Aturan keagamaan itu sifatnya mengikat dan baku. Aturan tersebut berlaku
bagi setiap pemeluknya.
Saat para murid Yohanes dan Farisi berpuasa, beberapa orang datang
kepada Yesus dan mengajukan komplain terhadap murid-murid-Nya yang
tidak ikut berpuasa (18). Yesus menjelaskan makna puasa yang benar untuk
menanggapi pertanyaan tersebut. Meski aturannya baku tidak berarti harus
dipahami secara kaku. Semestinya aturan itu dimaknai secara baru ketika
dilakukan.
Terlepas dari berbagai penafsiran yang berkembang, apabila dikaitkan dengan konteks ayat 18 dimana
ada perbedaan pemahaman antara komunitas Yesus dan komunitas Yohanes berserta orang Farisi,
dimana ajaran Yesus merupakan sebuah ajaran yang baru yang dinilai “berbeda”, sedangkan kelompok
Yohanes dan Farisi merupakan kelompok dengan warisan ajaran tua, maka saya pastikan bahwa latar
belakang ini ada kaitannya dengan kedua perumpamaan diatas.
Kain lama dan kantung lama menurut saya melambangkan komunitas orang Farisi dan komunitas
Yohanes, sedangkan kain baru dan anggur baru melambangkan komunitas Yesus. Keduanya dalam
perumpamaan diatas tidak bisa disatukan karena memang memiliki perbedaan. Menurut penafsiran
saya pribadi, Yesus dalam perumpaan ini mau mengatakan bahwa “Memang kami berbeda dengan
mereka, dan tidak dapat disatukan dengan dengan mereka, dan jangan paksakan kami untuk bersatu.
Apabila keduanya disatukan akan rusak dan tidak bisa bersatu. Gelap tidak dapat bersatu dengan terang;
yang tidak baik tidak bisa bersatu dengan yang baik; sesuatu yang salah tidak bisa bersatu dengan hal
benar; kurang lebih demikian maksudnya. Yesus dalam perumpamaan ini mau menegaskan kepada
pihak yang bertanya bahwa perbedaan harus tetap ada. “Jangan anda meminta kami harus sama dengan
mereka; mereka ya mereka, kami ya kami”.
Jangan sampai anda memiliki kemauan yang berani tampil beda, namun karena tekanan kelompok
tertentu yang mayoritas, lalu anda terpaksa mengikuti arus yang ada. Melalui firman pagi ini, saya mau
menguatkan teman – teman muda agar dapat menunjukan perbedaan dalam lingkungan anda. Berbeda
bukan berarti salah.
Banyak orang dengan alasan setia kawan, supaya diterima, ataupun biar dianggap teman yang baik
mereka rela menggadaikan iman mereka dengan menjerumuskan diri ke dalam pengaruh dunia. Stop
ikut – ikutan, marilah berbeda. Harga pribadi anda ditentukan dari pilihan yang anda ambil. Saya secara
pribadi sangat bersyukur dengan “perbedaan” yang saya miliki saat ini. Ini bukanlah sebuah
kesombongan rohani atau merasa diri lebih baik dari orang lain, melainkan sebuah shering tentang
sejarah perjuangan iman yang panjang. Memang tidak mudah untuk bisa tetap menampilkan jati diri
serta berbeda, karena arus yang dihadapi juga sangat deras. Namun berdasarkan pengalaman pribadi
saya, saya ingin sampaikan bahwa ketika teman – teman mau mengandalkan Tuhan, Ia akan
memberikan kemampuan agar kalian bisa tampil beda. Kiranya bahan ini memberkati teman – teman.