Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA

TARUNG SARUNG

Nama Kelompok :
1. Zabrina Maharani (213516516188)
2. Alifah Raihana (213516516193)
3. Annisa Ananda Rizki Chan (213516516177)
4. Radja Rafif Putra Lingga (213516516157)
5. Putri Chairunnisaa (213516516180)
6. Nabil Mardilan Saputra (213516516141)
7. Hisyam Harsya Usman (213516516138)
8. Cindy Mauren Aprilliany (213516516118)
9. Ade apriliandhika (213516516101)
10. Irvan Bozzent Harahap (213516516123)

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS NASIONAL
2022/2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan
puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-
Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang Tarung Sarung.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
beberapa sumber sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima
segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata saya berharap semoga makalah tentang Tarung Sarung ini dapat memberikan manfaat
maupun inpirasi terhadap pembaca.

Jakarta, 13 Januari 2023


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perang sarung atau tarung sarung akhir-akhir ini marak terjadi di beberapa daerah di Indonesia
termasuk di Sumedang Jawa Barat, pada malam Ramadhan menjelang makan sahur. Perang
sarung ini awalnya candaan anak anak laki laki selepas solat dengan memukulkan sarung yang
dilipat lipat (digulung) kemudian dipukulkan ke lawan bermain.
Namun, karena pesertanya tidak hanya satu orang, dan kadang banyak peserta yang curang, di
gulungan sarung itu disisipi benda tumpul atau batu sehingga menyebabkan luka kepada lawan
perang. Pihak korban yang sama sama banyak massa nya, membalas pukulan tersebut hingga
terjadilah bentrokan sarung.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana sejarah Tarung Sarung?
2. Bagaimana tradisi warga bugis menjaga kehormatannya?
3. Mengapa ada tradisi Sarung Tarung ini?

1.3 Sistematika Penulisan


Sistematika yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah dengan menggunakan tinjauan
dari beberapa sumber yang berkompeten tentang Tarung Sarung.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Tarung Sarung


Sejak ratusan tahun silam masyarakat Bugis memiliki tradisi ritual Sijagang Laleng Lipa.
Sebuah tata cara adat untuk menyelesaikan konflik antar dua laki-laki dengan bertarung dalam
sebuah sarung. Mekanisme adat ini bisa dibilang cukup ekstrim mengingat dua pria yang
berselisih faham disatukan dalam sebuah sarung. Keduanya akan saling serang menggunakan
senjata tajam dalam perkelahian jarak pendek, hingga sama-sama mati atau sama-sama hidup.
Dalam ritual ini jarang ditemukan satu pihak mati atau hidup sendirian.
Ritual Sijagang Laleng Lipa pertama kali muncul pada masa Kerajaan Bugis ratusan
tahun lalu. Adu kekuatan merupakan solusi terakhir ketika mekanisme musyawarah menemui
jalan buntu. Biasanya persoalan ini menyangkut harga diri keluarga dan menimbulkan
perselisihan panjang. Dengan cara ini, maka kedua belah pihak tidak akan ada dendam lagi.
Apapun hasil dari pertarungan itu, kedua pihak harus sama-sama lapang dada dan menerima.
Sehingga perseteruan bisa diselesaikan dan tidak menimbulkan keributan di mana-mana.

2.2 Tradisi Warga Bugis Menjaga Kehormatannya


Keputusan untuk menyelesaikan persoalan dengan Sijagang Laleng Lipa diambil melalui
mekanisme ketua adat. Masing-masing pihak harus menyepakati jalan itu dan tidak boleh ada
yang saling memaksakan. Tak sekedar tangan kosong, masing-masing petarung dibekali senjata
berupa badik oleh keluarganya, yang merupakan senjata tradisional warga Bugis. Menggunakan
badik keluarga ini, petarung Sijagang Laleng Lipa akan berjuang untuk menghabisi musuhnya di
dalam sarung.
"Narekko sirikku molejja-lejja, coppo'na mi kawalie ma'bicara." (Kalau rasa malu saya kau
injak-injak, ujung badikku lah yang akan bertindak).
Bahwa semua masalah yang telah masuk ke dalam sarung, tak boleh lagi dipersoalkan di luar
sarung. Segalanya berhenti di dalam sarung.
“Masyarakat Bugis kuno mengenal tradisi Sigajang Laleng Lipa (duel satu sarung). Ketika ada
pertikaian antara dua pihak, jika keduanya menemui jalan buntu untuk berdamai, jalan terakhir
untuk menyelesaikan masalah adalah dengan cara berduel,”
2.3 Penjelasan Tradisi Sarung Tarung

“Bagi masyarakat Bugis-Makassar, Tarung sarung adalah simbol persatuan dan kebersamaan,"
kata Bahri. Bahkan di situasi yang terdengar brutal pun, ada nilai-nilai persaudaraan yang tetap
dijunjung tinggi.
Di sisi lain, Asmin Amin menyebut sigajang laleng lipa (Bugis) atau sitobo lalang
lipa (Makassar) juga dipandang sebagai bentuk berserah diri pada Yang Maha Kuasa.
"Hidup mati itu ketentuan Tuhan. Maka dalam pertarungan itu, mereka memohon pada Allah
agar menentukan segera tentang siapakah yang Allah pilih untuk mati atau tetap hidup," jelasnya.
Namun, seiring meresapnya nilai-nilai Islam di masyarakat sejak abad ke-17, praktik sigajang
laleng lipa' ikut berkurang. Khair Khalis Syurkati, dalam makalah berjudul Memahami Konsep
"Siri' Na Pesse" sebagai Identitas Orang Bugis Makassar menulis bahwa ajaran agama Islam
membuat penebusan siri dalam cara ekstrem mulai dipandang melampaui batas.
Kini, sigajang laleng lipa lebih banyak dipentaskan dalam bentuk seni ketimbang duel berdarah.
Salah satu bentuk ejawantahnya di budaya populer dilakukan sutradara Archie Hekagery, lewat
film "Tarung Sarung" yang rilis akhir 2020 lalu.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Perang sarung atau tarung sarung ini bermula dari Kebudayaan Suku Bugis di Sulawesi
Selatan. Suku Bugis yang sebagian besar terletak di Sulawesi Selatan memiliki keunikan
tersendiri dalam adat dan budayanya. Adat penyelesaian masalah yang unik bernama Sijagang
Laleng Lipa atau disebut tarung sarung.
Sijagang Laleng Lipa adalah salah satu ritual penting pada masyarakat Bugis yang
keberadaannya hampir hilang ditelan zaman. Ritual ini dilakukan dengan menyatukan dua pria di
dalam sebuah sarung. Kedua pria nantinya akan saling bertarung dan adu kekuatan hingga
keduanya sama-sama mati atau sama-sama hidup. Jarang dalam ritual ini pihak yang mati atau
hidup sendirian.

Daftar Pustaka
https://sulsel.idntimes.com/life/education/ahmad-hidayat-alsair/tradisi-tarung-sarung-cara-
ekstrem-bugis-makassar-pulihkan-harga-diri?page=all
https://inisumedang.com/tradisi-perang-sarung-atau-tarung-sarung-bermula-dari-kebudayaan-
suku-bugis-sulawesi-selatan/

Anda mungkin juga menyukai