Anda di halaman 1dari 20

PROBLEM BASED LEARNING

CLEFT LIP AND PALATE (CLP)

Oleh:

Birgitta Vania Rarasanti 011723143209

Pandu Satriya Adi 011723143210

Jessica Leoni 011723143211

Theophilus Tan Zhu En 011723143214

Ahmad Naqib 011723143215

Izzan Khalidah 011723143216

Akhbar Ghaus A. 011613143038

Pembimbing:
Indri Lakhsmi Putri, dr., SpBP-RE(KKF)

DEPARTEMEN/SMF ILMU BEDAH PLASTIK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
RSUD DR. SOETOMO
2019
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Cleft Lip and Cleft Palate atau Orofacial Cleft, yang biasa dikenal dengan
bibir sumbing ada suatu kondisi defek lahir dimana terbentuknya pembukaan atau
belahan yang tidak wajar pada bibir atau palatum. Terdapat tiga jenis utama defek,
yaitu cleft lip (CL) dimana terjadi belahan hanya pada bibir, cleft palate (CP)
dimana terjadi belahan pada daerah palatum, dan cleft lip palate (CLP), dimana
belahan terjadi menyeluruh dari palatum sampai bibir (Tolarova, 2018). Anak-
anak dengan bibir sumbing dengan atau tanpa langit-langit mulut sumbing atau
langit-langit mulut sumbing sering memiliki masalah dengan makan dan berbicara
dengan jelas dan dapat memiliki infeksi telinga. Mereka juga mungkin memiliki
masalah pendengaran dan masalah dengan gigi mereka.
Berdasarkan data CDC di Amerika Serikat pada tahun 2004 hingga 2006
mengatakan bahwa kasus cleft palate mengenai 2,650 bayi baru lahir dan cleft lip
dan cleft lip palate mengenai kira-kira 4,440 bayi baru lahir. Sebuah penelitian di
Bandung menunjukkan dari 1596 pasien, ditemukan 50.53% pasien dengan cleft
lip and palate, 25.05% cleft palate, dan 24.42% cleft lip, dimana 20.08% dari
keseluruhan pasien memiliki riwayat keluarga dengan CLP. Di Indonesia, bibir
sumbing merupakan salah satu jenis cacat bawaan dengan persentase pada balita
sampai usia 25 tahun sebesar 0,08% (Depkes, 2015).
Sampai saat ini, cleft lip dan cleft palate belum diketahui penyebabnya atau
bersifat idiopatik (Tolarova, 2018). Cleft lip dan cleft palate dicurigai akibat
mutasi pada gen pembentuk rongga mulut dan bibir pada bayi ketika masa
kandungan umur 4 bulan. Mutasi ini menyebabkan gagalnya penyatuan jaringan
yang membentuk palatum dan bibir atas, yang akhirnya membentuk belahan yang
terlihat jelas pada rongga mulut. Beberapa penelitian terbaru juga mencurigai diet,
pemakaian obat-obatan, dan kebiasaan merokok pada ibu sebagai faktor risiko
terjadinya cleft lip dan cleft palate (Margulis 2012).
Cleft lip and cleft palate dapat mengakibatkan beberapa gangguan seperti
gangguan makan, gangguan berbicara, iritasi telinga, dan gangguan gigi dan
mulut (Mossey et al, 2009). Oleh karena itu, penting bagi tenaga kesehatan untuk

1
memahami diagnosis hingga pemberian tatalaksana bagi pasien dengan cleft lip
dan cleft palate.

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1. Apa definisi dari Cleft Lip and Palate?
1.2.2. Apa etiologi dari Cleft Lip and Palate?
1.2.3. Bagaimana patofisiologi, dan klasifikasi Cleft Lip and Palate?
1.2.4. Bagaimana pemeriksaan penunjang, tatalaksana dan komplikasi
Cleft Lip and Palate?

1.3. Tujuan
1.3.1. Untuk mengetahui definisi dari Cleft Lip and Palate?
1.3.2. Untuk mengetahui etiologi dari Cleft Lip and Palate?
1.3.3. Untuk mengetahui patofisiologi, dan klasifikasi Cleft Lip and
Palate?
1.3.4. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang, tatalaksana dan
komplikasi Cleft Lip and Palate?

1.4. Manfaat
1.4.1. Mengetahui definisi dari Cleft Lip and Palate.
1.4.2. Mengetahui etiologi dari Cleft Lip and Palate.
1.4.3. Mengetahui patofisiologi, dan klasifikasi Cleft Lip and Palate.
1.4.4. Mengetahui pemeriksaan penunjang, tatalaksana dan komplikasi
Cleft Lip and Palate.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Celah bibir dan langit-langit (cleft lip and palate) adalah suatu cacat celah
yang mengenai bibir, alveolus, dan langit-langit, baik sendiri maupun bersama-
sama. Celah terjadi karena tidak bergabungnya ektoderm prominentia nasalis
dengan prominentia maxillaris, serta tidak masuknya masenchym dari lateral
(neural tube). Kadang disertai distorsi hidung pada sisi ipsilateral dan dapat
menimbulkan beberapa gangguan seperti bicara, minum, penrfasan, pendengaran,
gigi dan rahang. Cleft lip and palate (CLP) disebut juga dengan cheilo gnatho
palato schizis.

2.2 Etiologi
Kelainan ini merupakan kegagalan fusi dari prominetia pada masa embrio
yang penyebabnya belum diketahui secara pasti. CLP terjadi secara multifaktorial.
Beberapa hal yang diduga memiliki peranan besar dalam CLP yaitu mutasi gen
dan kelainan kromosom. Faktor lain yang juga dapat mempengaruhi antara lain:
a) Kehamilan dengan usia ibu > 40 tahun
b) Infeksi pada kehamilan trimester 1 (TORCH)
c) Defisiensi asam folat dan vitamin B
d) Defisiensi Zinc
e) Radiasi
f) Kortison
g) Obat antiepilepsi: Feniotin
h) Obat antikanker: Thalidomide

2.3 Patofisiologi
Menurut Petterson, perkembangan embriologi hidung, bibir dan langit-
langit terjadi antara minggu ke-5 hingga ke-10. Pada minggu ke-5, tumbuh dua
penonjolan dengan cepat yaitu prosesus nasalis lateral dan medial. Penonjolan
maksila secara bersamaan akan mendekati prosesus nasalis lateral dan medial
tetapi tetap akan terpisah dengan batas groove yang jelas. Selama dua minggu

3
selanjutnya prosesus maksilaris akan meneruskan pertumbuhannya ke arah tengah
dan menekan prosesus nasalis medial ke arah midline. Kedua penonjolan ini akan
bersatu dengan prosesus maksilaris dan terbentuklah bibir. Gagalnya penyatuan
prosesus nasalis medial dan prosesus maksilaris menimbulkan celah bibir, bisa
pada satu sisi (unilateral), ataupun pada kedua sisi (bilateral).
Dari prosesus maksilaris akan tumbuh dua shelf like yang disebut palatine
shelves. Palatine shelves akan terbentuk pada minggu ke-6. Kemudian pada
minggu ke-7, palatine shelves akan naik ke posisi horizontal di atas lidah dan
berfusi satu sama lain membentuk palatum sekunder dan di bagian anterior
penyatuan dua shelf ini dengan triangular palatum primer, terbentuklah foramen
insisivus. Penggabungan kedua palatine shelf dan penggabungan dengan palatum
primer terjadi antara minggu ke-7 sampai minggu ke-10.
Celah pada palatum primer dapat terjadi karena kegagalan mesoderm
untuk berpenetrasi ke dalam groove diantara prosesus nasalis media sehingga
proses penggabungan keduanya tidak terjadi. Sedangkan celah pada palatum
sekunder diakibatkan karena kegagalan palatine shelf untuk berfusi satu sama
lain. Berbagai hipotesis dikemukakan untuk menjelaskan kegagalan proses
penyatuan. Pada embrio normal, epitel diantara prosesus nasalis medial dan lateral
dipenetrasikan oleh mesenkim dan akan menghasilkan fusi diantara keduanya.
Jika penetrasi tidak terjadi maka epitel akan terpisah dan membentuk celah.
Defek yang muncul dapat bervariasi tingkat keparahannya. Apabila faktor
etiologi dari pembentukan celah terjadi pada akhir perkembangan, efeknya
mungkin ringan. Namun, jika faktor etiologi muncul pada tahap awal
perkembangan, celah yang terjadi bisa lebih parah. Patofisiologi molekuler pada
celah bibir dan langit-langit secara garis besar terjadi melalui tahap-tahap tertentu,
yaitu :
a. Defek pembentukan sel-sel neural crest
b. Defek proliferasi sel-sel neural crest
c. Defek diferensiasi sel-sel neural cret
d. Defek matriks ekstraseluler.

4
2.4 Klasifikasi
Veau mengklasifikasikan kelainan ini menjadi 4 grup, yaitu (Chigurupati
dkk., 2010) :
● Grup 1 : cleft pada soft palate;
● Grup 2 : cleft pada hard dan soft palate hingga incisive foramen
● Grup 3 : complete unilateral cleft lip and palate
● Grup 4 : complete bilateral cleft lip and palate
Saat ini klasifiksi oleh Veau sudah jarang digunakan, yang sering
digunakan adalah klasifikasi oleh Kernahan dan Stark yang dapat digambarkan
sesuai skema berikut:

Keterangan : 1: Right lip; 2: Right alveolus; 3: Right premaxilla; 4: Left lip; 5:


Left alveolus; 6: Left premaxilla; 7: Hard palate; 8: Soft palate; 9: Submucous
cleft.
Gambar 1. Klasifikasi Cleft Lip/Palate oleh Kernahan (Bram dkk., 2017)

5
Klasifikasi yang juga cukup sering digunakan yaitu oleh Berkowitz,
dimana dibagi menjadi 4 grup (Chigurupati dkk., 2010) :
1. Clefts of lip and alveolus
2. Clefts of primary (including lip) and secondary palate
3. Clefts of secondary palate only
4. Submucous cleft.
Otto – Kriens memperkenalkan cara penulisan lokasi cleft lip and palate
yang sederhana dan dapat menjelaskan setiap lokasi celah pada bibir, alveolar,
hard palate, soft palate, serta apakah kelainan tersebut komplit, inkomplit,
mikroform, unilateral, atau bilateral. Bibir disingkat sebagai L (lips), gusi
disingkat sebagai A (alveolar), langit-langit dibagi menjadi dua bagian yaitu H
(hard palate) dan S (soft palate). Bila normal (tidak ada celah), maka kode huruf
ditulis strip (-); bila terdapat celah komplit, artinya celah sampai dasar hidung
(nasal floor) ditulis dengan huruf besar; bila terdapat celah inkomplit ditulis
dengan huruf kecil; dan bila terdapat kelainan mikroform ditulis dengan huruf
kecil disertai tanda kurung (Marzoeki dkk., 2002).

Gambar 2. Kode Lokasi Celah : Sistem LAHSHAL oleh Otto-Kriens


Contoh :
1.  CLP/L-----L
Cleft lip and palate. Lokasi celah berada di bibir kanan dan kiri, celah
komplit

6
2. CLP/---SHAL.
Cleft Lip and Palate dengan lokasi celah komplit pada soft palate, hard
palate, alveolus dan bibir bagian kiri.
3. CLP/L------
Cleft lip and palate celah bibir sebelah kanan inkomplit

2.5 Pemeriksaan Penunjang


Pada deteksi awal, yaitu deteksi prenatal yang tepat sangat penting untuk
mengetahui jenis dan eksistensi dari cleft yang berhubungan dengan outcome
secara anatomi dan abnormalitas kromosom. Pemeriksaan yang dapat dilakukan
yaitu pemeriksaan ultrasonografi. Transabdominal ultrasonography (TA-US)
untuk screening orofacial cleft dilakukan pada trimester dua kehamilan dan
menjadi opsi pilihan pertama untuk screening. Transabdominal ultrasonography
menjadi pilihan dikarenakan tidak menimbulkan radiasi yang berbahaya bagi bayi
dan pengaplikasiannya yang mudah. Selain TA-US, terdapat Ultrasonography 3
Dimensi (3-D US) seperti Ultrasonography surface rendered oro palatal (SROP)
yang merupakan gambaran hasil rekonstruksi 3 dimensi dari regio perioral fetal.
SROP dapat digunakan untuk mengevaluasi superior lip, alveolar ridge, dan
palate sekunder dalam satu kali pemeriksaan scan. SROP ini digunakan untuk
managemen cleft lip dengan atau tanpa cleft palate, uni atau bilateral yang telah
dapat didiagnosis pada umur kehamilan 22-28 minggu (Levaillant, 2016). Namun
kekurangan dari 3-D US yaitu membutuhkan waktu lebih lama dalam
pemeriksaan sehingga lebih jarang digunakan, oleh karena itu 2 Dimensi
Ultrasonografi lebih sering menjadi pilihan untuk sarana penunjang dengan
menggunakan power Doppler (aplikasi warna) untuk meningkatkan akurasi.
Ultrasonografi konvensional yang berwarna abu-abu dapat melewati adanya cleft
palate saat pemeriksaan karena bayangan dari bony alveolar ridge yang menutupi
kecacatan pada palate. Penggunaan aplikasi warna atau power Doppler pada
potongan sagital dapat memperbaiki keakuratan diagnostik dengan mendeteksi
aliran lambat cairan amniotik diantara ruang buccal dan nasal fossa selama
bernafas atau menelan (Lee, 2017)

7
Magnetic Resonance Imaging (MRI) juga dapat menjadi pilihan
pemeriksaan penunjang, namun hal ini tidak rutin dilakukan dan dilakukan juga
pada pemeriksaan secara ultrasound terlalu sulit. Pemeriksaan MRI biasanya
dilakukan pada umur gestasi 29-30 minggu.

2.6 Tatalaksana
Cleft lip tanpa cleft palate memiliki prognosis yang lebih baik dibanding
cleft lip yang desertai cleft palate. Menurut Lee pada tahun 2017, Cleft lip yang
disertai cleft palate menimbulkan morbiditas yang lebih besar dan memerlukan
perbaikan yang lebih karena banyaknya tindakan operasi yang harus dilakukan.
Individu yang terlahir dengan CLP membutuhkan penanganan
multidisilpin dan kordinasi dari para ahli untuk mengoptimalkan terapi. Kondisi
iddealnya dibentuk tim multidisiplin untuk menanganinya yang terdiri dari
spesialis bedah plastik, audiologist, geneticist, perawat, ahli gizi, bedah mulut,
orthodontist, otolaryngologist, spesialis bedah anak, spesialis anak, psikiater,
speech patologist, dan pekerja sosial (Thorne et al, 2007).
Tahapan tata laksana CLP dapat dilakukan sebagai berikut (Nickel et al,
2000):
Usia Operasi/Tindakan Keterangan
Prenatal Radiologis, diagnosis dan Dilakukan oleh
konseling Multidisiplin
Baru lahir Penilaian makan, penilaian Dilakukan oleh
keadaan medis, dan genetik Multidisiplin
0-3 bulan Ortodonti pre bedah Ortodontist, Bedah Plastik
3 bulan Perbaikan sumbing dam Rule of ten oleh Bedah
rinoplasti tip, dengan atau Plastik
gingivoperiostoplasti
6-19 Perbaikan sumbing palatum Dikerjakan sebelum anak
bulan dan bilateral miringotomi mulai bicara oleh Bedah
Plastik
Pemasangan tube Tergantung infeksi telinga,
penyamaan tekanan gromet tube dapat dipasang
(gromet tube) saat perbaikan bibir atau
palatum

8
4-6 tahun Perbaikan fungsi palatum Biasanya terbent
uk jaringan parut. Sehingga
untuk meningkatakan
kemampuan berbicara
anak. Hingga 20 % anak
Revisi bibir, perbaikan dengan sumbing palatum
minor nostril membutuhkan tambahan
operasi
Dapat dilakukan pada
waktu bersamaan
7-8 Alveolar Bone Grafting Dilakukan ketika gigi
tahuun (ABG) untuk perbaikan hard kaninus mulai erupsi, dapat
palate anterior dilakukan secara sukses
pada anak lebih tua (10-12
tahun)
>17-18 Osetotomi Le Fort I: operasi Biasanya maksila tidak
tahun rahang atas tumbuh normal pada anak
(dilakuka dengan sumbing palatum
n setelah dan membutuhkkan untuk
pubertas, dipotong dan di reposisi
dimana untuk memperbaiki
skletal Rinoplasti hubungan antara rahang
telah atas dan bawah.
matur) Mencakup cartilage graft,
reposisi tulang, dan
perbaikan septum deviasi.

9
Diperlukan tata laksana multidisiplin, yaitu:
- Pembuatan dan pemasangan obturator atau Nasoalveolar Molding (NAM)
oleh dokter gigi spesialis orthodonti
- Tindakan pembedahan oleh spesialis bedah plastik dengan rule of ten.
Bibir direkonstruksi usia ≥ 10 minggu, berat minimal
10 lb (5 kg), dan hemoglobin ≥ 10 g/dl
- Speech theraphy
- Libatkan dokter spesialis anak, dokter gigi hingga psikiater untuk
mengevaluasi perkembangan psikologi anak
Palatum umumnya diperbaiki enam bulan setelah operasi bibir, yakni
antara usia 9-18 bulan. Namun, pada keadaan tertentu, bibir dan palatum dapat
diperbaiki bersamaan. Jika operasi palatum terhambat dikerjakan, maka pasien
akan mengalami gangguan fungsi bicara, yakni bicara menjadi sengau. Bersamaan
dengan operasi palatum, dapat pula dilakukan operasi myringotomi atau
pemasangan gromet tube oleh dokter spesialis telinga hidung dan tenggorok.
Meskipun prosedur operasi cleft lip and palate repair sudah disesuaikan
dengan populasi pasien, diperlukan pula pemahaman mengenai abnormalitas
anatomi yang terjadi pada individu. Operasi cleft lip and palate repair adalah
suatu operasi yang artistic, memiliki beberapa teknik fleksibel karena adanya
perbedaan anatomi pada setiap individu.
Kesuksesan operasi cleft lip and palate repair dapat dievaluasi setelah
beberapa tahun dan tidak dapat dievaluasi secara utuh sebelum seorang individu
dapat berbicara serta matangnya pertumbuhan wajah. Sehingga diperlukan
evaluasi multidisiplin dan perawatan standar pasca operasi untuk memperoleh
hasil yang maksikmal dan meminimalisir potensi komplikasi.

2.7 Komplikasi
a. Kesulitan makan
Kemampuan bayi untuk menghisap dipengaruhi oleh dua faktor utama,
yakni kemampuan bibir luar melakukan gerakan menghisap dan kemampuan
palatum untuk menciptakan tekanan di dalam mulut sehingga makanan dapat
masuk ke d alam dengan baik. Pada anak dengan sumbing palatum dengan

10
atau tanpa sumbing bibir menjadi sulit krena sulitnya menghisap dengan baik
dan membutuhkan usaha yang lebih besar. Sebenarnya kebanyakan anak
sumbing lahir sehat, namun kesulitan makan dapat membuat pertumbuhan dan
kesehatannya rentan terganggu.
Ajarkan ibu cara menyusui yang benar, yaitu:
o Angkat kepala bayi sekitar 450 ketika menyusui untuk mencegah
tersedak.
o Dua puluh menit sebelum menyusui sebaiknya dilakukan pemijatan
pelan pada payudara dan kompres dengan air hangat.
o Selama menyusui ibu dapat membantu dengan menekan areola dengan
jempol dan jari tengah dan telunjuk memastikan bibir bawah
menempel dengan baik akan membantu bayi menghisap.
Dapat juga dibantu dengan dot khusus yaitu haberman feeder, atau
dengan dot biasa yang ujungnya dilebarkan. Namun, sedapat mungkin
menggunakan payudara ibu.
Terdapat pula alat bantu yang merupakan alat gigi bernama obturator
atau Nasoalveolar molding (NAM) untuk menutup celah palatum sehingga
bayi dapat menghisap susu dengan energi yang minimal. Edukasi Ibu agar
tidak panik apabila makanan aatau susu keluar dari hidung, karena keberadaan
sumbing di palatum menghubungkan mulut dengan rongga di hidung.
b. Infeksi telinga tengah dan gangguan pendengaran
Celah palatum mengganggu fungsi otot yang menggerakkan peristaltik
tuba eustachius, sehingga ekskresi telinga tengah tidak bisa dievakuasi ke
faring, menyebabkan tertimbunnya cairan dan mudah terjadi infeksi
c. Gangguan pertumbuhan gigi dan rahang
d. Gangguan bicara
Umumnya suara akan terdengar sengau dan menjadi sulit dimengerti
karena ketidakmampuan memproduksi bunyi konsonan tertentu.
e. Gangguan pertumbuhan maksila
Dapat ditemukan maloklusi kelas 3 (cakil/cameh).
f. Gangguan psikologis

11
BAB III
PEMBAHASAN

Kasus
A baby 1 month old brought to you by the parents with a cleft in her lip and
palate. The cleft is on the left side on her lip. What will you do?
Seorang bayi berusia 1 bulan dibawa oleh orang tuanya ke tempat Anda dengan
celah pada bibir dan langit-langit mulutnya. Celah tersebut berada pada bibir
sebelah kiri. Apa yang akan Anda lakukan?
▪ General precaution: Mencuci tangan.
▪ Memperkenalkan diri.
▪ Informed consent kepada orang tua pasien untuk melakukan anamnesis dan
pemeriksaan.

A. Anamnesis
1. Identitas:
a. Nama pasien
b. Usia dan tanggal lahir pasien
c. Jenis kelamin pasien
d. Alamat
e. Nama orang tua pasien
f. Usia orang tua pasien
g. Pekerjaan orang tua pasien
2. Keluhan utama.
3. Riwayat penyakit sekarang:
a. Sejak kapan celah pada bibir dan langit-langit mulut muncul?
b. Apakah pasien sering tersedak saat minum susu?
c. Apakah suara napas pasien sering terdengar seperti mengorok?
d. Apakah pernah keluar cairan dari telinga pasien?
e. Apakah ada keluhan lain pada pasien?
f. Apakah pasien sudah pernah dibawa berobat sebelumnya? Pengobatan/
tindakan apa saja yang telah diberikan?

12
4. Riwayat penyakit dahulu:
a. Apakah pasien memiliki riwayat penyakit/ infeksi lain, trauma, atau
operasi? Pengobatan/ tindakan apa saja yang telah diberikan?
b. Apakah pasien memiliki alergi?
5. Riwayat penyakit keluarga
a. Apakah ada keluarga yang menderita keluhan sama?
b. Apakah ada keluarga yang memiliki kelainan bawaan lain?
6. Riwayat antenatal
a. Apakah ibu pasien kontrol kehamilan? Ke mana ibu pasien melakukan
kontrol kehamilan (dokter/ bidan)? Berapa kali ibu pasien datang untuk
kontrol kehamilan?
b. Apakah ibu pasien pernah melakukan USG kehamilan? Berapa kali dan
pada trimester berapa ibu pasien melakukan USG kehamilan?
Bagaimanakah hasil dari USG kehamilan tersebut?
c. Berapa usia ibu pasien saat hamil?
d. Apakah ibu pasien menderita penyakit/ komplikasi selama kehamilan?
e. Apakah ibu pasien pernah memeriksakan TORCH selama kehamilan?
f. Apakah ibu pasien menderita penyakit kronis tertentu sejak sebelum
hamil (penyakit autoimun/ kanker/ epilepsi)?
g. Apakah ibu pasien mengonsumsi obat-obatan atau menjalani terapi
tertentu secara rutin selama kehamilan (kortison/ antikanker/ antiepilepsi/
radiasi)?
h. Apakah ibu pasien rutin mengonsumsi asam folat dan vitamin selama
kehamilan?
i. Apakah ibu pasien merokok selama kehamilan?
j. Apakah ibu pasien sering mengonsumsi jamu-jamuan?
7. Riwayat natal
a. Apakah bayi lahir spontan atau SC? Jika SC, atas indikasi apa?
b. Siapakah penolong persalinan?
c. Berapa usia kehamilan saat bayi lahir?
d. Berapa BB dan PB bayi saat lahir?
e. Bagaimana keadaan bayi saat lahir? Apakah langsung menangis?

13
f. Apakah bayi sempat biru atau kuning?

B. Pemeriksaan Fisik
1. Status generalis
a. Keadaan umum dan GCS.
b. Berat badan, panjang badan, dan status gizi.
c. Tanda-tanda vital:
- Tekanan darah
- Nadi
- RR
- Suhu
- SpO2
d. Kepala/leher:
- Lingkar kepala
- Anemia
- Ikterus
- Sianosis
- Dispnea
- Deformitas lain
e. Thoraks:
- Bentuk thoraks
- Pulmo:
o Gerak napas
o Perkusi
o Suara napas
o Ronki/ wheezing
- Cor:
o Ictus cordis
o Batas jantung
o Suara jantung
o Murmur/ gallop

14
f. Abdomen:
- Kontur abdomen
- Perkusi
- Bising usus
g. Lumbosakral:
- Spina bifida
- Abnormalitas spine lain
h. Perineal:
- Bentuk labia
- Introitus vagina
- Meatus uretra eksternus
- Anus
i. Ekstremitas:
- Akral
- CRT
- Deformitas
2. Status lokalis
Inspeksi:
Cleft pada bibir hingga dasar hidung, alveolar, hard palate, dan soft palate sinistra
(CLP ---SHAL/ unilateral complete).

C. Pemeriksaan Penunjang
Echocardiography untuk melihat adanya abnormalitas pada jantung.

D. Diagnosis
Cleft lip palate ---SHAL/ unilateral complete.

E. Tatalaksana
1. KIE kepada orang tua pasien:
a. Tentang penyakit yang diderita pasien beserta prognosis dan
komplikasinya.
b. Tentang tatalaksana yang akan dilakukan dan komplikasi tindakan.

15
c. Tentang cara menyusui pasien dengan benar.
2. Bekerja sama secara komprehensif dalam tim multidisiplin:
a. Dokter spesialis bedah plastik
b. Dokter gigi spesialis bedah mulut
c. Dokter gigi spesialis orthodonti
d. Dokter spesialis anak
e. Dokter spesialis bedah anak
f. Dokter spesialis THT
g. Psikiater/ psikolog
h. Speech therapist
i. Ahli audiologi
j. Ahli gizi
k. Ahli genetika
l. Perawat
m. Pekerja sosial
3. Umur 3 bulan
a. Dilakukan operasi bibir dan ala nasi apabila pasien telah memenuhi rule
over ten
b. Evaluasi telinga
4. Umur 10-12 bulan
a. Operasi palatum (palatoraphy)
b. Menutup celah palatum dan memperbaiki mm. levator et tensor veli
palatini
c. Evaluasi telinga dan pendengaran
5. Umur 1-4 tahun
a. Evaluasi bicara
b. Speech therapy setelah 3 bulan pasca operasi
6. Umur 4 tahun
Dipertimbangkan repalatoraphy dan/ atau pharyngoplasty
7. Umur 6 tahun
a. Evaluasi gigi dan rahang
b. Evaluasi pendengaran

16
8. Umur 9-10 tahun
Alveolar bone graft
9. Umur 12-13 tahun
Final touch dan perbaikan-perbaikan bila diperlukan
10. Umur 17 tahun
a. Evaluasi tulang-tulang muka
b. Advancement osteotomi Le Fort I bila diperlukan

17
DAFTAR PUSTAKA

CDC. 2017. Facts about Cleft Lip and Cleft Palate. Diunduh dari:
https://www.cdc.gov/ncbddd/birthdefects/cleftlip.html
Correa A, Gilboa SM, Besser LM, Botto LD, Moore CA, Hobbs CA, Cleves MA,
Riehle-Colarusso TJ, Waller DK, Reece EA. 2008. Diabetes mellitus and
birth defects. American Journal of Obstetrics and Gynecology;199:237.e1-
9.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Laporan Hasil Riset Kesehatan
Dasar Indonesia (Riskesdas).
Honein MA, Rasmussen SA, Reefhuis J, Romitti P, Lammer EJ, Sun L, Correa A.
2007. Maternal smoking, environmental tobacco smoke, and the risk of
oral clefts. Epidemiology;18:226–33.
Lee, Myoung Seok., dkk. 2017. Value of sagittal color Doppler ultrasonography
as a supplementary tool in the differential diagnosis of fetal cleft lip and
palate. NCBI. 36(1): 53-59.
Levaillant, Jean-Marc., dkk. 2016. Prenatal diagnosis of cleft lip/palate: The
surface rendered oro-palatal (SROP) view of the fetal lips and palate, a
tool to improve information-sharing within the orofacial team and with
the parents. Elsevier. Diunduh dari: www.jcmfs.com/article/S1010-
5182(16)30015-4/fulltext.
Little J, Cardy A, Munger RG. 2004. Tobacco smoking and oral clefts: a meta-
analysis. Bull World Health Organ; 82:213-18.
Margulis AV, Mitchell AA, Gilboa SM, Werler MM, Glynn RJ, Hernandez-Diaz
S. 2012. Use of topiramate in pregnancy and risk of oral clefts. American
Journal of Obstetrics and Gynecology;207:405.e1-e7.
Mossey PA, Little J, Munger RG, Dixon MJ, Shaw WC. 2009. Cleft lip and
palate. The Lancet. 374(9703):1773-85.
Nickel RE, Desch LW. 2000. Guidelines for the care of children and adolescents
with cleft lip and palate. Dalam: The physican’s guide to caring for
children with disabilities and chronic conditions. Baltimore : Brookes
Publishing.

18
Thorne, C. 2007. Grabb and Smith's Plastic Surgery. Philadelphia: Wolters
Kluwer.
Tolarova M, dkk. 2018. Pediatric Cleft Lip and Palate. Diunduh dari:
https://emedicine.medscape.com/article/995535-overview

19

Anda mungkin juga menyukai