. penghentian sementara seluruh kegiatan; atau
g. tindakan lain yang bertujuan untuk
menghentikan pelanggaran dan tindakan
memulihkan fungsi lingkungan hidup.
(2) Pengenaan paksaan pemerintah dapat dijatuhkan
tanpa didahului teguran apabila pelanggaran yang
dilakukan menimbulkan:
a. ancaman yang sangat serius bagi manusia dan
lingkungan hidup;
b. dampak yang lebih besar dan lebih luas jika
tidak segera dihentikan pencemaran dan/atau
perusakannya; dan/atau
c. kerugian yang lebih besar bagi lingkungan
hidup jika tidak segera dihentikan pencemaran
dan/atau perusakannya.

Penjelasan:
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “ancaman yang sangat serius”
adalah suatu keadaan yang berpotensi sangat
membahayakan keselamatan dan kesehatan banyak
orang sehingga penanganannya tidak dapat ditunda.
Pasal 81 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
yang tidak melaksanakan paksaan pemerintah dapat
dikenai denda atas setiap keterlambatan pelaksanaan
sanksi paksaan pemerintah.
Pasal 82 Pasal 82 Pasal 82
(1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota (1) Pemerintah Pusat berwenang untuk memaksa (1) Pemerintah Pusat berwenang untuk memaksa
berwenang untuk memaksa penanggung jawab penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk penanggung jawab usaha dan / atau kegiatan
usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan melakukan pemulihan lingkungan hidup akibat untuk melakukan pemulihan Lingkungan Hidup
pemulihan lingkungan hidup akibat pencemaran pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang akibat Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau
dan/atau perusakan lingkungan hidup yang dilakukannya. Perusakan Lingkungan Hidup yang dilakukan
dilakukannya. (2) Pemerintah Pusat berwenang atau dapat menunjuk pihak oleh penanggung jawab usaha dan/atau
(2) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota ketiga untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup akibat kegiatan.
berwenang atau dapat menunjuk pihak ketiga pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang (2) Pemerintah Pusat berwenang atau dapat
untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup dilakukannya atas beban biaya penanggung jawab usaha menunjuk pihak ketiga untuk melakukan
akibat pencemaran dan/atau perusakan dan/atau kegiatan. pemulihan Lingkungan Hidup akibat Pencemaran
lingkungan hidup yang dilakukannya atas beban Lingkungan Hidup dan/atau Perusakan
biaya penanggung jawab usaha dan/atau Lingkungan Hidup yang dilakukan oleh
kegiatan. penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
atas beban biaya penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan.

Penjelasan:
Memperjelas kata “dilakukannya” sehingga berubah
menjadi subyek yang jelas yaitu “dilakukan oleh
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.”
Pasal 82A Pasal 82A
Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa Setiap Orang yang melakukan usaha dan/atau
memiliki: kegiatan tanpa memiliki:
a. Perizinan Berusaha, atau persetujuan pemerintah Pusat a. Perizinan Berusaha atau persetujuan
atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah
Pasal 24 ayat (5), pasal 34 ayat (3), Pasal 59 ayat (1) atau sebagaimanadimaksud dalam Pasa1 24 ayat
Pasal 59 ayat (4); atau (5), Pasal 34 ayat (3), atau Pasal 59 ayat (4);
b. persetujuan dari Pemerintah pusat atau pemerintah Daerah atau
sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 ayat (3) huruf b; b. persetujuan dari Pemerintah Pusat atau
dikenai sanksi administratif. Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 20 ayat (3) huruf b,
dikenai sanksi administratif.

Penjelasan:
Menghapus rujukan Pasal 59 ayat (1), yang berbunyi
“Setiap Orang yang menghasilkan Limbah B3 wajib
melakukan Pengelolaan Limbah B3 yang
dihasilkannya.”
Pasal 82B Pasal 82B
(1) Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan (1) Setiap Orang yang melakukan usaha dan/atau
yang memiliki: kegiatan yang memiliki:
a. Perizinan Berusaha, atau Persetujuan Pemerintah a. Perizinan Berusaha atau persetujuan
Pusat atau Pemerintah Daerah sebagaimana Pemerintah pusat atau Pemerintah Daerah
dimaksud dalam pasal 24 ayat (5), Pasal 34 ayat (3), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat
Pasal 59 ayat (1), atau pasal 59 ayat (4); (5), Pasal 34 ayat (3), atau Pasal 59 ayat (4);
b. persetujuan dari Pemerintah pusat atau Pemerintah b. persetujuan dari Pemerintah Pusat atau
Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud
(3) huruf b; atau dalam Pasal 20 ayat (3) huruf b; atau
c. persetujuan dari Pemerintah pusat sebagaimana c. persetujuan dari Pemerintah Pusat
dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1); sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61
yang tidak sesuai dengan kewajiban dalam Perizinan ayat(1),
Berusaha, atau persetujuan Pemerintah Pusat atau yang tidak sesuai dengan kewajiban dalam
Pemerintah Daerah, dan/atau melanggar ketentuan Perizinan Berusaha atau persetujuan Pemerintah
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan Pusat atau Pemerintah Daerah dan/atau
dan pengelolaan lingkungan hidup, dikenai sanksi melanggar ketentuan peraturan perundang-
administratif. undangan di bidang Perlindungan dan
(2) Setiap orang yang melakukan pelanggaran larangan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dikenai sanksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69, yaitu: administratif.
a. melakukan perbuatan yang mengakibatkan
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup (2) Setiap Orang yang melanggar larangan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 69 huruf a, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69, yaitu:
dimana perbuatan tersebut dilakukan karena kelalaian a. melakukan perbuatan yang mengakibatkan
dan tidak mengakibatkan bahaya kesehatan manusia Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau
dan/atau luka dan/atau luka berat, dan/atau matinya Perusakan Lingkungan Hidup sebagaimana
orang dikenai sanksi administratif dan mewajibkan dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf a, di
kepada Penanggung Jawab perbuatan itu untuk mana perbuatan tersebut dilakukan karena
melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup kelalaian dan tidak mengakibatkan bahaya
dan/atau tindakan lain yang diperlukan; atau kesehatan manusia, Iuka, luka berat,
b. menyusun Amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi dan/atau matinya orang, dikenai sanksi
penyusun Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal administratif dan mewajibkan kepada
69 huruf i dikenai sanksi administratif. penanggung jawab perbuatan itu untuk
(3) Setiap orang yang karena kelalaiannya melakukan melakukan pemulihan fungsi Lingkungan
perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu
udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau Hidup dan/atau tindakan lain,yang diperlukan;
kriteria baku kerusakan lingkungan hidup yang tidak sesuai atau
dengan Perizinan Berusaha yang dimilikinya dikenai b. menyusun Amdal tanpa memiliki sertifikat
sanksi administratif. kompetensi penyusun Amdal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf I
dikenai sanksi administratif.
(3) Setiap Orang yang karena kelalaiannya
melakukan perbuatan yang mengakibatkan
dilampauinya baku mutu udara ambien, baku
mutu air, baku mutu air laut, atau Kriteria Baku
Kerusakan Lingkungan Hidup yang tidak sesuai
dengan Perizinan Berusaha yang dimilikinya
dikenai sanksi administratif.

Penjelasan:
1. Ayat (1) menghapus rujukan Pasal 59 ayat (1),
yang berbunyi “Setiap Orang yang menghasilkan
Limbah B3 wajib melakukan Pengelolaan Limbah
B3 yang dihasilkannya.”
2. Ayat (2) mempertegas rujukan yang semula Pasal
“69 huruf a” menjadi “Pasal 69 ayat (1) huruf a”.
3. Ayat (3) merubah penggunaan huruf kecil menjadi
huruf kapital.
Pasal 82C Pasal 82C
(1) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal (1) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud
82A dan Pasal 82B ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) berupa: dalam Pasal 82A dan Pasal 828 berupa:
a. teguran tertulis; a. teguran tertulis;
b. paksaan pemerintah; b. paksaan pemerintah;
c. denda administratif; c. denda administratif;
d. pembekuan Perizinan Berusaha; dan/atau d. pembekuan Perizinan Berusaha; dan latau
a. pencabutan Perizinan Berusaha. e. pencabutan Perizinan Berusaha
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis,
denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif besaran denda, dan tata cara pengenaan sanksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
Peraturan Pemerintah. (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Penjelasan:
Meringkas rujukan yang semula “Pasal 82A dan
Pasal 82B ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)” berubah
menjadi “Pasal 82A dan Pasal 828”.
Pasal 83 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB XIII
PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 84 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
(1) Penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat
ditempuh melalui pengadilan atau di luar
pengadilan.
(2) Pilihan penyelesaian sengketa lingkungan hidup
dilakukan secara suka rela oleh para pihak yang
bersengketa.
(3) Gugatan melalui pengadilan hanya dapat
ditempuh apabila upaya penyelesaian sengketa di
luar pengadilan yang dipilih dinyatakan tidak
berhasil oleh salah satu atau para pihak yang
bersengketa.

Penjelasan:
Ayat (1)
Ketentuan pada ayat ini dimaksudkan untuk melindungi
hak keperdataan para pihak yang bersengketa.

Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Ketentuan pada ayat ini dimaksudkan untuk mencegah
terjadinya putusan yang berbeda mengenai satu
sengketa lingkungan hidup untuk menjamin kepastian
hukum.
Bagian Kedua
Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan
Pasal 85 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
(1) Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar
pengadilan dilakukan untuk mencapai
kesepakatan mengenai:
a. bentuk dan besarnya ganti rugi;
b. tindakan pemulihan akibat pencemaran
dan/atau perusakan;
c. tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan
terulangnya pencemaran dan/atau perusakan;
dan/atau
d. tindakan untuk mencegah timbulnya dampak
negatif terhadap lingkungan hidup.
(2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan tidak
berlaku terhadap tindak pidana lingkungan hidup
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
(3) Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di
luar pengadilan dapat digunakan jasa mediator
dan/atau arbiter untuk membantu menyelesaikan
sengketa lingkungan hidup.
Pasal 86 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
(1) Masyarakat dapat membentuk lembaga penyedia
jasa penyelesaian sengketa lingkungan hidup
yang bersifat bebas dan tidak berpihak.
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah dapat
memfasilitasi pembentukan lembaga penyedia
jasa penyelesaian sengketa lingkungan hidup
yang bersifat bebas dan tidak berpihak.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai lembaga
penyedia jasa penyelesaian sengketa lingkungan
hidup diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Melalui Pengadilan
Paragraf 1
Ganti Kerugian dan Pemulihan Lingkungan
Pasal 87 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
(1) Setiap penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan yang melakukan perbuatan melanggar
hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian
pada orang lain atau lingkungan hidup wajib
membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan
tertentu.
(2) Setiap orang yang melakukan pemindahtanganan,
pengubahan sifat dan bentuk usaha, dan/atau
kegiatan dari suatu badan usaha yang melanggar
hukum tidak melepaskan tanggung jawab hukum
dan/atau kewajiban badan usaha tersebut.
(3) Pengadilan dapat menetapkan pembayaran uang
paksa terhadap setiap hari keterlambatan atas
pelaksanaan putusan pengadilan.
(4) Besarnya uang paksa diputuskan berdasarkan
peraturan perundang-undangan.

Penjelasan:
Ayat (1)
Ketentuan dalam ayat ini merupakan realisasi asas
yang ada dalam hukum lingkungan hidup yang disebut
asas pencemar membayar. Selain diharuskan
membayar ganti rugi, pencemar dan/atau perusak
lingkungan hidup dapat pula dibebani oleh hakim untuk
melakukan tindakan hukum tertentu, misalnya perintah
untuk:
a. memasang atau memperbaiki unit pengolahan
limbah sehingga limbah sesuai dengan baku mutu
lingkungan hidup yang ditentukan;
b. memulihkan fungsi lingkungan hidup; dan/atau
c. menghilangkan atau memusnahkan penyebab
timbulnya pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup.

Ayat (3)
Pembebanan pembayaran uang paksa atas setiap hari
keterlambatan pelaksanaan perintah pengadilan untuk
melaksanakan tindakan tertentu adalah demi
pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Paragraf 2
Tanggung Jawab Mutlak
Pasal 88 Pasal 88 Pasal 88
Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau Setiap Orang yang tindakannya, usahanya,
kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau dan/atau kegiatannya menggunakan B3,
mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman menghasilkan dan/atau mengelola Limbah B3,
ancaman serius terhadap lingkungan hidup serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak dan/atau yang menimbulkan Ancaman Serius
bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi atas kerugian yang terjadi dari usaha dan/atau kegiatannya. terhadap Lingkungan Hidup bertanggung jawab
tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan. mutlak atas kerugian yang terjadi dari usaha
Penjelasan: dan/atau kegiatannya.
Penjelasan: Yang dimaksud dengan "bertanggung jawab mutlak (strict
Yang dimaksud dengan “bertanggung jawab mutlak” liability)" adalah unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh Penjelasan :
atau strict liability adalah unsur kesalahan tidak perlu pihak penggugat sebagai dasar pembayaran ganti rugi. Perubahan penggunaan huruf kecil menjadi huruf
dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar Ketentuan Pasal ini merupakan ketentuan khusus (lex kapital
pembayaran ganti rugi. Ketentuan ayat ini merupakan spesialis) dalam gugatan mengenai perbuatan melawan hukum
lex specialis dalam gugatan tentang perbuatan pada umumnya. Besarnya nilai ganti rugi yang dapat
melanggar hukum pada umumnya. Besarnya nilai ganti dibebankan terhadap pencemar atau perusak lingkungan hidup
rugi yang dapat dibebankan terhadap pencemar atau menurut Pasal ini dapat ditetapkan sampai batas tertentu.
perusak lingkungan hidup menurut Pasal ini dapat
ditetapkan sampai batas tertentu. Yang dimaksud sebagai "batas waktu tertentu adalah" jika
menurut penetapan peraturan perundang-undangan ditentukan
Yang dimaksud dengan “sampai batas waktu tertentu” keharusan asuransi bagi usaha dan/atau kegiatan yang
adalah jika menurut penetapan peraturan perundang- bersangkutan atau telah tersedia dana lingkungan hidup.
undangan ditentukan keharusan asuransi bagi usaha
dan/atau kegiatan yang bersangkutan atau telah
tersedia dana lingkungan hidup.
Paragraf 3
Tenggat Kedaluwarsa untuk Pengajuan Gugatan
Pasal 89 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
(1) Tenggat kedaluwarsa untuk mengajukan gugatan
ke pengadilan mengikuti tenggang waktu
sebagaimana diatur dalam ketentuan Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata dan dihitung
sejak diketahui adanya pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup.
(2) Ketentuan mengenai tenggat kedaluwarsa tidak
berlaku terhadap pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup yang diakibatkan oleh usaha
dan/atau kegiatan yang menggunakan dan/atau
mengelola B3 serta menghasilkan dan/atau
mengelola limbah B3.
Paragraf 4
Hak Gugat Pemerintah dan Pemerintah Daerah
Pasal 90 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
(1) Instansi pemerintah dan pemerintah daerah yang
bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup
berwenang mengajukan gugatan ganti rugi dan
tindakan tertentu terhadap usaha dan/atau
kegiatan yang menyebabkan pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang
mengakibatkan kerugian lingkungan hidup.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerugian
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Penjelasan:
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “kerugian lingkungan hidup”
adalah kerugian yang timbul akibat pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang bukan
merupakan hak milik privat.
Tindakan tertentu merupakan tindakan pencegahan
dan penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan
serta pemulihan fungsi lingkungan hidup guna
menjamin tidak akan terjadi atau terulangnya dampak
negatif terhadap lingkungan hidup.
Paragraf 5
Hak Gugat Masyarakat
Pasal 91 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
(1) Masyarakat berhak mengajukan gugatan
perwakilan kelompok untuk kepentingan dirinya
sendiri dan/atau untuk kepentingan masyarakat
apabila mengalami kerugian akibat pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
(2) Gugatan dapat diajukan apabila terdapat
kesamaan fakta atau peristiwa, dasar hukum,
serta jenis tuntutan di antara wakil kelompok dan
anggota kelompoknya.
(3) Ketentuan mengenai hak gugat masyarakat
dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Paragraf 6
Hak Gugat Organisasi Lingkungan Hidup
Pasal 92 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
(1) Dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup,
organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan
gugatan untuk kepentingan pelestarian fungsi
lingkungan hidup.
(2) Hak mengajukan gugatan terbatas pada tuntutan
untuk melakukan tindakan tertentu tanpa adanya
tuntutan ganti rugi, kecuali biaya atau pengeluaran
riil.
(3) Organisasi lingkungan hidup dapat mengajukan
gugatan apabila memenuhi persyaratan:
a. berbentuk badan hukum;
b. menegaskan di dalam anggaran dasarnya
bahwa organisasi tersebut didirikan untuk
kepentingan pelestarian fungsi lingkungan
hidup; dan
c. telah melaksanakan kegiatan nyata sesuai
dengan anggaran dasarnya paling singkat 2
(dua) tahun.
Pasal 93 Pasal 93 dihapus Pasal 93 dihapus
(1) Setiap orang dapat mengajukan gugatan terhadap
keputusan tata usaha negara apabila:
a. badan atau pejabat tata usaha negara
menerbitkan izin lingkungan kepada usaha
dan/atau kegiatan yang wajib amdal tetapi tidak
dilengkapi dengan dokumen amdal;
b. badan atau pejabat tata usaha negara
menerbitkan izin lingkungan kepada kegiatan
yang wajib UKL-UPL, tetapi tidak dilengkapi
dengan dokumen UKL-UPL; dan/atau
c. badan atau pejabat tata usaha negara yang
menerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan yang
tidak dilengkapi dengan izin lingkungan.
(2) Tata cara pengajuan gugatan terhadap keputusan
tata usaha negara mengacu pada Hukum Acara
Peradilan Tata Usaha Negara.
BAB XIV
PENYIDIKAN DAN PEMBUKTIAN
Bagian Kesatu
Penyidikan
Pasal 94 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
(1) Selain penyidik pejabat polisi Negara Republik
Indonesia, pejabat pegawai negeri sipil tertentu di
lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas
dan tanggung jawabnya di bidang perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup diberi
wewenang sebagai penyidik sebagaimana
dimaksud dalam Hukum Acara Pidana untuk
melakukan penyidikan tindak pidana lingkungan
hidup.
(2) Penyidik pejabat pegawai negeri sipil berwenang:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran
laporan atau keterangan berkenaan dengan
tindak pidana di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup;
b. melakukan pemeriksaan terhadap setiap orang
yang diduga melakukan tindak pidana di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari
setiap orang berkenaan dengan peristiwa
tindak pidana di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup;
d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan,
catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan
tindak pidana di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup;
e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu
yang diduga terdapat bahan bukti, pembukuan,
catatan, dan dokumen lain;
f. melakukan penyitaan terhadap bahan dan
barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan
bukti dalam perkara tindak pidana di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup;
g. meminta bantuan ahli dalam rangka
pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di
bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup;
h. menghentikan penyidikan;
i. memasuki tempat tertentu, memotret, dan/atau
membuat rekaman audio visual;
j. melakukan penggeledahan terhadap badan,
pakaian, ruangan, dan/atau tempat lain yang
diduga merupakan tempat dilakukannya tindak
pidana; dan/atau
k. menangkap dan menahan pelaku tindak
pidana.
(3) Dalam melakukan penangkapan dan penahanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf k,
penyidik pejabat pegawai negeri sipil
berkoordinasi dengan penyidik pejabat polisi
Negara Republik Indonesia.
(4) Dalam hal penyidik pejabat pegawai negeri sipil
melakukan penyidikan, penyidik pejabat pegawai
negeri sipil memberitahukan kepada penyidik
pejabat polisi Negara Republik Indonesia dan
penyidik pejabat polisi Negara Republik Indonesia
memberikan bantuan guna kelancaran penyidikan.
(5) Penyidik pejabat pegawai negeri sipil
memberitahukan dimulainya penyidikan kepada
penuntut umum dengan tembusan kepada
penyidik pejabat polisi Negara Republik Indonesia.
(6) Hasil penyidikan yang telah dilakukan oleh
penyidik pegawai negeri sipil disampaikan kepada
penuntut umum.

Penjelasan:
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan koordinasi adalah tindakan
berkonsultasi guna mendapatkan bantuan personil,
sarana, dan prasarana yang dibutuhkan dalam
penyidikan.
Ayat (4)
Pemberitahuan dalam Pasal ini bukan merupakan
pemberitahuan dimulainya penyidikan, melainkan untuk
mempertegas wujud koordinasi antara pejabat penyidik
pegawai negeri sipil dan penyidik pejabat polisi Negara
Republik Indonesia.
Pasal 95 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
(1) Dalam rangka penegakan hukum terhadap pelaku
tindak pidana lingkungan hidup, dapat dilakukan
penegakan hukum terpadu antara penyidik
pegawai negeri sipil, kepolisian, dan kejaksaan di
bawah koordinasi Menteri.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan
penegakan hukum terpadu diatur dengan
peraturan perundang- undangan.
Bagian Kedua
Pembuktian
Pasal 96 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
Alat bukti yang sah dalam tuntutan tindak pidana
lingkungan hidup terdiri atas:
a. keterangan saksi;
b. keterangan ahli;
c. surat;
d. petunjuk;
e. keterangan terdakwa; dan/atau
f. alat bukti lain, termasuk alat bukti yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan.

Penjelasan:
Huruf f
Yang dimaksud dengan alat bukti lain, meliputi,
informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau
disimpan secara elektronik, magnetik, optik, dan/atau
yang serupa dengan itu; dan/atau alat bukti data,
rekaman, atau informasi yang dapat dibaca, dilihat, dan
didengar yang dapat dikeluarkan dengan dan/atau
tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas
kertas, benda fisik apa pun selain kertas, atau yang
terekam secara elektronik, tidak terbatas pada tulisan,
suara atau gambar, peta, rancangan, foto atau
sejenisnya, huruf, tanda, angka, simbol, atau perporasi
yang memiliki makna atau yang dapat dipahami atau
dibaca.
BAB XV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 97 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
Tindak pidana dalam undang-undang ini merupakan
kejahatan.
Pasal 98 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan
perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya
baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku
mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan
lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling sedikit
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling
banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah).
(2) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mengakibatkan orang luka dan/atau
bahaya kesehatan manusia, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan
paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling
sedikit Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah)
dan paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua
belas miliar rupiah).
(3) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mengakibatkan orang luka berat atau mati,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5
(lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun
dan denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah) dan paling banyak
Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
Pasal 99 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
(1) Setiap orang yang karena kelalaiannya
mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara
ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau
kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda
paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah).
(2) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mengakibatkan orang luka dan/atau
bahaya kesehatan manusia, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan
paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling
sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan
paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar
rupiah).
(3) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mengakibatkan orang luka berat atau mati,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3
(tiga) tahun dan paling lama 9 (sembilan) tahun
dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga
miliar rupiah) dan paling banyak
Rp9.000.000.000,00 (sembilan miliar rupiah).
Pasal 100 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
(1) Setiap orang yang melanggar baku mutu air
limbah, baku mutu emisi, atau baku mutu
gangguan dipidana, dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) hanya dapat dikenakan apabila sanksi
administratif yang telah dijatuhkan tidak dipatuhi
atau pelanggaran dilakukan lebih dari satu kali.
Pasal 101 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
Setiap orang yang melepaskan dan/atau mengedarkan
produk rekayasa genetik ke media lingkungan hidup
yang bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan atau izin lingkungan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 69 ayat (1) huruf g, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling
lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling
banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Penjelasan:
Yang dimaksud dengan “melepaskan produk rekayasa
genetik” adalah pernyataan diakuinya suatu hasil
pemuliaan produk rekayasa genetik menjadi varietas
unggul dan dapat disebarluaskan setelah memenuhi
persyaratan berdasarkan peraturan perundang-
undangan.
Yang dimaksud dengan “mengedarkan produk
rekayasa genetik” adalah setiap kegiatan atau
serangkaian kegiatan dalam rangka penyaluran
komoditas produk rekayasa genetik kepada
masyarakat, baik untuk diperdagangkan maupun tidak.
Pasal 102 Pasal 102 dihapus. Pasal 102 dihapus.
Setiap orang yang melakukan pengelolaan limbah B3
tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat
(4), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1
(satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda
paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar
rupiah).
Pasal 103 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak
melakukan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 59, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan
denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga
miliar rupiah).
Pasal 104 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau
bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan
denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar
rupiah).
Pasal 105 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
Setiap orang yang memasukkan limbah ke dalam
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf
c dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4
(empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan
denda paling sedikit Rp4.000.000.000,00 (empat miliar
rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua
belas miliar rupiah).
Pasal 106 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
Setiap orang yang memasukkan limbah B3 ke dalam
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf
d, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5
(lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan
denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima
belas miliar rupiah).
Pasal 107 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
Setiap orang yang memasukkan B3 yang dilarang
menurut peraturan perundang–undangan ke dalam
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf
b, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5
(lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan
denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima
belas miliar rupiah).
Pasal 108 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
Setiap orang yang melakukan pembakaran lahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf
h, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3
(tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan
denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar
rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah).
Pasal 109 Pasal 109 Pasal 109
Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa Setiap Orang yang melakukan usaha dan/atau
tanpa memiliki izin lingkungan sebagaimana dimaksud memiliki: kegiatan tanpa memiliki:
dalam Pasal 36 ayat (1), dipidana dengan pidana a. Perizinan Berusaha atau persetujuan Pemerintah Pusat, a. Perizinan Berusaha atau persetujuan
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pemerintah Pusat, atau Pemerintah Daerah
(tiga) tahun dan denda paling sedikit Pasal 24 ayat (5), Pasal 34 ayat (3), Pasal 59 ayat (1), atau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (5),
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling Pasal 59 ayat (4); Pasal 34 ayat (3), atau Pasal 59 ayat (4);
banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). b. persetujuan dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah b. persetujuan dari Pemerintah Pusat atau
Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud
huruf b; atau dalam Pasal 20 ayat (3) huruf b; atau
c. persetujuan dari Pemerintah Pusat sebagaimana c. persetujuan dari Pemerintah Pusat
dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1); sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1);
yang mengakibatkan timbulnya korban/kerusakan terhadap yang mengakibatkan timbulnya korban/kerusakan
kesehatan, keselamatan, dan/atau lingkungan, dipidana terhadap kesehatan, keselamatan, dan/atau
dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling Lingkungan Hidup, dipidana dengan pidana
lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). Rp1.0O0.00O.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling
banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Penjelasan:
1. Menghapus rujukan Pasal 59 ayat (1), yang
berbunyi “Setiap Orang yang menghasilkan
Limbah B3 wajib melakukan Pengelolaan Limbah
B3 yang dihasilkannya.”
2. Perubahan kata “lingkungan” menjadi
“Lingkungan Hidup”
Pasal 110 Pasal 110 dihapus Pasal 110 dihapus
Setiap orang yang menyusun amdal tanpa memiliki
sertifikat kompetensi penyusun amdal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf i, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan
denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar
rupiah).
Pasal 111 Pasal 111 Pasal 111
(1) Pejabat pemberi izin lingkungan yang Pejabat pemberi persetujuan lingkungan yang menerbitkan Pejabat pemberi Persetujuan Lingkungan yang
menerbitkan izin lingkungan tanpa dilengkapi persetujuan lingkungan tanpa dilengkapi dengan Amdal atau menerbitkan Persetujuan Lingkungan
dengan amdal atau UKL-UPL sebagaimana UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dipidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (a)
dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dipidana dan Pasal 34 ayat (3) tanpa dilengkapi dengan
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda Amdal atau UKL-UPL dipidana dengan pidana
dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana
(tiga miliar rupiah). denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga
(2) Pejabat pemberi izin usaha dan/atau kegiatan miliar rupiah).
yang menerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan
tanpa dilengkapi dengan izin lingkungan Penjelasan:
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) 1. Menambahkan rujukan terkait penerbitan
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 Persetujuan Lingkungan yaitu Pasal 24 ayat (4),
(tiga) tahun dan denda paling banyak yang berbunyi “Pemerintah Pusat atau
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). Pemerintah Daerah menetapkan keputusan
kelayakan Lingkungan Hidup berdasarkan hasil
uji kelayakan Lingkungan Hidup” dan Pasal 34
ayat (3) yang berbunyi “Berdasarkan pernyataan
kesanggupan pengelolaan Lingkungan Hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah
menerbitkan Perizinan Berusaha, atau
persetujuan Pemerintah Pusat atau Pemerintah
Daerah.”
2. Menghapus rujukan Pasal 37 karena tidak
relevan dengan substansi dalam Pasal. Pasal
37 yang berbunyi:
“Perizinan Berusaha dapat dibatalkan apabila:
a. persyaratan yang diajukan dalam
permohonan Perizinan Berusaha
mengandung cacat hukum, kekeliruan,
penyalahgunaan, serta ketidakbenaran
dan/atau pemalsuan data, dokumen,
dan/atau informasi;
b. penerbitannya tanpa memenuhi syarat
sebagaimana tercantum dalam keputusan
kelayakan Lingkungan Hidup atau
pernyataan kesanggupan pengelolaan
Lingkungan Hidup; atau
c. kewajiban yang ditetapkan dalam dokumen
Amdal atau UKL-UPL tidak dilaksanakan oleh
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.
Pasal 112 Pasal 112 Pasal 112
Setiap pejabat berwenang yang dengan sengaja tidak Setiap pejabat berwenang yang dengan sengaja tidak Setiap pejabat berwenang yang dengan sengaja
melakukan pengawasan terhadap ketaatan melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab tidak melakukan pengawasan terhadap ketaatan
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap usaha dan/atau kegiatan terhadap peraturan perundang- penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
peraturan perundang-undangan dan izin lingkungan undangan dan Perizinan Berusaha, atau persetujuan terhadap peraturan perundang-undangan dan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dan Pasal 72, Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sebagaimana Perizinan Berusaha, atau persetujuan Pemerintah
yang mengakibatkan terjadinya pencemaran dan/atau dimaksud dalam Pasal 71 yang mengakibatkan terjadinya Pusat atau Pemerintah Daerah sebagaimana
kerusakan lingkungan yang mengakibatkan hilangnya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan yang dimaksud dalam Pasal 72 yang mengakibatkan
nyawa manusia, dipidana dengan pidana penjara paling mengakibatkan hilangnya nyawa manusia dipidana dengan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan
lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling lingkungan yang mengakibatkan hilangnya nyawa
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). manusia dipidana dengan pidana penjara paling lama
1 (satu) tahun atau denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Penjelasan :
Mengubah rujukan pasal terkait sanksi pelanggaran
tidak melakukan pengawasan terhadap ketaatan
penanggung jawab usaha dari pasal 71 menjadi pasal
72
Pasal 113 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
Setiap orang yang memberikan informasi palsu,
menyesatkan, menghilangkan informasi, merusak
informasi, atau memberikan keterangan yang tidak
benar yang diperlukan dalam kaitannya dengan
pengawasan dan penegakan hukum yang berkaitan
dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1)
huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 1
(satu) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Penjelasan:
Informasi palsu yang dimaksud dalam Pasal ini dapat
berbentuk dokumen atau keterangan lisan yang tidak
sesuai dengan fakta- fakta yang senyatanya atau
informasi yang tidak benar.
Pasal 114 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
yang tidak melaksanakan paksaan pemerintah dipidana
dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan
denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
Pasal 115 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
Setiap orang yang dengan sengaja mencegah,
menghalang-halangi, atau menggagalkan pelaksanaan
tugas pejabat pengawas lingkungan hidup dan/atau
pejabat penyidik pegawai negeri sipil dipidana dengan
pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda
paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).
Pasal 116 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
(1) Apabila tindak pidana lingkungan hidup dilakukan
oleh, untuk, atau atas nama badan usaha, tuntutan
pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada:
a. badan usaha; dan/atau
b. orang yang memberi perintah untuk melakukan
tindak pidana tersebut atau orang yang
bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam
tindak pidana tersebut.
(2) Apabila tindak pidana lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh orang, yang berdasarkan hubungan kerja
atau berdasarkan hubungan lain yang bertindak
dalam lingkup kerja badan usaha, sanksi pidana
dijatuhkan terhadap pemberi perintah atau
pemimpin dalam tindak pidana tersebut tanpa
memperhatikan tindak pidana tersebut dilakukan
secara sendiri atau bersama- sama.
Pasal 118 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
Terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 116 ayat (1) huruf a, sanksi pidana dijatuhkan
kepada badan usaha yang diwakili oleh pengurus yang
berwenang mewakili di dalam dan di luar pengadilan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan selaku
pelaku fungsional.

Penjelasan:
Yang dimaksud dengan pelaku fungsional dalam Pasal
ini adalah badan usaha dan badan hukum.
Tuntutan pidana dikenakan terhadap pemimpin badan
usaha dan badan hukum karena tindak pidana badan
usaha dan badan hukum adalah tindak pidana
fungsional sehingga pidana dikenakan dan sanksi
dijatuhkan kepada mereka yang memiliki kewenangan
terhadap pelaku fisik dan menerima tindakan pelaku
fisik tersebut.
Yang dimaksud dengan menerima tindakan dalam
Pasal ini termasuk menyetujui, membiarkan, atau tidak
cukup melakukan pengawasan terhadap tindakan
pelaku fisik, dan/atau memiliki kebijakan yang
memungkinkan terjadinya tindak pidana tersebut.
Pasal 119 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang ini, terhadap badan usaha dapat dikenakan
pidana tambahan atau tindakan tata tertib berupa:
a. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak
pidana;
b. penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha
dan/atau kegiatan;
c. perbaikan akibat tindak pidana;
d. pewajiban mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa
hak; dan/atau
e. penempatan perusahaan di bawah pengampuan
paling lama 3 (tiga) tahun.
Pasal 120 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
(1) Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 119 huruf a, huruf b, huruf
c, dan huruf d, jaksa berkoordinasi dengan instansi
yang bertanggung jawab di bidang perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup untuk
melaksanakan eksekusi.
(2) Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 119 huruf e, Pemerintah
berwenang untuk mengelola badan usaha yang
dijatuhi sanksi penempatan di bawah pengampuan
untuk melaksanakan putusan pengadilan yang
telah berkekuatan hukum tetap.
BAB XVI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 121 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
(1) Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, dalam
waktu paling lama 2 (dua) tahun, setiap usaha
dan/atau kegiatan yang telah memiliki izin usaha
dan/atau kegiatan tetapi belum memiliki dokumen
amdal wajib menyelesaikan audit lingkungan
hidup.
(2) Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, dalam
waktu paling lama 2 (dua) tahun, setiap usaha
dan/atau kegiatan yang telah memiliki izin usaha
dan/atau kegiatan tetapi belum memiliki UKL-UPL
wajib membuat dokumen pengelolaan lingkungan
hidup.
Pasal 122 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
(1) Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, dalam
waktu paling lama 1 (satu) tahun, setiap penyusun
amdal wajib memiliki sertifikat kompetensi
penyusun amdal.
(2) Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, dalam
waktu paling lama 1 (satu) tahun, setiap auditor
lingkungan hidup wajib memiliki sertifikat
kompetensi auditor lingkungan hidup.
Pasal 123 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
Segala izin di bidang pengelolaan lingkungan hidup
yang telah dikeluarkan oleh Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib
diintegrasikan ke dalam izin lingkungan paling lama 1
(satu) tahun sejak Undang-Undang ini ditetapkan.

Penjelasan:
Izin dalam ketentuan ini, misalnya, izin pengelolaan
limbah B3, izin pembuangan air limbah ke laut, dan izin
pembuangan air limbah ke sumber air.
BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 124 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua
peraturan perundang-undangan yang merupakan
peraturan pelaksanaan dari Undang- Undang Nomor 23
Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997
Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3699) dinyatakan masih tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti
dengan peraturan yang baru berdasarkan Undang-
Undang ini.
Pasal 125 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3699) dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 126 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
Peraturan pelaksanaan yang diamanatkan dalam
Undang-Undang ini ditetapkan paling lama 1 (satu)
tahun terhitung sejak Undang- Undang ini diberlakukan.
Pasal 127 Tidak diubah/tetap berlaku Tidak diubah/tetap berlaku
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.

Anda mungkin juga menyukai