Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH LAPORAN KASUS

CLEFT LIP AND PALATE

Di Susun Oleh :
Siti Maryam ( 012221062 )
Nur Zubaidah ( 012221063 )

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

UNIVERSITAS BINAWAN

JAKARTA 2022
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat-Nya lah
sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah Laporan Kasus yang berjudul “Cleft Lip and
Palate” dengan tepat waktu. Kami menyadari masih terdapat kekurangan dalam makalah ini.
Oleh karena itu, kami berharap kepada Dosen pembimbing agar dapat memberikan saran,
kritik dan rekomendasi yang dapat membuat makalah ini lebih baik untuk selanjutnya. Akhir
kata, kami berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi semua orang.

Jakarta 22, November 2022

Penulis

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................I

DAFTAR ISI .....................................................................................................................II

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................2

1.3 Tujuan Penulisan .........................................................................................................2

1.4 Manfaat Penulisan .......................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian ...................................................................................................................3

2.2 Penyebab .....................................................................................................................3

2.3 Tanda dan Gejala ........................................................................................................4

2.4 Patofisiologi .................................................................................................................5

2.5 Diagnosis Keperawatan sesuai teori ............................................................................6

2.6 Pengobatan .................................................................................................................11

2.7 Komplikasi ..................................................................................................................12

BAB III

Asuhan Keperawatan dengan pasien Cleft Lip and Palate.............................................. 13

3.1 Diagnosa Keperawatan ................................................................................................17

3.2 Intervensi Keperawatan ………………………………………………………………17


BAB IV PENUTUP

Kesimpulan ....................................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................22

II
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Cleft Lip and Cleft Palate atau Orofacial Cleft, yang biasa dikenal dengan bibir
sumbing adalah suatu kondisi defek lahir dimana terbentuknya pembukaan atau belahan
yang tidak wajar pada bibir atau palatum. Terdapat tiga jenis utama defek cleft lip cleft
palate yaitu cleft lip (CL) dimana terjadi belahan hanya pada bibir, cleft palate (CP)
dimana terjadi belahan pada daerah palatum, dan cleft lip palate (CLP), dimana belahan
terjadi menyeluruh dari palatum sampai bibir. Berdasarkan data CDC di Amerika Serikat
pada tahun 2004 hingga 2006 mengatakan bahwa kasus cleft palate mengenai 2,650 bayi
baru lahir dan cleft lip dan cleft lip palate mengenai kira-kira 4,440 bayi baru lahir.2
Sebuah penelitian di Bandung menunjukkan dari 1596 pasien, ditemukan 50.53% pasien
dengan cleft lip and palate, 25.05% cleft palate, dan 24.42% cleft lip, dimana 20.08% dari
keseluruhan pasien memiliki riwayat keluarga dengan cleft lip dan cleft palate. Sampai
saat ini cleft palate, cleft lip dan belum diketahui penyebabnya atau bersifat idiopatik.
Cleft lip dan cleft palate dicurigai akibat mutasi pada gen pembentuk rongga mulut dan
bibir pada bayi ketika masa kandungan umur 4 bulan. Mutasi ini menyebabkan gagalnya
penyatuan jaringan yang membentuk palatum dan bibir atas, yang akhirnya membentuk
belahan yang terlihat jelas pada rongga mulut. Namun, beberapa penelitian terbaru juga
mencurigai diet dan pemakaian obat-obatan pada ibu, kebiasaan merokok, dll. dapat
menjadi faktor penyebab terjadinya cleft lip dan cleft palate. Cleft lip and cleft palate
dapat mengakibatkan beberapa gangguan seperti gangguan makan, gangguan berbicara,
iritasi telinga, dan gangguan gigi dan mulut.
Oleh sebab itu diperlukan suatu informasi untuk mengedukasi tenaga kesehatan
mengenai cleft lip dan cleft palate, mengenai cara mendiagnosis hingga pemberian
tatalaksana bagi pasien dengan cleft lip dan cleft palate. Kami berharap melalui dibuatnya
makalah ini dapat meningkatkan pengetahuan tenaga medis mengenai cleft lip dan cleft
palate.

1
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu Pengertian cleft lip and cleft palate?

2. Bagaimana penyebab, tanda dan gejala klinis, patofisologi, masalah keperawatan yang
muncul mengenai cleft lip and cleft palate?

3. Apa pengobatan yang tersedia saat ini untuk penatalaksanaan cleft lip and cleft palate
serta komplikasi yang di temukan ?
1.3 Tujuan Penulisan
1.Untuk mengetahui dan mengenali cleft lip and cleft palate
2.Untuk mengetahui penyebab, tanda dan gejala klinis, patofisologi, masalah
keperawatan yang muncul mengenai cleft lip and cleft palate

3.Untuk mengetahui pengobatan yang tersedia saat ini untuk penatalaksanaan cleft lip
and cleft palate serta komplikasi yang di temukan

1.4 Manfaat penulisan


1. Untuk tenaga kesehatan mengenali dan dapat mendiagnosis serta dapat melakukan
asuhan keperawatan terhadap pasien dengan cleft lip and cleft palate

2. Untuk penerapan terapi terhadap pasien dengan cleft lip and cleft palate yang efektif

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian

Cleft Lip and Palate atau Labiopalatoschizis atau sumbing bibir langitan adalah
Cacat bawaan berupa celah pada bibir atas, gusi, rahang dan langit-langit.
Labiopalatoschizis merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerah mulut
palatoschizis (sumbing palatum) Labio schicizis ( sumbing pada bibir ) yang terjadi
akibat gagalnya perkembangan embrio (Hidayat,2012)

Bibir Sumbing adalah Kelaianan bawaan adanya celah diantara kedua sisi kanan dan
kiri dari bibir. Kelainan ini terjadi saat pembentukan janin. Kadang kala meluas
mencapai langit-langit, bahkan sampai merusak estetika cuping hidung. ( Rizki, 2013)

Labiopalatoschizis merupakan kongenital yang berupa adanya kelaianan bentuk


pada struktur wajah ( Ngastiah,2005 )

2.2 Penyebab

Cleft Lip atau Celah Bibir adalah penyakit yang disebabkan oleh kontribusi dari
faktor lingkungan serta faktor genetik. Penyebab dari sebagian besar kejadian celah bibir
masih belum diketahui hingga sekarang. Beberapa anak mengalami celah bibir karena
adanya perubahan genetik. Kasus celah bibir merupakan hal yang diturunkan secara
genetik. 1 dari 5 kasus celah bibir merupakan kasus yang terjadi akibat adanya
penurunan secara genetik.

Faktor resiko terjadinya celah bibir pada anak bayi sudah ada sejak bayi tersebut masih
berada dalam kandungan. Beberapa faktor resiko bagi janin untuk mengalami celah bibir
adalah :

- Sang ibu merokok


- Sang ibu mengidap diabetes
- Konsumsi obat-obatan tertentu pada masa kehamilannya yang meningkatkan
kemungkinan anaknya untuk mengalami celah bibir
- Terinfeksi virus Rubella
- Terjadi kekurangan beberapa vitamin pada masa kehamilan

3
2.3 Tanda dan Gejala

Tanda pada Cleft Lip and Palate , Celah di bibir atau langit-langit mulut dapat segera
dikenali saat lahir, dan gejala utama dari bibir sumbing dapat langsung terlihat, yakni
adanya celah pada bibir atas atau ataupun rongga mulut. Selain itu, ada juga beberapa
gejala lainnya, seperti:

 Sulit menghisap ASI


Bayi dengan bibir sumbing akan mengalami kesulitan saat mengisap ASI, karena
kondisi mulut yang sulit melakukan gerakan mengisap. Hal ini dapat diatasi dengan
menggunakan botol khusus yang direkomendasikan oleh dokter gigi spesialis gigi
anak dan dokter spesialis anak.
 Kesulitan berbicara
Tergantung oleh tingkat keparahan, pada beberapa kondisi bibir sumbing juga dapat
menyebabkan kesulitan berbicara. Namun, besarnya celah bukan indikator seberapa
serius gangguan dalam berbicara. Bahkan celah yang kecil pun dapat menyebabkan
kesulitan dalam berbicara.
 Gangguan Pendengaran
Semua telinga anak normal memproduksi cairan telinga yang kental dan lengket.
Namun, adanya celah di bibir sumbing dapat membuat cairan tersebut menumpuk di
gendang telinga. Hal ini menyebabkan gangguan atau bahkan kehilangan pendengaran
sementara.
Selain itu, menumpuknya cairan pada telinga bagian tengah juga dapat mengenai tuba
eustachia, yakni saluran yang menghubungkan telinga dengan rongga mulut. Hal ini
dapat mengakibatkan infeksi telinga.
 Gangguan pertumbuhan rahang dan gusi
Bibir sumbing juga dapat memengaruhi pertumbuhan rahang dan proses tumbuh
kembang gigi. Susunan gigi dapat berjejal karena kurang berkembangnya rahang,
sehingga mengakibatkan gangguan berbicara. Karena itu, penanganan yang cepat dan
tepat diperlukan untuk memperbaiki kondisi bibir sumbing.

4
2.4 Patofisiologi

Patofisiologi sumbing atau orofacial cleft, baik pada bibir (cleft lip atau labioschisis),
pada palatum (cleft palate atau palatoschisis) atau kombinasi keduanya (cleft lip and
palate atau Labiopalatoschizis), memiliki kaitan erat dengan proses embriologi
terbentuknya struktur wajah.
Kegagalan penyatuan tulang maksilaris dengan tulang palatum dan tulang nasal
menjadi dasar terjadinya bibir sumbing. Untuk memahami patofisiologi secara
menyeluruh, anatomi dan embriologi struktur palatum perlu dipahami terlebih dahulu.
Anatomi
Palatum terdiri dari palatum durum atau hard palatum dan velum palatinum atau soft
palate. Palatum durum merupakan bagian tulang dari palatum yang memanjang dari sisi
anterior foramen incisivum sampai ke velum palatinum. Palatum durum terdiri dari dua
bagian yaitu primary palate yang terletak di sisi anterior foramen incisivum
dan secondary palate yang terletak di posterior foramen incisivum. Struktur ini
memisahkan saluran hidung dengan faring.

Sumber: Pearson Scott Foresman, Wikimedia commons.

Velum palatinum merupakan struktur fibromuskular dan terdiri dari 5 pasang otot. Otot
palatoglosus dan palatofaringeus merupakan otot superfisial yang berfungsi untuk
menarik soft palate kebawah dan dinding faring lateral ke arah dalam; otot uvulae yang
terletak di bawah otot palatoglosus dan palatofaringeus berfungsi untuk menarik uvula ke
arah depan dan ke atas; otot tensor veli palatini yang berfungsi mendepresi soft palate dan
membuka tuba eustasia; dan otot levator veli palatini yang berfungsi mengangkat soft
palate yang kemudian juga membuka tuba eustasia.

5
Embriologi
Perkembangan bibir dan palatum terjadi pada minggu ke-4 sampai ke-8 kehamilan. Di
akhir minggu ke-4, sel neural crest dari arkus faringeal pertama bermigrasi dan
membentuk tonjolan frontonasal. Di sisi kaudal struktur ini, plakoda nasal terbentuk dan
membagi prosesus nasal menjadi sisi medial dan lateral. Di akhir minggu ke-6, palatum
primer yang terbentuk dari penggabungan kedua prosesus nasal medial. Penggabungan ini
juga membentuk filtrum dan area maksila tempat empat gigi seri akan tumbuh.
Pada minggu ke-5 dan ke-6 kehamilan, prosesus maksilar juga akan tumbuh ke
arah medial. Pertemuan antara prosesus maksilar dengan prosesus nasal medial akan
membentuk bibir atas bagian atas dan anterior alveolar.

Struktur secondary plate terbentuk pada minggu ke-6 sampai ke-12. Struktur ini


merupakan gabungan dari kedua palatal shelves yang merupakan bagian dari prosesus
maksilar. Kedua palatal shelves ini bertemu di bagian medial di garis midline, di sisi
anterior dengan primary palate, dan di sisi superior dengan septum. Terbentuknya primary
palate dan secondary palate akan memisahkan antara rongga hidung dan rongga mulut.

Jika proses di atas terganggu, baik itu oleh faktor genetik maupun faktor eksternal,
maka kondisi sumbing akan terjadi. Celah pada bibir dan alveolus terbentuk pada minggu
ke-4 sampai ke-6, sedangkan celah pada palatum terbentuk pada minggu ke-6 sampai ke-
12. Luasnya celah yang terbentuk bergantung dari waktu, keparahan, dan jumlah
gangguan yang terjadi. Periode kritis terjadinya gangguan adalah sesaat sebelum
terbentuknya primary palate dan bagian tengah bibir karena pada saat ini proses nasal
lateral mengalami pertumbuhan mitosis yang cepat.

2.5 Asuhan Keperawatan Secara Teoritis.


a. Pengkajian:
1. Identitas klien : Meliputi nama, alamat, umur
2. Keluhan utama : Pasien dengan bibir sumbing mengeluh kesulitan dalam
menelan(menyusu) sehingga asupan nutrisi kurang dari kebutuhan

6
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Dahulu
Mengkaji riwayat kehamilan ibu, apakah ibu pernah mengalami
trauma pada kehamilan Trimester I. bagaimana pemenuhan nutrisi ibu saat
hamil, kecukupan asam folat, obat-obat yang pernah dikonsumsi oleh ibu dan
apakah ibu pernah stress saat hamil.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Mengkaji berat/panjang bayi saat lahir, pola pertumbuhan, pertambahan/
penurunan berat badan, riwayat otitis media dan infeksi saluran pernafasan
atas.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat kehamilan, riwayat keturunan.
4. Pemeriksaan Fisik:
a. Inspeksi kecacatan pada saat lahir untuk mengidentifikasi karakteristik
sumbing.
b. Kaji asupan cairan dan nutrisi bayi.
c. Kaji kemampuan hisap, menelan, bernafas.
d. Kaji tanda-tanda infeksi.
e. Palpasi dengan menggunakan jari.
f. Kaji tingkat nyeri pada bayi.
5. Pengkajian Keluarga
a. Observasi infeksi bayi dan keluarga.
b. Kaji harga diri/ mekanisme kuping dari anak/ orangtua.
c. Kaji reaksi orangtua terhadap operasi yang akan dilakukan.
d. Kaji kesiapan orangtua terhadap pemulangan dan kesanggupan
mengatur perawatan di rumah.
e. Kaji tingkat pengetahuan keluarga

7
b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa 1 :ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d refleks
menghisap pada anak tidak adekuat
Kriteria Hasil NOC Intervensi NIC
Pemantauan Nutrisi :
a. Nutritional status : nutrisi 1. Menimbang berat badan pasien.
adekuat 2. Kaji adanya alergi makanan
b. Weight control : berat badan 3. Yakinkan diet yang dimakan mengandung
sesuai usia tinggi serat untuk mencegah konstipasi
Setelah dilakukan tindakan selama 2x24 4. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan
jam, pasien menunjukkan keseimbangan makanan harian
nutrisi dibuktikan dengan indkator : 5. Monitor adanya BB dan gula darah
1. Albumin serum 6. Monitor lingkungan selama makan
2. Pre albumin serum 7. Monitor turgor kulit
3. Hematokrit 8. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
4. Hemoglobin selama jam makan
5. Jumlah limfosit 9. Monitor kekeringan, rambut kusam, total
protein, Hb, dan kadar Ht
10. Monitor mual muntah
11. Monitor intake nutrisi
12. Monitor pucat, kemerahan, dan kekerngan
jarngan konjungtiva
13. Atur posisi semifowler/fowler selama makan
14. Anjurkan banyak minum
15. Pertahankan terapi IV line
16. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien
17. Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan
suplemen makanan seperti NGT, sehingga
intake cairan yang adequat dapat
dipertahankan.

8
Diagnosa 2 : pra bedah : resiko aspirasi b.d terganggunya kemampuan untuk menelan

Kriteria hasil NOC Intervensi NIC


a. Pencegahan aspirasi 1. Monitor kemampuan menelan
b. Refleks menelan 2. Monitor status pulmonal
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3. Monitor kebutuhan pencernaan
selama 2x24 jam pasien tidak mengalami 4. Meminimalkan penggunaan sedative
aspirasi dengan kriteria : dan narcotic
1. Mengidentifikasi faktor risiko 5. Memposisikan tegak lurus 30 derajat
2. Memposisikan tubuh tegak lurus pada – 90 derajat
saat makan dan minum 6. Mengawasi saat makan atau
3. Menghindari faktor risiko mendampingi seperlunya
4. Memelihara oral hygine 7. Menjaga set suction tersedia
5. Memilih makanan sesuai dengan 8. Kolaborasikan dengan tim kesehata
kemampuan menelan lain untuk mendukung penyembuhan
6. Mengendalikan sekresi oral pasien
7. Mampu mengunyah 9. Menentukan kemampuan pasien
8. Penerimaan terhadap makanan untuk fokus pada pembelajaran
memakan dan menelan
10. Mendukung privasi pasien
11. Kolaborasi dengan terapi bicara untuk
mengajarkan ke keluarga pasien
tentang regimen latihan menelan
12. Menginstruksikan pasien agar tidak
berbicara saat makan
13. Menginstruksikan pasien untuk
membuka dan menutup mulut sebagai
manipulasi makan

9
Diagnosa 3 : post op : resiko infeksi b.d prosedur infasive

Kriteria hasil NOC Intervensi NIC

a. Pengendalian Resiko 1. Pertahankan teknik aseptif


b. Pengetahuan : Pengendalian infeksi 2. Batasi pengunjung bila perlu
c. Status Kekebalan 3. Cuci tangan setiap sebelum dan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan sesudah tindakan keperawatan
selama 2x24 jam pasien tidak mengalami 4. Gunakan baju, sarung tangan sebagai
infeksi dengan kriteria hasil : alat pelindung
1. Klien bebas dari tanda dan gejala 5. Ganti letak IV perifer dan dressing
infeksi sesuai dengan petunjuk umum
2. Meunjukkan kemampuan untuk 6. Tingkatkan intake nutrisi
mencegah timbulnya infeksi 7. Berikan terapi antibiotik
3. Jumlah leukosit dalam batas normal 8. Monitor tanda dan geajala infeksi
4. Menunjukkan perilaku hidup sehat sistemik dan lokal
5. Status imun, gastrointestinal, 9. Pertahankan teknik isolasi
genitourinaria dalam batas normal 10. Inspeksi kulit dan membran mukosa
terhadap kemerahan, panas dan
drainase
11. Monitor adanya luka
12. Dorong masukan cairan
13. Dorong istirahat
14. Ajarkan pasien dan keluarga tanda
dan gejala infeksi

10
2.6 Pengobatan

- Penderita dengan celah bibir dan langit-langit memerlukan perawatan yang ektensif
dan rutin. Perawatan dilakukan dalam 4 tahap yaitu sebelum pembedahan awal untuk
memperbaiki bentuk bibir, selama masa gigi geligi sulung, masa gigi geligi
bercampur, dan awal masa gigi geligi tetap.

- Untuk menangani masalah penelanan yaitu masuknya bahan makanan untuk


kepentingan pertumbuhan dan perkembangan, maka dibuatkanlah suatu obturator
yang disesuaikan dengan pertumbuhan tulang maksila untuk membantu fungsi
penelanan penderita dan diharapkan penderita akan mendapatkan bentuk palatum
yang seperti normal agar lidah terbiasa pada posisi fisiologis.

- Pembedahan melibatkan beberapa prosedur primer dan sekunder. Prosedur


pembedahan dan waktu pelaksanaannya bervariasi, tergantung pada tingkat
keparahan. Penutupan bibir awal dilakuakn selama beberapa bulan pertama lalu
dianjurkan dengan perbaikan langitan. Tujuannya adalah untuk mendapatkan
penampilan yang lebih baik, mengurangi insiden penyakit saluran pernapasan.
Prosedur perbaikan sekunder jaringan lunak dan prosedur ortognatik dapat dilakukan
untuk meningkatkan fungsi dan tampilan estetik.

- Pemeriksaan Diagnostik

a. Foto Rontgen
Untuk memeriksa kelainan pada rongga mulut.
b. MRI untuk evaluasi abnormal
Untuk melihat kelainan – kelainan pada rongga mulut
c. Pemeriksaan Darah
d. Pemeriksaan USG
Sumbing bbir lebih mudah di diagnosis melalui ultrasond kehamilan.
Diagnosis dapat dibuat pada awal kehamilan 18 minggu. Prenatal
diagnosis memberikan orangtua dan tim medis keuntungan dari
perencanaan lanjutan untuk perawatan bayi. (Belajar ilmu bedah.2010)

11
2.7 Komplikasi

Terdapat komplikasi lain yang mungkin terkait dengan celah bibir dan celah langit-
langit, termasuk yang berikut :

 Kesulitan makan terjadi lebih banyak dengan kelainan langit-langit celah. Bayi
mungkin tidak dapat mengisap dengan baik karena langit-langit mulut tidak terbentuk
sepenuhnya.
 Infeksi telinga sering disebabkan oleh disfungsi tuba yang menghubungkan telinga
tengah dan tenggorokan. Infeksi berulang dapat menyebabkan gangguan pendengaran.
 Karena pembukaan atap mulut dan bibir, fungsi otot dapat menurun, yang dapat
menyebabkan keterlambatan bicara atau bicara abnormal.
 Sebagai akibat dari ketidaknormalan, gigi mungkin tidak tumbuh secara normal dan
perawatan ortodontik biasanya diperlukan.
 Obstruksi jalan nafas
Pasca bedah, obstruksi jalan nafas adalah komplikasi yang paling penting dalam
periode pasca operasi langsung. Situasi ini biasanya hasil dari prolaps dari lidah ke
oropharynx sementara pasien tetap dibius dari anasthesi. Intraoperative penempatan
lidah tarikan jahitan membantu dalam pengelolaan situasi ini. Obstruksi jalan napas
juga dapat menjadi masalah berkepanjangan karena perubahan pada saluran nafas
dinamika, terutama pada anak – anak dengan rahang kecil.
 Perdarahan
Intraoperative perdarahan adalah komplikasi yang potensial. Karena perlu nya suplai
darah ke langit – langit, yang memerlukan transfusi darah yang signifikan dapat
terjadi. Ini dapat berbahaya pada bayi, dalam total volume darah yang rendah.
Sebelum operasi penilaian tingkat Hb dan platelet adalah perlu.
 Palatal fistula
Luka dehiscnece ( palatal fistula) dapat terjadi sebagai komplikasi dalam periode
pasca operasi langsung, atau dapat memjadi masalah yang tertunda.
Insiden ini telah dilaporkan setinggi 34% dan tingkat keparahan sumbing telah terbukti
berkolerasi dengan risiko terjadinya fistula.
 Asimetri wajah. Jika celah melebar ke dasar hidung “ alar cartilago ” dan kurangnya
penyangga pada dasar alar pada sisi celah menyebabkan asimetris wajah.
 Perubahan harga diri dan citra tubuh. Adanya celah pada bibir dan palatum serta
terjadinya asimetri wajah menyebabkan perubahan harga diri dan citra tubuh.

12
BAB III
Asuhan Keperawatan pasien dengan Cleft Lip and Palate
Ny.N datang ke rumah sakit dengan anaknya yang bernama By.Y yang berusia 7 bulan
dengan keluhan bibir sumbing sejak lahir yang menyebabkan keluar ASI dan makanan
dari hidung. Pasien terlihat terbelah pada bagian bibir sebelah kiri. Saat di lakukan
pemeriksaan teraba ada celah ( terbukanya langit-langit ) palato lunak dan keras.
3.1 Pengkajian

1. Identitas pasien

a. Nama : By.Y

b. Usia : 7 bulan

c. Jenis kelamin : laki - laki

d. Alamat : Jakarta

2. Keluhan utama

Ny.N mengatakan By.Y keluar ASI dan makanan dari hidung

3. Riwayat penyakit sekarang

By.Y hidung sisi kiri tampak sedikit lebar di bandingkan hidung sisi kanan

Hidung kiri tampak lebih datar di bandingkan hidung kanan

Tampak celah pada bibir meluas hingga ke bawah nasal sill.

4. Riwayat Penyakit Dahulu

Ny.N mengatakan bahwa Bayi.Y Tidak tersedak saat makan

5. Riwayat penyakit keluarga

Tidak ada kelainan bibir sumbing dari keluarga

6. Riwayat gaya hidup

Data tidak ditemukan

13
7. Pemeriksaan Fisik
(Breathing) : Normal
B2 (Blood) : Normal
B3 (Brain) : Normal
B4 (Bladder) : Normal
B5 (Bowel) : susah menelan dan menyusui
B6 (Bone) : normal

Analisa Data

No. Data Fokus pathway Masalah Keperawatan

1. DS : Gangguan pertumbuhan janin di Ketidakseimbangan


dalam kandungan pada bulan ke nutrisi : kurang dari
1. Ny.N mengatakan
dua atau ketiga kehamilan kebutuhan
anaknya By.Y
susah untuk 
menelan dan
Kegagalan perkembangan
menyusu
jaringan lunak dan tulang
2. Berkurangnya

nafsu makan

DO : Kegagalan penyatuan prosesus


nasal medial dan maxilaris
1. Terdapat belahan
pada bibir 

2. Anak terlihat kurus Celah kecil s/d kelainan hebat


pada wajah

Celah pada bibir

Labioskisis / sumbing

14

Gangguan menelan

Berkurangnya nafsu makan

Intake makanan tidak adekuat

Nutrisi kurang dari kebutuhan

2. DS : Kegagalan perkembangan Resiko Aspirasi


jaringan lunak atau tulang pada
Susah menelan dan
trimester 1
menyusu

DO :
Kegagalan penyatuan susunan
1. Terdapat celah
palato
(terbukanya langit-
langit) 

2. Palato lunak dan Terdapat celak pada tekak, palato


keras lunak dan keras

Palatoskisis

Gangguan menelan

Resiko aspirasi

3. DS : Kegagalan perkembangan Resiko infeksi

15
jaringan lunak dan tulang

Susah menelan dan 


menyusu
Kegagalan penyatuan prosesus
DO : nasal medial dan maxilaris serta
kegagalan penyatuan susunan
1. Terdapat belahan
palato
pada bibir

2. Ada celah pada 

tekak (terbukanya Labioskisis dan palatoskisis


langit – langit)

3. Palato lunak dan
keras Pembedahan

Perawatan luka pembedahan tidak


baik

Resiko infeksi

16
1. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Pra Operasi:
1. Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan
menelan/ kesukaran dalam makan sekunder akibat kecacatan dan pembedahan.
2. Harga Diri Rendah berhubungan dengan kondisi anak terlahir cacat.
3. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan teknik pemberian makan dan
perawatan di rumah.
4. Resiko tinggi terjadi aspirasi berhubungan dengan ketidakmampuan
mengeluarkan sekresi sekunder
Diagnosa Pasca Operasi:
1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan terpaparnya lingkungan dan
prosedur invasif yang di tandai dengan adanya luka operasi tertutup kasa.

2. Intervensi dan Rasional

Diagnosa Keperawatan Pra Operasi:

1. Nutrisi Kurang dari kebutuhan atau tidak efektif dalam meneteki ASI berhubungan
dengan ketidakmampuan menelan/ kesukaran dalam makan sekunder akibat kecacatan
dan pembedahan.
Tujuan: Setelah mendapatkan tindakan keperawatan diharapkan perubahan nutrisi dapat
teratasi
Kriteria Hasil:
 tidak pucat
 turgor kulit membaik
 kulit lembab, perut tidak kembung
 bayi menunjukan penambahan berat badan yang tepat.

Intervensi Rasional
1. Bantu ibu dalam menyusui, bila ini adalah 1. Membantu ibu dalam memberikan Asi
keinginan ibu. Posisikan dan stabilkan dan posisi puting yang stabil membentuk
puting susu dengan baik di dalam rongga kerja lidah dalam pemerasan susu.
mulut. 2. Karena pengisapan di perlukan untuk
2. Bantu menstimulasi refleks ejeksi Asi menstimulasi susu yang pada awalnya
secara manual / dengan pompa payudara

17
sebelum menyusui mungkin tidak ada
3. Gunakan alat makan khusus, bila 3. Membantu kesulitan makan bayi,
menggunakan alat tanpa puting. (dot, spuit mempermudah menelan da mencegah
asepto) letakan formula di belakang lidah aspirasi
4. Melatih ibu untuk memberikan Asi yang 4. Mempermudah dalam pemberian Asi
baik bagi bayinya 5. Untuk mencegah terjadinya
5. Menganjurkan ibu untuk tetap menjaga mikroorganisme yang masuk
kebersihan, apabila di pulangkan 6. mendapatkan nutrisi yang seimbang
6. kolborasi dengan ahli gizi.

2. Harga Diri Rendah berhubungan dengan kondisi anak terlahir cacat.


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan orang tua tidak malu lagi.
Kriteria Hasil:
 Rasa malu hilang
 Lebih menyayangi anaknya
 Menjaga kesehatan anaknya

Intervensi Rasional

1. Berikan kesempatan untuk 1. Mendorong koping keluarga


mengekspresikan perasaan 2. Meredam sikap sensitif orangtua terhadap
2. tunjukan sikap penerimaan terhadap bayi sikap sensitif orang lain
dan keluarga 3. Mendorong penerimaan terhadap bayi
3. tunjukan dengan perilaku bahwa anak 4. Untuk mendorong adanya pengharapan
adalah manusia yang berharga 5. Membantu orangtua mendiskusikan
4. gambarkan hasil perbaikan bedah terhadap kekhawatirannya, berbagi pengalaman
defek,gunakan foto hasil yang memuaskan swehingga timbulnya sifat menerima
5. anjurkan pertemuan dengan orang tua lain terhadap bayi
yang mempunyai pengalaman serupa dan 6. Untuk mencegah terjadinya defek pada
dapat menghadapinya dengan baik. bayi
6. menganjurkan orangtua untuk selalu
menjaga kesehatan bayinya

18
3. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan teknik pemberian makan dan perawatan di
rumah.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat pengetahuan orang
tua bertambah.
Kriteria Hasil:
Orang tua mengetahui tentang penyakit yang diderita anak
Orang tua mengetahui bagaimana cara perawatan anak mulai dari cara pemberian
makan, cara pembersihan mulut setelah makan.

Intervensi Rasional

1. Jelaskan prosedur operasi sebelum dan 1. Agar orang tua mengetahui prosedur
sesudah operasi operasi dan menyetujui operasi yang
2. Jelaskan dan demonstrasikan kepada dilakukan pada anaknya.
keluarga cara perawatan, pemberian 2. Agar pengetahuan ibu bertambah tentang
makanan dengan alat, cara mencegah cara perawatan anak pada bibir sumbing.
infeksi, cara mencegah aspirasi, cara
pengaturan posisi, dan cara membersihkan
mulut setelah makan.

4. Resiko tinggi terjadi aspirasi berhubungan dengan ketidakmampuan mengeluarkan


sekresi sekunder.
Tujuan: Setelah mendapatkan tindakan keperawatan di harapkan tidak terjadi aspirasi
Kriteria Hasil:
 Kepatenan jalan nafas
 Kepatenan saluran cerna

19
Intervensi Rasional

1. Atur posisi kepala dengan mengangkat a. Agar minuman atau makanan yang masuk
kepala waktu minum atau makan dan tidak masuk ke saluran hidungdan anak
gunakan dot yang panjang. tidak tersedak.
2. Gunakan palatum buatan (bila perlu) b. Agar memudahkan anak untuk menete
3. Lakukan penepukan punggung setelah ASI.
pemberian makanan c. Agar anak tidak tersedak.
4. Monitor status pernafasan selama d. Memantau status pernapasan selama
pemberian makan seperti prequensi nafas, makan agar terlihat kemampuan makan
irama, serta tanda-tanda adanya aspirasi. bayi.

Diagnosa Pasca Operasi:

1. Resti infeksi berhubungan dengan terpaparnya lingkungan dan prosedur invasi yang di
tandai dengan adanya luka operasi tertutup kasa.
Tujuan: Setelah melakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi infeksi.
Kriteria Hasil:
 Luka terjaga kesterilan.
 Tidak ada luka tambahan

Intervensi Rasional

1. Atur posisi miring ke kanan serta kepala 1. Agar memudahkan masuknya makanan
agak ditinggikan pada saat makan atau minuman.
2. Lakukan monitor tanda adanya infeksi 2. Agar cepat terdeteksi apabila ada infeksi
seperti bau, keadaan luka, keutuhan jahitan, dengan mengenali tanda-tanda infeksi.
3. Lakukan monitor adanya pendarahan dan 3. Agar memantau adanya komplikasi atau
edema tidak.
4. Lakukan perawatan luka pascaoperasi 4. Agar luka tetap terjaga kebersihannya
dengan aseptic dan terhindar dari infeksi.
5. Hindari gosok gigi kurang lebih 1-2 5. Agar tidak terjadi pendarahan atau jaitan
minggu lukanya bisa putus.

20
BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan Cleft Lip and Palate adalah sebuah kondisi defek pada anak-anak yang
mengakibatkan belahan pada palatum dan bibir. Selama ini faktor genetik dicurigai menjadi
faktor penyebab kuat dari cleft lip and palate, namun beberapa studi terkini menunjukkan
bahwa faktor lingkungan dan gaya hidup dari ibu dapat berkontribusi mengakibatkan kondisi
ini pada bayi. Belahan pada kondisi ini diakibatkan tidak terbentuknya jaringan ikat yang
menutup palatum atau membentuk bibir pada masa gestasi. Apabila cleft lip and palate tidak
diatasi, kondisi ini dapat mengakibatkan gangguan makan, gangguan berbicara, gangguan
pernapasan, dll.

Kondisi ini dapat didiagnosis kini pada masa kehamilan, dan penatalaksanaan dengan
tindakan operasi dan terapi pra dan pasca operasi agar melatih fisiologis mulut dan gigi anak
dengan normal. Pencegahan dapat dilakukan dengan memperhatikan asupan nutrisi dan gaya
hidup dari ibu maupun konsultasi kehamilan untuk memeriksakan kemungkinan anak
mengalami cleft lip and palate. Saran Diperlukan sebuah penelitian yang lebih lanjut untuk
mengembangkan diagnosis yang semakin mutakhir dan dapat melakukan skrining dini pada
masa kehamilan. Diperlukan juga sebuah tindakan penanganan cleft lip and palate yang
bersifat non-operatif atau terapi penunjang yang lebih efektif pra maupun pasca operasi

21
DAFTAR PUSTAKA

Correa A, Gilboa SM, Besser LM, Botto LD, Moore CA, Hobbs CA, Cleves MA, Riehle-
Colarusso TJ, Waller DK, Reece EA. Diabetes mellitus and birth defects. American Journal
of Obstetrics and Gynecology 2008;199:237.e1-9.

Honein MA, Rasmussen SA, Reefhuis J, Romitti P, Lammer EJ, Sun L, Correa A. Maternal
smoking, environmental tobacco smoke, and the risk of oral clefts. Epidemiology
2007;18:226–33.

Ngastiah. 2005. Perawatan Anak Sakit . Jakarta : EGC.

Sodikin. 2011. Keperawatan Anak Gangguan Pencernaan. Jakarta : EGC

Sjamsudin E, Maifara D. Epidemiology and characteristics of cleft lip and palate and the
influence of consanguinity and socioeconomic in West Java, Indonesia: a five-year
retrospective study. International Journal of Oral and Maxillofacial Surgery. 2017 Mar
1;46:69.

Tolarova MM et al. Pediatric Cleft Lip and Palate. Medscape; 2018

https://www.klikdokter.com/penyakit/masalah-gigi-dan-mulut/bibir-sumbing

rsp.unand.ac.id/artikel/cleft-lip-and-palate-celah-bibir-dan-langit-langit

https://www.alomedika.com/penyakit/bedah-plastik/sumbing/patofisiologi

22
23

Anda mungkin juga menyukai