Anda di halaman 1dari 2

Judul: Ibadah Bukan Sekadar Pamer

Aturan keagamaan itu sifatnya mengikat dan baku. Aturan tersebut berlaku
bagi setiap pemeluknya.

Saat para murid Yohanes dan Farisi berpuasa, beberapa orang datang
kepada Yesus dan mengajukan komplain terhadap murid-murid-Nya yang
tidak ikut berpuasa (18). Yesus menjelaskan makna puasa yang benar untuk
menanggapi pertanyaan tersebut. Meski aturannya baku tidak berarti harus
dipahami secara kaku. Semestinya aturan itu dimaknai secara baru ketika
dilakukan.

Orang Yahudi sangat disiplin menjalankan berpuasa. Ada waktu wajib


menjalani puasa, yaitu Hari Pendamaian. Orang Yahudi mengakui segala
dosanya dan berpuasa agar mendapatkan pengampunan Allah. Mereka juga
berpuasa pada hari Senin dan Kamis. Tujuan dari berpuasa adalah
merendahkan dan menyerahkan diri dalam pimpinan Allah.

Memang harus diakui bahwa terkadang berpuasa menjadi ajang pamer


kesalehan. Mereka menampilkan muka yang lesu, pucat, dan mengenakan
pakaian lusuh ketika berpuasa. Tujuannya adalah untuk mendapatkan pujian
sebagai orang saleh.

Yesus menjelaskan makna puasa dengan menggunakan tiga gambaran,


yaitu: Pertama, sahabat mempelai laki-laki (19). Kedua, menambalkan secarik
kain baru pada baju yang lama (21). Ketiga, mengisi anggur baru pada
kantong kulit yang tua (22). Tiga gambaran ini ingin menjelaskan bahwa
setiap kebiasaan keagamaan (baca: ibadah) perlu dimaknai secara baru.
Bukan hanya menjadi pengulangan tanpa makna, sebaliknya memampukan
orang merasakan pimpinan Allah dalam kehidupan sehari-harinya.

Jangan biarkan kehidupan keagamaan kita menjadi kegiatan tanpa makna


yang diulang terus-menerus tanpa penghayatan. Ibadah yang kita lakukan
hendaknya dipahami dan dihayati dengan makna yang benar. Hal tersebut
bukan hanya akan membuat kita bersukacita, tetapi juga semakin dikuatkan
dalam menjalani hidup sebagai umat Allah. Ibadah yang kita lakukan
semestinya makin menjadikan kita tunduk pada kehendak-Nya, lebih
mengasihi-Nya, dan akhirnya memuliakan-Nya
Kedua perumpamaan yang disampaikan oleh ini menurut saya memiliki maksud yang sama. Tidak ada
seorangpun menambalkan secarik kain baru pada baju yang tua sama dengan anggur baru tidak boleh
ditaruh pada tempayan yang tua; atau dengan kata lain, biarlah yang baru terpisah dengan yang lama;
jangan disatukan. Kalau disatukan justru itu yang akan berbahaya

Terlepas dari berbagai penafsiran yang berkembang, apabila dikaitkan dengan konteks ayat 18 dimana
ada perbedaan pemahaman antara komunitas Yesus dan komunitas Yohanes berserta orang Farisi,
dimana ajaran Yesus merupakan sebuah ajaran yang baru yang dinilai “berbeda”, sedangkan kelompok
Yohanes dan Farisi merupakan kelompok dengan warisan ajaran tua, maka saya pastikan bahwa latar
belakang ini ada kaitannya dengan kedua perumpamaan diatas.

Kain lama dan kantung lama menurut saya melambangkan komunitas orang Farisi dan komunitas
Yohanes, sedangkan kain baru dan anggur baru melambangkan komunitas Yesus. Keduanya dalam
perumpamaan diatas tidak bisa disatukan karena memang memiliki perbedaan. Menurut penafsiran
saya pribadi, Yesus dalam perumpaan ini mau mengatakan bahwa “Memang kami berbeda dengan
mereka, dan tidak dapat disatukan dengan dengan mereka, dan jangan paksakan kami untuk bersatu.
Apabila keduanya disatukan akan rusak dan tidak bisa bersatu. Gelap tidak dapat bersatu dengan terang;
yang tidak baik tidak bisa bersatu dengan yang baik; sesuatu yang salah tidak bisa bersatu dengan hal
benar; kurang lebih demikian maksudnya. Yesus dalam perumpamaan ini mau menegaskan kepada
pihak yang bertanya bahwa perbedaan harus tetap ada. “Jangan anda meminta kami harus sama dengan
mereka; mereka ya mereka, kami ya kami”.

Jangan sampai anda memiliki kemauan yang berani tampil beda, namun karena tekanan kelompok
tertentu yang mayoritas, lalu anda terpaksa mengikuti arus yang ada. Melalui firman pagi ini, saya mau
menguatkan teman – teman muda agar dapat menunjukan perbedaan dalam lingkungan anda. Berbeda
bukan berarti salah.

Banyak orang dengan alasan setia kawan, supaya diterima, ataupun biar dianggap teman yang baik
mereka rela menggadaikan iman mereka dengan menjerumuskan diri ke dalam pengaruh dunia. Stop
ikut – ikutan, marilah berbeda. Harga pribadi anda ditentukan dari pilihan yang anda ambil. Saya secara
pribadi sangat bersyukur dengan “perbedaan” yang saya miliki saat ini. Ini bukanlah sebuah
kesombongan rohani atau merasa diri lebih baik dari orang lain, melainkan sebuah shering tentang
sejarah perjuangan iman yang panjang. Memang tidak mudah untuk bisa tetap menampilkan jati diri
serta berbeda, karena arus yang dihadapi juga sangat deras. Namun berdasarkan pengalaman pribadi
saya, saya ingin sampaikan bahwa ketika teman – teman mau mengandalkan Tuhan, Ia akan
memberikan kemampuan agar kalian bisa tampil beda. Kiranya bahan ini memberkati teman – teman.

Anda mungkin juga menyukai